BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang Pertumbuhan kota yang cepat secara langsung berimplikasi pada pembangunan infrastruktur dasar pelayanan publik. Kurangnya pelayanan prasarana lingkungan seperti infrastruktur air bersih dan sistem sanitasi, penyediaan rumah dan transportasi yang baik untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan kota, menjadi penyebab utama timbulnya berbagai masalah di kota-kota negara-negara yang sedang berkembang. (Achmad Nurmadi; 28). Kurang memadainya prasarana lingkungan pada suatu kawasan atau lingkungan hunian dapat menimbulkan permasalahan seperti buruknya kualitas lingkungan permukiman di daerah tersebut, karena pada dasarnya keberadaan prasarana lingkungan merupakan kebutuhan yang paling penting yang secara langsung maupun tidak langsung berimplikasi/berpengaruh
terhadap
kesehatan
dan
kesejahteraan
manusia. Artinya prasarana dasar dalam satu unit lingkungan adalah syarat bagi tercipta kenyamanan hunian (Claire, 1973: 178) Menurut Budiharjo (Budiharjo, 1991: 61) permasalahan lingkungan disebabkan oleh dua hal, yaitu prasarana yang ada memang tidak sesuai dengan standar kebutuhan penghuni dan adanya pendapat masyarakat yang menilai bahwa prasarana yang ada di lingkungannya kurang dapat memenuhi kebutuhannya. Tingkat kenyamaman seseorang dalam bertempat tinggal ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan, termasuk juga prasarana lingkungan, karena prasarana lingkungan merupakan kelengkapan fisik dasar suatu lingkungan perumahan. Percik edisi Desember 2005, menjelaskan pencemaran badan air oleh
berbagai
sebab,
khususnya
air
limbah
sudah
sangat
memprihatinkan. Sebanyak 76,25% dari 52 sungai di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi tercemar berat oleh cemaran organik dan 11 sungaisungai utama tercemar berat oleh unsur amonium. Sungai-sungai utama di perkotaan umumnya tercemar dengan rata-rata yang telah melampaui ambang batas BOD sebanyak 34,48% dan kadar COD sebanyak 51,72%. Sebanyak 32,24% sampel air minum perpipaan dan 54,16% sampel air minum non perpipaan mengandung bakteri Coli. Sanitasi
1
lingkungan dalam literatur kesehatan masyarakat (Syahbana, 2003:20) adalah bagian dari kesehatan masyarakat yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan atau menguasai faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit melalui kegiatan yang ditujukan untuk (i) sanitasi air, (ii) sanitasi makanan, (iii) sistem pembuangan tinja, (iv) sanitasi udara, (v) pengendalian vektor dan roden penakit, (vi) higienitas rumah. Ketika masalah sanitasi muncul di kawasan permukiman padat yang tidak tertata dan tidak ditangani dengan cara yang tidak saniter maka akan mencemari lingkungan sekitar. Tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan sebagai dampak yang diakibatkan oleh berbagai penyakit yang ditularkan dari lingkungan yang tidak sehat. Penanganan dan pengendalian sanitasi akan menjadi semakin kompleks dengan semakin bertambahnya laju pertumbuhan penduduk, perkembangan permukiman perumahan penduduk, menyempitnya lahan yang tersedia untuk perumahan, keterbatasan lahan untuk pembuatan fasilitas sanitasi seperti MCK, cubluk, septic tank dan bidang resapannya serta tidak tersedianya alokasi dana pemerintah untuk penyediaan sarana dan prasarana sanitasi, hal-hal inilah yang menyebabkan kondisi sanitasi lingkungan semakin memburuk. Dalam pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, Pemerintah Indonesia sejak tahun 2003 telah melaksanakan kegiatan SANIMAS (Sanitasi oleh Masyarakat). Sedangkan di Kabupaten Lombok Timur program tersebut mulai dilakukan sejak tahun 2007. Sebuah
inisiatif
program
yang
dirancang
untuk
mempromosikan
penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman berbasis masyarakat dan juga mengedepankan pendekatan tanggap kebutuhan. Dengan harapan pada tahun 2015, separuh masyarakat Indonesia memiliki akses untuk memperoleh air minum dan pelayanan prasarana air limbah sebagai kebutuhan dasar hidup manusia. Seiring dengan program pemerintah tersebut, di Kabupaten Lombok Timur saat ini sedang dilakukan inisiasi program percepatan Sanitasi Permukiman (PPSP) dengan tahap pertamanya melakukan penyusunan Buku Putih sanitasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam membuat Strategi sanitasi Kota/Kabupaten (SSK).
2
Kabupaten Lombok Timur, yang dapat ditempuh dari Kota Mataram sekitar 1,5 jam perjalanan darat, merupakan sebuah kabupaten yang mempunyai luas wilayah dan jumlah penduduk paling tinggi diantara 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebagai kabupaten dengan jumlah penduduk paling padat Kabupaten Lombok Timur mempunyai permasalahan di dalam penyediaan sarana dan prasarana, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Permasalahan penyediaan sarana dan prasarana dikaitkan dengan pengembangan wilayah-wilayah yang dahulu sebuah desa/kelurahan menjadi kecamatan-kecamatan baru hasil pemekaran. Untuk itu perlu diupayakan penataan dan penyediaan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan fasilitas kehidupan penduduknya. Pertumbuhan
penduduk
Kabupaten
Lombok
Timur
terus
meningkat, menuntut semakin bertambahnya penyediaan sarana dan prasarana/infrastruktur seperti: jalan, pembukaan lahan-lahan baru untuk perumahan, drainase dan air bersih. Namun dalam hal ini, tidak semua infratruktur
dapat
dibangun
secara
optimal
mengingat
adanya
keterbatasan kemampuan Pemerintah Daerah. Salah satu infrastruktur tersebut yaitu Sanitasi. Sarana dan prasarana sanitasi hampir di kesampingkan di dalam pengalokasian anggaran daerah, karena masih dianggap sebagai sarana dan prasarana yang tidak memberikan kontribusi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Sebagai sarana dan prasarana yang tidak langsung memberikan kontribusi pendapatan daerah, masalah sanitasi di Kabupaten Lombok Timur masih belum diangggap sebagai prioritas penanganan penyediaan infrastruktur. Hal ini disebabkan karena pemerintah Kabupaten Lombok Timur mengetahui kebiasaan masyarakatnya dalam membuang hajatnya di sekitar bantaran sungai (Sungai dan di kebon (ada istilah dolbon = modol di kebon). Nampaknya mereka (masyarakat) merasa lebih nyaman melakukan aktifitas buang hajatnya di sungai karena kebiasaan tersebut telah terbangun sejak dahulu sehingga sulit untuk ditinggalkan. Masyarakat masih belum tahu ataukah mereka memang tidak perduli efek samping dari kebiasaan itu. Sejalan dengan perkembangan waktu dan kekhawatiran terhadap perkembangan perilaku masyarakatnya, Pemerintah Kabupaten Lombok
3
Timur tersentuh dan merasa peduli akan penyehatan lingkungan permukiman di wilayahnya, dimana untuk mewujudkan kepeduliannya Pemerintah Kabupaten Lombok Timur telah menyatakan minat untuk ikut di dalam Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) tahun 2011. 1.2.
Pengertian Dasar Sanitasi Dalam kamus oxford, sanitasi (Sanitation) didefinisikan sebagai suatu kondisi yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, khususnya dalam upaya untuk penyediaan air bersih dan pembuangan limbah yang memadai. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sanitasi didefiniskan sebagai usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yg baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat. Menurut beberapa Ahli dan Organisasi yang terkait dengan sanitasi mengungkapkan beberapa pengertian dasar sanitasi, antara lain: Notoadojo (2003), mendifiniskan Sanitasi sebagai status kesehatan suatu lingkungan
yang
mencakup
perumahan,
pembuangan
kotoran,
penyediaan air bersih dan sebagainya. Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), mendefinisikan sanitasi sebagai suatu upaya pengendalian terhadap seluruh faktor-faktor fisik, kimia dan biologi
yang
menimbulkan
suatu
kerusakan
atau
terganggunya
perkembangan dan kesehatan manusia baik fisik, mental maupun sosial serta kelangsungan kehidupan manusia dalam lingkungan. Menurut Azwar (1995) dalam Syahputri (2011), Sanitasi dasar didefinisikan
sebagai
sanitasi
minimum
yang
diperlukan
untuk
menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan
air
bersih,
pembuangan
kotoran
manusia
(jamban),
pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah. Lebih lanjut, secara ringkas berdasarkan petunjuk Penyusunan Buku Putih Sanitasi tahap B diungkapkan bahwa Sanitasi adalah usaha untuk memastikan pembuangan kotoran manusia, cairan limbah dan sampah secara higienis. Hal ini akan berkontribusi pada kebersihan dan
4
lingkungan hidup yang sehat, baik di rumah maupun lingkungan sekitarnya. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sanitasi berkaitan dengan upaya peningkatan kesehatan individu maupun masyarakat terutama dalam hal penyediaan air bersih dan pembuangan Limbah (cair, padat).
1.3.
Maksud dan tujuan Mengacu ke buku petunjuk Sanitasi tahap B, Buku Putih Sanitasi merupakan suatu hasil analisis terhadap situasi kesehatan lingkungan, gender, keterlibatan sektor swasta, kelembagaan, keuangan dan media. Buku ini sekaligus berisi pemetaan terhadap kondisi layanan sanitasi kota/kabupaten, sebagai dasar penegembangan Strategi Sanitasi di tingkat kota/kabupaten. Oleh karena itu, buku ini menjadi penting untuk disusun oleh semua daerah termasuk kabupaten Lombok Timur. Maksud dari disusunnya Buku Putih Sanitasi Kabupaten Lombok Timur Tahun 2011 ini adalah untuk memberikan informasi awal yang lengkap tentang kondisi sebenarnya dari sanitasi Kabupaten Lombok Timur. Sebagai salah satu dokumen, buku ini bisa menjadi database sanitasi kabupaten yang bersifat lengkap, mutakhir, aktual, dan dapat disepakati seluruh stakeholders, termasuk SKPD terkait di tingkat kabupaten. Oleh karena itu, Buku Putih ini dapat menjadi acuan dasar untuk melakukan perencanaan pembangunan di bidang sanitasi di masa depan. Selanjutnya, Buku Putih Sanitasi ini sebagai wujud kerja nyata dari berbagai stakeholders yang terlibat, juga dapat menjadi awal (basic) dimulainya pekerjaan sanitasi di tingkat kabupaten yang lebih terarah, terorientasi dan terintegrasi dengan baik. Sedangkan tujuan penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Lombok Timur Tahun 2011 ini adalah sebagai berikut: a) Memberikan gambaran nyata situasi sanitasi Kabupaten Lombok Timur secara lengkap, menyeluruh yang kedepannya dapat berfungsi sebagai kerangka dasar dan pertimbangan penyusunan rencana pembangunan sanitasi Kabupaten Lombok Timur.
5
b) Dapat dipergunakan oleh semua stakeholders baik pemerintah, swasta maupun masyarakat untuk berperan dan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi Kabupaten Lombok Timur di masa depan. c) Sebagai acuan dasar penetapan kebijakan-kebijakan daerah dalam pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan serta dapat juga
sebagai
titik
tolak
dalam
penyusunan
strategi
sanitasi
Kota/Kabupaten (SSK).
1.4.
Metodologi Adapun pendekatan dan metodologi yang diterapkan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988). Selain itu juga dilakukan pendekatan secara partisipatif dengan melibatkan semua stakeholders (SKPD terkait, Pokja, Masyarakat, dan Badan Usaha) melalui diskusi, pertemuan/rapat, maupun survey lapangan oleh Tim EHRA untuk memperoleh gambaran kondisi nyata sanitasi di kabupaten Lombok Timur pada masa sekarang. Penyusunan Buku Putih Kabupaten Lombok Timur dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: Pengumpulan data, Pengolahan data Analisa data dan Penyusunan Buku Putih Sanitasi.
1.4.1. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder yang dikumpukan berupa data-data terkait dengan sanitasi mulai dari: Letak geografi, kondisi geohidrologi/geologi, kondisi topografi, Data klimatologi, Administrasi, Penduduk, Kesehatan, Sosial, Ekonomi, Data program SKPD terkait dengan Sanitasi, Dokumen Rencana, Renstra SKPD, RPJMD, Regulasi, Laporan Tahunan SKPD, serta Laporan hasil penelitian/pengkajian mengenai sanitasi yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Data yang dikumpulkan umumnya berupa data series 5 (lima) tahun terakhir, sehingga informasi yang diharapkan dapat lebih aktual dan up to date. Data sekunder tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui gambaran kondisi eksisting sanitasi di Kabupaten Lombok Timur, serta sebagai referensi dalam menetapkan kebijakan untuk pengembangan
6
prasarana dan sarana sanitasi kedepannya, juga sebagai sebagai suatu indikator yang dapat digunakan alat untuk memberikan penilaian secara cepat terhadap kondisi sanitasi yang ada di lingkup Kabupaten Lombok Timur. 1.4.2. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data Primer dalam rangka Penyusunan Buku Putih dilakukan dengan beberapa cara, meliputi: Survey EHRA, Observasi, dan FGD dan Wawancara. Survey EHRA dilaksanakan pada minggu kedua bulan Agustus hingga awal bulan September 2011 dengan lokasi survey terpilih meliputi 15 desa di 7 Kecamatan, Kabupaten Lombok Timur. Lokasi
survey
tersebut mewakili 150 desa dan 20 Kecamatan yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Penentuan lokasi ini dilakukan dengan metode cluster random sampling berdasarkan persepsi SKPD terhadap 150 desa yang ada. Adapun rincian nama-nama desa lokasi survey EHRA dapat dilihat pada table berikut. Tabel 1 Lokasi sample untuk Survey EHRA Jumlah Total Sample Target Kecamatan Target Desa/Kel (10%) (25%) Kec. Desa. Cluster 0 0 0 0 0 Klaster 1 0 0 0 0 -
Diambil
Cluster
Kec.
Cluster 2
6
65
2
4
Keruak, Pringgasela
Cluster 3
11
63
2
6
Aikmel, Selong
Cluster 4
3
22
3
5
Terara, Sakra, Masbagik
Jumlah
20
150
7
15
Desa. Sepit, Keruak, Jurit, Pengadangan
Jumlah yg tidak diambil Kec. Desa. 18
146
Aikmel Barat, Kalijaga Timur, Selong, Pancor, Kelayu Selatan, Majidi
18
144
Terara, Rumbuk, Keselet, Masbagik Selatan, Lenek (tambahan)
17
145
Data yang diperoleh dari survey EHRA ini antara lain: Sumber air, Air limbah domestik, Persampahan, Drainase, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) yang ada dilokasi survey. Data tersebut dapat berupa data kuantitatif yang dapat memberikan gambaran mengenai kondisi eksisting sanitasi yang ada serta pola, perilaku hidup sehat yang berkembang dimasyarakat. Pengumpulan data primer lainnya juga dilakukan dengan cara observasi berupa kunjungan lapangan terhadap beberapa lokasi yang ada di Kabupaten Lombok Timur dengan maksud untuk pendataan
7
sanitasi. Adapun observasi yang dilakukan antara lain: Pengamatan kondisi eksisting drainase perkotaan (Kota Selong), IPAL Komunal di dusun Montong Meong kecamatan Labuhan Haji, dll. Selain itu, pengumpulan data primer juga dilakukan dengan cara diskusi terarah (FGD) terkait sanitasi terhadap masyarakat di beberapa lokasi seperti: Labuhan Haji, desa Lendang Nangka (kecamatan Masbagik), desa Suradadi (kecamatan Terara), desa Senyiur (kecamatan Keruak). Data yang terkumpul dari FGD ini berupa data kualitatif sanitasi. Salah satu contoh data yang dikumpulkan dalam FGD tersebut yaitu untuk melihat sejauh mana keterlibatan jender dalam sanitasi baik dalam hal perolehan air bersih, penanganan limbah cair, padat dan keterlibatan mereka dalam penanganan drainase lingkungan dilokasi FGD. Serupa dengan FGD, pengumpulan data primer juga dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap masyarakat mengenai kondisi sanitasi yang ada, dan juga wawancara dengan beberapa instansi yang terlibat dengan penanganan sanitasi, serta wawancara dengan beberapa institusi yang secara langsung melakukan promosi sanitasi melalui media elektronik dan media cetak (Selaparang Tv, dll)
1.4.3. Analisa Data Analisa data dilakukan terhadap data-data sekunder dan primer yang dikumpulkan. Data yang ada) kemudian diolah dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Terkait dengan hal tersebut, prosedur analisis data yang digunakan dalam BPS ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Pengumpulan data 2) Pengolahan data 3) Tabulasi data 4) Analisa secara kuntitatif dan kualitatif 5) Penyusunan narasi Sebagai tujuan akhir dari analisa data ini yaitu untuk mengetahui area resiko sanitasi baik sebaran, permasalahan, upaya penanganan serta strategi penanganan yang diharapkan agar tepat dengan sasaran yang diharapkan.
8
1.4.4. Penyusunan Buku Putih Sanitasi Adapun sistematika penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Lombok Timur tahun 2011, terbagi menjadi 6 (enam) bab dengan uraian sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Berisikan latar belakang, pengertian dasar sanitasi, maksud dan tujuan metodelogi yang digunakan dalam penyusunan, Sumber data, Peraturan Perundang-undangan, dan sistematika pembahasan yang digunakan.
Bab II Gambaran Umum Kabupaten Lombok Timur Bab ini berisikan gambaran umum kabupaten Lombok Timur meliputi kondisi Geografis, Iklim dan Fisiografis, Administrasi, Kependudukan, Pendidikan,
Kesehatan,
Sosial,
Perekonomian,
Visi
dan
Misi
Kabupaten Lombok Timur, Tinjauan Ruang Kabupaten Lombok Timur. Bab III Profil Sanitasi Bab ini menggambarkan Kondisi Umum sanitasi Kota, Pengelolaan Limbah, Pengelolaan Persampahan (Limbah Padat), Pengelolaan Drainase, Penyediaan Air Bersih, Komponen Sanitasi Lainnya, Pembiayaan Sanitasi Kabupaten
Bab IV Indikasi Permasalahan dan Opsi Pengembangan Sanitasi Bab ini berisi mengenai beberapa Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten, Strategi Penanganan Sanitasi Kabupaten, Rencana Peningkatan Pengelolaan
Limbah
Cair,
Rencana
Peningkatan
Pengelolaan
Sampah (Limbah Padat), Rencana Peningkatan Pengelolaan Saluran Drainase Lingkungan, Rencana Pembangunan Penyediaan Air Minum, Rencana Peningkatan Kampanye PHBS.
Bab V Potensi Pengembangan Program Sanitasi Bab ini menjelaskan Area Beresiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya, Kajian dan Opsi Partisipasi Masyarakat dan Jender di
9
Area Prioritas, Komunikasi untuk Peningkatan Kepedulian Sanitasi, Keterlibatan Sektor Swasta dalam Layanan Sanitasi. Bab VI Penutup Bab ini berisikan hasil akhir dari proses penyusunan buku putih dan data sanitasi terakhir yang diperoleh dan merupakan cerminan potret sanitasi kabupaten Lombok Timur yang sesungguhnya, rumusan pedoman dasar yang telah disepakati bersama, penanganan masalah dengan cara yang tepat dan rekomendasi yang dapat dijadikan acuan dalam perencanaan dan pengembangan sanitasi kabupaten Lombok Timur kedepan sehingga kondisi riil yang ada saat ini dapat diperbaiki serta memberikan pelayanan yang menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat kabupaten Lombok Timur. 1.5.
Kedudukan buku putih Buku Putih Sanitasi (BPS) ini memuat gambaran kondisi eksisting sanitasi di Kabupaten Lombok Timur, meliputi: Sumber air, Limbah domestik, Persampahan, Drainase, Perilaku Hidup Besih Sehat (PHBS) di Kabupaten Lombok Timur. Lebih lanjut, BPS ini juga memuat aspekaspek lainnya seperti: Persepsi SKPD terkait dengan sanitasi, Anggaran sanitasi, keterlibatan jender maupun sektor swasta dalam sanitasi. Selain itu, BPS ini juga membahas proyeksi-proyeksi kedepan dari beberapa aspek tersebut. Sebagai contoh, dalam hal sumber air khususnya air bersih, didalam BPS diuraikan mengenai kondisi eksisting kebutuhan masyarakat akan air bersih tersebut, aspek lainnya yang juga secara langsung berpengaruh terhadap penyediaan layanan air bersih oleh SKPD terkait seperti; pertumbuhan penduduk, distribusi, cakupan layanan, dll. Sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai kondisi air bersih yang ada berikut dengan proyeksi-proyeksi kedepaannya. Hal tersebut sangat bermanfaat tidak hanya bagi SKPD terkait namun juga bagi semua pihak yang memiliki kepentingan yang sama untuk dapat menyusun perencanaan-perencanaan seperti: rencana pengelolaan dan pemanfaatan
air
bersih
yang
dapat
memberikan
manfaat
bagi
masyarakat.
10
BPS ini juga secara detail merupakan penjabaran dari dokumen RPJM Nasional 2005 – 2025 maupun RPJMD 2009-2013 Kabupaten Lombok Timur. Dalam RPJMD, beberapa misi yang ingin dicapai yaitu: tercapainya pemerataan kesehatan, pendidikan, peran jender dan peningkatan
kualitas
lingkungan.
Hal
tersebut
sejalan
dengan
pembahasan yang akan dibahas dalam BPS. Oleh karena itu, BPS ini merupakan penjabaran beberapa misi yang ingin dicapai dalam RPJMD Kabupaten Lombok Timur. Pada tahap berikutnya, BPS ini juga merupakan dokumen dasar dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Lombok Timur. Rencana strategis sanitasi skala kabupaten ini diperlukan untuk memberikan arahan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai target yang diharapkan. Target tersebut umumnya cukup jauh untuk dicapai. Suatu usaha untuk mencapai target tersebut memerlukan lompatan besar dari kondisi yang ada sekarang dan boleh dikatakan mustahil dilakukan. Oleh karenanya diperlukan lompatan lompatan kecil melewati beberapa anak tangga dengan catatan bahwa lompatan lompatan tersebut harus terstruktur dengan jelas dan tergambarkan dalam bentuk rencana strategis. Setelah satu anak tangga tercapai, maka posisi anak tangga tersebut mencerminkan situasi sanitasi pada saat tersebut dan pada saat itulah kemungkinan dibutuhkan revisi Buku Putih Sanitasi. Pendekatan tersebut dapat diilustraikan pada gambar dibawah.
Gambar 1 Posisi BPS dan tahapan yang ingin dicapai
11
1.6.
Sumber data Sumber data dalam penyusunan Buku putih Sanitasi Kabupaten Lombok Timur tahun 2010 ini, mengacu pada sumber data dalam rentang waktu tahun 2005 - 2009, dan kebijakan pemerintah daerah periode tahun 2009-2013. Dengan dasar pertimbangan bahwa Buku Putih Sanitasi ini akan direvisi atau dilakukan pemutakhiran data pada tahun berikutnya. Sumber data yang digunakan ada 2 (dua) jenis, yaitu: Data Primer yang merupakan data hasil pengamatan di lapangan, studi komunikasi, pemetaan media dan hasil survey oleh pokja AMPL-BM menggunakan
metode
Penaksiran
Resiko
Kesehatan
Lingkungan/Environment Health Risk Assessment (EHRA). Berikutnya adalah Data sekunder yang sumbernya dapat diperoleh dari SKPD terkait berupa: Kebijakan daerah, kelembagaan, Keuangan, Data sanitasi, data teknis, keterlibatan sektor swasta dalam sanitasi, pemberdayaan masyarakat dan jender, serta data komunikasi.
1.6.1. Kebijakan Daerah dan Kelembagaan Data ini dapat berasal dari RPJMD, Renstra masing-masing SKPD yang terlibat sanitasi, Peraturan daerah, dll yang isinya mengatur mengenai kebijakan-kebijakan daerah dalam hal sanitasi, pembagian peran kelembagaan/institusi yang terlibat dalam hal sanitasi. Data-data tersebut dapat diperoleh di SKPD terkait seperti: Bappeda, dan Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Lombok Timur. 1.6.2. Keuangan Data-data keuangan ini berupa data keuangan daerah yang meliputi: Gambaran keuangan daerah, trend pendapatan, trend belanja keuangan daerah selama 3-5 tahun terakhir. Lebih lanjut, data-data keuangan ini dapat difokuskan khususnya pada keuangan dari masingmasing SKPD yang terkait dengan sanitasi (Dinas PU Cipta Karya, Dinas Kesehatan, KantorKebersihan dan Tata Kota, BPMLH, BPMPD, Bappeda Kabupaten Lombok Timur. Data-data yang dimaksud dapat diperoleh dari DPPKA kabupaten Lombok Timur maupun dari laporan realisasi anggaran masing-masing SKPD.
12
1.6.3. Umum Berupa data-data umum terkait dengan kondisi kabupaten Lombok Timur, berupa: Data klimatologi, Administrasi, Penduduk, Kesehatan, Sosial, Ekonomi, Data program SKPD terkait dengan Sanitasi, Dokumen Rencana, Renstra SKPD, RPJMD, Regulasi, Laporan Tahunan SKPD, serta Laporan hasil penelitian/kajian mengenai sanitasi yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Data-data umum tersebut dapat diperoleh dari masing-masing SKPD, dan BPS kabupaten Lombok Timur. 1.6.4. Teknis Berupa data-data teknis sanitasi baik kuantitas (volume, sebaran) dan kualitas sanitasi yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Sebagai contoh, data teknis air bersih yang meliputi: ketersediaan air, areal penyebarannya, distribusi serta pemanfaatan sumber air tersebut untuk masyarakat. 1.6.5. Peran serta swasta dalam layanan sanitasi Peran serta sektor swasta ini berupa data-data mengenai keterlibatan sektor swasta dalam layanan sanitasi, yang meliputi: apakah ada keterlibatan pihak swasta dalam sanitasi, sejauh mana peran dan partisipasi serta mereka dalam layanan sanitasi di Kabupaten Lombok Timur.
1.6.6. Pemberdayaan masyarakat dan jender Data ini dapat berupa data-data terkait dengan pemberdayaan masyarakat dan jender dalam program-program sanitasi yang telah dan sedang berlangsung di Kabupaten Lombok Timur. Data-data ini dapat diperoleh melalui BPMPD, Dinas PU Cipta Karya Kabupaten Lombok Timur.
1.6.7. Komunikasi Sumber data komunikasi ini diperoleh melalui wawancara dengan beberapa media cetak dan elektronik. Data yang dikumpulkan berupa ada tidaknya dan sejauh mana kegiatan/program promosi sanitasi dilakukan kepada masyarakat. Data ini dapat diperoleh melalui media cetak dan elektronik yang ada di Kabupaten Lombok Timur.
13
1.7.
Peraturan perundangan Memperhatikan kecenderungan capaian akses sanitasi layak selama ini, Indonesia harus memberikan perhatian khusus kepada peningkatan kualitas infrastruktur sanitasi, selain pencapaian Target 7 MDGs 2015 yaitu guna melaksanaan amanat Pasal 28 H
Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 (bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, negara berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang baik dan sehat) dan amanat Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengamanatkan bahwa Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari kedua dasar hukum tersebut menunjukkan bahwa peran regulasi telah cukup mendasar untuk mewadahi setiap aktivitas penciptaan lingkungan bersih dan sehat. Namun demikian untuk mendukung kebijakan regulasi yang menyeluruh pemerintah juga telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan sanitasi secara menyeluruh. Beberapa peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian 2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alami Hayati dan Ekosistemnya; 3) Undang-Undang 7 tahun 2003 tentang Sumber Daya Alam; 4) Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; 5) Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4389); 6) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025; 7) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 8) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4437) sebagaimana telah diubah
14
dengan Undang-undang No. 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4548); 9) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 126, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4438); 10) Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 11) Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; 12) Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; 13) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 14) Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 15) Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan; 16) Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; 17) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4139); 18) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 19) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Air Minum; 20) Peraturan
Pemerintah
Nomor
23
Tahun
2005
Tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; 21) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Mutu Air Limbah;
15
22) Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 23) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; 24) Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; 25) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air; 26) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Air tanah harus dikelola secara terpadu, menyeluruh dan berwawasan lingkungan hidup); 27) Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrasturktur; 28) Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah
Dengan
Badan
Usaha
Dalam
Penyediaan
Infrastruktur; 29) Peraturan Menteri PU Nomor 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air Pada Sumber-Sumber Air; 30) Peraturan Menteri Kesehatan RI No 907/Menkes/SK/VII/2002 Tentang Persyaratan Kualitas Air minum; 31) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan
dan
Strategi
Nasional
Pengembangan
Sistem
Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM); 32) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan
dan
Strategi
Nasional
Pengembangan
Sistem
Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP); 33) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan
dan
Strategi
Nasional
Pengembangan
Sistem
Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP);
16
34) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah; 35) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pembinaan Dan Pengawasan Kerja Sama Antar Daerah; 36) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor Kep-
51/MENLH/ 10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri; 37) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep52/MENLH/10/ 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel; 38) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit; 39) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri; 40) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik; 41) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 142 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 111 Tahun 2003 Tentang Pedoman Mengenai Syarat Dan Tata Cara Perijinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air; 42) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan 43) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2006 tentang Kebijakan & Strategi Nasional Pengelolaan Persampahan; 44) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2006 tentang Kebijakan & Strategi Nasional Pengelolaan Air Limbah; 45) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852 Tahun 2008 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat; 46) Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Rencana
Pembangunan
Jangka
Panjang
Daerah
(RPJPD) Kabupaten Lombok Timur Tahun 2005-2025;
17
47) Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lombok Timur Tahun 2008-2013; 48) Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 08 tahun 2009 tentang percepatan pembangunan di Kabupaten Lombok Timur 49) Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 15 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 4 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lombok Timur; 50) Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur No. 11 tahun 2010 Tentang Retribuasi Golongan Jasa Umum. 51) Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 16 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun Anggaran 2011. 52) Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 188.45/255/PD/2011 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Kabupaten Pada Program Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat Kabupaten Lombok Timur Tahun Anggaran 2011.
18