BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Dikawasan Desa Krakitan yang berdekatan dengan beberapa desa yaitu : Desa Paseban, Desa Jotangan, Desa Jarum dan desa lainya yang berada di satu kecamatan yaitu Bayat, mempunyai daya tarik tersendiri yaitu adanya sebuah rowo yaitu Rowo Jombor yang saat ini mempunyai potensi yang sangat baik dengan munculnya rumah makan apung yang sangat dinikmati oleh masyarakat, baik dari daerah setempat maupun dari luar daerah karena pemandangan alam yang segar dan hijau. Selain itu dilihat dari posisi Rowo Jombor terletak pada posisi yang terjangkau dari beberapa desa tersebut di atas. Namun dari potensi yang dimiliki, terdapat kelemahan-kelemahan di dalam pengolahan kawasan oleh pihak terkait dalam hal ini pemerintah setempat. Sehingga kondisi Rowo Jombor yang dulu bersih dan penuh diwarnai perahu-perahu bambu para penduduk yang mencari ikan , sekarang kotor dan semrawut karena munculnya rumah makan apung yang tidak tertata dengan baik dan banyaknya tumbuhan air yang tumbuh tidak teratur dan liar. Dilihat dari sejarah , melalui cerita dari mulut ke mulut, Rowo Jombor yang terkenal dengan sebutan Rowo Jimbung, dialiri oleh sebuah sungai bawah tanah yang panjangnya kurang lebih 7 km yang berasal dari mata air bawah Masjid Mlinjon dan mata air-mata air di kampung atau kawasan Tonggalan Klaten, dan sungai di bawah tanah ini merupakan jalur perpindahan binatang air, antara lain penyu (istilah Jawa : “Bulus”) dari Desa Jimbung ke Desa Tonggalan/Mlinjon, sehingga sering disebut dengan bulus Jimbung dan dianggap keramat oleh penduduk jaman dulu. Tapi sekarang orang tahunya Desa Rowo Jombor itu hanya sebuah kawasan/rowo yang menarik dan menjadi tempat 1
yang cocok untuk
bersantai/refresing, baik dengan keluarga dan sahabat, sehingga Rowo Jombor merupakan tempat yang menjadi tujuan utama mayarakat baik dari dalam maupun luar daerah untuk refresing. Melihat daya tarik Rowo Jombor ini, penulis mencoba memanfaatkan kawasan ini untuk menjadi daya tarik juga daerah-daerah / desa-desa di sekitarnya 445 yang sebenarnya mempunyai potensi penduduk sebagai pengrajin dengan memunculkan suatu produk/desain bangunan “Pusat Seni dan Kerajinan Desa”, sebagain sarana/wadah di dalam menyalurkan, memasarkan, memamerkan dan menjual hasil-hasil kerajinan yang merupakan seni daerah. Lokasi yang dipilih adalah berada pada pencapaian yang seimbang dan strategis di salah satu sudut Rowo jombor dengan mempertimbangkan pengembangan
dan
pengolahan
jalur
sirkulasi
untuk
mencapai
ke
tempat/bangunan tersebut. Kecenderungan masyarakat untuk selalu melihat kondisi daerah dan penduduk menjadikan kesan atau image bahwa desa-desa di Kecamatan Bayat enggan untuk bergerak mengembang, karena kontinyuitas kehidupan yang dialami. Maka dengan munculnya bangunan Pusat Seni dan Kerajinan,diharapkan ada sebuah gerakan untuk lebih mengembang menuju yang lebih baik di dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memajukan daerah-daerah yang di pandang pelosok dan terpencil. Sebuah gebrakan dicoba untuk diangkat ke permukaan yaitu dengan diadakanya sebuah event-event yang melibatkan para pengrajin di daerah-daerah tersebut yaitu dengan mengadakan pameran tunggal dan demontrasi menciptakan kerajinan (Seni). Terutama pada saat tertentu atau acara tertentu, misalnya pada Hari Raya Idul Fitri, yang sering dan rutin di daerah/desa ini diadakan pasar malam ( Taman Hiburan Rakyat ). Dengan konsep kebersamaan diharapkan akan mengangkat kembali jati diri desa pengrajin yang saat ini dapat dikatakan dalam proses eksis. Festival, event-event atau acara-acara khusus merupakan bentuk kegiatan rutin tahunan yang diharapkan dapat menjadi tonggak terwujudnya “Kesinambungan Seni” dan “Kebangkitan Seni Daerah”. Ekspresi dan suasana yang terdapat di Rowo Jombor seperti suasana tradisi daerah, kegiatan kesenian, 2
makanan/jajanan khas dan bangunan tradisional dicoba untuk dilestarikan dan dikemas dengan konsep kebersamaan. Akan tetapi beberapa hal essensial masih belum dipikirkan untuk mewujudkan hal tersebut di atas. Peran mediasi arsitektur sebagai suatu wadah yang menjadi “Stimulator”berkembangnya kesenian dan kesenian daerah untuk mewujudkan apa yang disebut dengan kesinambungan seni daerah dari masa lalu, sekarang dan di masa yang akan datang. Tentu saja hal ini tidak akan terlepas dari konsep akar budaya atau sejarah desa di Kecamata Bayat dan sekitarnya dengan atmosfer kebersamaan. Wadah dalam arti fisik (bangunan) ini nantinya akan dapat menunjukan eksistensinya untuk memberi dampak positif sebagai monumen hidup kerajinan seni daerah setempat. Dengan adanya wadah ini dengan optimisme kerajinan daerah akan segera tampak (hidup) dalam rangka atau selaras dalam perjalanan kesenian di kota Klaten ke depan.
1.2. TINJAUAN PUSTAKA Beberapa tinjauan pustaka yang dapat membantu dalam proses perancangan yang nantinya akan digunakan untuk mengembangkan konsep perancangan arsitektur penulis Pusat Seni dan Kerajinan di Rowo Jombor desa krakitan Kecamatan Bayat Klaten, yang menekankan bentuk arsitektur tradisional sebagai warisan tradisional antara lain adalah : -
Arsitektur Tradisional (Jawa, Bali Toraja, dan lain-lain) yang sangat menonjol di Indonesia dan peninggalan kolonialkhususnya arsitektur Indis, merupakan warisan cultural yang wajib dilestarikan, sesuai undang-undang no.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, selain bangunan kuno dan situs sejarah (peninggalan arkeologis). Oleh sebab itu Pusat Seni dan Kerajinan ini akan diarahkan kepada suatu bentuk arsitektur yang nantinya akan mengakar pada setiap elemen masyarakatnya sehingga peran dan fungsinya “Pusat Seni dan Kerajinan” ini benar-benar menjadi penggerak munculnya bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang sampai saat ini semakin punah di kabupaten Klaten khususnya. 3
Sumber : “Warisan struktur yang wajib dilestarikan” “Arsitektur sebagai Warisan Budaya” Prof. Ir. Eko Budiharjo, M.Sc. -
Gaya Arsitektur Kultural, secara umum sering disebut gaya arsitektur tradisional, karena arsitektur tradisional sangat lekat dengan tradisi yang masih hidup, tatanan, wawasan, dan tata laku yang berlaku sehari-hari secara umum. Sehingga konsep ini (Arsitektur Tradisional) menjadi gaya arsitektur yang cocok untuk “Pusat Seni dan Kerajinan”, ini. Sumber : “ Gaya-gaya Arsitektur” “Harian Kompas”
1.3. PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah yang terambil pada penulisan dalam proses perancangan ini dibagi menjadi : 1. Masalah Umum -
Perlunya Pusat Seni dan Kerajinan di Rowo Jombor, diharapkan mampu mewadahi berbagai kegiatan untuk memasarkan dam memamerkan keahlian dan potensi dalam bidang seni oleh penduduk desa setempat dan sekitarnya.
-
Pusat Seni dan Kerajinan untuk memenuhi tuntutan masyarakat desa yang bersangkutan, sehingga tidak perlu lagi menjual hasil seni kerajinan harus keluar daerah.
2. Masalah Arsitektur -
Arsitektur tradisional sangat lekat dengan tradisi yang masih hidup, tatanan, wawasan dan tata laku yang masih sehari-hari secara umum. Sehingga arsitektur tradisional khususnya Jawa (Joglo, Tajung, Limasan, dan Kampung) menjadi simbolis utama bagi daerah /desa yang masih tradisional pula.
-
Para setiap daerah/desa, mempunyai keseragaman baik hanya dari bentuk facade, atau detail-detail yang dipakai, sehingga dengan
4
munculnya bangunan baru, justru jangan menimbulkan perbedaan yang sangat signifikan ( mencolok ) . -
Keseimbangan ekologis perlu dijaga, karena berada pada lingkungan/area persawahan, perbukitan dan rawa yaitu Rawa Jombor, sehingga perlu ditangani secara benar, dan tidak terjadi suatu “bunuh ekologis”
1.4.TUJUAN PEMBAHASAN Merancang sebuah Pusat Seni dan Kerajinan Daerah yang terletak di kawasan Rowo Jombor di Desa Jimbung Klaten sebagai wadah untuk melakukan berbagai kegiatan dan aktivitas yang sebagian besar bercorak alami (natural) dan gaya arsitektur kultural ( tradisional ) yang dapat mengangkat juga obyek-obyek wisata yang ada di Kabupaten Klaten.
1.5. SASARAN PEMBAHASAN a. Melakukan studi mengenai sejarah sebuah desa sebagai desa kerajinan. b. Melakukan studi mengenai perkembangan hasil seni dan kerajinan di Kabupaten Klaten pada umumnya dan daerah setempat pada khususnya. c. Melakukan studi tentang proyek-proyek yang ada kaitanya, misalnya Gedung Pameran, Toko Seni dan Kerajinan dan sebagainya. d. Melakukan studi tentang akivitas-aktivitas / kegiatan-kegiatan exhibition (pameran) dan system pemasaran.
1.6.LINGKUP PEMBAHASAN Lingkup yang menjadi batasan-batasan dalam pembahasan meliputi pembahasan secara makro dan pembahasan secara mikro dengan pendekatan fisik (arsitektural) dan non fisik(sosial ekonomi). Adapun pendekatan secara arsitektural tersebut meliputi hal-hal visual, fungsi, tampak, struktur dan kawasan. Pada isi seluruh pembahasan ini akan dituangkan secara bersamaan, dalam arti pembahasan makro adalah sebagai landasan berfikir dalam konteks global
5
(umum) untuk mencapai ke arah pembahasan tiap-tiap bab yamg akhirnya akan terfokus pada pokok pembahasan seperti diskripsi di bawah ini : 1. Pembahasan makro Pembahasan makro merupakan landasan berfikir dalam konteks makro, dalam arti menjadi pijakan non arsitektural untuk mengambil pertimbanganpertimbangan di dalam pembahasan mikro. Pembahasan makro meliputi tinjauan kawasan, tinjauan sejarah, sosio-kultural dan perkembangan arsitektural site dan sekitarnya . 2. Pembahasan Mikro Pembahasan mikro adalah pembahasan mengenai bangunan dan site yang ada di dalamnya dan akan dibahas pula mengenai fisik bangunan, permasalahan bangunan yang bersifat alami (natural) dan aksesibilitasnya, korelasi antara fungsi bangunan dan fungsi ruangan yang diusulkan dengan arahan pengungkapan
arsitekturalnya,
detail-detail
yang
diekspresikan
oleh
bangunan, struktural, interior dan eksterior bangunan.
1.7. METODOLOGI Metode yang digunakan penulis dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut : 1. Metode pengumpulan data a. Observasi Yaitu dengan cara melakukan pengamatan, perbandingan wawasan, mencatat dan pengambilan dokumentasi sesuai dengan lingkup pembahasan. Dalam pembahasan di atas, terdapat beberapa pelebaran esensi pokok dan esensi sosial-ekonomi. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas kedudukan issue inti untuk kemudian menjadi arahan solusi desain fisik. Untuk mencegah perluasan tema, hal-hal non fisik dibatasi sebatas memberi pengaruh pada aspek fisiknya. Pembahasan wisata budaya dimaksudkan sebagai penunjang bagi penyediaan alternatif pekerjaan lain sekaligus memberi gambaran 6
suasana pemasaran hasil produksi bagi konsumen (pembeli) diluar wilayah kecamatan. Hal ini dimaksudkan untuk merangsang tumbuhnya sektor-sektor usaha baru yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Bayat. Pembahasan wisata budaya dilakukan intuk memberi pengaruh yang cukup bagi penyediaan fisik bangunan (gedung). b. Wawancara Yaitu dengan cara merekam atau melakukan wawancara langsung dengan beberapa nara sumber, masyarakat ataupun perangkatperangkat desa yang mengetahui seluk beluk mengenai latar belakang atau sejarah sebagai desa pengrajin (desa seni) antara lain : -
Bapak Sunarto sebagai penduduk/warga yang tinggal di sekitar Rowo Jombor
-
Bapak Sudiro sebagai Pegawai Kecamatan Bayat bagian pendataan mata pencaharian masyarakat
c. Studi Literatur. Yaitu dengan mencari bahan-bahan bacaan yang sesuai dengan lingkup pembahasan dari data-data tertulis berupa referensi buku, tulisan ilmiah dari media cetak, kliping mengenai desa kerajinan dan lain-lain. Dengan cara ini penulis mencoba menganalisa dengan beberapa pendekatan analisis, antara lain analisis perbandingan, analisis kuantitatif dan kualitatif yang pada akhirnya akan didapatkan konsep perancangan yang sesuai dengan konteks kawasan. Adapun sumber literatur yang dibutuhkan antara lain : -
Arsitektur Rumah Tradisional Jawa.
-
Bangunan Tentang Pusat Seni dan Kerajinan.
-
Peraturan-peraturan daerah yang mengatur tentang wilayah air.
-
Data-data yang berhubungan dengan arsitektur tradisional dan alami
(natural).
7
d. Dokumentasi Yaitu merekam kondisi fisik dan aktifitas di kawasan desa-desa yang menjadi obyek pengamatan melalui kegiatan pemotretan dan rekaman. Pada tahap analisa dilakukan perbandingan antara kondisi desadesa, masyarakat, mata pencaharian (pekerjaan) dan lain-lain, dengan literatur, teori-teori umum dan kondisi setempat. Hal ini meliputi perencanaan, arahan dari aspek fisik dan non fisik, identifikasi aktivitas masyarakat pengrajin dan prediksi arah perkembanganya. Hasil analisa akan disimpulkan ke dalam dua hal yakni kondisi fisik dan kondisi non fisik. Hasil kesimpulan dipakai dasar pendekatan konsep, yang kemudian disintesakan ke dalam hal-hal fisik yang sifatnya arsitektural. Keluaran terakhir adalah konsep dasar perencanaan suatu Gedung Pusat Seni dan Kerajinan Daerah. Dengan demikian konsep akhir yang dihasilkan bersifat spesifik.
1.8. SISTEMATIKA PENULISAN Keseluruhan proses pemikiran dalam pembahasan-pembahasan ini akan dituangkan dalam penulisan yang akan disusun secara sistematis berikut ini :
BAB I.
PENDAHULUAN Berisi mengenai garis besar pembahasan, latar belakang masalah, tujuan dan sasaran, lingkup dan metode pembahasan serta penjelasan mengenai sistematika penulisan.
BAB II.
TINJAUAN UMUM KAWASAN ROWO JOMBOR Berisi tentang penjelasan kawasan Rowo Jombor secara umum dalam kaitanya dengan desa-desa disekitarnya terutama dalam perspektif sejarah, sosial-kultural dan juga perkembangan kawasan desa Jimbung dari jamandahulu hingga sekarang dan kawasan di sekitar Desa Jombor.
8
BAB III. PUSAT
SENI
DAN
KERAJINAN
DAERAH
YANG
DIRENCANAKAN Adalah mengenai segala sesuatu (deskripsi) tentang Pusat Seni dan Kerajinan Daerah yang akan dibangun di kawasan Rowo Jombor yang diakumulasikan/dipadukan melalui tinjauan langsung di lapangan dan data-data tertulis mengenai kawasan. Apa dan siapa yang akan mewadahi atau yang akan menjadi lembaga yang mempunyai kapabilitas pada level komunitas (base comunity) di kawasan tersebut. Selain itu juga dibahas mengenai kemungkinan dimasukanya sebuah symbol/tanda yang dapat menjadi pengertian sendiri, disamping studi banding dengan proyek-proyek terkait dengan tujuan perancangan . BAB 1V. PENDEKATAN KONSEPTUAL PERANCANGAN Berisi tentang analisa lokasi yang di dalamnya menganalisa di dalamnya menganalisa dasar pemilihan site, alternatif yang mungkin untuk pembangunan proyek ini, lokasi pengelompokan ruang dan penzoninganya, besaran ruang beserta hubungan antar ruang, suasana yang ingin ditampilkan (pemilihan bahan, warna dan tekstur) dalam bangunan, system pencahayaan, ataupun penghawaan, analisa sirkulasi yang digunakan, analisa penataan massa, analisa struktur, analisa sistem utilitas bangunan, serta analisa tentang landscap, jalur sirkulasi dan tata hijau. BAB V.
KONSEP DASAR PERANCANGAN BANGUNAN Berisi mengenai konsep arsitektural, penzoningan, penataan ruang, konsep struktur yang akan dipakai, konsep pengambilan bangunan, konsep utilitas bangunan dan konsep penataan tata hijau eksterior, yang kesemuanya ini merupakan aplikasi (perpaduan) dari analisa yang telah dibahas / dikupas di dalam bab sebelumnya.
9