BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Permintaan akan kebutuhan lahan yang semakin meningkat oleh manusia sebagai tempat tinggal, tempat usaha dan jasa menyebabkan berbagai masalah dan perubahan kondisi dari suatu lahan. Penggunaan lahan tanpa memperhatikan masalah pengawetan kemampuan lahan, serta bentuk penggunaannya akan menimbulkan keadaan yang menyedihkan, karena untuk berbagai sumberdaya alam akan menjadi kurang berdayaguna untuk berbagai peruntukan (Jayadinata, 1986). Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000 dan terus bertambah pesat hingga sekarang. Pertambahan penduduk ini meningkat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang mengenanya beberapa programprogram pemerintah seperti Keluarga Berencana atau KB, meningkatnya pernikahan dini akibat pergaulan bebas, serta masih terdapatnya idiologi dari beberapa masyarakat untuk memiliki banyak keturunan untuk merubah status kehidupan yang lebih baik. Peningkatan jumlah penduduk merupakan penyebab utama terjadinya peningkatan permintaan kebutuhan lahan yang berdampak naiknya jumlah konversi lahan di berbagai wilayah terutama di wilayah perkotaan.Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, menunjukan bahwaluas lahan pertanian di Indonesia pada tahun 2010 yakni sebesar 19,814 Juta Hektar (Ha), yang pada tahun sebelumnya sebesar 19,853. Penurunan luas lahan pertanian ini dimungkinkan untuk terus terjadi selama tidak ada pengendalian atau upaya untuk mempertahankan dan menambah area pertanian.
1
Daerah pedesaan yang bersinggungan dengan daerah perkotaan akan cenderung mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh tingginya
permintaan
akan
peningkatan
sarana
dan
prasarana
fungsi
perkotaanserta kebutuhan tempat tinggal akibat dari pertumbuhan penduduk. Perubahan lahan ini dapat dilihat di Kabupaten Sleman, propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman yang memiliki 17 Kecamatan, terdapat beberapa Kecamatan yang memiliki tingkat perubahan lahan ke fungsi perkotaan yang tinggi, salah satunya di Kecamatan Depok dan khususnya di desa Maguwoharjo. Hasil data BPS pada tahun 2011, menunjukan bahwa penggunaan lahan di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta, untuk luas sawah saat ini hanya seluas 343,00 Ha dari total luas wilayah yakni 1.501,00 Ha yang sisanya digunakan sebagai lahan tanah kering sebesar 113,39 Ha, lain-lain sebesar 508,01 Ha dan lahan bangunan pekarangan yang mendominasi yakni sebesar 536,60 Ha.Data tersebut menunjukan kebutuhan akan permukiman semakin meningkat dari tahun-ketahun yang mengakibatkan semakin berkurangnya lahan pertanian di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta. Ciri-ciri fisik dari perubahan yang diakibatkan oleh arus perkembangan perkotaan ditunjukan dariadanya perubahan penggunaan lahan dari besarnya area persawahan berubah menjadi area infrastruktur atau bangunan, perubahan pendapatan dan mata pencaharian, serta berkurangnya produktivitas lahan. Hal ini mencerminkan
bahwa
Desa
Maguwoharjo,
Kecamatan
Depok,
Sleman
Yogyakarta sebagai daerah yang berdekatan langsung dengan kota Yogyakarta. Pandangan yang positif atas perubahan penggunaan lahan di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman Yogyakarta. adalah naiknya nilai harga lahan, terutama yang berbatasan dengan jalan utama yang memiliki nilai aksesibilitas yang tinggi untuk kegiatan non pertanian. Pemahaman ini juga yang menjadi dasar pikiran bahwa perubahan penggunaan lahan telah menggesar pemikiran kepemilikan lahan dengan jalan jual beli atau sewa. Sempitnya kepemilikan lahan denganjalan ini pada akhirnya mempengaruhi perubahan
2
orientasi penggunaan lahan, menurunnya tingkat pendapatan dan perubahan mata pencaharian petani. Konversi lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor non-pertanian yang muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial, yaitu keterbatasan sumber daya alam, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi. Luas lahan tidak akan pernah bertambah luas akan tetapi permintaan terhadap tanah terus meningkat untuk sektor non-pertanian. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya jumlah lahan untuk pertanian dan berubahnya mata pencaharian penduduk
yang
biasanya
bertani.Berdasarkan
uraian
diatas,
penelitian
tentangDampak Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Pemilik Lahan Pertanian di Desa Maguwoharjo Antara Tahun 2006-2011ini perlu dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah Peningkatan penduduk akibat kebutuhan lahan ekonomi yang terus berkembangmembawa imbas bagi lahan pertanianyang berada di daerah pinggiran kota. Akibat ketersediaan lahan di daerah kota yang terbatas dan telah padat oleh berbagai pembangunandi segala bidang sebagai fungsi perkotaan maka perkembangan atas ketersediaan lahan bagi daerah-daerah di pinggir kota mulai bermunculan melalui kegiatan konversi lahan dari daerah pertanian keberbagai fungsi dan kegiatan perkotaan yakni seperti perkantoran, perumahan, pertokoan, pendidikan, perniagaan, hingga industri baik skala kecil hingga sekala besar. Permasalahan yakni tentang tingginya tingkat konversi lahan pertanian ke non pertanian dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup dan perekonomian petani pemilik lahan terutama di Desa Maguwoharjo,Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta yang menjadi daerah yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta ini mendasari disusunnya beberapa pertanyaan penelitian yakni : 1.
Bagaimana karakteristik petani pemilik lahan pertanian yang melakukan perubahan pengguanan lahan di Desa Maguwoharjo selama tahun 2006 hingga tahun 2011?
3
2.
Bagaimana dampakperubahan penggunaan lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani pemilik lahan pertaniandi Desa MaguwoharjoSelama Tahun 2006 - 2011?
1.3 Tujuan Penelitian Konversi lahan pertanian ke non pertanian menyebabkan adanya perubahan tatanan fisik suatu daerah maupun kondisi sosal ekonominya. Perubahan fisik suatu daerah ini dikarenakan oleh sempitnya kesempatan dan peluang yang dimiliki oleh para petani untuk dapat mengembangkan diri sehingga beberapa dari mereka memilih untuk melakukan perubahan penggunaan lahan. Dengan alasan tersebut, maka diperoleh tujuan dari penelitian yakni: 1.
Mengetahui karakteristik petani pemilik lahan pertanian yang melakukan perubahan penggunan lahan di Desa Maguwoharjo selama tahun 2006 hingga tahun 2011.
2.
Mengetahui dampak perubahan penggunaan lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani pemilik lahan pertanian di Desa Maguwoharjo Selama Tahun 2006 – 2011.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Penelitian tentang dampak perubahan penggunaan lahan
pertanian
terhadap kondisi sosial ekonomi pemilik lahan pertanian di Desa Maguwoharjo antara tahun 2006 hingga tahun 2011 ini bermanfaat sebagai bahan pengetahuan dan pembelajaran atau wawasan bagi petani, masyarakat dan pemerintah tentang permasalahan perubahan lahan di Kecamatan Depok terutama di Desa Maguwoharjo.
1.4.2 Kegunaan Praktis Penelitian ini dapat menjadikan informasi atau gambaran tentang bidang perencanaan di Desa MaguwoharjoKecamatan Depok terkait dengan konversi
4
lahan pertanian di Kecamatan Depok. Selain itu, Penelitian ini juga bermanfaat sebagai arahan strategi kelangsungan hidup petani disamping sebagai pemenuhan persyaratan akademik dalam menyelesaikan program S-1 Jurusan Geografi dan Ilmu Lingkungan pada Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Penelitian Sebelumnya Alfian (1999) dalam penelitiannya menggambarkan tentang Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kotamadya Madiun Tahun 1986 hingga Tahun 1996. Penelitian ini menggunakanmetode Analisis kualitatif dengan menimpakan peta perubahan penggunaan lahan tahun 1986 dan tahun 1996 sertamenganalisis secara kuantitatif menggunakankorelasi product moment dan person sebagai acuhannya dengan tujuan untuk mengetahui perubahan perubahan penggunaan lahan meliputi luas perubahan dan sebaran keruangan dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan.Hasil penelitian inimenghasilkan gambaran tentang perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian di semua desa dengan luas perubahan mencapai 155, 3391 Ha dan faktor yang mempengaruhi pertambahan penduduk dengan pembangunan rumah sertajarak lahan dengan lahan usaha. Anton (2004) memberikan gambaran berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh konversi lahan pertanian terhadap keberhasilan kelangsungan hidup petani di daerah pinggiran kota (kasus di dua desa Kecamatan Ngaglik). Penelitian ini bertujuan mengetahui keberhasilan strategi kelangsungan hidup yang diterapkan oleh rumahtangga petani dan mengetahui orientasi pemanfaatan hasil konversi dan penjualan lahan pertanian bagi petani pemilik lahan pertanian. Metode yang digunakan dalam memperoleh data lapangan ialah dengan wawancara dan kuesioner. Hasil penelitian ini menghasilkan gambaran bahwa konversi lahan pertanian mengakibatkan sumber pendapatan rumahtangga petani pemilik lahan pertanian yang menjadikan sektor pertanian sebagai sumber utama pendapatannya mengalami penurunan sehingga akan mempengaruhi penurunan
5
sehingga akan mempengaruhi keberhasilan strategi kelangsungan hidup rumahtangganya. Sukorini (2004) dalam penelitiannya menggambarkantentang persepsi masyarakat Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul terhadap pembangunan kawasan industri di daerah Piyungan. Peneliti mencondongkan dan menelaah tentang kebijakan pemerintah mengenai pembangunan kawasan industri Piyungan yang diatur dalam UU No. 5 tahun 1984 tentang perindustrian. Metode yang dilakukan yakni dengan menggunakan mengumpulkan data sekunder dan dataprimer serta melakukan wawancara dan kuesioner sebagai bahan dan hasil penelitiannya. Analisis data yang dilakukan dengan mengolah data primer kualitatif menjadi kuantitatif dengan metode skoring yang menghasilkan kebijakan pemerintah terhadap rencana pembangunan kawasan industri piyungan dan persepsi masyarakat Desa Stimulyo terhadap pembangunan kawasan industri. Yuliana (2007) dalam penelitiannya menggambarkan bahwa pada petani di Desa Condongcatur, Depok didalam analisisnya menyatakan bahwa petani yang melakukan perubahan penggunaan lahan dengan menjual, atau menyewakan lahannya yang berada di daerah yang memiliki aksesibilitas serta nilai jual tinggi memberikan
suatu
peningkatan
ekonomi
mempertahankan lahannya.
6
dibandingkan
para
petani
Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sebelumnya No 1
2
Peneliti Alfian (1999)
Judul Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kotamadya Madiun Tahun 1986 hingga Tahun 1996
Tujuan Mengetahui perubahan perubahan penggunaan lahan meliputi luas perubahan dan sebaran keruangan dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahanpenggunaan lahan.
Anton (2004)
Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Keberhasilan Kelangsungan Hidup Petani Di Kecamatan Ngaglik
Mengetahui keberhasilan strategi kelangsungan hidup yang diterapkan oleh rumahtangga petani dan mengetahui orientasi pemanfaatanhasil konversi dan penjualan lahan pertanian bagi petani pemilik lahan pertanian.
7
Metode Analisis kualitatif dengan menimpakan peta perubahan penggunaan lahan tahun 1986 dan tahun 1996 sertamenganalisis secara kuantitatif menggunakan korelasi product moment dan person sebagai acuhannya Analisis kualitatif dengan menggunakan data dari wawancara kedalam data tabulasi sebagai acuhan dalam mendiskripsikan fenomena yang terjadi.
Hasil Menggambarkan tentang perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian di semua desa dengan luas perubahan mencapai 155, 3391 Ha dan faktor yang mempengaruhi pertambahan penduduk dengan pembangunan rumah sertajarak lahan dengan lahan usaha.
Hasil penelitian ini menghasilkan gambaran bahwa konversi lahan pertanian mengakibatkan sumber pendapatan rumahtangga petani pemilik lahan pertanian yang menjadikan sektor pertanian sebagai sumber utama pendapatannya mengalami penurunan sehingga akan mempengaruhi penurunan sehingga akan mempengaruhi keberhasilan strategi kelangsungan hidup rumahtangganya.
3
Sukorini (2004)
4.
Yuliana (2007)
Persepsi Masyarakat Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Terhadap Pembangunan Kawasan Industri Di Daerah Piyungan Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Desa Condongcatur Kecamatan Depok Kabupaten Sleman
Peneliti mencondongkan dan menelaah tentang kebijakan pemerintah mengenai pembangunan kawasan industri Piyungan yang diatur dalam UU No. 5 tahun 1984 tentang perindustrian.
Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode skoring dari data kualitatif melalui survey wawancara terhadap sumber – sumber sesuai yang telah ditentukan.
Analisis data yang dilakukan dengan mengolah data primer kualitatif menjadi kuantitatif dengan metode skoring yang menghasilkan kebijakan pemerintah terhadap rencana pembangunan kawasan industri piyungan dan persepsi masyarakat Desa Stimulyo terhadap pembangunan kawasan industri.
Mengetahui arahan karakter petani yang merubah lahan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk.
Analisis menggunakan data tabel tabulasi dengan melalui wawancara kuisioner sebagai alat bantu memperoleh data primernya.
KK petani yang merubah lahannya didominasi pada luas lahan <0,5 Ha. Terjadi pula perubahan status pekerjaan terhadap petani penyakap dari adanya proses konversi lahan yang terjadi.
8
1.5.2 Telaah kepustakaan Sawah merupakan lahan pertanian sebagai bentuk kegiatan perekonomian di Indonesia sejak jaman dahulu. Seiring perkembangan jaman, pergeseran bentuk kegiatan ekonomi mulai berkembang dan bervariasi. Kegiatan-kegiatan perekonomian yang muncul dan berkembang sangat beragam yakni dimulai dari awal perang dunia pertama yakni munculnya sektor industri dan politik serta munculnya bentuk perekonomian lain seperti transportasi dan jasa menyebabkan bentuk kegiatan pertanian mulai berkurang sedikit demi sedikit. Saat ini, pertanian-pertanian di Indonesia mulai mengalami penurunan yang drastis mulai dari area pertanian hingga ke hasil pertaniannya. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor baik faktor dari dalam maupun dari luar. MenurutDoddy Imron Cholid, Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jateng saat diwawancarai oleh koran harian Suara Merdeka pada 24 Juni 2011 mengatakan bahwa pertanian saat ini sangat sulit untuk berkembang dan terdesak oleh beberapa faktor hingga para petani menjual lahan pertanian mereka yakni karena permasalahan tingginya permintaan kebutuhan hidup dan minimnya penghasilan petani yang tidak sebanding dengan upaya pengerjaannya, disamping dorongan harga jual yang ada, serta berbagai faktor dari dalam yakni berbagai permasalahan pertanian mulai dari sulitnya memperoleh bibit yang baik dan murah, musim yang tidak menentu, banyaknya hama pertanian dan mahalnya harga pupuk yang tidak sebanding dengan hasil panen menjadikan salah satu faktor yang besar bagi para petani untuk menjual lahannya. Semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dengan segala aspek kehidupannya, yang berlangsung secara terus-menerus mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk, oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas maka dibutuhkan daerah pinggiran kota. Akibatnya timbul kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi kekotaan ke daerah pinggiran kota. Daerah pinggiran kota tersebut akanmengalami proses transformasi spasial berupa proses densifikasi permukiman dan transformasi sosial ekonomi sebagai dampak lebih lanjut dari proses transformasi spasial. Proses densifikasi permukiman yang terjadi di daerah pinggiran kota merupakan realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan. Peningkatan kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan tersebut mendorong terjadinya perkembangan daerah pinggiran kota (urban fringe) dan perkembangan daerah secara acak (urban sprawl). 9
Daerah pinggiran kota (urban fringe) sebagai suatu wilayah peluberan kegiatan perkembangan kota telah menjadi perhatian banyak ahli di berbagai bidang ilmu seperti geografi, sosial, dan perkotaan sejak tahun 1930 an saat pertama kali istilah urban fringedikemukakan dalam literatur. Besarnya perhatian tersebut terutama tertuju pada berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran yang berakibat pada perubahan fisik misal perubahan tata guna lahan, demografi, keseimbangan ekologis serta kondisi sosial ekonomi (Subroto, dkk, 1997). Perkembangan suatu kota didasari dengan pertumbuhan penduduknya,hal ini dapat dijelaskan bahwa perkembangan penduduk suatu kota akan mempengaruhi keadaan kota, yakni semakin besar wilayah di dalam kota itu memiliki prasarana dan sarana maka semakin tinggi populasi dan kepadatan penduduk di area tersebut. Kota, secara fisik akan tumbuh kedaerahdaerah di sekeliling kota karena tanah cenderung lebih luas dan harganya pun tergolong relatif murah (Bintaro, 1984). Kegiatan perkembangan perkotaan mendatangkan berbagai pengaruh pada perkembangan suatu pedesaan yang berada di sekitar atau sekeliling kota. Pengaruh ini berbentuk pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Daerah desa yang berdekatan atau disebut pinggiran kota terkena dampak langsung yakni meningkatnya kegiatan perekonomian yang sedikit banyak dilakukan dan dibutuhkan bagi daerah perkotaan. Dampak lain secara tidak langsung yang mempengaruhi desa di daerah perkotaan ialah faktor budaya dan pola pikir serta tekhnologi yang berkembang di daerah desa di sekeliling kota tersebut. Kegiatan perekonomian yang menjadi dasar didalam kelangsungan hidup terkait dengan pertanian dan permasalahan lahan merupakan polemik yang sering dijumpai terutama didaerah pinggiran kota. Tingginya kendala yang didapatkan yakni kurangnya dukungan pemerintah terhadap kelangsungan pada sektor pertanian dan desakan investor luar yang merambah kedalam tata perkembangan perkotaan yang mendukung dilakukan kegiatan konversi lahan serta hasil pertanian itu sendiri yang kurang dapat diandalakan mengingat iklim yang tidak tentu akibat pemanasan global, meningkatnya harga pupuk, rendahnya harga jual pertanian oleh ulah pemerintah yang melakukan pasar bebas sehingga harga hasil komuditas pertanian menjadi jatuh, serta adanya kesenjangan taraf hidup antara petani dan pekerja non pertanian menjadikan petani didaerah pinggiran dituntut untuk beradaptasi dan berperilaku strategis (Subroto, 1997). 10
Husken dan White, 1989 (dalam Ritohardoyo 2002), mengemukakan bahwa adanya strata sosial ekonomi menyebabkan perbedaan tipe strategi kelangsungan hidup. Adapun tipe strategi tersebut ialah tipe strategi survival atau usaha didalam memenuhikebutuhan hidup pada tingkat minimum untuk terus bertahan hidup, tipe strategi akumulasi atau usaha pemenuhan kebutuhan pokok dan modal terutama untuk rumah tangga dalam mencari investasi dan laba, serta tipe strategi konsolidasi atau usaha pemenuhan kebutuhan hidup untuk mencapai kebutuhan pokok maupun sosial, digunakan oleh rumah tangga petani yang kurangdapat memenuhi kebutuhan subsisten dari usaha pertanian namun masih berlindung untuk menghadapi resiko. Pemilik lahan pertanian dan petani yang tinggal di daerah pinggiran kota akan berupaya melakukan adaptasi didalam melakukan perkembangan ekologi dan ekonomi untuk memperoleh hasil yang optimal. Upaya yang dilakukan sebagai salah satu jalan di dalam beradaptasi ialah pada kegiatan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yakni seperti bangunan hunian, ruko, atau bangunan infrastruktur lainnya yang lebih menjanjikan.
1.6 Kerangka Pikiran Besarnya permintaan akan kebutuhan lahan mengakibatkan berubahnya lingkungan dan timbulnyakonversi lahan atau perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi yakni perubahan penggunaan lahan dari sektor pertanian ke non pertanian. Besarnya perubahan penggunaan lahan ini didasari oleh semakin meningkatnyadesakan akan kebutuhan lahan dari perkembangan yang dilakukan di daerah kota yang merembet ke daerah pinggiran kota. Jumlah penduduk yang terus meningkat di daerah perkotaan merupakan faktor utama timbul dan berkembangnya kebutuhan lahan di daerah pinggiran kota. Selain itu, harga lahan yang tergolong cenderung lebih murah dibandingkan di daerah kota, kemudahan dalam memperoleh lahan di daerah pingiran dibandingkan dengan di daerah kota yang telah padat merupakan salah satu pendorong di dalam tingginya tingkat konversi lahan disamping adanya persepsi masyarakat pedesaan dan masyarakat di daerah yang lebih kecil untuk urbanisasi dan pindah ke daerah kota guna meningkatkan taraf hidup, perekonomian dan status sosial. Konversi lahan dari pertanian menjadi non pertanian menimbulkan permasalahan yang berdampak pada seluruh lingkungan dan makhluk hidup.Salah satu dampak yang langsung 11
didapatkan dari kegiatan konversi lahan ini adalah menyusutnya lahan pertanian atau lahan berladang bagi bertani yang berimbas langsung pada pendapatan daerah tentang hasil pertanian yang terus menurun. Selain itu perubahan lingkungan yang timbul akan berdampak pula pada bentuk sosial, ekonomi oleh para petani dan masyarakat yang termasuk dalam daerah tujuan konversi serta karasteristik penduduk di daerah tersebut.. Adanya perubahan lahan yang mulai merebak para petani pemilik lahan akan dihadapkan oleh keterberlangsungan yang akan dipilih untuk pemanfaatan lahan yakni apakah lahan tersebut tetap digunakan sebagai lahan pertanian ataukah dilakukan konversi menjadi non pertanian untuk melakukan kegiatan perekonomian di daerah tersebut dan bagaimana arahan konversi lahannya.Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.1
12
Gambar 1.1
Diagram Alir Pemikiran
13