BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu elemen perkotaan yang
sangat penting untuk menunjang kehidupan dan aktivitas penduduk, karena pada dasarnya RTH merupakan unsur alamiah yang sangat berperan dalam mewujudkan kota yang berwawasan lingkungan (Branch,1995). Hal ini terkait pula dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang mengusung pentingnya unsur alam dalam keseimbangan kota. Demikian pula pernyataan Grey (1996) yang menyebutkan bahwa pengadaan RTH secara luas bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan, sedangkan menurut Permendagri No. 1 tahun 2007, penataan RTH di perkotaan bertujuan untuk : (1) menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan (2) mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan perkotaan, dan (3) meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Kondisi RTH di perkotaan telah mengalami penurunan dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan kota yang dinamis, sekaligus perubahan kondisi lingkungan yang makin buruk dari tahun ke tahun semakin hari keberadaan RTH semakin terdesak dengan kebutuhan masyarakat perkotaaan (Grey,1996). Walaupun terdapat peraturan dan standar mengenai jumlah dan luasan minimal dalam penyediaan RTH di perkotaan, ternyata perwujudannya masih terbentur pada berbagai persoalan, salah satunya adalah permasalahan keterbatasan lahan, (Agustina, 2005). Hal ini disebabkan perkembangan kegiatan di perkotaan cenderung mendorong perkembangan fisik kota, sehingga akan semakin banyak lahan terbangun dan semakin berkurangnya ruang terbuka. Padahal dengan bertambahnya tutupan lahan berupa gedung-gedung atau perkerasan, maka kebutuhan terhadap RTH pun seharusnya semakin bertambah. RTH kota idealnya memiliki luas 30 % dari keseluruhan luas wilayah kota,
2
dengan proporsi RTH publik minimal 20 % dari luas wilayah kota. (Undangundang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007). Keterbatasan lahan ini mengakibatkan keberadaan RTH menjadi berkurang karena terdesak oleh fungsi lain yang muncul seiring dengan perkembangan kota. RTH seringkali mengalami alihfungsi guna lahan baik menjadi bangunan maupun menjadi lahan yang diperkeras yang tidak memungkinkan tanaman untuk tumbuh. Selain itu pemerintah juga tidak konsisten dalam menjaga RTH yang ada, karena banyak alihfungsi guna lahan atau pelebaran jalan yang tidak diimbangi dengan peremajaan RTH, atau membiarkan sempadan sungai, rel, dan instalasi berbahaya ditempati oleh permukiman kumuh tanpa ada sanksi yang tegas. Hal-hal tersebut menjadikan RTH di perkotaan harus bersaing dengan keadaan yang sulit mulai dari keterbatasan lahan, hingga kondisi lingkungan yang buruk karena akibat polusi dari kendaraan bermotor dan utilitas lainnya (Grey dan Deneke,1986). Persoalan ini tentunya akan berujung pada upaya dalam penyediaan RTH yang sesuai dengan ketentuan yang ada dengan mempertimbangkan kondisi yang ada pada saat ini. Penurunan kondisi RTH ini salah satunya diperlihatkan dengan penurunan proporsi jalur hijau sebagai salah satu elemen RTH di Kota Bandung. Padahal jalur hijau cukup berpotensi dalam upaya peningkatan RTH perkotaan mengingat luas jaringan jalan, rel kereta, sungai, dan waduk memiliki persentase yang cukup besar dalam area perkotaan. Keberadaan jalur hijau pun kini mulai menjadi perhatian dalam rencana-rencana tata ruang baik dalam ruang lingkup kota (RTRW) maupun ruang lingkup yang lebih detail (RDTRK). Jalur hijau memiliki fungsi yang sangat penting terutama dalam penyerapan polusi kendaraan bermotor, sebagai pelindung dari terik matahari maupun sebagai penyangga atau pelindung aktivitas manusia. Jalur Hijau sendiri memiliki pengertian sebagai setiap jalur, tanah yang terbuka tanpa bangunan yang diperuntukan untuk pelestarian lingkungan. (Peraturan
Daerah
Kota
Bandung
Nomor
:
03
tahun
2005
tentang
Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan) yang bisa berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau dan bantaran
3
sungai, bantaran rel kereta api, saluran/jejaring listrik tegangan tinggi. Dalam penyelenggaraan RTH di perkotaan pembangunan jalur hijau ini memiliki fungsi yang tidak kalah penting dengan elemen RTH lainnya, namun keberadaanya masih belum optimal karena peningkatan kualitas dan kuantitas serta pengendalian terhadap alihfungsi guna lahan masih sangat kurang. Selain karena alihfungsi guna lahan tuntutan dalam sistem transportasi di perkotaan
juga
mendorong
terjadinya
pelebaran
jalan
yang
seringkali
mengorbankan jalur hijau di pinggiran jalan. Banyak ruas jalan yang tidak memiliki jalur hijau sama sekali. Selain itu bantaran sungai, saluran tegangan tinggi dan rel kereta api penuh dengan permukiman kumuh padahal sempadan sungai, rel, dan jalur tegangan tinggi seharusnya memiliki jarak tertentu terhadap objek lainnya, terkait dengan fungsinya sebagai pelindung dan menjaga sumber daya alam. Jika hal ini terus berlanjut maka keberadaan jalur hijau khususnya di Kota Bandung dapat mengalami penurunan yang terus menerus baik dari segi kualitas maupun kuantitas dan akan berujung pada penurunan kondisi lingkungan kota. Dari uraian di atas maka diperlukan suatu studi yang dapat mengidentifikasi sejauh mana keberadaan jalur hijau ini memiliki kesesuaian baik dari segi teknis, ekologis dan estetis dan karakteristik persoalan apa yang mempengaruhi dalam memenuhi fungsi ruang terbuka hijau perkotaan.
1.2
Rumusan Persoalan Status Kota Bandung sebagai Kota Taman sudah tidak relevan lagi melihat
banyaknya terjadi alihfungsi guna lahan yang menurunkan proporsi RTH di Kota Bandung. Hal ini juga berakibat pada pengurangan jalur hijau akibat adanya alihfungsi guna lahan, pelebaran jalan, dan perkerasan lahan. Persoalan penyediaan RTH yang sesuai dengan ketentuan menjadi sangat penting mengingat keberadaan RTH yang saat ini dapat dikatakan jauh dari ideal. Salah satu upaya penyediaan RTH tersebut dapat dilakukan melalui penyediaan jalur hijau, sehingga perlu adanya studi secara rinci mengenai kondisi saat ini dan
4
karakteristik persoalan seperti apa yang dihadapi. Berdasarkan uraian tersebut, maka pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam studi ini adalah :
1. Sejauh mana kesesuaian kondisi jalur hijau saat ini dengan peraturan dan standar-standar yang berlaku ? 2. Bagaimanakah karakteristik persoalan yang mempengaruhi ketidaksesuaian kondisi jalur hijau ?
1.3
Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi keberadaan jalur hijau dan
keefektifan fungsinya. Hasil akhir penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menyusun arah peningkatan RTH. Agar tujuan tersebut tercapai, maka penelitian ini diarahkan pada sasaran berikut : 1. Teridentifikasinya kesesuaian kondisi jalur hijau di WP Bojonegara dari segi teknis, ekologis, dan estetis. 2. Teridentifikasi tipologi persoalan yang mempengaruhi ketidaksesuaian kondisi jalur hijau di WP Bojonegara saat ini. 1.4
Ruang Lingkup Ruang lingkup ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang lingkup materi
yang menguraikan hal-hal yang menjadi pokok-pokok pembahasan penelitian, dan ruang lingkup wilayah.yang mendeskripsikan wilayah studi dalam penelitian ini.
1.4.1
Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup studi secara substansial pada penelitian ini adalah pada
jenis RTH Jalur Hijau, melingkupi jalur hijau jalan, jalur hijau sempadan sungai, jalur hijau rel Kereta Api, serta jalur hijau SUTT dan SUTET. Penilaian kesesuaian ditinjau dari berbagai aspek yang berbeda pada tiap jenis jalur hijau karena fungsi utama yang berbeda. Aspek-aspek tersebut antara lain aspek fungsi ekologis, aspek teknis, dan aspek estetis.
5
GAMBAR 1.1 PETA ADMINISTRATIF WP BOJONEGARA
6
1.4.2
Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah dalam studi ini adalah Kota Bandung dengan fokus
pada Wilayah Pengembangan Bojonegara yang terletak di barat Kota Bandung. Alasan pemilihan Kota Bandung ini karena pada awalnya Kota Bandung direncanakan menjadi Kota Taman dimana pemanfaatan tumbuhan atau RTH adalah sebagai penyeimbang bagi pembangunan fisik. Selain itu Kota Bandung memiliki citra kota yang sejuk dan rindang yang dapat dilihat dari jalur hijau jalan yang berada di beberapa lokasi di Kota Bandung terutama daerah Bandung Utara, Akan tetapi semakin hari citra kota tersebut semakin memudar. Saat ini kegiatankegiatan yang muncul dan berkembang di Kota Bandung sangat pesat seiring dengan pesatnya alih fungsi guna lahan non terbangun (RTH) menjadi lahan terbangun. Kota Bandung sendiri memiliki luas 16.729 Ha yang terdiri dari 6 Bagian Wilayah Kota (BWK) dan 26 kecamatan. Kota Bandung berbatasan dengan Kecamatan Lembang di sebelah utara, Kota Cimahi di sebelah timur, Kecamatan Dayeuh Kolot dan Margahayu di sebelah selatan, serta Kecamatan Cileunyi dan Jatinangor di sebelah barat. Alasan pemilihan WP Bojonegara dalam studi ini adalah : •
WP Bojonegara merupakan WP dengan luas jalur hijau tertinggi di Kota Bandung, yaitu seluas 23777,5 m2 atau sebesar 68 % dari keseluruhan jumlah jalur hijau di Kota Bandung (Inventaris Dinas Pertamanan dan Pemakaman, 2006).
•
WP Bojonegara terletak di bagian utara Kota Bandung yang memiliki kawasan yang direncanakan sebagai kawasan lindung (RTRW Kota Bandung, 2013)
•
WP Bojonegara merupakan WP yang paling representatif karena memiliki jenis jalur hijau yang cukup lengkap, yaitu jalur hijau sempadan jalan, jalur hijau sempadan sungai, jalur hijau sempadan SUTT, dan jalur hijau sempadan Rel KA. (RTRW Kota Bandung, 2013)
7
1.5 Metodologi penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif. Metode dekriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, sistem pemikiran ataupun tipe peristiwa masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistemastis, faktual, dan akurat mengenai fakta serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan (Nazir, 2003 dalam Fitrina, 2007). Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu, peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989). Penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi kasus. Pendekatan studi kasus bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter yang khas dari kasus yang akan dijadikan sebagai suatu hal yang bersifat umum. Dari segi edukatif, studi kasus sangat baik digunakan sebagai contoh ilustrasi baik dalam perumusan masalah, serta perumusan generalisasi dan kesimpulan. Studi kasus dapat memiliki kelemahankelemahan yang dapat disebabkan oleh anggota sampel yang terlalu kecil sehingga sulit untuk dibuat inferensi kepada populasi (Nazir, 2003 dalam Fitrina, 2007) Dengan teknik ini akan dirumuskan kriteria-kriteria mengenai jalur hijau baik dari literatur maupun dari perundang-undangan yang berlaku, dan kemudian dilakukan perbandingan antara kondisi di lapangan dengan kritera yang sudah disusun. Selain itu metode deskriptif akan digunakan pula untuk mengetahui karakteristik persoalan dari permasalahan kesesuaian jalur hijau ini.
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan Data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data sekunder dan primer
Pengumpulan Data Sekunder •
Data inventaris RTH di wilayah studi
8
Pengumpulan data sekunder ini dilakukan pada instansi pemerintahan untuk memperoleh data mengenai luas, lokasi, dan jumlah RTH termasuk jalur hijau. Data tersebut diperoleh dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung dan Dinas Tata Kota Bandung. •
Data peraturan perundang-undangan dan pedoman mengenai jalur hijau. Data sekunder ini meliputi peraturan, undang-undang, dan pedoman yang membahas mengenai kriteria dan ketentuan-ketentuan jalur hijau. Data ini didapat melalui Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung, Dinas Tata Kota Bandung, dan Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat.
1.5.1.2 Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer mengenai kondisi di lapangan dilakukan dengan observasi lapangan ke beberapa lokasi RTH jalur Hijau yang ditujukan untuk melihat kondisi fisik baik secara kualitas dan kuantitas. Observasi ini dilakukan pada empat jenis RTH jalur hijau, yaitu jalur hijau sempadan jalan, jalur hijau sempadan sungai, jalur hijau sempadan rel KA, dan jalur hijau sempadan SUTT. Empat jenis jalur hijau ini dipilih bedasarkan kesesuaian dengan kondisi Kota Bandung dan kondisi dari WP Bojonegara itu sendiri dimana keempat jenis jalur hijau tersebut paling banyak tersedia. Observasi lapangan ini dilakukan pada ruasruas jalan, sempadan sungai, sempadan Rel KA, dan sempadan SUTT yang berada di WP Bojonegara. a. Sempadan Jalan Ruas-ruas jalan yang diobservasi pada studi ini meliputi jaringan jalan berdasarkan fungsinya ( arteri, kolektor, dan lokal), dan berdasarkan sistemnya (primer, sekunder). Ruas-ruas jalan tersebut adalah sebagai berikut : TABEL I.1 OBSERVASI RUAS JALAN DI WP BOJONEGARA Fungsi Jalan Arteri Primer
Ruas Jalan Jl. L.M. Nurtanio Jl. Raya Cibeureum Jl. Dr. Junjunan
9
Fungsi Jalan
Arteri Sekunder
Kolektor Primer
Kolektor Sekunder
Lokal
Ruas Jalan Jl. Layang Pasteur Jl. Sudirman Jl. Rajawali Barat Jl. Abd.Rahman Saleh Jl. Kebon Jati Jl. Otto Iskandardinata Jl.Pajajaran Jl. Elang Jl. Rajawali Timur Jl. Terusan Prof. Dr. Suryasumantri Jl. Prof. Dr. Sutami Jl. Terusan Sutami Jl. Gardujati Jl. H.O.S Cokroaminoto Jl. Setiabudi Jl. Sukajadi Jl. Kebon Kawung Jl. Cipaganti Jl. Cicendo Jl. Gegerkalong Hilir Jl. Gegerkalong Girang Jl. Andir Jl. Ciroyom Jl. Dr. Rum Jl. Prof. Eyckman Jl. Sampurna Jl. Arjuna Jl. Dadali JL.Cipedes Atas Jl. Setraria Jl. Rama
Sumber : RDTRK WP Bojonegara 2006
Ruas jalan diatas diambil berdasarkan klasifikasi hierarki jalan di RDTRK WP Bojonegara. Namun pada fungsi jaringan jalan lokal diambil ruas jalan per kecamatan karena jumlah ruas jalan yang cukup banyak. Observasi pada jalur hijau jalan ini dilakukan dengan menyusuri jalan-jalan tersebut dan mengambil kesimpulan umum dari kondisi setiap jalan. b. Sempadan Sungai Titik sungai yang diobservasi dalam studi ini diambil berdasarkan data sekunder yang didapat mengenai sungai yang melewati WP Bojonegara, dan dioverlay dengan peta WP Bojonegara. Selain itu hal yang menjadi
10
pertimbangan adalah aksesibilitas terhadap titik-titik observasi sehingga hanya diambil beberapa titik pengamatan yang dianggap cukup representatif. Pengamatan dilakukan pada titik-titik tersebut dan diambil kesimpulan berdasarkan kondisi yang ditemui pada titik yang diamati. TABEL I.2 TITIK OBSERVASI SUNGAI DI WP BOJONEGARA No 1 2 3 4
Nama Sungai S. Cibeureum S. Citepus S. Kadal Meteng S. Cikakak
Titik Pengamatan Jl. Sudirman Jl. Laks. Muda Suparmin Jl.Gegerkalong Hilir Jl. Dr. Djunjunan
Sumber : Hasil Analisis, 2007
c. Sempadan Rel Kereta Api Pada observasi jalur sempadan Kereta Api maka diambil titik-titik pengamatan yang berpotongan dengan jalan dan titik-titik yang mungkin untuk diamati, dengan pertimbangan aksesibilitas dan titik pengamatan tersebut sudah cukup representatif. Pengamatan juga dilakukan pada titiktitik tersebut dan diambil kesimpulan berdasarkan kondisi yang ditemui pada titik yang diamati. Titik-titik pengamatan tersebut adalah : 1. Stasiun Kota Bandung 2. Jl. H.O.S. Cokroaminoto 3. Jl. Arjuna 4. Jl. L.M. Nurtanio d. Sempadan SUTT Titik-titik pengamatan pada sempadan SUTT ini juga didasari pada pertimbangan
aksesibilitas
dan
jarak
pandang
yang
dapat
terjangkau.Seperti pengamatan pada sempadan sungai dan rel KA maka diambil kesimpulan berdasarkan kondisi dari titik pengamatan tersebut. Titik-titik pengamatan tersebut adalah : 1. Jl. Setraria 2. Jl. Terusan Sutami
11
3. Jl. Prof. Dr. Surya Sumantri 4. JL. Setiabudhi Hal-hal yang diobservasi dalam rangka pengumpulan data primer antara lain merupakan data mengenai kondisi sempadan, kondisi fisik pohon, keberadaan jalur hijau, dan pemanfaatan lahan.
Analisis Data Sasaran-sasaran dalam dalam penelitian ini dicapai melalui beberapa tahap analisis. Metode yang digunakan meliputi sasaran, jenis data yang dibutuhkan, cara pengumpulannya, teknik analisis yang digunakan dan output yang akan dihasilkan. 1. Merumuskan kriteria dan indikator jalur hijau berdasarkan peraturan, undang-undang, dan kajian literatur tentang RTH dan jalur hijau Perumusan kriteria ini dilakukan melalui kajian literatur dan perundangundangan mengenai RTH meliputi pengertian, jenis, kriteria teknis, fungsi, dan tipologi mengenai RTH Jalur Hijau. 2. Mendeskripisikan kondisi eksisting jalur hijau di WP Bojonegara dari berbagai aspek Pendeskripsian ini didapatkan melalui observasi lapangan yang dilakukan pada titik observasi yang sudah ditentukan sebelumnya yang telah diambil kesimpulan dari kondisi umum titik observasi. 3. Menganalisis kesesuaian kondisi jalur hijau di WP Bojonegara terhadap kriteria dan tolak ukur yang telah ditentukan Tahapan ini dilakukan secara kualitatif dengan melakukan perbandingan antara kondisi lapangan yang didapat dari observasi dengan kriteria yang sudah disusun. Dengan demikian dapat dilihat kriteria-kriteria apa saja yang sudah sesuai dan tidak sesuai dengan kriteria yang ideal. 4. Mengidentifikasi klasifikasi persoalan yang timbul dari hasil perbandingan kondisi lapangan dan kriteria yang telah disusun Identifikasi persoalan ini dilakukan dengan observasi lapangan dan analisis dari ketidaksesuaian jalur hijau dengan kriteria yang telah disusun,
12
kemudian pengklasifikasian persoalan merupakan tahap lanjutan yang muncul dari hasil analisis kesesuaian jalur hijau pada tahap sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, metoda pendekatan untuk setiap sasaran dapat dilihat pada Tabel I.3 Metodologi Penelitian
TABEL 1.3 METODE PENELITIAN No 1
Sasaran Merumuskan kriteria, indikator, dan tolak ukur pemantauan kesesuaian jalur hijau
-
-
-
2
Mendeskripsikan kondisi eksisting jalur hijau di WP Bojonegara
-
3
Menganalisis kesesuaian kondisi jalur hijau di WP Bojonegara terhadap kriteria dan tolak ukur yang telah ditentukan
4
Mengidentifikasi klasifikasi persoalan yang mempengaruhi ketidak sesuaian kondisi jalur hijau saat ini.
Data Yang Dibutuhkan Teori dan konsep RTH dan jalur hijau Kriteria jalur hijau Standar dan ketentuan teknis jalur hijau Peraturan perundangundangan Pedoman penataan jalur hijau Data kondisi teknis Data kondisi ekologis/lindung Data kondisi estetis
-
Kondisi Eksisting jalur hijau WP Bojonegara - Kriteria penilaian kesesuaian
Hasil pemantauan kesesuaian jalur hijau dengan indikator
Sumber : Hasil Analisis, 2007
Metode Penelitian Studi Literatur
Analisis
Keluaran
Content Analysis
Kriteria dan Indikator kesesuaian per jenis jalur hijau yang meliputi aspek teknis, lindung, dan estetis
Observasi Lapangan
Deskriptif
Kondisi Eksisting jalur hijau WP Bojonegara
Membandingkan kondisi eksisting dan kriteria
Komparasi
- Studi Literatur - Interpretasi hasil kesesuaian jalur hijau
Kualitatif deskriptif
Hasil pemantauan kesesuaian melalui pengujian indikator terhadap beberapa aspek pada tiap jenis jalur hijau Klasifikasi persoalan yang terkait dengan hasil pemantauan kesesuaian jalur hijau
13
1.6
Sistematika Pembahasan Penyusunan pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB 2 JALUR HIJAU DI PERKOTAAN Bab ini akan membahas mengenai kajian teoritis yang berkaitan dengan karakteristik, fungsi, kriteria, dan tipologi jalur hijau serta perumusan kriteria dan indikator berdasarkan kajian teoritis dan materi perundangundangan RTH yang menjadi dasar penilaian kesesuaian jalur hijau.
BAB3
GAMBARAN
UMUM
KONDISI
JALUR
HIJAU
DI
WP
BOJONEGARA KOTA BANDUNG Dalam bab ini akan menjelaskan gambaran umum wilayah yang meliputi kondisi Kota Bandung dan WP Bojonegara, kondisi RTH secara umum , serta kondisi jalur hijau di Kota Bandung dan WP Bojonegara.
BAB 4 ANALISIS KESESUAIAN DAN KLASIFIKASI PERSOALAN JALUR HIJAU DI WP BOJONEGARA KOTA BANDUNG Pembahasan dalam bab ini akan meliputi analisis terhadap temuan studi lapangan dengan kajian teoritis yang ada dengan cara membandingkan keduanya untuk mencapai tujuan studi, mengidentifikasi persoalan dan mengklasifikasikannya.
BAB 5 PENUTUP DAN KESIMPULAN Menyimpulkan mengenai temuan-temuan dalam studi, hasil analisis dan rekomendasi yang didasarkan atas hasil penelitian yang telah disimpulkan, sebelumnya. Dalam bab ini juga dilengkapi dengan kritik kelemahan atau catatan studi dan usulan mengenai studi lanjutan yang dapat dilakukan.
14
GAMBAR 1.2 KERANGKA PEMIKIRAN
Kondisi RTH Kota Bandung yang menurun akibat perkembangan kota
Persoalan Penyediaan RTH
Jalur hijau sebagai elemen RTH yang berpotensi dalam peningkatan RTH perkotaan
Jalur Hijau Jalan
• Literatur • Undang-undang • Peraturan Teknis
Jalur Hijau Rel KA
Jalur Hijau Sungai
Kriteria dan indikator kesesuaian
Jalur Hijau SUTT
Kondisi jalur hijau jalan, sungai, rel KA, SUTT
Kesesuaian kondisi jalur hijau dengan kriteria yang telah ditentukan
Karakteristik persoalan ketidaksesuaian jalur hijau
Kesimpulan
Rekomendasi
Observasi lapangan