BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebutuhan implan tulang (osteosynthesis) dalam negeri meningkat seiring dengan jumlah korban patah tulang akibat bencana alam dan kecelakan yang terjadi di Indonesia. Besarnya kebutuhan tersebut tidak diimbangi oleh ketersediaannya karena sejumlah besar implan tulang yang digunakan oleh ahli ortopedi adalah barang-barang impor (Dewo dkk., 2008). Salah satu jenis implan tulang yang banyak diaplikasikan pada pasien adalah dynamic compression plate (DCP) karena DCP mempunyai bentuk sederhana dan sifat multiguna terutama untuk fiksasi tulang-tulang panjang seperti femur dan tibia (Mudali dkk., 2003, Brown dkk., 2006). DCP telah diperkenalkan sejak tahun 1969 dan terus mengalami modifikasi hingga saat ini dengan fitur-fitur baru, salah satunya yaitu sebuah lubang yang mengijinkan kompresi aksial oleh karena eksentrisitas sekrup (Rüedi dan Murphy, 2000). DCP mempunyai beberapa fungsi yang berbeda-beda, diantaranya adalah untuk keperluan kompresi, netralisasi atau penopang tarik. DCP biasanya dirancang dengan tiga ukuran standar yaitu (a) DCP 4,5 lebar untuk rekonstruksi patah tulang femur dan kadang-kadang humerus, (b) DCP 4,5 sempit untuk rekonstruksi patah tulang tibia dan humerus, dan (c) DCP 3,5 untuk rekonstruksi patah tulang lengan depan, fibula, pelvis dan clavicle (Rüedi dan Murphy, 2000). Beberapa jenis produk DCP lebar dengan delapan lubang dan DCP sempit dengan enam lubang ditunjukkan pada Gambar 1.1(a), dan aplikasi DCP sempit 4,5 pada tibia dan tubular sepertiga pada fibula pasca operasi ditunjukkan pada Gambar 1.1(b). Dalam rekonstruksi tulang patah, DCP berfungsi menjembatani diskontinyuitas kekakuan tulang untuk sementara waktu, sehingga tulang yang patah dapat sembuh (menyatu kembali). Meskipun DCP tidak dirancang untuk menahan seluruh beban tubuh (untuk contoh kasus rekonstruksi tulang kaki patah), namun DCP harus mampu menahan beban-beban akibat kontraksi otot-otot ketika pasien melakukan gerakan (Helgason dkk., 2009). Pemasangan DCP pada tulang
1
2
yang memiliki kontur sedemikian mengakibatkan DCP tidak hanya mengalami beban aksial namun juga beban-beban puntir dan lengkung. Pemasangan pelat implan pada femur (Gambar 1.2) merupakan ilustrasi yang cocok untuk menggambarkan terjadinya momen lengkung pada pelat akibat eksentrisitas beban dan puntiran akibat sudut anteversion. Dalam hal ini pelat implan harus diposisikan pada sisi lateral femur. Implan DCP menyebabkan terjadi kompresi pada bagian tulang yang disambung ketika sekrup dikencangkan oleh mekanisme gerakan relatif kepala sekrup terhadap lubang gliding. Pelat implan pada posisi itu dapat menahan patah pada sisi luar dan memberikan kontak kortikal yang stabil pada sisi dalam.
(a)
(b)
Gambar 1.1 (a) Beberapa model tipikal dynamic compression plate (DCP); (b) Aplikasi DCP sempit 4,5 pada tibia dan tubular sepertiga pada fibula (Rüedi dan Murphy, 2000).
Suatu pelat implan yang hanya mengalami beban tarik jauh lebih kuat dari pada yang mengalami momen lengkung (Rüedi dan Murphy, 2000). Kelemahan pelat implan terhadap momen lengkung ini dapat menjadi pemicu kegagalan. Mekanisme kegagalan implan dapat terjadi pada bagian yang paling lemah yaitu pada sisi lateral lubang DCP. Pada bagian ini terjadi tegangan yang lebih tinggi dari bagian yang lain akibat kombinasi tegangan tarik oleh momen lengkung dan tegangan geser oleh puntiran. Dalam mekanika bahan kombinasi tegangan-
3
tegangan ini mengakibatkan tegangan normal dan tegangan geser yang lebih besar pada bidang utamanya. Kegagalan pelat implan dapat berupa gagal tegangan dan gagal lelah. Gagal tegangan tejadi karena pelat implan tidak mampu menahan beban atau dengan kata lain tegangan kerja melampaui tegangan maksimum bahan implan. Kegagalan ini bisa terjadi karena faktor manusia seperti pasien melanggar prosedur pasca-operasi. Contah kasus implan yang dipasang pada kaki, pasien menumpukan beban tubuh sepenuhnya pada kaki yang dipasang impan sehingga implan bisa patah. Gagal lelah dapat terjadi karena mekanisme perambatan retak. Pada material yang relatif liat seperti AISI 316L, tegangan geser menjadi pemicu kegagalan melalui mekanisme deformasi pada material. Akumulasi deformasi ini dapat menumbuhkan cacat-cacat (retak) mikro. Retak mikro pada pelat implan dapat merambat akibat beban berulang (karena aktivitas pasien) sehingga pelat dapat patah.
Gambar 1.2 Prinsip rekonstruksi patah tulang femur (Rüedi dan Murphy, 2000)
Kegagalan pelat implan menjadi kasus yang serius untuk ditangani, sebagaimana dilaporkan oleh Holt dan Wallace (1980) bahwa lebih dari 2500 kasus malfungsi implan orthopedi tiap tahun terjadi di Kanada. Hampir semua dari pelat
4
implan yang patah terjadi pada daerah lubang gliding dan bahan pelat implan dari baja AISI 316L. Sedangkan Ogbemudia dan Umebese (2006) melaporkan bahwa dari sejumlah kegagalan implan biomedik, implan pelat mengalami patah sebesar 5,8%. Sementara di Indonesia belum ada data tentang kejadian ini, namun dari sudut pandang bahwa produk DCP berhubungan dengan keselamatan (kesehatan) manusia maka kasus kegagalan implan seharusnya tidak boleh terjadi (zero accident). Pada kasus terakhir yang dilaporkan oleh Triantafyllidis dkk. (2007) menunjukkan bahwa DCP yang terbuat dari AISI 316L mengalami patah pada daerah lateral lubang gliding (Gambar 1.3). Patah pada bagian lateral lubang gliding ini sesuai dengan penjelasan mekanisme kegagalan pelat implan pada paragraf diatas. Patah yang terjadi pada bagian lubang DCP merupakan kewajaran dari segi konstruksi karena bagian ini mempunyai luasan penampang terkecil. Disisi lain terdapat perbedaan bentuk penampang sepanjang lubang gliding DCP (insert pada Gambar 2.3). Perbedaan bentuk penampang ini juga menyebabkan terjadi konsentrasi tegangan sebagaimana telah ditunjukkan oleh Salim dkk. (2009).
Gambar 1.3 DCP yang patah pada daerah lubang (Triantafyllidis dkk., 2007)
Penelitian ini diarahkan pada upaya peningkatan kekuatan secara lokal pada daerah sekitar lubang gliding. Penguatan dilakukan dengan teknik pengerjaan dingin (cold working) yang melibatkan deformasi plastis. Sebagaimana telah diketahui bahwa deformasi plastis dingin dapat meningkatkan kekuatan material
5
melalui mekanisme pengerasan regangan (strain hardening). Sehingga pada penelitian ini peningkatan kekuatan lokal dievalusi menggunakan parameter kekerasan. Peningkatan kekerasan secara lokal pada lubang gliding diharapkan dapat mengurangi gagal tegangan pada pelat implan DCP. Pengerjaan dingin pada dasarnya merupakan transformasi tegangan eksternal menjadi tegangan internal pada material logam. Tegangan internal sebagian diserap material menjadi perubahan bentuk material (deformasi plastis) sebagian masih tersimpan dalam wujud interaksi antar atom. Tegangan tersimpan ini biasa disebut sebagai tegangan sisa. Tegangan sisa telah diketahui sebagai salah satu faktor penghambat perambatan retak lelah. Oleh karena itu penelitian ini mengevaluasi besaran tegangan sisa akibat pengerjaan dingin lokal pada lubang gliding DCP. Tegangan sisa yang terbentuk pada pelat implan diharapkan dapat menghambat laju perambatan retak lelah. Sehingga kegagalan lelah pelat implan dapat direduksi. Baja AISI 316L telah menjadi salah satu jenis bahan yang banyak digunakan untuk pembuatan pelat implan. Selain karena bersifat biokompatibel terhadap jaringan tubuh, bahan ini harganya relatif lebih rendah daripada jenis bahan implan lainnya. Namun demikian bahan ini mempunyai beberapa sifat mekanik yang jauh lebih rendah dari pada bahan implan lain seperti Titanium maupun paduannya (Chen dkk., 2005; Hallab dkk., 2004). Perbandingan sifat-sifat mekanik beberapa bahan yang digunakan untuk membuat pelat implan ditunjukkan pada Tabel 1.1. Karena kekuatan yang relatif rendah ini dapat menyebabkan tingkat kegagalan DCP yang terbuat dari bahan AISI 316L lebih tinggi dari bahan implan lainnya. Pembuatan produk-produk implan dalam negeri terutama DCP selama ini banyak melibatkan proses permesinan (sekitar 80–90% dari waktu proses produksi dengan mengecualikan proses persiapan dan finishing). Biaya produksi yang tinggi terjadi pada pembuatan bagian lubang gliding yang dilakukan dengan pahat bentuk nouse. Proses ini memerlukan waktu lama terutama set-up pahat dan harga pahat jenis ini mahal. Proses pembentukan hanya dilakukan pada saat membentuk kelengkungan DCP dan dilakukan secara terpisah dari mesin produksi. Karena waktu produksi lama dan biaya produksi mahal maka jumlah produk DCP yang
6
dihasilkan menjadi rendah. Padahal dalam pertimbangan manufaktur, suatu jenis produk dapat ditingkatkan produktivitasnya dengan memilih jenis proses produksi pembentukan selain pengecoran.
Tabel 1.1 Perbandingan sifat mekanis beberapa logam untuk aplikasi biomedis (Alexander dkk., 1996)
1.2
Perumusan Masalah dan Batasan Masalah
Banyak kasus kegagalan DCP yang terbuat dari baja AISI 316L menjadi persoalan penting yang perlu diupayakan penyelesaiannya. Disisi lain produktivitas pembuatan DCP dalam negeri yang masih rendah juga perlu penyelesaian. Oleh karena itu permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah: 1. bagaimana mengupayakan peningkatan kekuatan DCP yang terbuat dari baja AISI 316L hanya pada lubang-lubang gliding dengan tetap mempertahankan bentuk dan dimensi-dimensi yang sudah ditetapkan, 2. bagaimana mengupayakan agar produksi DCP ini dapat ditingkatkan dengan proses pembentukan. Beberapa pertimbangan solusi alternatif persoalan pertama dan perihal yang membatasinya adalah sebagai berikut: Pertama, kegagalan pada lubang DCP dapat diatasi dengan mereduksi diameter lubang, namun hal ini bukan merupakan solusi yang tepat karena akan mereduksi juga diameter baut yang digunakan. Begitu pula
7
dengan membuat DCP menjadi lebih lebar dan atau lebih tebal, karena dapat menganggu sistem jaringan tubuh yang lain. Atas alasan inilah ukuran lubang dan lebar DCP diklasifikasikan menjadi tiga ukuran standar. Kedua, mengganti bahan baku dari baja AISI 316L dengan Titanium atau paduannya juga bukan solusi yang ditempuh dalam penelitian ini, karena AISI 316L merupakan bahan yang masih banyak digunakan karena harganya yang relatif murah. Batasan masalah dalam penyelesaian persoalan pertama adalah: 1. Penelitian didasarkan pada produk DCP sempit (narrow-DCP disingkat menjadi nDCP), yang bentuk dan ukurannya ditetapkan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Salim dkk., (2009). Secara garis besar DCP ini mempunyai panjang 120 mm, lebar 12 mm dan tebal 3 mm dan 4 mm. Diameter lubang sekrup adalah 4 mm dengan diameter kelengkungan sekitar 23 mm. Kelengkungan lekukan gliding mempunyai diameter 6 mm. 2. Penelitian ini menggunakan benda kerja yang terbuat dari baja tahan karat AISI 316L. 3. Penguatan lubang gliding dilakukan dengan teknik perbesaran lubang yang diwakili oleh penguatan lubang dengan penekan bentuk kepala bola dan kerucut, karena bentuk lubang gliding merupakan kombinasi dari kedua bentuk bola dan kerucut ini.
Beberapa pertimbangan yang menjadi batasan dalam menyelesaikan persoalan kedua diuraikan sebagai berikut: 1. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan diantaranya adalah mengoptimalkan proses produksi melalui perbaikan perencanaan proses. Penelitian ini tidak membahas tentang hal ini. 2. Penelitian ini mengajukan penggantian dari proses permesinan pada bagian lubang gliding menjadi proses pembentukan (metal forming) dengan menggunakan alat bantu press tool. 3. Proses pembentukan yang diusulkan adalah bukan pembentukan utuh
8
yang mengabaikan seluruh proses permesinan, namun masih menggunakan proses permesinan untuk penyiapan bahan baku. 4. Proses pembentukan yang melibatkan perpindahan energi yang besar dari mesin press ke benda kerja mengharuskan press tool yang mampu menahan gaya-gaya yang terjadi selama proses pembentukan. Perpindahan energi diwujudkan dalam bentuk tegangan alir dan aliran material pada celah cetakan. Pada sisi lain sistem press tool harus juga menjamin keberhasilan produksi dari cacat-cacat produk seperti retak/pecah dan cacat dimensi. Perhitungan kekuatan masing-masing bahan yang digunakan untuk membuat press tool dan pertimbangan mekanisme proses pembentukan termasuk sistem pelepasan dari cetakan telah dilakukan pada saat perancangan dan pembuatan press tool, namun tidak diikutsertakan pada bahasan penelitian ini. 5. Penelitian ini hanya mengevaluasi penyiapan bahan baku sehingga ketika dilakukan proses pembentukan diperoleh produk yang sesuai. Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat ditentukannya diameter dan panjang lubang yang tepat pada bahan baku. Hal ini sangat penting dilakukan karena proses pembentukan melibatkan tegangan alir besar dan aliran material pada celah sempit, sehingga kegagalan produksi dapat terjadi. Salah satu kriteria gagal produksi adalah produk tidak dapat dilepas dari press tool.
1.3
Keaslian Penelitian
Bentuk lubang DCP yang mengakomodasi terjadinya gliding menyebabkan kontak langsung kepala baut dengan permukaan lekukan lubang pada saat pemasangan DCP ke tulang pasien. Ketika DCP sudah terpasang dan pasien melakukan aktifitas, tegangan kontak yang timbul dapat meningkat secara berulang oleh konstraksi otot-otot pasien. Tegangan kontak berulang ini dapat memicu adanya kerusakan fretting. Oleh karena itu bagian permukaan kontak ini harus cukup keras. Upaya peningkatan kekerasan pada permukaan DCP sebenarnya juga
9
telah dilakukan. Namun dengan teknik-teknik yang ada seperti SMAT, sand blasting, shot peening dan lainya hanya berpengaruh pada kedalaman 100–300 mikron (Arifvianto dkk., 2011 dan Suyitno dkk., 2015) dan tidak mampu menjangkau permukaan dalam lubang dan permukaan gliding secara baik. Keaslian penelitian ini adalah peningkatan kekerasan dilakukan pada permukaan lubang dengan teknik perbesaran sehingga mampu menjangkau sisi dalam lubang dan menghasilkan pengaruh perlakuan yang lebih dalam. Teknik perluasan lubang dapat dikategorikan sebagai perlakuan deformasi plastis lokal. Teknik ini sudah lazim digunakan pada penyiapan lubang rivet dan lubang baut pada konstruksi (Lee dan Yeh, 1997, Pavier dkk., 1999, Field dkk., 2004, Maximov dkk., 2008). Teknik perluasan lubang pada konstruksi biasa dilakukan dengan split drive yang tidak terjadi kontak langsung antara batang mandrel dan benda kerja. Peningkatkan
kekerasan
permukaan
lubang
terjadi
melalui
mekanisme
pengembangan tegangan normal ke arah sekeliling (circumferential) bidang lubang akibat gaya desak split drive pada benda kerja. Sedangkan pada penelitian ini peningkatan
kekerasan
permukaan
lubang
diakibatkan
oleh
mekanisme
pengembangan tegangan geser dan tegangan normal secara bersamaan. Teknik perluasan lubang ini juga dikembangkan untuk uji produksi DCP dengan proses pembentukan lubang gliding yang menggunakan alat bantu press tool. Teknik perluasan lubang melibatkan mekanisme deformasi plastis. Deformasi plastis 30% pada AISI 316L telah meningkatkan kekuatan luluh AISI 316L dari 331 MPa menjadi 792 MPa (Tabel 1.1). Oleh karena itu keaslian penelitian ini juga terletak pada metode produksi DCP yang menggunakan proses pembentukan dingin (cold metal forming). Sampai saat ini belum ada publikasi tentang metode produksi pembuatan DCP yang dilakukan dengan teknik pembentukan, sehingga ini adalah metode yang baru pertama kali.
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini menginvestigasi perubahan sifat mekanik baja AISI 316L yang dideformasi plastis dengan teknik perbesaran lubang. Hasil penelitian ini
10
digunakan sebagai landasan untuk pengembangan produk nDCP dengan proses pembentukan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan deformasi plastis dingin secara kuantitatif dan kualitatif pada AISI 316L maka ditetapkan tujuan penelitian antara lain adalah: 1
mengetahui peningkatan kekerasan lubang pada baja AISI 316L yang dideformasi plastis menggunakan penekan bola dan kerucut,
2
mengetahui pengaruh deformasi plastis dan bentuk batang penekan terhadap tegangan sisa yang muncul pada baja AISI 316L melalui simulasi numeris,
3
mengetahui struktur butir bahan AISI 316L pada daerah yang dideformasi plastis dan daerah yang dipengaruhi deformasi plastis,
4
mengetahui diameter lubang dan panjang lubang yang harus dipersiapkan pada bahan baku sehingga diperoleh produk nDCP yang dapat terlepas dari cetakannya (press tool) setelah proses pembentukan.
1.5
Manfaat Penelitian
Salah satu jenis proses produksi yang paling disukai untuk meningkatkan produktifitas produk adalah proses pembentukan (metal forming). Penelitian telah didedikasikan untuk meningkatkan produktifitas pembuatan pelat implan medis terutama nDCP menggunakan proses pembentukan. Manfaat langsung penelitian ini adalah sebagai dasar perancangan dan pembuatan press tool untuk memproduksi nDCP secara masal. Hasil penelitian dapat juga digunakan sebagai dasar pembuatan jenis-jenis pelat implan yang lain dengan mekanisme proses yang sama. Pada akhirnya harga produk DCP menjadi lebih murah sehingga dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat Indonesia. Disisi lain, kualitas produk DCP dalam kaitannya dengan kekuatan secara lokal dapat ditingkatkan.