BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa
Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesuai tujuan yang tercantum dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa hakikat pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi.1Diantara berbagai bidang dalam pembangunan di segala bidang baik bidang pendidikan, ekonomi, maupun hukum. Didalam ekonomi atau bisnis antara para pelaku usaha seringkali melakukan hubungan bisnis baik antara perusahaan dengan perusahaan maupun antara perusahaan dengan perseorangan. Hubungan bisnis antara para pelaku usaha tersebut menimbulkan hubungan hukum.Hubungan hukum dapat diartikan sebagai hubungan yang terjadi dalam ranah hukum yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban serta memiliki konsekuensi hukum.2Hubungan hukum dikenal pula dengan istilah rechtsverhouding atau rechtsbetrekking. Hubungan hukum adalah hubungan yang terjadi antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lainnya dan atau antara subyek hukum dengan objek hukum yang terjadi dalam masyarakat dimana hubungan tersebut diatur oleh hukum dan karenanya terdapat hak dan kewajiban diantara pihak-pihak dalam hubungan hukum.Dalamhubungan hukum melekat hak dan kewajiban kepada para pihak didalamnya. Hubungan hukum tesebut merupakan hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum sehingga apabila terjadi pertentangan di dalam hubungan hukum terdapat akibat-akibat hukum dan prosedur penyelesaian sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.3 Didalam ilmu hukum ada yang dinamakan hubungan hukum yang sekarang ini awalnya dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman atau Memorandum of
1
Bappenas,“Pokok-Pokok Penyelenggaraan Pembangunan Nasional”,
,
diakses tanggal 8 Oktober 2015. 2 Status Hukum “Hubungan Hukum”, , diakses tanggal 11 Oktober 2015 3 Ibid.
L1
L2 Understanding (MoU) yang kemudian jika diteruskan akan dibuat perjanjian antar para pihak. MoU ialah perbuatan hukum salah satu pihak untuk menyatakan maksudnya kepada pihak lain atas sesuatu yang ditawarkannya.4 Istilah Memorandum of Understanding (MoU) berasal dari dua kata, yaitu memorandum dan understanding. Dalam Black’s Law Dictionary diartikan memorandum adalah “dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal pada masa datang” (is to serve as the basis of future formal contract). Sedangkan understanding diartikan sebagai “pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun secara tertulis” (an implied agreement resulting from the express term of another agreement, whether written or oral).5 Istilah Memorandum of Understanding yang sering dipakai sebagai singkatan dari MoU, juga banyak dipakai istilah-istilah lain misalnya Nota Kesepahaman atau terkadang disebut sebagai Nota Kesepakatan.6 Memorandum of understanding sebagai suatu perjanjian pendahuluan, dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya.7 Unsur-unsur yang terkandung dalam ketiga definisi ini, adalah:8memorandum of understanding sebagai perjanjian pendahuluan, isi memorandum of understanding adalah mengenai hal-hal yang pokok; dan isi memorandum of understanding dimasukkan dalam kontrak. Pengaturan perjanjian yang dibuat sendiri oleh para pihak ini dituangkan dalam kontrak tersebut berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Dalam hal ini pengaturan sendiri dalam kontrak tersebut sama kekuatannya dengan ketentuan undang-undang, para pihak dapat mengatur apapun dalam kontrak tersebut, sebatas yang tidak dilarang oleh undang-undang, yurisprudensi dan kepatutan.9 Sebagaimana diketahui asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral didalam hukum perjanjian, meskipun asas ini tidak
4
Hukum Online,“Perbedaan antara Perjanjian Dengan MoU”, , dikases tanggal 11 Oktober 2015. 5 Salim HS, “Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding /MoU”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 46. 6 .A. Sirait, “kedudukan hukum dari m.o.u ditinjau dari hukum kontrak“, , diakses tanggal 17 Oktober 2015 7
Leny Poernomo, “Kedudukan MoU Ditinjau Dari Segi hHukum”, , diakses tanggal 12 Oktober 2015. 8 Ibid. 9 Leny Poernomo,“Kedudukan MoU ditinjau dari segi hukum”, , diakses tanggal 12 Oktober 2015.
L3 dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak.10Asas ini dilatarbelakangi oleh paham individualisme yang secara sejarahnya lahir dari zaman yunani.11 Menurut Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula.Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak.12 Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian Indonesia memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak.Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan.Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya.Undang-undang hanya mengatur orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap. Sepanjang ketentuan perundang-undangan tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat dalam bentuk tertentu, maka para pihak bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki, yaitu apakah perjanjian akan dibuat secara lisan atau tertulis atau perjanjian dibuat dengan akta di bawah tangan atau akta otentik. Asas kebebasan berkontrak itu bukannya bebas mutlak.Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas.Pasal 1320 ayat (1) menentukan bahwa perjanjian atau, kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau
10
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 108. 11 Ibid. 12 Suwandy Mardan,“Asas Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Perjanjian Indonesia”,, diakses tanggal 13 Oktober 2015.
di
L4 sepakat dari para pihak yang membuatnya.Ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya. Dengan kata lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan para pihak. Dalam pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata dapat pula disimpulkan bahwa kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya untuk membuat perjanjian. Bagi seseorang yang menurut ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian sama sekali tidak mempunyai kebebasan, untuk membuat perjanjian. Menurut pasal 1330, orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian.Pasal 108 dan 110 menentukan bahwa istri (wanita yang telah bersuami) tidak terwenang untuk melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Namun berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, dinyatakan bahwa pasal 108 dan 110 tersebut pada saat ini sudah tidak berlaku. Pasal 1320 (3) KUHPerdata menentukan bahwa obyek perjanjian haruslah dapat ditentukan.Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian.Prestasi itu harus tertentu atau sekurangkurangnya dapat ditentukan.Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas ditentukan jenisnya,
jumlahnya
boleh
tidak
disebutkan
asal
dapat
dihitung
atau
ditetapkan.Syarat bahwa prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.Jika prestasi kabur atau dirasakan kurang jelas, yang menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada obyek perjanjian dan akibat hukum perjanjian itu batal demi hukum.Pasal 1320 ayat jo.1337 KUHPerdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh undang-undang.Menurut undang-undang causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.Akibat hukum perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum.Mengenai obyek perjanjian diatur lebih lanjut dalam pasal 1332 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian.Dengan demikian maka menurut pasal tersebut hanya barang-barang yang mempunyai nilai ekonomi saja yang dapat dijadikan obyek perjanjian.Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan
L5 berkontrak juga dapat disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik.Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sehubungan dengan pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak Asikin Kusuma Atmadja, menyatakan bahwa Hakim berwenang untuk memasuki/meneliti isi suatu kontrak apabila diperlukan karena isi dan pelaksanaan suatu kontrak bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 tidak lagi bersifat absolut, yang berarti dalam keadaan tertentu hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti dan menilai serta menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak seimbang sedemikian rupa, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya.13 Menurut Mariam Darus Badrulzaman "Semua" perjanjian mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, balk yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang-undang.14Asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid) berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan "apa" dan "siapa" perjanjian itu diadakan.Perjanjian yang diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata ini mempunyai kekuatan mengikat.15 Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:16 1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. 2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian. 3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya. 4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian. 13
Ibid. Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm..84. 15 Ibid. 16 Sutan Remy Sjandeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Hukum Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta: Institut Bahkir Indonesia, 1993), hlm. 47. 14
L6 5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian. 6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional). Sebelum perjanjian bisnis antara para pihak berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar menawar
berlangsung.
Understanding
Tahapan
berikutnya
(MoU).Memorandum
of
pembuatan
Understanding
Memorandum (MoU)
of
merupakan
pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis.MoU penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan. Maksudnya sebagai studi kelayakan adalah setelah pihak-pihak memperoleh MoU sebagai pegangan atau pedoman awal, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan.17 Banyak hal yang melatarbelakangi dibuatnya MoU salah satunya adalah karena prospek bisnis suatu usaha dirasa belum jelas benar dan dengan negosiasi yang rumit dan belum ada jalan keluarnya, sehingga oleh karena itu maka dibuatlah MoU.Dapat terjadi para pihak berselisih pendapat tentang isi dan pelaksanaan MoU.Perselisihan tersebut dapat saja berujung ke pengadilan, ada sejumlah putusan pengadilan terkait sengketa yang berawal dari MoU. Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji Putusan Pengadilan Negeri Cianjur No.86/Pdt.G/2013/PN.Cn. terkait dengan mengadili perkara perdata pada peradilan tingkat pertama antara PT. Berkah Rejeki Makmur dengan PT. Patra Buana Putra dan PT. Gema Samudra. Selain putusan tersebut peneliti juga menelaah Putusan Pengadilan Tinggi NOMOR : 126/PDT/2013/PT.DPS. tentang perkara perjanjian berkaitan tentang posisi MOU antara PT.Pengembangan Putusan pengadilan Bali dan P T. Jaya Makmur Bersama. Putusan ini dipilih mengingat
17
Leny Poernomo,“Kedudukan MoU ditinjau dari segi hukum”, , diakses tanggal 12 Oktober 2015.
L7 problematikanya sangat berkaitan dengan rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini. Memorandum
of
Understanding
(MoU)
dalam
bahasa
Indonesia
diterjemahkan dalam berbagai istilah, antara lain "Nota Kesepakatan", "Nota Kesepahaman", "perjanjian kerja sama", "perjanjian pendahuluan". Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak dikenal apa yang dinamakan Nota Kesepahaman. Akan tetapi apabila diamati praktek pembuatan kontrak terlebih kontrak-kontrak bisnis, banyak yang dibuat dengan disertai Nota Kesepahaman yang keberadaannya didasarkan pada ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata. Selain pasal tersebut, Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian, khususnya yang berhubungan dengan kesepakatan, dijadikan sebagai dasar pula bagi Nota Kesepahaman khususnya oleh mereka yang berpendapat bahwa Nota Kesepahaman merupakan kontrak karena adanya kesepakatan, dan dengan adanya kesepakatan maka ia mengikat. Jika dibaca Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional, dapat dikatakan pula bahwa undang-undang tersebut merupakan dasar Nota Kesepahaman.18 Tujuan pembuatan Nota Kesepahaman adalah untuk mengadakan hubungan hukum, sebagai suatu surat yang dibuat oleh salah satu pihak yang isinya memuat kehendak, surat tersebut ditujukan kepada pihak lain, dan berdasarkan surat tersebut pihak yang lain diharapkan untuk membuat letter of intent yang sejenis untuk menunjukkan niatnya. Lebih lanjut Nota Kesepahaman didefinisikan atau memiliki pengertian kesepakatan di antara pihak untuk berunding dalam rangka membuat perjanjian di kemudian hari, apabila hal-hal yang belum pasti telah dapat dipastikan. Nota Kesepahaman bukanlah kontrak. Kontraknya sendiri belum terbentuk. Dengan demikian Nota Kesepahaman tidak memiliki kekuatan mengikat. Akan tetapi dalam praktek bisnis sering dipandang sebagai kontrak dan memiliki kekuatan mengikat para pihak yang menjadi subjek didalamnya atau yang menandatanganinya. Walaupun dalam praktek bisnis Nota Kesepahaman sering dipandang sebagai kontrak dan memiliki kekuatan mengikat para pihak yang menjadi subjek di dalamnya atau yang menandatanganinya, namun dalam realitanya apabila salah satu pihak tidak melaksanakan substansi Nota Kesepahaman, maka pihak lainnya tidak 18
BPKP,“Teknik Penyusunan Nota Kesepahaman”, , diaksese tanggal 13 Oktober 2015.
L8 pernah menggugat persoalan itu ke pengadilan. Ini berarti bahwa Nota Kesepahaman hanya mempunyai kekuatan mengikat secara moral.19 Apa yang dinamakanMemorandum of Understanding (MoU) sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional di Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Tetapi dewasa ini sering dipraktekkan dengan mengadopsi apa yang dipraktekkan secara internasional. Dengan tidak diaturnya MoU di dalam hukum konvensional, maka banyak menimbulkan kesimpangsiuran dalam prakteknya, misalnya apakah MoU sesuai dengan peraturan hukum positif di Indonesia. Demikian juga persoalan MoU (Nota Kesepakatan) telah terjadi antara pihak perusahaan PT.Berkah Rejeki Makmur dengan PT.Patra Buana Putra dan PT. Gema Samudra. Dan posisi MOU antara PT.Pengembangan Putusan pengadilan Bali dan P T. Jaya Makmur Bersama.Dari penjelasan dan permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ”KEDUDUKAN MoU DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA”
1.2
Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, permasalahannya dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Apa syarat dasar dari suatu MoU sehingga dapat disebut sebagai suatu perjanjian? 2. Dalam dua putusan yang diangkat dalam penelitian ini apabila terjadi perselisihan diantara para pihak apakah MoU dapat dijadikan dasar hukum?
1.3
Tujuan Dan Kegunaan Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan yaitu: 1. Untuk mengetahui syarat dasar dari suatu MoU dalam hukum perjanjian Indonesia. 2. Untuk mengetahui jika terjadi perselisihan diantara para pihak apakah MoU dapat dijadikan dasar hukum.
Sedangkan kegunaan dari penelitian yang penulis lakukan yaitu: 1. Untuk menambah pemahaman bidang hukum tentang MoU dan hal-hal yang diatur dalam MoU.
19
Ibid.
L9 2. Dapat menjadi bahan referensi tentang dasar hukum Nota Kesepahaman (MoU).
1.4
Metode Penelitian Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan.20 Ilmu pengetahuan yang merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan penggunaan kekuatan pemikiran, pengetahuan mana senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian yang dilakukan.21 Sedangkan istilah metodologi, hal ini berasal darikata “metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:22 1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan. 3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur. Mengenai peranan metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dapat dijelaskan sebagai berikut:23 1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap; 2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui; 3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner; 4. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan pengetahuan, mengenai masyarakat. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.24Kecuali itu juga dilakukan pemeriksaan terkait fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan 20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI_Press, 2008), hlm. 3. Ibid. 22 Ibid., hlm. 5. 23 Ibid., hlm. 7. 24 Ibid., hlm. 43. 21
L10 suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.25 Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang senantiasa harus dikaitkan dengan arti-arti yang diberikan pada hukum yaitu:26 1. Hukum dalam arti ilmu pengetahuan. 2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan. 3. Hukum dalam arti kaedah atau norma. 4. Hukum dalam arti tata hukum atau hukum positif tertulis. 5. Hukum dalam arti keputusan pejabat. 6. Hukum dalam arti petugas. 7. Hukum dalam arti proses pemerintahan. 8. Hukum dalam arti perilaku yang teratur. 9. Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai. Dalam penelitian yang penulis lakukan ini metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan melalui kajian kepustakaan. Data yang dikumpulkan dari kajian kepustakaan dilakukan melalui data sekunder, dimana metode pengumpulan data sekunder terbagi atas 3 bagian:27 a. Bahan hukum primer yaitu norma atau kaedah dasar seperti Pembukaan UUD 1945, peraturan perundang-undangan dan lain sebagainya; b. Bahan hukum sekunder yaitu buku-buku yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer; c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, data internet dan lainnya. Didalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur yang berhubungan dengan penelitian, yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, Putusan No.126/PDT/2013/PT.DPS. dan Putusan No.86/Pdt.G/2013/PN.Cn. tentang 25
Ibid. Ibid., hlm. 44. 27 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2003), hlm. 30. 26
L11 perkara perjanjian berkaitan tentang posisi MoU yang berkaitan dengan penelitian, serta bahan-bahan hukum yang tersedia di media internet. Dalam Putusan tersebut penulis akan menganalisa untuk dapat dijadikan dasar dalam menjawab rumusan masalah kedua mengenai dasar hukum MoU jika terjadi perselisihan diantara pihak, Putusan No.126/PDT/2013/PT.DPS. yang akan penulis analisis
antara PT.
Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) dengan PT. Jaya Makmur Bersama telah jelas salah satu pihak telah melanggar hak dan kewajiban dari isi MoU tersebut dan di Putusan No.86/Pdt.G/2013/PN.Cn.kasus yang terjadi antara PT. Berkah Rejeki Makmur dengan PT. Gema Samudra dan PT. Patra Buana Putra secara umum tidak melanggar klausula isi dari MoU tersebut tetapi di dalam MoU tersebut mengatur mengenai penyelesaian jika terjadi perselisihan diantara pihak yang terdapat dalam klausula MoU antara PT. Berkah Rejeki Makmur dengan PT. Gema Samudra yang akan penulis analisis untuk dapat menjawab rumusan masalah tersebut. Putusan ini dipilih karena problematikanya sangat berkaitan dengan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Selain pencarian data dengan wawancara sebagai salah satu dari teknik pengumpulan bahan hukum yang menunjang studi dokumen dalam penelitian ini ditiadakan.
Tabel 1.1 Jenis Data Penelitian dan Sumber data
Nama Data
Bentuk
Sumber
Pengumpulan
Data Putusan No.86/Pdt.G/2013/P N.Cn. Dan putusan
Sekunder
Teknik
Internet
Kajian Dokumen
NOMOR : 126/PDT/2013/PT.D PS. tentang perkara perdata berkaitan tentang posisi MOU Aspek Hukum teori
Sekunder
buku-buku
Kajian Pustaka
Perjanjian Kedudukan MoU dalam Sistem Hukum Perdata Indonesia
Sekunder
tentang hal dan Buku-buku jurnal tentang perjanjian MoU
Kajian Pustaka
L12
Secara lebih detail Penelitian ini dilakukan melalui 4 tahap, di setiap tahap penulis melakukan cara yang berbeda. Berikut adalah skema tahapan penelitian:28
A. Tahap I Pengumpulan data dilakukan dengan data-data dokumen yang dimiliki oleh penulis.Sehingga akurasi data sekunder ini tidak diragukan lagi kualitas datanya.Data sekunder juga data yang di dapat melalui bahan-bahan pustaka. Terlepas dari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan tentang putusan pengadilan, penelitian ini juga menggunakan bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti artikel ilmiah, hasil karya dari kalangan hukum yang mempunyai hubungan dengan judul dan pokok permasalahan yang kemudian hasilnya nanti dibandingkan dengan kenyataan yang ada dalam praktik.
B. Tahap II Pada tahap ini, penulis yang dipergunakan tetap dengan data penelitian kepustakaan. Hal ini dimulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengenai perjanjian,Putusan pengadilan, Putusan-Putusan mengenai perkara MoU yang terkait dan kajian literatur dari buku-buku yang terkait perjanjian dan
MoU.
Dalam
tahap
ini
penulis
juga
akan
menggunakan
Putusan
No.126/PDT/2013/PT.DPS. dan Putusan No.86/Pdt.G/2013/PN.Cn. tentang perkara perjanjian berkaitan tentang posisi MoU yang berkaitan dengan penelitian, Putusan No.126/PDT/2013/PT.DPS. yang akan penulis analisis antara PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) dengan PT. Jaya Makmur Bersama telah jelas salah satu pihak telah melanggar hak dan kewajiban dari isi MoU tersebut dan di Putusan No.86/Pdt.G/2013/PN.Cn. kasus yang terjadi antara PT. Berkah Rejeki Makmur dengan PT. Gema Samudra dan PT. Patra Buana Putra secara umum tidak melanggar klausula isi dari MoU tersebut tetapi di dalam MoU tersebut mengatur mengenai
28
Sherief Maronie, “Tahapan Dalam Penelitian”, , diakses tanggal 17 Oktober 2015.
L13 penyelesaian jika terjadi perselisihan diantara pihak yang terdapat dalam klausula MoU antara PT. Berkah Rejeki Makmur dengan PT. Gema Samudra
C. Tahap III Dalam tahap ini penulis akan menganalisis kedudukan MoU pada Putusan tersebut, data Putusan yang telah dimiliki oleh penulis akan mengalami proses analisa secara rinci dan berfokus terhadap kedudukan MoU itu sendiri didalam kasus yang terjadi , selanjutnya di analisis sesuai dengan klasifikasi dari masing-masing data. Kajian pustaka dan kajian dokumen dilakukan dengan cara kualitatif.
D. Tahap IV Hasil penelitian adalah tahap akhir dalam penulisan skripsi.Berdasarkan atas data-data yang diperoleh dan analisis data, penulis dapat memberikan simpulan dari penelitian yang dilakukan.Dalam tahapan ini juga penulis akan menjabarkan apa saja yang didapatkan dalam hasil penelitian mengenai kedudukan MoU dan mengenai kasus yang terjadi dalam Putusan tersebut apakah MoU tersebut dapat dikatan sebagai Perjanjian atau hanya sebuah prakontrak surat kerjasama secara moral yang tidak dapat dijadikan dasar hukum.
1.5
Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB 1 yang berjudul pendahuluan yang terdiri atas latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2 yang berjudul studi kepustakaan yang berisi mengenai teori dan konsep yang didalamnya menyangkut teori perjanjian dan MoU. Dalam bab II konsepkonsep hukum perjanjian dan unsur-unsur perjanjian beserta teori nya akan dibahas untuk dijadikan dasar pemikiran penulis dalam merumuskan analisis di bab IV. BAB 3 yang berjudul hasil penelitian yang berisi tentang hasil-hasil dari kajian pustaka dan kajian dokumen yang ada.Kajian mengenai MoU dalam sistem hukum perjanjian Indonesia dan kajian mengenai Putusan Putusan No.126/PDT/2013/PT.DPS.
dan
Putusan
No.86/Pdt.G/2013/PN.Cn.
mengenai perkara terhadap permasalahan yang terjadi di MoU. Hasil-hasil
L14 tersebut merupakan proses kerjasama para pelaku usaha bidang putusan pengadilan yang diwujudkan dalam kesepakatan awal berbentuk MoU. BAB 4 yang berjudul analisis yang berisi tentang kedudukan MoU dalam hukum perjanjian di Indonesia dan permasalahan MoU dapat dijadikan dasar hukum jika terjadi perselisihan antara pihak-pihak yang berada dalam lingkaran MoU tersebut dengan menganalisa putusan-putusan perkara MoU yang sudah pernah terjadi sebelumnya dari permasalahan yang penulis kemukakan. Dalam bab IV penulis akan menganilis penemuan penelitian dari perumusan masalah yang dikemukakan di bab I dan memakai konsep dalam bab II untuk menganalisa permasalahan dari rumusan masalah. Dari pembahasan tersebutakan didapatkan jawaban dari permasalahan yang ada. BAB 5 yang berjudul penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari penulis terhadap MoU yang dilakukan oleh para pihak dalam bidang jasa usaha seperti apa kedudukan MoU dalam hukum perjanjian di Indonesia dan MoU tersebut dapatkah dijadikan dasar hukum jika terjadi permasalahan sesuai dari putusan pengadilan yang penulis analisis. Kesimpulan ini merupakan uraian terakhir dari penulis berdasarkan pembahasan yang telah ditulis pada bab sebelumnya. Adapun saran hanya sebagai usulan penulis yang sifatnya rekomendasi.