BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam etika Jawa dikenal satu ungkapan yang berbunyi “sabda pandhita ratu, tan kena wola-wali”. Secara harfiah, artinya adalah “ucapan pendeta (dan) raja, tidak boleh diulang-ulang”. Maknanya adalah bahwa seorang pemimpin haruslah konsekwen untuk melaksanakan atau mewujudkan apa yang telah diucapkannya, apapun akibatnya (Sujamto, 1997; 17). Dengan demikian “Sabda Pandhita Ratu” adalah ucapan pimpinan yang seharusnya memang dilaksanakan oleh pimpinan tersebut sehingga dapat memenuhi harapan rakyat kepada mereka. Hal ini kaitannya dengan kredibilitas (kepercayaan) dari rakyat terhadap pemimpinnya. Pada masyarakat jawa, nilai Sabda Pandhita Ratu ini sebenarnya tidak hanya harus dilakukan oleh seorang pemimpin tetapi juga oleh seluruh masyarakat Jawa, karena pada dasarnya ajaran ini sebagai pegangan prinsip kejujuran setiap orang, khususnya masyarakat Jawa. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terkenal dengan sistem pemerintahan daerah dengan kraton. Dengan pemerintahan seperti itu banyak terdapat warisan budaya yang senantiasa dijunjung tinggi oleh para pejabat pemerintahannya. Kentalnya adat jawa di DIY menjadikan suatu kepemimpinan yang menjunjung tinggi nilai Sabda Pandhita Ratu. Hal tersebut terbukti dengan penggunakan sabda Sri Sultan Hamengkubuono IX pada pidatonya saat jumenengan (pengangkatan menjadi raja) tanggal 18 Maret 1940 di hadapan bangsa asing (Belanda), sebagai pedoman prinsip pemerintahan di DIY. Dalam perwujudan makna dari “Sabda Pandita Ratu” dapat dilihat juga dari beberapa kisah perwayangan Jawa, yaitu Dalam kisah-kisah tersebut jelas terdapat pesan moral sebagai seseorang dari kalangan manapun dia berasal haruslah memili sifat yang berbudi luhur, terutama
1
bagi seorang pemimpin. Dengan begitu akan tercipta hubungan yang baik antara pemerintah dengan masyarakat. Hal itu lah yang nantinya akan membangun suatu pemerintahan yang benar-benar mengayomi rakyat. Pemilihan wayang sebagai tokoh dalam kisah-kisah penggambaran “Sabda Pandita Ratu” itu sendiri dikarenakan dunia wayang amat kaya dengan nuansa. Berbagai model perangai manusia dapat kita jumpai di dalamnya, baik yang rendah maupun yang luhur. Tokoh-tokoh bawalaksana (berpegang teguh pada apa yang mereka ucapkan) di dunia wayang tidak ada habisnya kalau ditampilkan semuanya (Sujamto, 1997; 121). Selain itu dalam tokoh pewayangan apabila terdapat seorang tokoh yang menjunjung tinggi “bawalaksana” tidak bisa diragukan lagi karena memang tokoh tersebut diciptakan murni sebagai alat dalam suatu pelajaran. Saat ini keadaan pemerintahan di Indonesia banyak terdapat tindak KKN yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok bukan kepentingan masyarakat. Salah satu faktor penyebab hal tersebut dikarenakan kurang dipahaminya pendidikan kepemimpinan untuk para generasi muda sehingga pelaksanaannya pun masih kurang. Pengajaran budi pekerti hanya sebatas wacana dalam sebuah tulisan di beberapa buku mata pelajaran dan nilai-nilai di dalamnya kurang dipahami oleh para generasi muda. Sekalipun mereka paham itu hanya sebatas hafalan karena tuntutan ketika ada ujian sekolah. Dengan adanya budaya KKN yang sedang banyak terjadi di negeri ini membuat anggapan-anggapan di kalangan masyarakat yang kurang percaya dengan janji-janji para pemimpin di Indonesia. Hal tersebut tentunya sangatlah memprihatinkan karena membuat kesatuan negara ini bisa terpecah belah dan negara ini sulit untuk maju. Oleh karena itu suatu pemberian media pengajaran kepemimpinan yang baik sangat diperlukan dengan mengangkat nilai-nilai dalam ajaran “Sabda Pandita Ratu”. Kemudian sebagai contoh objeknya adalah pemerintahan di DIY yang masih memegang prinsip tersebut yang digambarkan dengan kisah-kisah pewayangan. Sehingga bentuk visualnya menggunakan wayang Yogyakarta sebagai representasi dari suatu tradisi pemerintahan yang mengayomi rakyat. Selain itu dari segi anak muda di
2
DIY yang tertarik dengan wayang serta minat tentang kebudayaan masih sangat besar. Sehingga dengan adanya media pembelajaran yang mudah dipahami oleh kalangan generasi penerus dan tentunya menarik dengan mengangkat budaya daerah mereka, maka pembentukan watak dan karakter yang baik pun bisa terealisasi. Karena dengan tampilan visual yang baru dan lebih terkonsep dengan beberapa kelebihan dari media pembelajaran tersebut akan lebih menarik, cepat dimengerti serta tidak membosankan. 1.2
Permasalahan
1.2.1
Identifikasi Masalah Dengan melihat latar belakang permasalahan di atas, penulis menuliskan identifikasi masalah sebagai berikut : 1.
Banyaknya kasus KKN di negeri ini menjadi polemik tersendiri bagi masyarakat Indonesia.
2.
Terdapat anggapan-anggapan rakyat yang tidak percaya terhadap para pemimpin.
3.
Kurang diketahuinya budaya Jawa tentang ajaran kepemimpinan oleh masyarakat Jawa saat ini.
4.
Kurangnya pelaksanaan oleh generasi muda tentang pelajaran sifat-sifat dari seorang pemimpin.
5.
Kurangnya minat generasi muda terhadap penyajian mata pelajaran tentang kepemimpinan di sekolah.
1.2.2
Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas rumusan masalah untuk perancangan ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana ilustrasi Wayang Yogyakarta sebagai unsur visualisasi?
2.
Bagaimana perancangan media pembelajaran kepemimpinan “Sabda Pandita Ratu” untuk generasi muda dengan konsep visual Wayang Yogyakarta?
3
1.3
Ruang Lingkup Dalam Tugas Akhir ini penulis memberikan ruang lingkup masalah yang dimaksudkan untuk memberi batasan-batasan ruang berdasarkan identifikasi masalah yang diperoleh dari latar belakang, untuk memperoleh bahasan yang lebih terarah. Adapun ruang lingkup masalah tersebut adalah: 1.
Apa? Media pembelajaran kepemimpinan yang dirancang berupa buku ilustrasi. Buku ini difungsikan untuk mengajarkan kepada generasi muda tentang sifat-sifat seorang pemimpin yang jujur, baik dan teguh memegang janji.
2.
Bagian mana? Buku pembelajajaran ini ditujukan untuk target audience yaitu generasi muda Indonesia yang mempunyai range kisaran usia 12 - 15 tahun khususnya generasi muda daerah Yogyakarta.
3.
Tempat? Penelitian dalam mendukung perancangan buku ini berlokasi di SMP Negeri 1 Yogyakarta, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Museum Wayang Kekayon Yogyakarta.
4.
Waktu? Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 Maret sampai 25 April 2015.
1.4
Tujuan Perancangan Adapun tujuan dari perancangan ini adalah: 1.
Mengetahui bentuk ilustrasi Wayang Yogyakarta sebagai unsur visualisasi.
2.
Dapat menyelesaikan rancangan media pembelajaran kepemimpinan “Sabda Pandita Ratu” untuk anak muda dengan konsep visual Wayang Yogyakarta.
4
1.5
Cara Pengumpulan Data dan Analisis Metode yang penulis gunakan dalam perancangan ini adalah metode penelitian kualitatif dalam pengumpulan data. Kemudian penulis menggunakan metode analisis MATRIKS dan analisis Visual dalam menganalisis data dengan teori yang diperlukan. Berikut ini langkah-langkah yang diambil dalam pengumpulan data: 1. Studi literatur Penelitian dilakukan dengan cara mencari data dan informasi melalui buku, artikel dan website yang berkaian dengan topik pembahasan Tugas Akhir penulis. 2.
Obervasi Penelitian dilakukan secara langsung dengan cara mengamati objek penelitian yang berlokasi pada beberapa tempat di Yogyakarta, yaitu diantaranya di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Museum Wayang Kekayon Yogyakarta dan SMP Negeri 1 Yogyakarta, maupun melewati media cetak dan media elektronik.
3.
Wawancara Penelitian dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada narasumber
seperti
Penghageng
Tepas
Dwarapura
Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat, Kepala Pengurus Museum Wayang Kekayon Yogyakarta, dan guru PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) di SMP Negeri 1 Yogyakarta.
5
1.6
Kerangka Perancangan
Warisan Budaya Sabda Pandhita Ratu
Wayang Purwa
Cerita
Nilai
Kraton Yogyakarta
Wayang Yogyakarta
Penerapan Sabda Pandita Ratu S Buku Pembelajaran
Fokus Masalah Adanya pelajaran kepemimpinan dari budaya Jawa yang perlu diajarkan untuk generasi muda Yogyakarta di saat banyaknya kasus tentang KKN yang terjadi di negeri ini
Target Sasaran Target Audience buku ini ditujukan untuk generasi muda Yogyakarta dengan kisaran usia 12 – 15 tahun
Gambar 1.1 Kerangka Perancangan
6
1.7
Pembabakan Pembabakan berikut ini berisi gambaran singkat mengenai pembahasan di setiap bab penulisan laporan: BAB I PENDAHULUAN Berisikan penjelasan secara umum mengenai latar belakang permasalahan yang terkait dengan fenomena yang dikaji oleh penulis, kemudian dipersempit menjadi identifikasi masalah yang terjadi yang selanjutnya menjadi beberapa poin rumusan masalah yang dibatasi melalui ruang lingkup masalah. Setelah itu dijelaskan tujuan perancangan yang dilakukan melalui metode-metode pengumpulan data dan analisis, Serta penjelasan kerangka perancangan dan pembabakan. BAB II DASAR PEMIKIRAN Berisikan dasar pemikiran dari teori-teori yang relevan untuk digunakan sebagai pijakan untuk proses perancangan. BAB III DATA DAN ANALISIS MASALAH Berisikan berbagai hasil data yang telah di dapatkan dari beberapa cara dengan metode kualitatif dan uraian analisis masalah yang diperoleh dengan cara menghubungkan antara data dengan teori yang ada untuk menentukan proses perancangan. BAB IV KONSEP DAN HASIL PERANCANGAN Berisikan konsep desain dari rancangan buku pembelajaran pendidikan “Sabda Pandita Ratu” yang akan dibuat. Konsep tersebut akan berupa buku dengan penyajian Ilustrai dengan cerita cerita yang ada pada “Sabda Pandita Ratu” dan penerapannya dalam dunia nyata. Kemudian selain konsep juga berisikan hasil rancangan yang dibuat berdasarkan data yang telah didapatkan dan konsep yang telah ditentukan. BAB V PENUTUP Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran pada waktu sidang.
7