BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Film memiliki dampak positif dan dampak negatif terhadap penonton. Terutama dampak positif sebuah film dapat menyampaikan pesan edukasi terhadap penontonnya. Hal ini merupakan peran penting yang dapat diberikan kepada penonton yang berusia muda. Khususnya kalangan remaja yang berusia 13 hingga 16 tahun. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Pertama, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Kedua, film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks khusus, film diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang biasanya juga disimpan dalam media seluloid tipis dalam bentuk gambar negatif. Meskipun kini film bukan hanya dapat disimpan dalam media selaput seluloid saja. Film dapat juga disimpan dan diputar kembali dalam media digital. (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke 4). Film merupakan bentuk dominan dari komunikasi massa visual di dunia ini. Film Amerika dibuat di Hollywood, film yang dibuat ini sangat popular di pasar global, yang efeknya dapat mempengaruhi sikap, perilaku, juga harapan dari orangorang di berbagai Negara. (Ardianto,Komala,Karlinah,2009:143) Aktifitas menonton Film melalui televisi pada anak-anak selalu mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Kekhawatiran terhadap dampak televisi selalu muncul di benak para orang tua. Berdasarkan ekperimen yang dilakukan oleh Bandura, dapat dilihat bahwa bahwa anak-anak mudah sekali melakukan modelling. Oleh karena itu, tayangan TV yang tidak sesuai bagi anak dapat membentuk dan meningkatkan perilaku agresif mereka. Untuk mencegah dampak negatif tayangan televisi, salah satunya adalah pendampingan atau menjadwalkan menonton TV dan daftar film apa saja yang layak ditonton”. (http://www.psikoterapis.com/?en_mencegah-dampak-negatif-televisi-bagianak,105, diakses pada hari Jumat tanggal 18 april 2014 pukul 16.00 WIB) Pandangan bahwa film cerita menjadi solusi untuk anak-anakpun kian melemah. Apabila tidak adanya pendampingan maka film-film dalam bentuk pemujaan atau ritual-ritual yang sebaiknya tidak disampaikan seperti film Harry
Potter. Harry Potter adalah fenomena dunia sastra. Banyak kontroversi di sana. Sebagian kalangan menyebut tujuh serialnya sebagai “The Handbook of Occult”. Mengapa? Apa yang “diajarkan” sekolah Hogwarts banyak persamaan dengan naskah ritual pemanggilan Dewi Iblis Lilith, istri Lucifer dan ibu dari Baphomet, yang penulis miliki. Belim lagi berbagai simbolnya dan karakternya. Bahkan para pendidik di Inggris, Amerika Serikat, dan sejumlah Negara dunia, termasuk sejumlah pemuka gerejanya, melarang anak-anak didiknya membaca atau pun menonton filmnya. (http://pustaka-ebook.com/ebook-sisi-gelap-harry-potter/, diakses pada hari Jumat tanggal 11 juli 2014 pukul 10.35 WIB) Demikian juga, Cerita yang dituturkan dalam film adaptasi seperti, cerita tentang negeri dongeng yang merupakan kumpulan-kumpulan cerita yang berkisah seputar kerajaan, pangeran, putri, tukang sihir, dan cerita fantasi berlatar belakang negeri khayalan harus selalu disediakan waktu untuk mencermati isi ceritanya. Suatu film dikatakan bernilai positif apabila adanya pesan moral yang tinggi dan nilai-nilai penokohan yang positif untuk diteladani bagi anak-anak. Salah satu cerita adaptasi yang dimaksudkan diatas dan dapat memberikan dampak positif bagi anak-anak adalah dalam film yang berjudul “The Lion, the Witch and the Wardrobe (2005)” adalah film pertama dari sebuah seri novel fantasi “The Chronicles of Narnia” karya C.S. Lewis yang terdiri dari tujuh buku dan ditujukan untuk anak-anak.Lebih dari 95 juta kopi telah terjual dalam 41 bahasa. Film yang bergenre “Action Adventure Sequel Fantasy Family Kids” merupakan serial yang ditulis oleh Lewis pada tahun 1950 sampai 1956 dan mengandung unsur-unsur edukasi, moral, dan peneladanan dalam penokohan. Film yang berasal dari buku-buku novel ini juga telah diadaptasi untuk radio dan televisi. Ilustrasi di dalam buku dibuat oleh Pauline Baynes. Adaptasi terakhir dari buku ini adalah film dari Walt Disney Pictures dan Walden Media, yaitu The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch and the Wardrobe (2005), The Chronicles of Narnia: Prince Caspian (2008) dan The Chronicles of Narnia: The Voyage Of The Dawn Treader (2010). Kisah petualangan empat anak Inggris, Peter, Susan, Edmund, dan Lucy di negeri Narnia sebenarnya sudah lama dikenal di Indonesia sejak tahun 1992 dimana untuk pertama kalinya Narnia diterjemahkan dan diterbitkan oleh Dian Rakyat. Tiga belas tahun kemudian kisah Narnia kembali terdengar dengan terbitnya "Let’s Go
Into Narnia (Mengenal lebih dekat dunia ajaib CS. Lewis) Arie Saptaji, Gradiens Books, Juli 2005. Buku yang ditulis untuk bekal bagi calon pembaca kisah Narnia ini rupanya hendak mencuri start eforia pembaca kisah fiksi remaja menjelang diterbitkannya kembali seri Narnia oleh Gramedia Pustaka Utama dan diputarnya film The Chronicles of Narnia: The Witch, The Lion and The Wardrobe, di bioskopbioskop tanah air pada bulan Desember 2005. Pada Penghargaan Oscar ke-78, The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch and the Wardrobe menang dalam kategori Tata Rias Terbaik serta dinominasikan dalam kategori Penata Suara Terbaik dan Efek Visual Terbaik. (http://narnianfii.blogspot.com/2012/04/chronicles-of-narnia-witch-lion-and.html, diakses pada hari Jumat tanggal 18 april 2014 pukul 19.54 WIB) Teori penokohan yang berhubungan dengan kepemimpinan dalam film Narnia diawali dengan sebuah cerita yang menginspirasi mimpi dan angan-angan kembalinya keluarga raja yang termashur dari masa ke masa untuk mengembalikan kejayaan wilayahnya dari para perompak, penjajah dan bentuk ketidakadilan. Rakyatnya yang mengharapkan kehadiran pemimpinnya yang kharismatik dan berwibawa yang dapat memberikan rasa aman, tenteram dan makmur dapat kembali memimpin mereka. Peter Pevensie, raja yang berani dan bijaksana. Edmund Pevensie, pangeran yang kharismatik. Susan Pevensie, wanita yang cantik dan pemberani. Lucy Pevensie, sang baik hati dan penuh kasih sayang. Pemimpin pembela rakyat yang mendapat dukungan dari seluruh wilayah Narnia karena kemampuannya dalam memimpin dan mensejahterakan serta memberikan rasa aman dan tenteram. Berani tapi tidak sombong, berkarisma tapi tidak semena-mena, Bersahaja tapi tidak rendah diri. Kebersamaan mereka dalam membangun dan memerangi ketidak adilan membawa rakyat Narnia dalam satu visi, misi dan perjuangan yang sama yaitu menjaga dan membangun Narnia menjadi negeri yang adil, makmur dan sejahtera dengan siapapun yang menjadi raja dan ratu bagi mereka. Terjalin persatuan dan kesatuan dalam negeri Narnia dengan semua elemen bangsa. (http://id.shvoong.com/entertainment/movies/2270885-chroniclesnarnia/#ixzz2vqi4LDgu, diakses pada hari Jumat tanggal 18 april 2014 pukul 17.43 WIB)
Kepemimpinan pada hakekatnya adalah suatu kehidupan yang mempengaruhi kehidupan lain. Kepemimpinan sebagai etos kerja yang dilandasi pada pengabdian
dan tanggung jawab, etos kerja yang peduli pada prinsip keadilan dan kebenaran, etos kerja yang memperhatikan kepentingan yang dipimpinnya. Dalam pada itu kepemimpinan wewenang,
melibatkan
indiosinkratik
faktor-faktor; atau
pengaruh,
kepercayaan,
politik,
legitimasi, dan
kekuasaan,
sumber
daya.
(Soekarso,2013:9) Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan. Pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang khas, sehingga tingkah laku dan gayanya berbeda dari orang lain. Keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan fungsinya tidak hanya ditentukan oleh salah satu aspek semata-mata, melainkan antara sifat, perilaku, dan kekuasaan. Pengaruh ini saling menentukan sesuai dengan situasi yang mendukungnya. Kisah fiksi yang inspiratif dan sarat pesan moral, bahkan hal itu bisa dimaknai secara universal tidak hanya terbatas pada satu agama atau keyakinan tertentu, patut berkaca dari sifat dan karakter tokoh-tokoh dalam film tersebut, dalam kehidupan sehari-hari dan fenomena di Negara kita saat ini buat rakyat maupun pemimpin harus bisa meneladani dari cerita ini, dalam cerita ini Aslan seekor singa yang memiliki karakter pemimpin yang kuat, kokoh, cerdas, bertanggung jawab dan melindungi serta membela rakyat dengan segenap jiwa raga sampai bertaruh nyawa, tidak rakus, tidak sombong juga tidak haus kekuasaan. Dari hasil cerita ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap dampak positif film Narnia terhadap minat kepemimpinan dari siswa-siswi SMPN. 228 Jakarta. Penulis mengambil populasi SMPN. 228 Jakarta dikarenakan pada pelajaran agama terutama pelajaran agama kristen di sekolah tersebut mengambil gaya kepemimpinan dalam film Narnia sebagai contoh peneladanan dalam praktek kehidupan sehari-hari. Dimana siswasiswi di bentuk untuk menjadi seorang pemimpin agar dapat memimpin dirinya sendiri, maupun dimana mereka ditempatkan.
1.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan ketertarikan penulis akan topik yang telah dipilih, maka penulis akan melakukan penelitian sebagai berikut: 1.
Adakah dampak film serial The Chronicles of Narnia terhadap minat kepemimpinan dengan studi kasus kepada siswa-siswi SMPN. 228 Jakarta?
2.
Seberapa besar dampak yang diberikan film serial The Chronicles of Narnia terhadap minat kepemimpinan (studi kepada siswa-siswi SMPN. 228 Jakarta)?
1.3 RUANG LINGKUP Untuk membatasi permasalahan yang di teliti, maka akan ditentukan ruang lingkup sebagai berikut, peneliti ini akan menganalisis tentang perubahan minat kepemimpinan terhadap film serial The Chronicles of Narnia dari siswa-siswi SMPN. 228 Jakarta yang tergolong remaja dan dapat menilai film serial The Chronicles of Narnia dari segi nilai dan cerita dari film ini, yang diakibatkan oleh menonton film serial The Chronicles of Narnia ini.
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui tentang isi dari film serial The Chronicles of Narnia produksi Walt Disney Pictures dan Walden Media.
2.
Untuk mengetahui minat siswa-siswi SMPN. 228 Jakarta terhadap film serial The Chronicles of Narnia.
3.
Untuk mengetahui adakah dampak tertentu dalam menonton film serial The Chronicles of Narnia pada siswa-siswi SMPN. 228 Jakarta terhadap minat kepemimpinan mereka.
Manfaat yang ingin diambil adalah sebagai berikut : a.
Manfaat akademis Peneliti mengharapkan agar kemampuan peneliti berkembang dalam membuat karya tulis dan melakukan penelitian, serta menambah wawasan dalam mempengaruhi jiwa kepemimpinan.
b.
Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dalam pembuatan penelitian sejenis.
c.
Manfaat bagi masyarakat umum Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi masyarakat pembaca tentang jiwa kepemimpinan dan dampaknya terhadap khalayak dan khususnya anak-anak sebagai tujuan dari penulisan yang dimaksud.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN BAB 1 PENDAHULUAN Berisikan tentang latar belakang mengapa penulis mengangkat film serial The Chronicles of Narnia, yang dikarenakan film ini mengajarkan kepada kita bagaimana menjadi seorang pemimpin yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, penulis mengangkat topik ini sebagai pembahasan. BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan landasan teori yang akan mendukung penelitian ini dari metode-metode yang menjadi dasar bagi analisa permasalahan yang ada dan pemecahannya. Landasan teori ini didapat dari studi pustaka mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian skripsi ini. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Memberikan gambaran secara lengkap dan menyeluruh mengenai film yang dijadikan obyek penelitian yaitu film serial The Chronicles of Narnia, film yang diangkat dari cerita novel dan dijadikan sebuah film yang memberikan pelajaran mengenai kepemimpinan yang dimana akan dipaparkan keseluruhan ceritanya, peran dan tokoh-tokoh dalam film tersebut. BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN Memperlihatkan metode-metode analisis yang dilakukan selama penelitian serta hasil dari penelitian-penelitian tersebut. BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab penutup dari penulisan skripsi ini dimana akan dijelaskan simpulan yang merupakan rumusan dari analisa dan pembahasan bab-bab sebelumnya, dan dari simpulan tersebut akan diberikan saran-saran yang didapat dipergunakan oleh pembuat film sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah yang akan dihadapi saat mempengaruhi jiwa kepemimpinan.