BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam upaya melaksanakan konsep pembangunan yang berkelanjutan
maka pada Repelita VI pemerintah Indonesia menyisihkan 10% dari ekosistem yang masih utuh untuk dijadikan kawasan konservasi alam yang berupa suaka alam, suaka margasatwa, taman nasional, hutan lindung dan sebagainya (Hardjasoemantri dalam Suryono dan Yudi Basuki, 1998:1). Untuk mencapai dan mempertahankan persentase tersebut hingga tahun 2001, berdasarkan data Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), di Indonesia telah ditetapkan 34 taman nasional darat sebagai kawasan konservasi (http://www.dephut.go.id/informasi/statistik/2001/PHKA/ iii_2_1.htm). Dari ke-34 taman nasional darat yang telah ditetapkan berdasarkan data Direktorat Jenderal PHKA, termasuk di dalamnya Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) yang terletak di Provinsi Jambi mencakup tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Batanghari, dan Kabupaten Tebo. Pada bulan Desember tahun 2004 Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi selaku pemangku kawasan TNBD telah menyusun dokumen Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas (RPTNBD) yang kemudian disahkan oleh Dirjen PHKA Departemen Kehutanan pada tangal 12 Juni 2005. Setelah RPTNBD disahkan, BKSDA Jambi melaksanakan program sosialisasi dengan mengundang komunitas adat Orang Rimba, masyarakat desa, dan beberapa LSM seperti KKI Warsi, Sokola, dan ZSL. Dalam pertemuan ini, KKI Warsi dan komunitas adat Orang Rimba telah mengkritisi dua hal yaitu kritik terhadap substansi RPTNBD terutama dalam penataan ruang kawasan TNBD dan kritik terhadap proses penyusunan RPTNBD yang tidak melibatkan komunitas adat Orang Rimba (Notulensi konsultasi RPTNBD). Berdasarkan kritik dari komunitas adat Orang Rimba dan beberapa kali pertemuan sosialisasi yang dilakukan oleh BKSDA Jambi, disepakati bahwa pada tahun 2006 akan dilaksanakan review RPTNBD. Dalam review tersebut diharapkan masukan dari semua pihak terutama komunitas adat Orang Rimba terhadap substansi RPTNBD, khususnya dalam penataan kembali kawasan TNBD.
1
2
Namun hingga saat ini, review RPTNBD yang telah direncanakan pada tahun 2006 belum juga dilaksanakan. Apabila kedepannya review ini belum juga dilaksanakan maka kritik terhadap substansi RPTNBD oleh komunitas adat Orang Rimba tidak akan menemukan solusi bersama sehingga peran serta mereka dalam pengelolaan kolaboratif TNBD ke depannya tidak akan terwujud. Untuk itu sebagai langkah awal diperlukan bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD yang menjadi langkah awal peran serta mereka dalam pengelolaan kolaboratif TNBD kedepannya. 1.2
Rumusan Masalah Komunitas adat Orang Rimba selama bertahun-tahun telah menjadikan
TNBD sebagai tempat kehidupan dan penghidupan mereka. Mengacu pada SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 258/Kpts-II/2000 dijelaskan bahwa tujuan penunjukkan kawasan TNBD adalah sebagai kawasan penghidupan dan kehidupan komunitas adat Orang Rimba. Banyak pihak melihat bahwa TNBD ini merupakan keunikan taman nasional yang ada di Indonesia karena merupakan satu-satunya taman nasional yang terdapat komunitas adat di dalamnya. Oleh sebab itu, bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD perlu dikaji secara khusus karena berdasarkan undangundang seharusnya penataan kawasan taman nasional merupakan kewenangan pemerintah pusat. Jadi, pada umumnya penataan kawasan taman nasional dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat karena tidak terdapat masyarakat adat di dalamnya. Namun untuk kawasan TNBD pemerintah pusat tidak bisa melaksanakan penataan kawasan TNBD secara sepihak tetapi juga harus melibatkan komunitas adat Orang Rimba di dalamnya. Namun persoalaan yang terjadi adalah hingga saat ini review RPTNBD yang mengutamakan peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD, sebagai tahapan awal peran serta mereka dalam pengelolaan kolaboratif TNBD kedepannya, belum juga dapat dilaksanakan. Persoalan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena jika tidak diselesaikan dalam waktu dekat maka komunitas adat Orang Rimba tidak akan mau melaksanakan pengeloaan kolaboratif TNBD kedepannya karena RPTNBD justru malah merugikan mereka. Agar review RPTNBD dapat dilaksanakan maka diperlukan bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan
3
kembali kawasan TNBD yang menjadi tahapan awal peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam pengelolaan kolaboratif TNBD ke depannya. Dalam hal ini, persoalan penelitian adalah belum pernah dilakukan penelitian khusus yang menganalisis tentang bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD. Studi ini akan mencoba untuk merumuskan bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD yang menjadi tahapan awal peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam pengelolaan kolaboratif TNBD kedepannya. Bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD harus memperhatikan persepsi dan preferensi pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD agar pengelolaan kolaboratif TNBD kedepannya dapat terwujud dan berjalan dengan baik. Disamping itu dengan adanya peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD tidak hanya mengakomodir kepentingan BKSDA saja tetapi juga mengakomodir kepentingan pemangku penataan kawasan TNBD lainnya, terutama komunitas adat Orang Rimba. 1.3
Tujuan Sasaran Tujuan dari studi ini adalah untuk merumuskan bentuk peran serta
komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sasaran yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji beberapa bentuk peran serta masyarakat adat di Indonesia dalam penataan kawasan lindung berdasarkan kajian literatur, tinjauan pustaka, dan peraturan perundangan. 2. Merumuskan beberapa alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD. 3. Mengidentifikasi persepsi dan preferensi para pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD terhadap alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD. 1.4
Ruang Lingkup Lingkup studi terbagi atas dua bagian yaitu lingkup materi dan lingkup
wilayah. Lingkup materi merupakan pembatasan materi yang akan dibahas
4
sedangkan ruang lingkup wilayah merupakan pembatasan wilayah studi secara geografis. 1.4.1
Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi dalam studi ini dibatasi pada bentuk peran serta
komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). 1.4.2
Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah dalam studi ini adalah Taman Nasional Bukit
Duabelas (TNBD) yang terletak di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Batanghari, Kabupaten Sarolangun, dan Kabupaten Tebo. Berdasarkan data sementara (Biphut, 2004) kawasan TNBD meliputi area seluas 58.300 ha, dengan rincian luas menurut kabupaten masing-masing: Kabupaten Batanghari
:
± 65% (37.000 ha)
Kabupaten Sarolangun
:
± 15% (9.000 ha)
Kabupaten Tebo
:
± 20% (11.500)
Luasan ini merupakan data sementara berhubung batas luar kawasan di wilayah Kabupaten Batanghari, pada areal batas sepanjang kurang lebih 9.000 m, belum terselesaikan. Adapun letak dan batas luar kawasan TNBD seperti yang terlampir pada tabel 1.1 berikut ini: TABEL I.1 LETAK GEOGRAFIS DAN BATAS KAWASAN TNBD Uraian
Utara
Timur
Selatan
Barat
Letak 0
0
0
0
a. Astronomi
1 44’35’’ LS
102 31’37’’ BT
2 03’15’’ LS
102 48’27’’ BT
b. Administrasi
Kec. Marosebo Ulu
Kec. Batin XXIV
Kec. Air Hitam
Kec. Tebo Ulu
Kab. Batanghari
Kab. Batanghari
Kab. Sarolangun
Kab. Tebo
PT. Limbah Kayu
PT. Wana Perintis
Kebun dan
Permukiman Trans
Utama
Permukiman
Kuaman Kuning
PT. Sawit Desa
masyarakat desa-
(SP A. SP E dan
Makmur
desa di Kecamatan
SP G)
Batas a. Alam b. Buatan
Sungai Bernai
Air HItam
5
Uraian
Utara
Timur
Selatan
Barat
(Semurung, Baru, Jernih, Lubuk Jaring, Pematang Kabau dan Bukit Saban) Sumber: Peta Biphut, 2002 Catatan: Garis Batas di Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten Batanghari, sepanjang kurang lebih 9.000m belum terselesaikan (belum ketemu gelang).
6
7
GAMBAR 1.2 KERANGKA PEMIKIRAN STUDI
8
1.5
Metodologi Metodologi dalam studi ini terdiri atas tiga bagian yaitu pendekatan studi,
metode pengumpulan data serta metode analisis yang digunakan dalam studi ini. 1.5.1
Pendekatan Studi Pendekatan studi mencakup tahapan materi yang akan dibahas agar
sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai. Dengan adanya pendekatan studi maka penjelasan terhadap materi pembahasan dapat lebih sistematis sehingga tetap mengacu pada topik penelitian. Adapun pendekatan studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kajian beberapa bentuk peran serta masyarakat adat di Indonesia dalam penataan kawasan lindung berdasarkan kajian literatur dan tinjauan pustaka. Sebelum mengkaji berbagai bentuk peran serta masyarakat lokal di Indonesia dalam penataan kawasan lindung, perlu dikaji teori mengenai peran serta/partisipasi masyarakat dalam penataan ruang secara umum, materi tentang taman nasional, dan penataan zona yang diperoleh melalui kajian literatur, tinjauan pustaka, dan peraturan perundangan. Analisis yang dilakukan dalam tahap ini adalah analisis deskriptif. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peran serta masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan lindung, konsep taman nasional dan penataan zona di dalam kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya pembahasan materi tersebut menjelaskan bahwa masyarakat adat yang berada di dalam kawasan lindung, sepeti komunitas adat Orang Rimba perlu dilibatkan dalam setiap tahapan pengelolaan kawasan
lindung,
terutama
dalam
penataan
kawasan.
Setelah
itu
pembahasan dilanjutkan dengan mengkaji berbagai bentuk peran serta masyarakat adat di Indonesia dalam penataan kawasan lindung yang diperoleh melalui kajian literatur. Literatur yang diperoleh berupa contohcontoh bentuk penerapan peran serta masyarakat adat yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia dalam mengelola kawasan lindung terutama dalam tahapan penataan kawasan. Selanjutnya penjelasan mengenai jumlah dan sebaran komunitas adat Orang Rimba. Kajian ini diperlukan agar
9
alternatif yang akan dirumuskan disesuaikan dengan jumlah dan sebaran komunitas adat Orang Rimba yang ada di dalam kawasan TNBD. Dengan adanya beberapa contoh penerapan peran serta dan jumlah dan sebaran komunitas adat Orang Rimba tersebut dapat menjadi masukan dalam perumusan alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD sehingga sasaran pertama yang telah ditetapkan dapat dicapai. 2. Identifikasi alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD sebagai tahapan awal pengelolaan kolaboratif TNBD di masa yang akan datang. Setelah sasaran pertama tercapai yaitu diperolehnya beberapa contoh bentuk peran serta masyarakat adat di Indonesia dalam penataan kawasan lindung maka tahapan selanjutnya adalah menentukan alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD sebagai tahapan awal pengelolaan kolaboratif TNBD di masa yang akan datang. Untuk menentukan alternatif, input yang digunakan adalah hasil kajian aspek legal peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung dan beberapa contoh bentuk peran serta masyarakat adat dalam penataan kawasan lindung di beberapa daerah di Indonesia. Alternatif diperoleh dengan
menyimpulkan
dan
menyederhanakan
bentuk
peran
serta
masyarakat adat dalam peraturan perundangan dan beberapa contoh penerapannya di Indonesia agar mudah dimengerti. Kemudian masingmasing alternatif ini dibandingkan dengan menggunakan beberapa kata kunci/kriteria untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan masing-masing. Setelah diketahui keunggulan dan kelemahannya di masing-masing kriteria, barulah alternatif ini dapat ditawarkan kepada para pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD. Dengan diperolehnya alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD maka sasaran kedua yang ditetapkan dapat dicapai. 3. Kajian persepsi dan preferensi pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD terhadap alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD sebagai tahapan awal pengelolaan kolaboratif TNBD di masa yang akan datang.
10
Kajian yang dilakukan dalam tahap ini meliputi kajian mengenai persepsi dan preferensi pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD terhadap alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD.
Kajian persepsi pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD Alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba yang diperoleh pada sasaran kedua nantinya akan ditawarkan kepada pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD berdasarkan persepsi mereka sesuai dengan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki masingmasing alternatif. Kajian persepsi pemangku kepentingan dilakukan untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka terhadap alternatif yang ditawarkan. Analisis yang dilakukan dalam tahapan ini adalah analisis deskriptif.
Kajian preferensi pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD Kajian preferensi pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD dilakukan setelah teridentifikasinya beberapa alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD yang diperoleh pada sasaran kedua. Kajian preferensi ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana preferensi pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD terhadap alternatif bentuk peran serta yang telah dirumuskan. Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif. Hasil dari analisis preferensi ini nantinya berupa suatu preferensi atau harapan mengenai bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba yang mungkin sama terhadap salah satu alternatif atau mungkin juga berbeda yang terdiri dari gabungan beberapa alternatif. Preferensi berbeda dari pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD juga akan menjadi masukan dalam merumuskan bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD sebagai tahapan awal pengelolaan kolaboratif TNBD kedepannya sesuai dengan harapan pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD. Hal ini akan lebih memperkaya alternatif bentuk peran serta yang dapat diterapkan, tidak hanya berdasarkan kajian literatur saja, tetapi juga berdasarkan preferensi para pelaku penataan kawasan TNBD sendiri.
11
1.5.2
Sumber Data Berdasarkan pendekatan studi, maka dapat diidentifikasikan bahwa studi
ini memerlukan dua jenis data yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer diperlukan untuk melakukan kajian mengenai persepsi dan preferensi pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD sedangkan data sekunder diperlukan untuk
melakukan
kajian
literatur
seperti
kajian
mengenai
teori
peran
serta/partisipasi masyarakat dalam penataan ruang secara umum; kajian mengenai konsep taman nasional dan penataan zona berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia; kajian mengenai aspek legal peran serta masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan lindung; serta kajian mengenai konsep peran serta masyarakat adat dalam penataan kawasan lindung serta bentuk penerapannya di beberapa daerah di Indonesia. Sumber data primer diperoleh melalui survei yang dilakukan dengan cara wawancara ke berbagai responden yang terkait dalam penataan kawasan TNBD. Sumber data sekunder diperoleh dari studi literatur yang meliputi penelusuran literatur, tugas akhir, tesis, searching internet dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan studi ini. Selain itu, untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan, juga dilakukan survei (pengumpulan data) ke berbagai instansi yang terkait. 1.5.3
Metode Pengumpulan Data Menurut Moleong (1997), metode pengumpulan data yang digunakan
dalam studi berhubungan dengan tujuan dan keluaran yang diharapkan. Dalam metode kualitatif terdapat 3 macam pengumpulan data (Patton, 1990 : 10), yaitu : 1. Wawancara terbuka secara mendalam yang terdiri dari 3 bentuk yaitu : a. Wawancara dalam bentuk dialog informal atau wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara yang mengacu kepada pertanyaanpertanyaan yang dihasilkan secara spontan dalam alur interaksi yang alami. b. Wawancara berdasarkan panduan umum atau wawancara semi struktur, yaitu wawancara yang mencakup tampilan serangkaian isu yang akan dieksplor kepada setiap responden yang biasa disebut dengan checklist wawancara.
12
c. Wawancara terbuka yang terstandarisasi atau wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang terdiri dari serangkaian pertanyaan yang disusun dan diatur dengan hati-hati dengan tujuan untuk mengarahkan setiap responden melalui urutan yang sama, pertanyaan yang sama dengan kata-kata yang sama secara mendasar. 2. Observasi langsung, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran detail tentang aktivitas, perilaku, serta tindakan orang-orang dan rentang menyeluruh dari interaksi antar personal serta proses-proses keorganisasian yang menjadi bagian pengalaman manusia yang dapat diobservasi. 3. Dokumen tertulis, yaitu pengumpulan data kualitatif dalam bentuk petikan, kutipan,
atau
keseluruhan
bagian
rekaman
program,
klinis,
atau
keorganisasian, memorandum dan korespondednsi, laporan resmi, catatan harian personal, dan respon terbuka yang tertulis berdasarkan survei dan kuesioner. Dalam studi ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan kajian dokumen/literatur. Kedua metode ini digunakan agar data yang diperoleh saling mendukung, tepat sasaran, dan sesuai dengan kebutuhan peneliti. Menurut Moleong (2001: 135) menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer)
yang
mengajukan
pertanyaan
dan
yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas itu. Metode wawancara yang digunakan dalam studi ini adalah metode wawancara terbuka secara mendalam berdasarkan panduan umum (checklist) atau dinamakan wawancara semi terstruktur. Menurut Patton (1983: 200) menjelaskan bahwa panduan wawancara adalah daftar pertanyaan atau isu yang akan dieksplor dalam wawancara. Selanjutnya panduan wawancara berfungsi sebagai kontrol agar proses wawancara tetap pada koridor yang telah ditentukan. Untuk membantu peneliti dalam memperoleh jawaban terhadap informasi yang ingin digali lebih dalam terhadap responden, maka butir-butir pertanyaan yang ada dalam lembar wawancara bisa dimodifikasi. Pertanyaanpertanyaan yang diajukan oleh peneliti dirancang untuk lebih bersifat fleksibel ketika proses wawancara berlangsung, namun tetap mengacu kepada sasaran
13
respon yang dikehendaki. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya. 1.5.4
Metode Penentuan Sampel Tidak ada aturan mengenai ukuran suatu sampel dalam evaluasi dan
penelitian kualitatif. Ukuran sampel tergantung kepada apa yang diketahui, kegunaan, dan tujuan dari penelitian lapangan dalam studi, serta apa dan siapa yang penting dan perlu disertakan sebagai representasi yang memiliki kredibilitas, dan terakhir berhubungan pula dengan ketersediaan daya dan waktu dalam penelitian tersebut (Patton, 1983). Dalam penelitian kualitatif, perumusan tujuan penelitian menentukan siapa responden yang akan diwawancarai. Jadi, sampel dipilih sesuai dengan tujuan penelitian tersebut. Pengambilan sampel bertujuan ini disebut dengan purposive sampling. Purposive Sampling adalah pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang di pandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan populasi yang diketahui sebelumnya. Dengan kata lain, unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian (Zuriah, 2005). Metode Purposive Sampling ini sifatnya sangat kualitatif. Teknik ini paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif karena bentuk samplingnya dapat diterima untuk situasi-situasi khusus (Patton, 1983). Purposive sampling tepat digunakan untuk 3 kondisi, yaitu: peneliti menggunakannya untuk memilih kasus-kasus yang unik yang secara khusus bersifat informatif, peneliti menggunakannya untuk memilih anggota yang sulit dicapai dalam suatu populasi khusus, peneliti ingin mengidentifikasi bentukbentuk khusus penelitian secara lebih mendalam. Metode ini menggunakan penilaian dari seorang pakar atau seseorang yang sudah mendalami bidang tertentu (spesialisasi) sehingga pola dan pikiran yang digunakannya dapat memenuhi tujuan penelitian yang spesifik. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam studi ini adalah metode purposive sampling. Dalam studi ini, pihak-pihak yang ditetapkan sebagai sampel penelitian harus relevan
dengan tujuan dan masalah penelitian. Untuk itu
diperlukan pemilihan yang tepat agar tujuan studi dapat tercapai melalui hasil penelitian yang memiliki kredibilitas yang terukur dan tergeneralisir. Dalam hal ini, metode purposive sampling merupakan alternatif pendekatan terbaik bagi
14
pemilihan representasi pemangku kepentingan penataan Kawasan TNBD yang hendak dilibatkan dalam studi ini. Strategi pendekatan yang digunakan dalam metode ini adalah snowball atau chain sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini diminta untuk memilih responden lain untuk dijadikan sampel lagi. Begitu seterusnya sehingga jumlah sampel menjadi banyak (Umar, 1998). Teknik ini menggunakan banyak tahapan, dimulai dari satu atau beberapa orang atau kasus dan menyebar berdasarkan hubungan yang dimiliki oleh kasuskasus awal. Keuntungan menggunakan teknik ini adalah, informasi yang dibutuhkan
akan
disesuaikan
dengan
kebutuhan
penelitian
dan
saling
melengkapi antara satu keterangan dengan keterangan lainnya. Pemilihan sampel akan dihentikan apabila semua responden dianggap telah dapat memberikan semua informasi yang dibutuhkan dalam studi ini. Dalam studi ini, sampel yang akan digunakan adalah pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD. Maka yang tergolong ke dalam sampel dalam studi ini adalah pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD yang berasal dari pemerintah pusat, Balai TNBD, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, LSM, komunitas adat Orang Rimba, dan masyarakat desa. Jumlah total sampel adalah sebanyak 21 (dua puluh satu) orang. Proses pengambilan sampel dapat dilihat pada gambar berikut.
15
GAMBAR 1.3 PEMETAAN PROSES SNOWBALL SAMPLING
1.5.5
Metode Analisis Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,1983).
Metode
penelitian
kualitatif
dibedakan
dengan
metode
penelitian kuantitatif dalam arti metode penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Bahan
16
untuk analisis kualitatif adalah pembicaraan yang sebenarnya, isyarat, dan tanda sosial lainnya (Mulyana, 2001 : 150). Analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan berkerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bogdan & Biklen dalam Moleong, 1983). Analisis dalam studi dibagi menjadi dua bagian yaitu perumusan alternatif berdasarkan kajian literatur dan kajian peraturan perundangan dan analisis persepsi dan preferensi pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD terhadap alternatif yang telah dirumuskan. Tahapan analisis kualitatif terhadap persepsi dan preferensi pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD terdiri atas reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam reduksi data, yang dilakukan adalah melakukan seleksi dan abstraksi terhadap hasil-hasil wawancara dengan pemangku kepentingan penataan Kawasan TNBD. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi mereka mengenai bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD sebagai tahapan awal pengelolaan kolaboratif TNBD kedepannya serta preferensi terhadap alternatif yang telah dirumuskan sebelumnya. Penyajian data adalah menampilkan hasil wawancara tersebut dalam bentuk teks naratif, tabel, gambar, untuk menampilkan informasi yang didapatkan dari pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD. Sedangkan penarikan kesimpulan dilakukan dengan mencari arti (makna) kalimat-kalimat hasil wawancara tersebut, mencatat keteraturan, kejelasan, dan kecocokan maknamakna yang muncul, sehingga peneliti mendapatkan suatu gambaran yang jelas mengenai bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD sebagai tahapan awal pengelolaan kolaboratif TNBD kedepannya. 1.6
Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dan penyusunan hasil studi mengenai bentuk
peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan
17
Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) ini terdiri atas 5 bab yang akan dijelaskan sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang studi, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup studi serta metodologi studi yang dipakai. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai beberapa kajian pustaka yang meliputi tinjuan teori peran serta/partisipasi masyarakat dalam penataan ruang, kajian mengenai konsep taman nasional dan penataan zona di dalamnya, kajian mengenai aspek legal peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung, kajian mengenai konsep dan penerapan bentuk peran serta masyarakat dalam penataan kawasan lindung di beberapa daerah di Indonesia, jumlah dan sebaran komunitas adat Orang Rimba, dan penjelasan perumusan alternatif bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD. BAB 3 GAMBARAN KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS (TNBD) Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum kawasan TNBD yang meliputi sejarah pembentukan TNBD dan usulan penataan zona di kawasan TNBD berdasarkan RPTNBD. BAB 4 BENTUK PERAN SERTA KOMUNITAS ADAT ORANG RIMBA DALAM PENATAAN
KEMBALI
KAWASAN
TAMAN
NASIONAL
BUKIT
DUABELAS (TNBD) Pada bab ini akan dijelaskan kajian persepsi dan preferensi para pemangku kepentingan penataan kawasan TNBD terhadap alternatif yang telah dirumuskan.
18
BAB 5 TEMUAN STUDI, KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan dan rekomendasi bentuk peran serta komunitas adat Orang Rimba dalam penataan kembali kawasan TNBD.