BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menduduki peringkat ke-4 oleh Kementerian Informasi dan Komunikasi dalam penilaian peringkat e-government di Indonesia pada tahun 2012 dengan nilai 3.24 yang berarti baik [1]. Perengkingan e-government ini menunjukkan peta kondisi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada Kemdikbud dengan menilai 5 dimensi yaitu dimensi perencanaan, kebijakan, kelembagaan, infrastruktur dan aplikasi. Kemdikbud sendiri saat ini telah memanfaatkan teknologi informasi (TIK) di berbagai aspek kependidikan. Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan (Pustekom) yang merupakan satuan kerja (satker) Kemdikbud sudah merancang pemanfaatan TIK selama lebih kurang 10 tahun. Pustekom sudah mencoba membuat terobosan-terobosan baru membangun TIK dan hasilnya memuaskan [2]. Terobosan baru tersebut dapat dilihat dari produk TIK di lingkungan Kemdikbud yaitu buku sekolah elektronik, suara edukasi, televisi edukasi, rumah belajar, radio edukasi, jardiknas, m-edukasi. Selain itu pustekom juga mengembangkan layanan TIK seperti cloud computing, co-location, pelatihan TIK, dll [3]. Hal ini sesuai dengan strategi umum dan arah kebijakan renstra Kemdikbud yang salah satu komponennya adalah penguatan pemanfaatan TIK untuk e-pembelajaran, e-manajemen dan e-layanan melalui kebijakan sebagai berikut: a) penyediaan sarana dan prasarana TIK serta muatan pembelajaran berbasis TIK untuk penguatan dan perluasan e-pembelajaran pada semua jenjang pendidikan; b) pengembangan e-manajemen, e-pelaporan, dan e-layanan untuk meningkatkan efektivitas tata kelola dan layanan publik; c) pengembangan sistem pengelolaan pengetahuan untuk mempermudah dalam berbagi informasi dan pengetahuan antar peserta didik dan tenaga pendidik; d) pengembangan pusat sumber belajar berbasis TIK pada pendidikan dasar dan menengah; dan e) peningkatan kemampuan SDM untuk mendukung pendayagunaan TIK di pusat 1
dan daerah [4]. Sebagai salah satu bentuk pengembangan e-manajemen, e-pelaporan, dan e-layanan untuk meningkatkan efektivitas tata kelola dan layanan publik, Kemdikbud merilis Sistem Penilaian Prestasi Kerja (SPPK) PNS. Sistem ini juga dilatar belakangi peraturan berkala BKN No. 1 Tahun 2013 mengenai ketentuan pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS [5]. Sistem ini telah dilakukan uji coba sistem di seluruh Satker Kemdikbud sejak Tahun 2013 dan mulai diimplementasikan pada Tahun 2014. SPPK PNS ini mengubah penilaian prestasi kerja berdasarkan DP3 [6] menjadi sistem portal yang obyektif, terukur, akuntabel, partisipasi, dan transparan. Penyempurnaan DP3-PNS secara umum diarahkan sesuai dengan perkembangan
tuntutan
kualitas
dalam pembinaan SDM-PNS untuk
membangun dan mendayagunakan perilaku kerja produktif [7]. Dalam masa transisi dimana terjadi perubahan metode penilaian tersebut ditemui implementasi SPPK di LPMP berjalan kurang optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan teknologi sehingga implementasi SPPK berjalan dengan optimal. Langkah awal untuk mengetahui kesiapan teknologi adalah dengan menilai perilaku pengguna SPPK yaitu dengan melihat sejauh mana kesiapan individu untuk menggunakan SPPK. Kesiapan pengguna dapat dilihat dari kepribadian, kemampuan penggunaan TIK, penerimaan pengguna teknologi dll. Evaluasi kesiapan pengguna SPPK juga
di latar belakangi
rekomendasi dari sosialisasi SPPK PNS oleh Biro Kepegawaian Kemdikbud yang menyatakan perlunya peningkatan kemampuan diklat teknis seperti diklat komputer, kehumasan, dll [8]. Terlebih lagi secara umum sistem rekrutmen PNS tidak mensyaratkan seseorang harus memiliki kemampuan mengoperasikan komputer [9]. Pembekalan PNS untuk menggunakan komputer juga masih kurang hanya untuk yang mempunyai jabatan pranata komputer [10]. Hal ini didukung oleh pendapat Mimin Nur Aisyah, dkk yang menyebutkan bahwa rendahnya kesiapan dan kemampuan dalam mengoperasikan komputer juga menimbulkan persepsi mengenai banyaknya kesulitan yang akan dihadapi jika mengadopsi teknologi komputer [11]. 2
Masalah ini jika tidak segera diatasi akan menghambat perkembangan SPPK dan penerimaan teknologi lainnya di lingkungan Kemdikbud. Hal serupa juga disampaikan oleh Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian BKN, Yunita Setiawati, yang menyampaikan perlunya mengevaluasi dan menelaah
kesulitan-kesulitan
yang
dihadapi
instansi
pemerintah
dalam
mengimplementasi SPPK [12]. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Bengkulu yang merupakan salah satu Satker dari Kemdikbud yang diwajibkan untuk mengimplementasikan SPPK [13]. Sejak ujicoba SPPK pada Tahun 2013, LPMP Provinsi Bengkulu telah rutin melakukan sosialisasi mengenai SPPK. Beberapa pertanyaan dan perdebatan muncul setelah sosialisasi dilakukan. Pertanyaan yang muncul
mengenai
pola
pengisian
data,
kekhawatiran
ketidakmampuan
mengoperasikan komputer, keamanan data, bagaimana bila terjadi kesalahan dalam pengisian, apakah ada pelatihan ujicoba praktik SPPK, dll [14]. Setelah dilakukan sosialisasi, LPMP Provinsi Bengkulu mengadakan uji praktik SPPK secara bertahap untuk masing-masing seksi/sub bagian di LPMP Provinsi Bengkulu. Hal ini mengingat kecepatan internet yang tersedia dan keterbatasan operator untuk mendampingi PNS yang mengikuti pelatihan dalam skala besar. Setelah dilakukan sosialisasi dan uji coba praktik, pada bulan Juni 2014 seluruh PNS di LPMP Provinsi Bengkulu mulai melakukan pengisian SPPK untuk periode Januari s.d Juni 2014. Pada Tahun 2014 pengisian SPPK dilakukan 2x periode yaitu periode ke-1 pada bulan Januari s.d Juni 2014 dan periode ke-2 pada bulan Juli s.d Desember 2014. Rencananya di Tahun 2015 pengisian SPPK akan dilakukan per 3 bulan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kesiapan pengguna SPPK di lingkungan Kemdikbud. Sehingga dapat diketahui sejauh mana kesiapan PNS menggunakan SPPK di lingkungan Kemdikbud khususnya Satker LPMP Provinsi Bengkulu. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan menjadi LPMP Provinsi Bengkulu sebagai objek penelitian adalah sebagai berikut:
3
1. LPMP Provinsi Bengkulu merupakan Satker Kemdikbud yang giat melakukan sosialisasi mengenai SPPK. 2. Analisis ataupun penilaian kesiapan pengguna SPPK di LPMP Provinsi Bengkulu belum pernah dilakukan. 3. Ditemui jenjang latar belakang pendidikan pegawai yang heterogen di LPMP Provinsi Bengkulu. Oleh karena itu penelitian mengenai analisis kesiapan pengguna SPPK di lingkungan Kemdikbud khususnya Satker LPMP Provinsi Bengkulu perlu dilakukan. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui tanggapan dari pengguna SPPK sehingga dapat ditemukan strategi yang efektif agar proses adopsi SPPK berjalan cepat dan optimal. Jika ditemui ada kekurangan maka dapat menetapkan langkahlangkah lanjutan [15], sehingga SPPK dapat diterima dan dikembangkan lebih baik. Apalagi evaluasi merupakan bagian dari siklus berkelanjutan dalam suatu proses bisnis organisasi [15]. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah penelitian ini adalah ditemuinya persepsi kesulitan selama menggunakan SPPK sehingga implementasi SPPK berjalan tidak optimal oleh karena itu perlu dilakukan analisis kesiapan pengguna untuk memperkirakan tanggapan user terhadap SPPK sehingga dapat membuat strategi yang tepat untuk mempercepat proses adopsi SPPK PNS di lingkungan Kemdikbud khususnya Satker LPMP Provinsi Bengkulu. 1.3 Batasan Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Bengkulu yang merupakan Satker di lingkungan Kemdikbud. Oleh karena itu kondisi kesiapan pengguna SPPK akan berbeda di setiap satuan kerja lainnya dan rekomendasi penelitian hanya berlaku untuk instansi tertentu atau yang memiliki kesamaan karakteristik.
1.4 Keaslian Penelitian
4
Penelitian mengenai analisis kesiapan pengguna telah banyak baik itu kesiapan kepribadian individu mengadposi sebuah sistem teknologi maupun kesiapan
kemampuan
pemanfaatan
TIK.
Untuk
menganalisis
kesiapan
kepribadian individu mengadopsi sebuah sistem teknologi telah dilakukan oleh Parasuraman [16] dan Colby [17] melalui metode Technology Readiness Index (TRI). Sedangkan untuk menganalisis kesiapan kemampuan pemanfaatan TIK telah dilakukan oleh K. Al-Osaimi pada tahun 2007 melalui Framework STOPE [18]. Namun penelitian yang ada masih mengkaji seputar perilaku online di marketing [16], universitas atau pendidikan [18]. Belum diketahui ada penelitian yang mengukur kesiapan kepribadian dan kesiapan kemampuan secara bersamaan. Oleh karena itu penelitian ini mengintegrasikan kedua metode ini di lingkungan perkantoran yaitu mengukur kesiapan pengguna SPPK di lingkungan Kemdikbud. Berikut diketahui penelitian mengenai kesiapan pengguna yang relevan sebagai rujukan bagi penelitian ini sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keaslian penelitiannya yang dapat dilihat seperti pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Daftar Penelitian Kesiapan Pengguna Peneliti
Hasil Penelitian
Parasuraman [16]
Kesiapan individu terhadap teknologi mengacu pada kecenderungan
seseorang
untuk
menerima
dan
menggunakan teknologi untuk menyelesaikan tujuan dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada 4 konstruk yang mempengaruhi
kesiapan
individu
menggunakan
e-
learning yaitu optimisme, inovasi, ketidaknyamanan, dan keamanan. Peneliti
Hasil Penelitian Parasuraman mengidentifikasi, seseorang yang optimis
Parasuraman [16]
dan berinovasi, serta memiliki sedikit rasa tidaknyaman dan tidak aman akan lebih siap menggunakan teknologi baru.
5
Parasuraman
dan Satu tahun setelah melakukan penelitian mengenai faktor-
Colby [17]
faktor
yang
menggunakan
mempengaruhi teknologi,
kesiapan
Parasuraman
individu
melanjutkan
penelitian yang berhubungan dengan TRI. Tepatnya pada tahun 2011 Parasuraman dan Colby melakukan penelitian yang berjudul How and Why Your Customers Adopt Technology. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengguna transaksi online dapat digolongkan dalam 5 kategori yaitu penjelajah (explorer), pionir (pioneers), skeptis (skeptics), takut (paranoids), dan terlambat (laggards). Andika, 2013 [19]
Pada uji parsial hasil ini menunjukan variabel demografi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku belanja online. Technology Readiness secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku belanja. Penelitian ini menambahkan variabel demografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan penghasilan) pada variable TRI.
Made
Kerta Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan
Griyadi Marto, dkk antarakeempat dimensi Technology Readiness Index 2013 [20]
(optimisme,
keinovatifan,
ketidaknyamanan,
ketidakamanan)dan niat untuk menggunakan komputer tablet yang dimoderasi oleh usia. Prabowo,
Danu Penelitian ini akan menganalisis kesiapan individu dalam
Candra. 2014 [21]
mengadopsi SIMPEG dilihat dari
Peneliti
Hasil Penelitian
6
Prabowo,
Danu tingkat Technology Readiness dan Self Efficacy. Teori
Candra. 2014 [21]
yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari Teori Self efficacy, Technology Readiness Index (TRI) dan pengukuran Readiness for Change. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesiapan individu dalam mengadopsi SIMPEG dipengaruhi secara signifikan oleh rasa optimis, kemauan untuk berinovasi, keyakinan individu untuk bekerja dalam situasi, kondisi dan pekerjaan yang beragam dan rasa ketidakamanan individu
terhadap
SIMPEG.
Sedangkan
rasa
ketidaknyamanan dalam penggunaan SIMPEG, tingkat kesulitan pekerjaan, rasa percaya diri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapan individu dalam mengadopsi SIMPEG. Abdul Latif [22]
Sistem
pemeriksaan
berbasis
elektronis
(e-audit)
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kesiapan BPK RI Perwakilan Provinsi Banten terhadap impelementasi eaudit. Penilaian e-audit Readiness pada penelitian ini menggunakan Framework STOPE (Strategy, Technology, Organization, People, and environment). Penilaian dilakukan dengan mengevaluasi 5 domain, 14 sub-domain (isu), dan 60 sub-sub-domain (faktor) berdasarkan Framework
STOPE
tersebut.
Hasil
analisis
data
menunjukkan bahwa BPK RI Perwakilan Provinsi Banten berada
pada
peringkat
3
(siap)
untuk
mengimplementasikan e-audit. Catur
Setiawan Penentuan prioritas pilot project implementasi sistem eaudit dengan Pendekatan Analytical Hierarchy Process
[23]
(AHP). Dalam metode AHP, hal yang paling pokok Peneliti Catur [23]
Hasil Penelitian
Setiawan dilakukan adalah dekomposisi masalah. Dekomposisi masalah dalam penelitian ini terdiri dari lima level, yaitu
7
level satu (tujuan utama), level dua (kriteria), level tiga (sub kriteria), dan level empat (alternatif satuan kerja). Kriteria yang digunakan adalah usulan para ahli, yaitu menggunakan Framework STOPE (Strategy, Technology, Organization,
People,
Environment)
yang
telah
dimodifikasi. Hasil penelitian ini mendapatkan 10 proritas intansi yang siap mengimplementasikan e-audit.
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk kesiapan pengguna SPPK PNS dengan memperkirakan tanggapan user terhadap SPPK sehingga dapat membuat strategi yang tepat untuk mempercepat proses adopsi SPPK PNS di lingkungan Kemdikbud khususnya Satker LPMP Provinsi Bengkulu. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Memberikan gambaran pada pemegang kebijakan mengenai faktor-faktor yang dapat
berpengaruh
terhadap
kesiapan
pengguna
SPPK
PNS
yang
diimplementasikan di LPMP Provinsi Bengkulu. 2. Memberikan gambaran pada pemegang kebijakan yang berkaitan dengan kesiapan pengguna SPPK PNS sebagai upaya membantu proses mengembangkan SPPK PNS berdasarkan kesiapan pengguna sistem.
3. Memberikan kontribusi dalam pengembangan literatur mengenai kesiapan pengguna mengadopsi teknologi.
8