BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Dinamika kebumian memang menarik untuk dipelajari, dikenali dan
dikaji. Kajian yang sering dilakukan terutama oleh bidang ilmu kebumian antara lain kajian tentang penutup lahan, penggunaan lahan, kesesuain lahan, geologi dan tanah. Data ini sangat berperan dalam bidang perencanaan dan pengembangan wilayah serta manajemen bencana. Kajian-kajian ini tentu saja memerlukan biaya yang tidak murah, khususnya dalam pengumpulan data yang cepat, akurat dan berkelajutan, sehingga dibutuhkan metode dan teknologi yang dapat mendukung kebutuhan tersebut. Penginderaan jauh merupakan salah satu ilmu dengan metode dan teknologi yang mampu memberikan data dan informasi tentang kebumian yang bersifat dinamis dengan cepat, akurat dan biaya yang murah. Sistem penginderan jauh sebenarnya bekerja dalam dua domain, yaitu domain spektral dan domain spasial. Penggunaan teknologi penginderaan jauh akan sangat membantu dalam melakukan penelitian yang menggunakan berbagai macam data spasial, khususnya untuk analisis data keruangan yang memiliki daerah penelitian yang cukup luas, terkait dengan monitoring kawasan yang membutuhkan data dengan sifat berkelanjutan (sustainable). Satelit penginderaan jauh saat ini terus berkembang dan semakin mudah dalam mendapatkan data citra yang sesuai dengan tujuan objek kajian. Teknologi satelit penginderaan jauh yang semakin berkembang menghasilkan data dengan banyak jenis citra satelit, baik dari segi resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi spektral dan resolusi radiometrik yang berimplikasi pada semakin banyak teknik dan metode dalam analisis dan pengolahan data citra penginderaan jauh. Untuk memperoleh data citra satelit penginderaan jauh yang memadai dan baik, bukan suatu kegiatan yang mudah, dikarenakan kehandalan data spasial sangat tergantung pada pra-proses pengolahan citra dan tahap interptertasi citra penginderaan jauh (Suharyadi, 2011). Sensor citra setelit akan memberikan karakteristik spektral dan geometri yang berbeda-beda sehingga analisis data
1
multisumber yang penerapannya dilakukan secara visual memiliki banyak kendala, hal ini dikemukakan Danoedoro (1996) bahwa analisis multisensor yang dilakukan secara visual memiliki kelemahan dalam hal perbandingan dan integrasi data
spektral
serta
koregistrasi
citra
secara
geometrik.
Nilai
piksel
mengkespresikan nilai pantulan atau pancaran objek pada tiap luasan tertentu, dengan kata lain pengenalan permukaan objek pada citra digital dapat dilakukan dengan
menganalisis
nilai
pikselnya,
mentransformasikan
dan
mengklasifikasikannya untuk memperoleh gambaran yang lebih sederhana dan informatif, yang semua itu tidak terlepas dari pola spasial yang dihasilkan dalam mengenali objek yang dikaji (Danoedoro, 2012). Tujuan dari transformasi nilai asli piksel adalah untuk mendapatkan nilai piksel baru yang secara konfiguratif membentuk citra yang lebih tajam, jelas, dan lebih mudah dianalisis untuk keperluan tertentu. Menurut Danoedoro (2012) bahwa transformasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang pertama transformasi yang dapat mempertajam informasi tertentu, namun sekaligus menghilangkan atau menekan informasi yang lain dan yang ke dua adalah transformasi yang meringkas informasi dengan cara mengurangi dimensionalitas data. Dasar utama pengembangan transformasi-transformasi ini adalah feature space. Pada feature space dapat terlihat kecenderungan pengelompokan nilai spektral, yang mengindikasikan adanya pengelompokan objek, terpisah satu sama lain, ataupun membentuk fenomena tertentu. Transformasi untuk pengamatan daerah pekotaan telah banyak dilakukan dalam kurun waktu ± 30 tahun terakhir ini yang semua bergerak dalam kajian yang bersifat eksperimental dan dikembangkan di negara-negara maju dimana sebagian besar penggunaan atap banguanan terbuat dari bahan metal (seng atau seng-aluminium) sedangkan di indonesia sendiri penggunaan atap bangunan banyak menggunakan material dasar yang terbuat dari bahan platik, bahan sintetis lain, genteng dan genteng keramik dengan bahan baku tanah liat yang kadang kala secara spektral terlihat memiliki kemiripan dengan respon spektral tanah sekitarnya. Kenampakan kekotaan yang lebih didominasi oleh bangunan dan
2
lahan terbangun lainnya sebenarnya tidak selalu tampak berbeda bila dibandingkan lingkungan sekitarnya khususnya terhadap kenampakan tanah atau lahan terbuka dan jalan raya di mana kenampakan objek-objek tersebut memiliki nilai spektral yang tinggi (cerah). Pemanfaatan citra penginderan jauh dekade akhir ini sangat dioptimalkan, salah satunya adalah identifikasi penutup lahan kota untuk melihat kepadatan bangunan. Kajian kepadatan bangunan banyak yang memanfaatakan citra penginderan jauh dengan resolusi spasial yang tinggi yaitu dengan resolusi spasial 0,6 – 4 meter (citra Ikonos, Quickbird, OrbView-3), sedangkan resolusi spasial citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial menengah 5 – 60 meter (citra Landsat, Alos, Aster, SPOT-4) belum banyak dimanfaatkan untuk kajian kepadatan lahan terbangun. Penggunaan citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah untuk kajian kepadatan bangunan memiliki tingkat kesulitan yang cukup kompleks, karena sulitnya membedakan karakteristik spektral antar objek lahan terbangun dan lahan kosong/tanah. Kepadatan bangunan setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, baik kepadatan lahan terbangun secara fisik maupun kepadatan penduduk. Kepadatan lahan terbangun tentu saja tidak terlepas dari banyak dan lengkapnya fasilitas penunjang kota serta kebijakan dari pemerintah yang mendukung kegiatan sosial ekonomi kota. Mengingat pentingnya data kepadaatan bangunan dalam perencanaan dan pengembangan pembagunan daerah agar sesuai dengan rencana dan target dari pertumbuhan daerah. Kepadatan bangunan yang setiap tahun bertambah dan berubah secara dimanik tentu saja perlu penanganan data secara maksimal, berkelanjutan, murah dan cepat untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang pertumbuahan kepadatan bangunan dapat memanfaatkan teknologi penginderaan jauh yang mampu dan memiliki tingkat akurasi yang dapat diterima sebagai salah satu alternatif pengumpulan data tersebut. Pengolahan citra penginderaan jauh secara digital untuk kajian kepadatan bangunan membutuhkan transformasi khusus untuk dapat mengindentifikasi kenampakan objek pada kawasan kota/perkotaan. Identifikasi kepadatan bangunan
3
dalam penelitian ini menggunakan citra dengan resolusi menengah dengan cara memanfaatkan dan mengkombinasikan transformasi spektral untuk memperoleh hasil transfornasi yang baik untuk kajian kepadatan bangunan . Kota Magelang merupakan salah satu kota yang masuk pada daerah administrasi dari Provinsi Jawa Tengah. Kota Magelang merupakan salah satu jalur alternatif yang menghubungkan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai jalur penghubung antar daerah tersebut maka tidak mengherankan bila daerah ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Letak yang stragesis turut mendukung pertumbuhan Kota Magelang dan sekitarnya menjadikan salah satu pusat pendidikan yang ada di Provinsi Jawa Tengah seperti Kota Semarang dan Kota Surakarta, yang dapat dilihat dengan adanya beberapa universitas swasta dan Akedemi Militer (AKMIL). Kota Magelang berada di cekungan sejumlah rangkaian pengunungan. Pada bagian timut terdapat Gunungapi Merbabu dengan ketinggian 3141 m dpl (meter di atas permukaan laut) dan Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2911 m dpl. Bagian barat berbatasan terdapat Gunungapi Sumbing dengan ketinggian 3371 m dpl, sehingga Kota Magelang memiliki bentang alam dengan tanah subur, sehingga tidak mengherankan bila pemerintah Kota Magelang memberikan perhatian di sektor pertanian yang cukup besar. Pertumbuhan ekonomi yang pesat turut mendorong penduduk untuk tinggal dan menetap di Kota Magelang dimana pada tahun 2009 jumlah penduduk sebesar 125,604 jiwa meningkat menjadi 126,443 jiwa pada tahun 2010 (BPS, 2014), datangnya penduduk ke Kota Magelang mendorong bertumbuhnya permukiman-permukiman baru. Pertumbuhan permukiman ini tentu saja akan mengurangi lahan-lahan pertanian yang ada. Lahan yang terbatas di kawasan perkotaan akan membentuk kawasan dengan kepadatan bangunan yang setiap tahunnya akan bertambah. Kepadatan bangunan yang tidak terkendali akan menjadikan degradasi lingkungan dan terbentuknya kawasan kumuh. Fenomena semacam ini bila penanganan tidak dilakukan dengan serius dan segera dilakukan perbaikan, maka kerusakan lingkungan perkotaan yang semakin besar dan untuk
4
menperbaiki kerusakan lingkungan perkotaan tersebut membutuhkan dana oprasional yang tidak sedikit. 1.2.
Rumusan Masalah Identifikasi penutup lahan kota menggunakan transformasi spektral
bertujuan untuk mengelompokkan nilai spektral tertentu dan melihat keterpisahan dari objek untuk menggambarkan fenomena tertentu, didalam penelitian ini digunakan untuk kajian kepadatan lahan terbangun. Kepadatan banguna lahan terbangun merupakan hasil proses pertambahan bangunan baik yang bersifat vertikal maupun horizontal dan merupakan salah satu wujud adanya perkembangan fisik daerah kota. Selama ini kajian kepadatan lahan terbangun menggunakan penginderaan jauh banyak yang memanfaatkan citra dengan resolusi spasial yang tinggi misalnya IKONOS atau Quickbird, sedangkan keberadaan citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah kurang diminati untuk kajian kepadatan lahan terbangun. Kenampakan objek pada masing-masing band memberikan karakteristik spektral yang berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh kepekaan benda atau objek terhandap band yang terekam oleh sensor. Respon spektral dari objek di daerah lahan terbangun memiliki respon yang hampir seragam atau sama, misalnya kenampakan objek lahan terbuka memiliki respon spektral yang hampir sama dengan respon spektral genteng dari atap banguanan atau rumah, contoh yang lain adalah respon spektral yang hampir sama antara banguanan kota (lahan terbangun) dengan jalan raya, sehingga bila melakukan klasifikasi digital secara langsung perlu membuat training area yang baik. Sulitnya membedaan objek-objek khususnya di daerah lahan terbangun ini yang menyebabkan pemanfaatan citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah kurang diminati dan kurang dioptimalkan untuk identifikasi kepadatan bangunan. Teknologi komputer yang semakin maju dan semakin murah, turut mendukung kemajuan dalam pengolahan citra penginderaan jauh khususnya pengolahan citra secara digital.
5
Pemanfaatan komputer dalam pengolahan citra digital banyak memberikan kemajuan dalam proses, analisis, pengambilan keputusan dan menghasilkan data baru yang digunakan untuk identifikasi objek sekaligus meningkatkan akurasi data citra. Pengembangan transformasi untuk identifikasi penutup lahan/penggunaan lahan kota dalam tiga dekade terakhir ini bisa dikatakan tidak banyak berkembang. Transformasi yang banyak digunakan adalah Urban Index atau Indeks Kota (UI) dan penggunaan transformasi Normalized Difference Vegetasi Indeks (NDVI). Penelitian yang memanfaatkan UI dan NDVI dalam identifikasi penutup lahan/penggunaan lahan kota telah banyak dilakukan dengan sifat kedua transformasi ini yang saling bertolak belakang. Saat ini telah banyak bermunculan transformasi yang dimanfaatkan untuk identifikasi penutup/penggunaan lahan kota, transformasi ini antara lain yaitu Normalised Difference Built-up Index (NDBI) oleh Zha, Gao, dan Ni (2003), New Built-Up Index (NBI) oleh Jeile, Yongxue dan Chenglei (2010) dan Normalized Built-up Area Index (NBAI) oleh Waqar, Mirza, Mumtaz dan Hussain (2012). Berdasarkan transformasi - transformasi yang ada, belum banyak penelitian yang mencoba untuk mengkombinasikan antar transformasi untuk lebih mudah dalam memunculkan dan mengenali objek kota secara objektif. Salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh Zha, Gao, dan Ni (2003) yang mencoba untuk mengkalkulasi Built-up Area, dengan mengasumsikan dan memanfaatkan analogi dari NDVI untuk membuat indeks area terbangun yang disebut dengan NDBI. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Zha, Gao, dan Ni (2003) ini mengambil lokasi penelitian di Kota Wuxi, Cina. Menurut Danoedoro (2012) Pengembangan transformasi semacam ini telah banyak dikembangkan khususnya pada negara-negara maju dengan penggunaan bahan bangunan yang berbeda dengan yang ada di Indonesia sehingga memerlukan validasi dan uji akurasi. Perbedaan karakteristik penggunaan bahan bangunan di Indonesia dan negara maju lainya membuat penerapan transformasi untuk identifikasi penutup/penggunaan lahan kota belum tentu cocok di terapkan di Indonesia, hal ini menjadi sangat menarik untuk dipelajari dan mencoba pemanfaatkan
6
transformasi
semacam
ini
dan
mencoba
mengkombinasikannya
untuk
mendapatkan transformasi paling baik dengan akurasi yang tinggi. Perlunya penelitian yang bersifat eksplorasi dalam pengembangan dan mengkombinasikan transformasi yang paling sesuia untuk identifikasi penutup lahan kota yang terjait dengan kepadatan bangunan di Indonesia secara umumnya dan Kota Magelang dan sekitarnya secara khususnya. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi penutup lahan kota menggunakan transformasi spektral citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah masih mengalami hambatan karena sulitnya membedakan karakteristik spektral antar objek, seperti lahan terbangun dan lahan kosong/tanah terbuka. 2. Belum maksimalnya dan kurangnya pengembangan transformasi spektral untuk identifikasi penutup lahan kota yang terkait dengan kajian kepadatan lahan terbangun yang memanfaatkan citra penginderaan jauh
dengan
resolusi menengah. 3. Berdasarkan data kepadatan lahan terbangun yang diperoleh dari hasil transformasi spektral terbaik maka dapat dilihat pola kepadatan lahan terbangun. Dengan mengetahui arah pola kepadatan lahan terbangun dapat disusun perencanan kota untuk permukiman sehingga kualitas lingkungan permukiman tetap terjaga dengan baik. 1.3.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalahan di atas
sehingga muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan dan ketelitian transformasi spektral dalam identifikasi kepadatan
lahan terbangun
yang
menggunakan citra
penginderaan jauh dengan resolusi menengah ?
7
2. Kombinasi transformasi spektral manakah yang terbaik dalam identifikasi kepadatan lahan terbangun yang menggunakan citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah ? 3. Bagaimanakah pola kepadatan lahan terbangun yang ada di Kota Magelang dan sekitarnya? 1.4.
Tujuan Dan Sasaran Penelitian
1.4.1. Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji kemampuan transformasi spektral untuk pemetaan kepadatan lahan terbangun menggunakan citra resolusi menengah. 2. Menentukan kombinasi transformasi spektral terbaik dalam pemetaan kepadatan lahan terbangun untuk kajian kepadatan lahan terbangun . 3. Mengkaji pola kepadatan lahan terbangun yang ada di daerah Kota Magelang dan sekitarnya 1.4.2. Sasaran penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kemampuan transformasi spektral untuk peta kepadatan lahan terbangun 2. Mendapatkan transformasi spektral dan kombinasi transformasi spektral terbaik yang dilihat dari tingkat ketelitiannya dalam identifikasi kepadatan lahan lahan terbangun untuk kajian kepadatan lahan terbangun . 3. Mendapatkan informasi mengenai pola kepadatan lahan terbangun di Kota Magelang dan sekitarnya 1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan Penelitian ini dapat
memberikan pengetahuan tentang penerapan
transformasi
dan
spektral
pengembanganya
dalam
menambahkan
perbendaharaan hasil penelitian dalam ilmu penginderaan jauh untuk
8
menilai kemampuan transformasi spektral dan kombinasinya dalam identifikasi kepadatan lahan terbangun. 2. Manfaat untuk pengembangan aplikasi Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengguna sebagai salah satu alternatif dalam kajian kepadatan lahan terbangun dan melihat pola kepadatan bangunan dengan akurasi memadai yang memanfaatkan citra resolusi menegah dalam rencana pengembangan kota 1.6.
Hasil Yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari penelitian adalah mengetahui kemampuan dari
masing-masing transformasi spektral dan mencoba melukukan kombinasi transformasi untuk identifikasi penutup lahan kota guna mendeteksi pola kepadatan lahan terbangun. Hasil ini berupa nilai akurasi dari masing-masing tranformasi spektral dan kombinasinya yang diperoleh dari perhitungan overall akurasi dan standar deviasi. Berdasarkan hasil uji akurasi tersebut maka akan diperoleh transformasi spektral terbaik, selanjutnya dari hasil transformasi terbaik diturunkan menjadi peta penutup lahan
kota. Peta ini kemudian dianalisis
kepadatan lahan terbangun dan melihat pola kepadatan lahan terbangun berdasarkan jarak terhadap jalan utama yang kemudian di petakan menjadi peta pola kepadatan lahan terbangun. 1.7.
Keaslian Penelitian Hal-hal utama yang membedakan penelitian yang akan dilakukan ini
dengan penelitian sebelumnya terletak pada beberapa hal, antara lain daerah penelitian, citra yang digunakan, metode analisi yang digunakan. Penelitian akan dilakukan menggunakan data utama berupa citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah yaitu citra Landsat 8, dimana umumnya menggunakan citra IKONOS dan Quickbird untuk mengidentifikasi kepadatan lahan terbangun. Dalam penelitian ini akan diekstraksi data penutup lahan mengunakan transformasi
spektral
yaitu
NDBI,
UI,
NBI,
NBAI,
NDVI
serta
mengkombinasikan antar kombinasi spektral yang ada.
9
Penelitian yang pernah dilakukan Suharyadi (2008) penelitian dengan judul kajian karakteristik kepadatan permukiman dan bangunan memanfaatakan satelit Quickbird di daerah kota Yogyakarta. Sumberdata utama dalam penelitian ini adalah citra satelit Quickbird yang memiliki resolusi spasial 0,61 meter, citra rekaman tahun 2005. Kepadatan permukiman dan bangunan dikaji berdasarkan pola agihan terhadap pusat kota dan aksesbilitas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah intrepretasi visual. Intrepretasi visual ini mengekstraki objek yang ada pada citra berdasrkan karakteristik objeknya, dengan cara menggunakan unsur-unsur interpretasi untuk mengenali objek.hasil dari penelitian ini adalah ketelitian pemetaan kepadatan permukiman dan bangunan menggunakan citra satelit Quickbird sebesar 97,7%, adapun berdasarkan tingkat aksesbilitasnya baik kepadatan permukiman dan bangunan tidak menunjukkan pola yang jelas. Penelitian mengenai kepadatan lahan terbangun di mana interpretasinya dilakukan secara digital yang pernah dilakukan oleh Widyasamratri (2008), bertujuan untuk mengetahui agihan vegetasi, lahan terbangun dan mengkaji kondisi lingkungan kota di Kota Semarang. Citra yang digunakan adalah citra ASTER saluran VNIR dan SWIR. Penelitian ini menggabungkan dua transformasi yaitu Urban Index dan indeks vegetasi serta menggunakan data social ekonomi masyarakat.
Analisis
yang digunakan adalah
statistik deskriptif untuk
menganalisis kepadatan lahan terbangun, kerapatan vegetasi, kondisi lingkungan serta sosial ekonomi. Hasil penelitian ini kota semarang memiliki kepadatan yang tinggi sebesar 48.66%, adapun kondisi lingkungan di pusat kota memiliki kondisi yang buruk dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang baik. Beberapa penelitian yang sebelumnya dan peneliti gunakan sebagai petunjuk penelitian pada tabel 1.1. berikut ini.
10
1.8.
Batasan Operasional
Citra adalah gambar dua dimensi yang menggambarkan bagian permukaan bumi, hasil dari perekaman sensor atas pantulan atau pancaran objek yang disimpan dalam media tertentu, seperti kertas, film ataupun media magnetik (Danoedoro, 1996). Citra digital adalah citra yang diperoleh, disimpan, dimanipulasi, ditampilkan dengan basis logika biner (Danoedoro, 2012). Citra satelit resolusi spasial menenngah adalah citra satelit yang mempunyai resolusi spasial antara 5-60 meter, sedangkan citra satelit resolusi spasial tinggi adalah citra satelit dengan resolusi spasial 0,6-4 meter (Lillesand et al., 2007). Analisis digital adalah proses pengolahan citra digital penginderaan jauh untuk mendapatkan informasi mengenai objek, daerah, atau fenomena yang diteliti. Transformasi spektral adalah suatu operasi global (transformasi matematis) pada citra yang melibatkan dua saluran spektral atau lebih dalam membentuk aljabar citra untuk menghasilkan informasi yang baru. Indeks perkotaan (urban idex) adalah indeks yang diperuntukan untuk mengenali objek-objek terbangun, seperti bangunan, jalan-jalan beraspal untuk evaluasi urbanisasi secara kuantitatif (Sutanto,2001). Indeks Vegetasi adalah bentuk dari transformasi spektral untuk menonjolkan fenomena vegetasi yang di terapkan pada citra multisaluran (Danoedoro, 2012). Jaringan Jalan adalah susunan jalan yang saling terhubung antara pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah, yang saling terikat satu sama lain dalam memberi lintasan secara berkesinambungan bagi pemakainya.
14
Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU RI Nomor 26, 2007). Kota adalah wilayah administrasi berdasarkan pada matra yuridis administratif yang diatur oleh undang-undang dan ditetapkan berstatus sebagai kota dan berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya dalam mengatur wilayah kewenangannya (Yunus, 2005). Kepadatan Lahan Terbangun adalah rasio antara jumlah luas lahan terbangun perluas blok lahan terbangun dalam persen. Resolusi Spasial adakah ukuran terkecil objek yang dapat dideteksi oleh sistem satelit. Saluran Spektral adalah serangkaian tenaga yang tersusun sesuai panjang gelombang atau frekuensi (Sutanto, 1992) Penutup Lahan adalah kenampakan kondisi fisik suatu permukaan bumi yang lebih ditekankan pada karakteristik alamiah seperti tubuh air, gurun, hutan, bangunan, tanah terbuka dan lain sebagainya (Jensen, 2000).
15