BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini, sektor pariwisata telah menjadi salah satu
industri terbesar dan terkuat di dunia, karena menjadi penyumbang terbesar dalam pendapatan terutama dalam hal perekonomian masyarakat dan negara. Kegiatan pariwisata sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat mulai dari masyarakat yang ada di kota sampai pada masyarakat yang ada Di Desa. (Adirozal, Zulkarnain Harun, Tahun IV No 6 Juli - Desember 2002) Menurut Undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Bandung dengan julukan Kota Kembang merupakan salah satu kota yang dikenal sebagai kota wisata. Daya Tarik Wisata (DTW) antara lain Taman Begonia, Taman Bunga Cihideung, Bosscha, Floating Market, Farmhouse, Kampung Gajah, Dusun Bambu, Curug Cimahi, De’Ranch yang terdapat di daerah lembang. Daya Tarik Wisata (DTW) Di Daerah Bandung Timur antara lain Curug Cinulang, Curug Batu Templek, Ciung Wanara, dan lain-lain. sedangkan Daya Tarik Wisata (DTW) Di Daerah Bandung Selatan yaitu Ciwidey, Kawah Putih, Ranca Upas, Kebun Strawberry, Situ Patengang, dan lain-lain. (Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Barat, 2016) Tingginya jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Bandung menjadi peluang besar untuk membuka usaha. Mulai dari usaha penginapan seperti villa, hotel dan restoran. Hotel sebagai sarana akomodasi tempat menginap sementara bagi para tamu yang datang dari berbagai tempat. Namun seiring perkembangan zaman fungsi hotel tidak hanya sebagai tempat menginap saja, akan tetapi sekarang ini juga digunakan sebagai tempat melakukan pertemuan bisnis, seminar, tempat berlangsungnya pesta pernikahan (resepsi), lokakarya, musyawarah nasional dan kegiatan lainnya. Hotel dijadikan sebagai tempat melakukan berbagai kegiatan karena memang memiliki sarana dan prasarana yang lengkap.
Dalam sebuah hotel terdapat beberapa departemen sebagai penunjang kelancaran operasional salah satunya adalah kitchen departemen. Pada dasarnya Kitchen diartikan sebagai tempat dimana terjadi proses kegiatan pengolahan bahanbahan makanan menjadi makanan jadi maupun setengah jadi dengan menggunakan alat-alat yang tersedia. Kitchen dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: Cold Kitchen dan hot kitchen. Cold kitchen merupakan tempat pengolahan bahan-bahan makanan yang membuat hidangan pembuka (cold appetizer), juga membuat cold souce seperti mayonaise, thousand island, callipso, souce, dan lain-lain. Outlet ini juga menangani pengolahan buah-buahan untuk dekorasi maupun hidangan pembuka dan penutup. Hot Kitchen merupakan pengolahan makanan dalam penyajiannya harus dengan tidak dingin (panas) makanan yang dibuat disini biasanya jenis makanan mulai dari soup sampai makanan utama (main course). Hot kitchen memiliki outlet-outlet seperti Soucier Outlet, Banquet Outlet, dan Butcher Outlet Standard Operating Procedure atau disingkat SOP biasanya dijadikan standar bagi pelaksanaan prosedur tertentu. Sehingga banyak juga yang menyebutnya sebagai prosedur atau didalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai prosedur operasional standar. Dalam KBBI, ‘’prosedur’’ diartikan sebagai tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas, atau metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah. (Endah Nur Fatimah, 2015:46) Pada hotel bintang lima perusahaan memiliki sebuah Standard Operating Procedure (SOP) dan harus diikuti oleh semua karyawan. Tujuan dari SOP itu adalah melancarkan, menetapkan, dan mempermudah serta menjalankan tugas agar sesuai dengan tujuan perusahaan hal tersebut juga yang diterapkan di Sheraton Bandung Hotel & Towers. Pada kitchen Sheraton Bandung Hotel & Towers penyimpanan bahan habis pakai (perishable) yang disimpan di walk in chiller masih banyaka bahan yang tidak sesuai dengan SOP, padahal penyimpanan yang berlaku dimaksudkan untuk menjaga kualitas bahan habis pakai karena jika banyak bahan yang spoiled maka banyak juga bahan yang terbuang akibatnya cost menjadi meningkat. Dampak buruk yang terjadi jika tidak menjalankan SOP penyimpanan bahan habis pakai yaitu waktu kerja karyawan akan terbuang karena jika jenis bahan yang di simpan tidak sesuai pada tempatnya akan mengakibatkan karyawan menghabiskan waktu hanya untuk mencari bahan yang diinginkan. Begitu pula
dengan kualitas bahan, salah satu jenis bahan habis pakai yang penting untuk diperhatikan yaitu selada. Selada adalah salah satu sayuran yang mudah rusak. Seringkali selada disimpan dengan cara yang salah. Cara penyimpanan selada yang benar yaitu posisi akar harus berada di bawah dan bagian daunnya berada di atas dan tidak boleh ditumpuk karena akan merusak kualitas daun selada. Sistem pengambilan bahan yaitu dengan cara FIFO (First-in First Out) yaitu bahan yang pertama kali disimpan harus juga menjadi yang pertama kali diambil. Dengan tujuan bahan yang lama tidak rusak dan juga agar tidak terbuang akibat banyak bahan yang busuk atau rusak. Sistem ini juga bertujuan untuk menjaga kualitas bahan Perishable agar tetap layak untuk diolah. Bahan habis pakai harus tetap terjaga kualitasnya, karena makanan yang sudah diolah akan disajikan kepada tamu. Oleh karena itu makanan yang disajikan di hotel harus sehat dan aman untuk dikonsumsi. Begitu juga dengan pelebelan nama jenis barang yang terdapat di rak. Ketidaksesuain penamaan jenis sayuran menimbulkan kebingungan karyawan yang mengolah bahan tersebut, karena banyak bahan habis pakai yang bentuknya serupa tetapi tidak sama. Hal tersebut yang menarik penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyimpanan Bahan Habis Pakai Di Dapur Sheraton Bandung Hotel & Towers Pada Tahun 2016 “, dan penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Diploma III Perhotelan Fakultas Ilmu Terapan Universitas Telkom. 1.2
Rumusan Masalah Sesuai dengan judul yang akan diangkat maka dalam penulisan rumusan masalah dapat ditentukan sebagai berikut : a) Bagaimana Standar Operasional Prosedur (SOP) penyimpanan bahan habis pakai Di Sheraton Bandung Hotel & Towers? b) Bagaimana
Implementasi
Standar
Operasional
Prosedur
(SOP)
penyimpanan terhadap kualitas produk bahan habis pakai Di Sheraton Bandung Hotel & Towers? 1.3
Tujuan Penelitian a) Untuk mengetahui Standar Operasional Prosedur (SOP) penyimpanan bahan habis pakai Di Sheraton Bandung Hotel & Towers
b) Untuk mengetahui implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) penyimpanan terhadap kualitas produk bahan habis pakai Di Sheraton Bandung Hotel & Towers 1.4
Kegunaan Penelitian Tujuan dari penelitian jika tercapai, hasil penelitian akan memiliki kegunaan praktis dan teoritis 1.4.1
Kegunaan Teoritis a)
Bagi Jurusan Perhotelan Peneliti ini digunakan untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama diperkuliahan dalam bentuk implementasi terhadap perkembangan hotel di Sheraton Bandung Hotel & Towers.
b)
Bagi Penulis Peneliti ini untuk menambah wawasan serta pengetahuan bagi penulis terutama terhadap pengembangan hotel yang sudah menjadi banyak usaha yang diminati.
c)
Bagi Peneliti Lebih Lanjut Peneliti ini dapat digunakan sebagai referensi untuk peneliti lain yang sejenis atau berkaitan dengan isi dari penelitian.
1.4.2
Kegunaan Praktis a)
Peneliti ini sebagai rekomendasi atau masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan hotel khususnya di Kota Bandung.
b) Sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas hotel