1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2000 sekitar 500 juta jiwa penduduk dunia bermukim pada jarak kurang dari 100 m dari gunungapi dan diperkirakan akan terus bertambah (Chester dkk., 2000). Indonesia memiliki 129 gunungapi. Wilayah sekitar gunungapi yang subur dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pertanian bahkan digunakan sebagai kawasan wisata. Di samping keuntungan yang diberikan oleh gunungapi terdapat pula ancaman, di mana wilayah sekitar gunungapi merupakan kawasan dengan kerawanan yang sangat tinggi, namun tidak selaras dengan kesiapsiagaan masyarakat yang sangat rendah, sehingga risiko terdampak erupsi gunungapi menjadi sangat tinggi (Brotopuspito dkk., 2011 dalam Marfai, M.A., dkk, 2012). Salah satu dari 129 gunungapi yang ada di Indonesia adalah Gunungapi Merapi. Gunungapi Merapi merupakan gunungapi yang berada di dua provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta. Gunungapi Merapi merupakan gunungapi paling aktif dan berbahaya di Indonesia dengan frekuensi letusan antara 3 – 4 tahun (Sumintadiredja, 2000). Berdasarkan kondisi ini Gunungapi Merapi dijadikan sebagai laboratorium gunungapi internasional. Letusan Gunungapi Merapi tahun 2010 merupakan tingkat letusan yang tinggi melebihi letusan sebelumnya di tahun 2006, lima kali lebih besar dengan jumlah material yang keluar pada tahun 2010 sebanyak ± 150 juta m3, sedangkan pada tahun 2006 hanya mengeluarkan material sebanyak ± 60 juta m3 (Kumalawati dkk, 2013). Tahun 1587 merupakan tahun awal diketahuinya Gunungapi Merapi memiliki bencana lahar (Lavigne, 2000). Letusan yang terjadi menyebabkan bahaya primer dan sekunder. Bahaya primer merupakan bencana utama akibat letusan Gunungapi Merapi, yang dapat berupa hamburan, aliran lava, dan luncuran awan panas piroklastik, sedangkan bahaya sekunder adalah bahaya yang ditimbulkan oleh mengalirnya rombakan material lepas akibat erupsi gunungapi yang dipicu oleh terjadinya hujan yang turun dari puncak dengan konsentrasi tinggi yang disebut dengan aliran lahar (Wahyono, 2002). Akibat letusan ini hampir setiap sub-
DAS (Daerah Aliran Sungai) yang berhulu di Gunungapi Merapi tertutupi oleh material piroklastik akibat dari letusan Gunungapi Merapi tahun 2010. Tertutupnya hampir setiap sub-DAS yang berhulu di Gunungapi Merapi oleh material Gunungapi Merapi menyebabkan ancaman bahaya sekunder Gunungapi Merapi yang berupa aliran lahar di hilir sub-DAS (khususnya di daerah dengan perubahan topografi yang tegas) setelah terjadi hujan deras di puncak Gunungapi Merapi pada tanggal 4 November 2010. Sungai yang dilewati oleh aliran lahar dari arah barat daya Gunungapi Merapi adalah Sungai Pabelan, Blongkeng, Lamat, Putih, Batang, Bebeng, dan Krasak. Bahaya sekunder ini akan lebih berbahaya ketika mengenai kawasan datar dan kawasan padat penduduk. DAS atau sub-DAS (Daerah Aliran Sungai yang tidak berhilir di laut) merupakan sebuah ruang (space) dan ekosistem yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam melakukan pembangunan wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan karena di dalamnya terdapat interaksi antara aspek fisik, biotik, kultur (Asdak,2007). Sub-DAS Putih adalah bagian dari DAS Progo. SubDAS Putih merupakan salah satu sub-DAS bagian barat yang terdampak parah akibat dari bencana lahar yang disebabkan oleh letusan Gunungapi Merapi tahun 2010 (Gambar 1.1). Sub-DAS Putih terletak di antara Sub-DAS Blongkeng dan Sub-DAS Krasak, di mana sub-DAS Blongkeng berada dibagian utara dan subDAS Krasak berada di bagian selatan sub-DAS Putih. Secara administrasi sub-DAS Putih berada di 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Dukun, Kecamatan Srumbung, Kecamatan Salam, dan Kecamatan Ngluwar. Kecamatan Salam merupakan kecamatan dengan kawasan terdampak lahar tertinggi dibandingkan 3 kecamatan lainnya, khususnya Desa Jumoyo, Desa Gulon, Desa Seloboro, dan Desa Sirahan. Hal ini dikarenakan luapan lahar akibat erupsi Gunungapi Merapi terjadi di kecamatan ini, di mana kecamatan ini secara fasies gunungapi berada di fasies transisi medial-distal dan daerah distal (Dipayana, 2013). Bencana lahar ini menyebabkan kerusakan penggunaan lahan yang terjadi di beberapa titik terutama daerah yang berada di sekitar sungai utama. Kerusakan penggunaan lahan yang terjadi didominasi oleh kebun campuran seluas 539.573,13 (56,73%), kemudian kawasan permukiman seluas 125.936,63 m2 (15,34 %), sawah
2
seluas 74.008,02 m2 (9,02 %), dan tegalan seluas 64.552,50 m2 (7,86 %), dan fasilitas pendidikan seluas 16.837,01 m2 (2,05 %) (Kumalawati dkk, 2013). Kerugian akibat dari lahar yang dirasakan oleh masyarakat antara Rp6.000.000 – Rp141.000.000 (Kumalawati dkk, 2012).
Gambar 1. 1 Peta Lokasi Sungai yang di Lewati oleh Lahar dan Desa Terdampak Lahar Gunungapi Merapi (Sumber: BNPB, 2011)
Kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat rusaknya lahan pertanian akibat lahar sebesar Rp930.706.120 (Eliyandari, 2013). Di samping kerugian, ternyata material lahar Gunungapi Merapi juga membawa keuntungan, dengan prediksi valuasi nilai rupiah pasir akibat lahar 2011 diketahui dapat dibangun rumah sebanyak 2104 rumah, di mana jumlah rumah yang rusak akibat terdampak bahaya lahar hanya sebanyak 1290 rumah saja (Kumalawati, 2014). Berdasarkan kondisi tersebut penelitian ini akan memfokuskan pada penelitian kondisi pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah bencana lahar, khususnya masyarakat yang terkena dampak langsung dari bencana lahar tahun 2010, sehingga dengan penelitian ini diharapkan mampu mengetahui apakah masyarakat terdampak lahar di sekitar sungai utama sub-DAS Putih dapat benar-benar merasakan manfaat dari material lahar.
3
1.2 Permasalahan Penelitian Masyarakat sekitar sub-DAS Putih mayoritas mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama. Bencana lahar menyebabkan beberapa petani harus mengalami kerusakan bahkan kehilangan lahan pertaniannya, sehingga masyarakat petani harus mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping itu pasca erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010, masih banyak material hasil erupsi yang terendapkan di sekitar sub-DAS Putih. Material hasil erupsi ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Masih banyaknya material hasil erupsi yang tertimbun memberikan keuntungan tersendiri bagi masyarakat sekitar sub-DAS Putih, sehingga dapat memberikan masyarakat pekerjaan baru, khususnya bagi petani maupun buruh tani yang mengalami kerusakan bahkan kehilangan lahan bercocok tanam akibat bencana lahar, sehingga perlu diketahui evaluasi pendapatan masyarakat sebelum bencana lahar dan pasca bencana lahar untuk mengetahui apakah masyarakat terdampak lahar merasakan manfaat material lahar yang terendapkan di sekitar rumahnya dengan pendekatan kemampuan masyarakat penambang material lahar membangun rumah dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. bagaimana mata pencaharian masyarakat terdampak lahar sebelum dan sesudah terjadinya lahar? 2. bagaimana persebaran alih mata pencaharian ke penambang yang dilakukan oleh masyarakat terdampak lahar? 3. apakah dengan alih mata pencaharian ke penambang memberikan peningkatan
penghasilan
dibandingkan
dengan
mata
pencaharian
sebelumnya? 4. apakah masyarakat merasakan manfaat setelah melakukan peralihan mata pencaharian dengan pendekatan membangun rumah dari pendapatan menambang material lahar?
4
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian disusun tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi alih mata pencaharian yang dilakukan oleh masyarakat di Sub-DAS Putih berdasarkan kawasan bahaya banjir lahar. 2. Memetakan persebaran alih mata pencaharian yang dilakukan oleh masyarakat (khususnya penambang) di Sub-DAS Putih. 3. Membandingkan pendapatan masyarakat sekitar sub-DAS Putih sebelum dan sesudah bencana lahar berbasis kawasan terdampak lahar. 4. Analisis manfaat material lahar dari alih mata pencaharian (khususnya yang beralih mata pencaharian menjadi penambang dan buruh tambang material lahar). 1.4 Manfaat Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui alih mata pencaharian yang dilakukan masyarakat khususnya yang beralih mata pencaharian menjadi penambang, mengetahui persebaran alih mata pencaharian yang terjadi, serta mengetahui daerah tambang yang aman dan berkelanjutan bagi penambang. Tujuan ini dapat menghasilkan manfaat bagi kajian ilmiah, pemerintah, dan masyarakat. Manfaat tersebut antara lain: 1.4.1. Manfaat praktis 1.4.1.1. Informasi alih fungsi mata pencaharian yang terjadi dan kondisi finansial masyarakat dapat dijadikan dasar bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan sosial dan ekonomi di daerah penelitian. 1.4.1.2. Secara praktis penelitian ini mampu memberikan arahan menambang yang menguntungkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar sub-DAS Putih 1.4.2. Manfaat teoritis 1.4.2.1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi pengembangan penelitian mengenai perencanaan pemulihan bencana (Disaster Recovery Planning), khususnya di bidang sosial dan ekonomi. 5
1.4.2.2. Secara teoritis penelitian ini dapat melihat bentuk pengelolaan DAS terpadu, khususnya peran masyarakat dalam pengelolaan DAS pasca bencana lahar untuk mengembalikan kondisi DAS seperti semula serta menjaga fungsi DAS dalam mengurangi pembuangan massa dalam bentuk lahar. 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang lahar khususnya di sub-DAS Putih sudah banyak dilakukan, namun penelitian tentang evaluasi pendapatan masyarakat sebelum dan pasca bencana belum banyak dilakukan secara detil di daerah terdampak lahar. Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini antara lain penelitian yang dilakukan oleh Eliyandari pada tahun 2013 yang meneliti tentang estimasi kerugian lahan pertanian akibat lahar dengan metode DaLA (Damage and Loss Assessment). Dari penelitian yang dilakukan oleh Erliyandari diketahui luasan lahan pertanian yang rusak akibat lahar, pola persebarannya, serta jumlah kerugian ekonomi dari lahan pertanian yang rusak. Penelitian terkait lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kumalawati, dkk pada tahun 2011 yang dipublikasikan pada tahun 2013 di UMS. Penelitian ini tentang cara membuat klasifikasi kerusakan persil rumah akibat lahar dengan menggunakan model builder GIS. Berdasarkan dari hasil penelitian ini maka dapat diketahui tingkat kerusakan persil rumah yang terdampak lahar berdasarkan peta persebaran lahar 2011 di kawasan bahaya lahar sub-DAS Putih. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Kumalawati, dkk pada tahun 2011 yang dipublikasikan pada tahun 2013 di PIT-IGI Kalimantan Selatan. Penelitian utama dari publikasi adalah tentang penilaian kerentanan, kerawanan, potensi ekonomi, persepsi bahaya, dan WTA (Willingness To Accept). Dalam penelitian tersebut juga terdapat informasi alih mata pencaharian dan pendapatannya sehingga data dari penelitian tersebut peneliti gunakan untuk informasi penelitian berkelanjutan. Penelitian yang peneliti lakukan adalah ingin melihat tingkat kebermanfaatan lahar bagi penduduk sekitar sub-DAS Putih yang terdampak lahar dengan melihat alih mata pencaharian apa saja yang dilakukan oleh masyarakat menyebabkan 6
peneliti ingin melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui evaluasi finansial masyarakat sekitar sub-DAS putih sebelum dan sesudah bencana lahar, persebarannya secara spasial, mengetahui perubahan pendapatan masyarakat yang melakukan alih mata pencaharian, dan melihat tingkat kebermanfaatan alih mata pencaharian dengan pendekatan pembangunan rumah per-m2. Informasi alih mata pencaharian dan tingkat pendapatannya tahun 2011 dari penelitian sebelumnya juga digunakan dengan harapan penelitian yang peneliti lakukan merupakan penelitian yang berangkaian. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan (Tabel 1.1):
1.6. Batas Wilayah Penelitian Penelitian ini memfokuskan pada evaluasi pendapatan masyarakat yang berada di sub-DAS Putih pasca terjadinya bencana lahar awal November 2011. Responden yang digunakan dalam penelitian ini hanya diambil dari masyarakat yang memiliki rumah di sub-DAS Putih khususnya pada kawasan persebaran lahar di sub-DAS Putih tahun 2011, sehingga batas persebaran lahar di Sub-DAS Putih yang berada di Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah merupakan batas utama dalam melakukan penelitian (Gambar 1.2). Pemanfaatan teknologi SIG digunakan untuk mengetahui persebaran alih mata pencaharian serta tingkat pendapatan masyarakat sub-DAS Putih pasca terjadinya bencana banjir lahar, dengan menggunakan posisi koordinat, sehingga distribusi alih mata pencaharian dan tingkat pendapatan dapat terlihat dengan jelas melalui peta.
7
Tabel 1. 1 Penelitian Sebelumnya dan Penelitian yang akan Dilakukan No (1) 1.
2
(1) 3
Judul penelitian, nama peneliti, dan tahun (2) Klasifikasi Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar Menggunakan Model Builder GIS
Tujuan penelitian
Metode penelitian
Hasil penelitian
(3) 1. Membuat model builder GIS yang dapat digunakan untuk melakukan pemodelan kerusakan permukiman akibat banjir lahar
(4) Model builder GIS dengan mempertimbangkan lereng, endapan lahar, dan persil rumah
(5) 1. Peta persebaran kerusakan permukiman akibat lahar
- Indepth interview - Koordinat lokasi wawancara serta pembagian segmentasi banjir lahar sub-DAS Putih dapat digunakan sebagai data spasial yang menjadi input GIS dalam melakukan pemetaan persebaran spasial pendapatan (4) Penilaian kerusakan dan kehilangan, survei lapangan, wawancara kepada tokoh penduduk setempat dan memberi kuesioner kepada petani yang lahannya terdampak lahar di Kali Putih
1. Buruh tani, buruh pasir, dan buruh serabutan lebih fleksibel dalam melakukan alih profesi. Sedangkan petani, dalam melakukan alih profesi mereka harus menekuni beberapa pekerjaan untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dari profesi sebelumnya. 2. Sebaran spasial pendapatan masyarakat dapat diketahui berdasarkan jenis pekerjaan yang muncul pada setiap segmentasi banjir lahar
Oleh Kumalawati, Rosalina., Rijal, Seftiawan Samsu., Prasaja, Ahmad Syukron., Sartohadi, Junun., Rijanta., Pradiptyo, Rimawan (2013) Evaluasi Pendapatan Masyarakat 1. melakukan evaluasi pendapatan Pasca Bencana Banjir Lahar Di Subsetelah banjir lahar DAS Putih Kabupaten Magelang. 2. menentukan distribusi pendapatan setelah lahar banjir spasial Oleh: Rosalina Kumalawati, Ahmad Syukron Prasaja, Seftiawan S. Rijal, Junun S., dan Rijanta (2013)
(2) Estimasi Kerugian Lahan Pertanian Akibat Lahar di Kali Putih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, oleh Eliyandari (2013)
(3) 1. Mengkaji kerusakan pada aspek pertanian yang ditimbulkan lahar di Kali Putih, 2. Mengenali pola persebaran kerusakan lahan pertanian akibat lahar di Kali Putih,
(5) 1.70 – 100% lahan pertanian mengalami kerusakan akibat lahar 2.Kerusakan lahan pertanian banyak terjadi di lahan yang berada pada kelokan sungai 3.Total nilai kehilangan pertanian akibat lahar adalah Rp930.706.120.
8
4
Kajian Penghidupan (Livelihood) Masyarakat Akibat Banjir Lahar Hujan Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang Oleh: Rindu A. R. (2013)
5
Perubahan Pekerjaan Masyarakat Sebagai Akibat Dari Bencana Studi Kasus: Kawasan Wisata Volcano Tour Gunung Merapi, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Oleh: Anastasia Wijayanti (2013)
(1) 6
Ratna
Wahyu
3. Mengestimasi jumlah kerugian ekonomis pada lahan pertanian akibat lahar di Kali Putih, 1. Mengetahui kondisi penghidupan (Livelihood) masyarakat terdampak banjir lahar hujan di Desa Sirahan 2. Mengetahui tingkat resiliensi masyarakat pasca banjir lahar di Desa Sirahan 3. Menganalisis adanya hubungan antara livelihood dengan tingkat resiliensi masyarakat tingkat individu di Desa Sirahan. 1. Menganalisis dampak dari bencana terhadap hilangnya pekerjaan masyarakat pada wilayah studi; 2. Menganalisis peran kawasan wisata Volcano Tour sebagai peluang kerja dan sumber pendapatan baru bagi masyarakat; 3. Menganalisis alasan masyarakat melakukan perubahan pekerjaan.
(2) (3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi 1. Teridentifikasi-nya persoalan Persoalan Relokasi Pasca Bencana utama dalam penerapan kebijakan Lahar Dingin di Kali Putih (Studi relokasi pasca bencana lahar Kasus Dusun Gempol, Desa Jumoyo, dingin Kali Putih di Dusun Kecamatan Salam, Kabupaten Gempol; Magelang)
- Wawancara - Analisis statistik multikolinieritas
1. Kondisi livelihood masyarakat mengalami penurunan 2. Kondisi resiliensi masyarakat berada pada tingkat sedang dan tinggi 3. Perubahan modal manusia, modal sosial, modal fisikal, modal finansial, dan aktivitas berpengaruh terhadap resiliensi masyarakat.
- analisis kualitatif semietnografi - Purposive sampling
1. Ganti rugi kematian ternak tidak digunakan untuk membeli ternak, kesulitan mencari pakan ternak, dan kondisi shalter yang tidak mendukung 2. Kerusakan pasca bencana di Desa Umbulharjo menjadi daya tarik wisata 3. Hilangnya pekerjaan mayoritas masyarakat sebagai peternak dan peluang wisata Volcano Tour
(4) - Pendekatan studi kasus - Purposive sampling
(5) 1. Kecemburuan warga asli Dusun Winorayan terhadap warga hunian tetap dari Dusun Gempol. 2. Lokasi huntap jauh dari sungai sehingga sulit melakukan penambangan, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kebijakan
9
Oleh: Fakhrudin Martanto dan Saut Aritua H. Sagala (2013)
7
Kajian Persebaran Kerusakan Infrastruktur, Permukiman, Dan Lahan Pertanian Akibat Banjir Lahar Hujan Tahun 2010 Dengan Pendekatan Geomorfologi Kasus: Kali Putih, Kabupaten Magelang Oleh: Munawaroh, Widiyanto (2012
2. Teridentifikasi-nya alasan warga menolak kebijakan relokasi pasca bencana lahar dingin Kali Putih di Dusun Gempol; 3. Teridentifikasi-nya alasan warga menerima kebijakan relokasi pasca bencana lahar dingin Kali Putih di Dusun Gempol 1. Mempelajari tingkat bahaya lahar di DAS Kali Putih 2. Mengetahui persebaran kerusakan akibat banjir lahar pasca erupsi Gunungapi Merapi 26 Oktober 2010 di DAS Kali Putih. 3. Mempelajari kerusakan bangunan pengendali sedimen, infrastruktur, permukiman dan lahan pertanian akibat banjir lahar pada tiap tingkat bahaya lahar di DAS Kali Putih. 4. Mengetahui penyebab dari karakteristik geomorfologi DAS Kali Putih terhadap sebaran kerusakan bangunan pengendali sedimen, infrastruktur, permukiman dan lahan pertanian akibat banjir lahar.
relokasi, dan hilangnya penghidupan masyarakat yang dipindahkan 3. Mayoritas yang pindah masih memiliki rumah yang utuh atau hanya rusak ringan.
- Survei dengan pendekatan geomorfologi sungai - Systematic sampling
1. Tingkat bahaya lahar tinggi sampai tingkat bahaya sangat tinggi mengelompok di bagian hilir DAS Kali Putih, tingkat bahaya lahar sedang mendominasi bagian tengah, dan tingkat bahaya lahar rendah sampai sangat rendah terdapat di bagian hulu DAS Kali Putih, 2. Persebaran kerusakan bangunan permukiman dan lahan pertanian mengelompok pada bagian hilir DAS, yaitu pada bentuklahan Kaki gunungapi dan dataran kaki gunungapi, sedangkan persebaran kerusakan bangunan pengendali sedimen terdapat di bagian hulu DAS Kali Putih. 3. Kerusakan infrastruktur, permukiman dan lahan pertanian akibat banjir lahar Kali Putih mengelompok pada daerah yang termasuk kategori tingkat bahaya lahar sangat tinggi, 4. Kondisi morfologi DAS Kali Putih berpengaruh terhadap distribusi kerusakan pada tiap tingkat bahaya lahar di DAS Kali Putih.
10
Gambar1. 2Bataspersebaran lahar tahun2011serta persil rumahsebagai responden
11