BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Emas (Au) telah dimanfaatkan sejak era prasejarah sebagai mineral
ekonomis yang bernilai tinggi. Mineral emas dianggap berharga karena kilauan cahaya yang dipantulkan seperti warna api atau sinar matahari. Emas disebut juga sebagai logam mulia dikarenakan memiliki posisi nilai/ harga yang tinggi. Posisi tersebut diakui secara umum di seluruh dunia sehingga kepemilikan logam emas dapat diartikan sebagai bentuk tanda/ identitas yang dikenal punya tingkatan yang lebih tinggi. Logam emas juga digunakan sebagai standar harga suatu barang yang diperjualbelikan karena nilainya yang tinggi dan berlaku di semua tempat. Selain itu, logam emas digunakan sebagai perhiasan untuk menandakan tingkat kasta seseorang yang memakainya dan suatu barang akan menjadi tampak indah apabila disepuh atau dilapisi emas. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan langsung dengan eksplorasi dan penambangan mineral emas sangat diperlukan. Eksplorasi menentukan adanya kandungan emas diketahui dari singkapan emas di permukaan secara manual dan diambil dari area itu saja sebelum dikenalnya ilmu geologi dan geofisika (Vilaescusa & Potvin, 2004). Namun tak jarang mereka tertipu dengan pirit yang disebut sebagai emas palsu. Emas ditemukan/ diambil secara langsung dari pertambangan tua yang dibuat oleh generasi pendahulu, atau secara tak langsung seperti menyaring endapan sedimen sungai untuk mendapatkan kerikil/ bintik emas. Kedua proses tersebut dikategorikan dalam faktor keberuntungan untuk memperoleh mineral yang dicari, tentunya faktor tersebut sangat lemah apabila diaplikasikan di wilayah pencarian yang baru. Faktor keberuntungan tersebut akhirnya berubah dengan aplikasi ilmu geologi yang dimulai pada abad ke-18. Aplikasi tersebut membantu dalam eksplorasi menentukan wilayah baru dengan potensi kehadiran mineral emas. Kehadiran mineral silikat seperti
1
2
amethyist dan mineral sulfida dapat membantu dalam mengidentifikasi keberadaan serta kadar kandungan emas pada area yang dijumpai tersebut. Perkembangan teknologi pertambangan dan aplikasi ilmu geofisika pada abad ke20 mendukung eksplorasi dan eksploitasi pada area penambangan untuk mendapatkan bahan galian hingga zona yang lebih dalam. Dengan demikian, ilmu geologi dan geofisika serta perkembangan teknologi pertambangan sangat diperlukan dalam eksplorasi dan eksploitasi mineral emas. Emas terbentuk melalui proses akumulasi pengendapan mineral-mineral dari kontak batuan panas terhadap fluida dan dapat diidentifikasi dari batuanbatuan yang dijumpai pada area yang terkandung emas (Corbet & Leach, 1998). Semua mineral (termasuk emas) yang ada di permukaan secara umum berasal dari dalam perut bumi (magma). Bentuk mineral-mineral pada awalnya melebur di dalam magma. Zat tersebut akan berubah menjadi bentuk padat apabila magma mengalami pendinginan/ pemadatan. Perubahan tersebut dapat disebabkan salah satunya oleh aliran fluida (aliran air tanah) yang melewati batuan panas tersebut dan bergerak melalui rekahan batuan vulkanik menuju permukaan yang disebut sebagai proses alterasi hidrotermal. Mineral yang memadat akan berpindah mengikuti aliran fluida dan kemudian mengendap pada celah batuan. Perubahan kandungan unsur kimia dalam batuan yang dilewati fluida akan menghasilkan tipe batuan ubahan metasomatik dan metamorfik dinamotermal/ hidrotermal selama proses alterasi dan pengendapan mineral emas. Geokronologi pembentukan emas dapat diketahui dari informasi geologi seperti singkapan struktur dan tipe batuan. Dengan dijumpai tipe batuan ubahan tersebut akan memberi informasi tentang proses alterasi yang pernah terjadi dan potensi kehadiran emas pada area yang diteliti Informasi tentang kondisi dibawah permukaan area ukur dapat diketahui dari analisa metode geofisika serta metode pengukuran lainnya yang membantu analisa tersebut. Hasil penelitian dari metode geofisika menunjukkan nilai identitas batuan (resistivitas, kemagnetan, dsb.) dari wilayah yang diukur. Data yang diperoleh kemudian dianalisa untuk menentukan batuan apakah yang
3
memiliki nilai identitas tersebut. Hasil analisa kemudian disesuaikan dengan informasi geologi area ukur. Metode pengukuran selain metode geofisika sangat perlu dilakukan untuk analisa lanjut sehingga didapat hasil akhir yang lebih detail. Pengukuran yang sering dilakukan adalah pengeboran (logging) untuk mengetahui posisi batuan dan struktur yang dijumpai pada setiap kedalaman dari suatu titik pengeboran. Selain itu dilakukan pula analisa geokimia untuk mengetahui tingkat kadar mineral emas dan mineral lainnya seperti tembaga (Cu) maupun seng (Zn) pada setiap sampel batuan. Pencarian kandungan tersebut dilakukan pada baik yang diambil dari sampel pengeboran (core) ataupun batuan singkapan di dekat permukaan. CSAMT merupakan salah satu metode dalam eksplorasi geofisika yang sering digunakan dalam menentukan potensi bahan galian (termasuk emas). CSAMT merupakan pengembangan dari metode audio-magnetotelurik (AMT) yang memanfaatkan sumber arus buatan seperti generator. Metode tersebut memanfaatkan frekuensi audio yang ditransmisikan pada medium untuk mengetahui
karakter
tahanan
jenis
batuan
yang
dilewati
gelombang
elektromagnetik (Vozoff, 1987). Keunggulan metode tersebut adalah jangkauan kedalaman lapangan yang diukur dapat mencapai zona yang lebih dalam sehingga penggunaan metode CSAMT juga dipakai dalam eksplorasi minyak dan gas alam (migas) dan panasbumi. Diperlukan pemahaman dasar geologi yang baik untuk menentukan target yang dicari dalam menganalisa data kegiatan eksplorasi geofisika dari metode apapun (Porstendorfer, 1975). Penelitian ini mencari target berupa zona mineralisasi emas dari data resistivitas yang diperoleh dari pengukuran CSAMT. Dalam proses pembentukan hingga pengendapannya, emas berasosiasi dengan mineral silikat, karbonat dan sulfida. Mineral-mineral tersebut memiliki nilai tahanan jenis yang tinggi apabila dilewati arus listrik. Seperti halnya lingkungan pembentukan panasbumi, lingkungan pembentukan emas didominasi oleh batuan beku yang juga memiliki nilai tahanan jenis yang tinggi.
4
1.2
Batasan Masalah Topik yang dibahas dalam tulisan ini adalah menentukan zona mineralisasi
emas berdasarkan data resistivitas batuan yang didapat dari pengukuran CSAMT. Pembahasan dimulai dari cara mengolah data hasil pengukuran hingga interpretasi menentukan area target. Metode yang dipakai hanya CSAMT dan tidak disertakan analisa dari metode geofisika lainnya yang pernah melakukan pengukuran pada area yang sama. Isi tulisan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada pengolahan data dan interpretasi. Tampilan target (vein) yang tampak sebagian pada lintasan ukur area penelitian tidak banyak dijelaskan dalam tulisan ini. Hasil penelitian dalam mengolah data CSAMT ditampilkan dalam bentuk dua dimensi (2-D). Adapun tampilan kurva resistivitas semu dengan beda fase dari setiap titik ukur pada proses pengolahan data tidak ditampilkan dalam penulisan ini. 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian di dalam penulisan ini yaitu:
Pengolahan dan interpretasi data CSAMT menggunakan software yang diperuntukkan (CMTPro dan Zond_MT2D) secara dua dimensi.
Interpretasi zona mineralisasi emas pada penampang resistivitas dalam parameter inversi Occam yang diperoleh dari pengolahan data.
Identifikasi struktur yang tampak pada model resistivitas dan pengaruh struktur tersebut terhadap vein yang mengandung emas.
1.4
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2014 bertempat di
Kantor Unit Geofisika PT Aneka Tambang, Jakarta. Data yang dipakai untuk penelitian ini berasal dari area tambang milik PT Antam pada Lapangan Pamoyanan di wilayah Pongkor, Kab. Bogor, Jawa Barat. Data tersebut berasal dari pengukuran CSAMT pada tahun 2010
5
Pongkor Mine
Gambar 1.1 Peta lokasi penelitian