BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia hanya memiliki dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Banyak penyakit yang muncul pada pergantian musim hujan menuju musim panas atau sebaliknya. Apabila kita tidak menjaga kesehatan dengan baik maka tubuh akan mudah terserang penyakit. Salah satu penyakit yang terjadi pada musim ini yaitu penyakit demam berdarah. Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Dengan jumlah kematian sekitar 1.317 orang tahun 2010, Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus demam berdarah dengue di ASEAN. Berdasarkan data P2B2, jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2010 ada 150.000 kasus (Kompas 2011). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama dan endemis di sebagian kabupaten/kota di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia, demam berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Kejadian wabah demam berdarah pada tahun 2013 ini pada musim hujan hingga musim panas di Kota Bekasi mengalami kenaikan karena pada tahun sebelumnya jumlah penderita yang mengalami penyakit demam berdarah ini tidak sebanyak pada tahun 2012. Tercatat pada tahun 2012, kasus penyakit DB sebanyak 856 kasus. Jumlah penderita penyakit demam berdarah di Kota Bekasi tahun 2013
1
mencapai 1415 orang dengan 17 korban meninggal. Persebaran penderita penyakit demam berdarah ini tersebar secara merata di 12 Kecamatan di Kota Bekasi, akan tetapi pada Kecamatan Bekasi Barat ditemukan paling banyak penderita dengan jumlah 259 kasus (Dinas Kesehatan Kota Bekasi 2013). Kecamatan Bekasi Barat ini merupakan salah satu kecamatan yang memiliki jumlah penduduk yang tiap tahunnya mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk di kecamatan ini sebanyak 227.810 dan pada tahun 2011 sebanyak 286.135 jiwa. Dengan luas wilayah sebesar 14,89 km2 maka kepadatan penduduk di kecamatan ini sebesar 14.147 jiwa/ km2 (Bekasi dalam angka 2011). Lokasi geografis Kecamatan Bekasi Barat ini dinilai memiliki andil dalam pertambahan penduduk karena kecamatan ini terletak pada perbatasan Kota Bekasi dengan Provinsi DKI Jakarta. Meningkatnya jumlah penduduk membuat mulai bermunculnya permukiman-permukiman yang tidak teratur. Pada saat ini, kejadian persebaran penyakit sudah bisa diprediksi sebelumnya dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem infomasi geografis sehingga masyarakat sudah bisa mengantisipasi terlebih dahulu. Salah satu bidang yang memanfaatkan metode dan teknologi penginderaan jauh adalah bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat, yang salah satu cabangnya adalah epidemilogi (Kusumowidagdo, 2003 dalam Erlangga 2009). Epidemiologi dapat diartikan sebagai “imu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya” (Azwar, 2005 dalam Dyan 2011). Dalam studi epidemiologi, diperlukan pengumpulan data kondisi lingkungan sebagai salah satu variabel yang sangat penting (Ariati dan Boesri, 1998; Chaput et al, 2002 dalam Erlangga 2009). Selain dari faktor cuaca dan musim, faktor penyebab terjadinya penyakit demam berdarah adalah dari kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang kotor dan tidak terjaga dengan baik akan membuat nyamuk berkembang biak. Dari teknologi penginderaan jauh berupa citra penginderaan jauh bisa dimanfaatkan untuk mengekstraksi data lingkungan yang menjadi salah satu parameter terjadinya penyakit demam berdarah seperti kepadatan permukiman atau pola permukiman. Dalam
2
penelitian ini citra yang digunakan adalah citra Quickbird. Citra ini memiliki resolusi spasial yang tinggi yaitu yaitu 0,61 m pada saluran pankromatik dan 2,5 m pada saluran multispektral sehingga dalam melihat proses interpretasi visual melalui citra, objek pada citra bisa terlihat secara detail sehingga informasi yang disadap bisa mendekati dengan kenyataan di lapangan. Pengolahan data yang diperoleh dari teknik penginderaan jauh memerlukan proses mulai dari input, analisis, hingga visualisasi data. Pengelolaan dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis merupakan seperangkat sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan serta memanipulasi data yang mempunyai rujukan kebumian, untuk tujuan tertentu (Aronoff, 1989). Pengolahan data penginderaan jauh menggunakan sistem informasi geografis dapat membantu melakukan proses identifikasi daerah mana saja yang berpotensi menjadi persebaran penyakit demam berdarah dan parameter mana saja yang berpengaruh terhadap persebaran vektor penyakit demam berdarah ini. Penyajian akhir dilakukan dengan memanfaatkan sistem informasi geografis yang disajikan dalam bentuk peta. Penyajian dalam bentuk peta akan lebih memudahkan untuk mengetahui daerah mana yang mengalami kerawanan terhadap penyakit demam berdarah dibandingkan hanya disajikan dalam bentuk tabel ataupun grafik, sehingga perlunya dilakukan pemetaan dan evaluasi spasial vektor penyakit demam berdarah ini.
1.2 Rumusan Masalah Penyakit demam berdarah yang datang pada musim pergantian hujan ke musim panas atau sebaliknya seharusnya sudah bisa diwaspadai oleh masyarakat dengan mengetahui kapan waktu perpindahan musim. Akan tetapi masyarakat tetap tidak dapat mencegah penyakit tersebut, hal ini dapat dilihat dengan naiknya penderita demam berdarah pada tahun 2013 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di Kota Bekasi. Penginderaan jauh sebagai teknologi yang menghasilkan sumber data telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang kajian salah satunya dalam bidang kesehatan. Dalam kajian kesehatan ini membutuhkan citra dengan resolusi spasial yang tinggi agar dapat mengekstraksi infomasi keadaan lingkungan untuk menentukan
3
daerah mana saja yang berpotensi sebagai penyebaran penyakit demam berdarah yang paling tinggi dan mengetahui parameter mana saja yang berpengaruh terhadap persebaran penyakit ini. Informasi kondisi lingkungan tersebut dapat dilakukan dengan cara interpretasi visual dan survey lapangan. Interpretasi visual merupakan salah satu metode dalam penginderaan jauh untuk mengekstraksi data dari citra. Metode ini mempunyai beberapa keunggulan antara lain: (1) Menghemat waktu, biaya dan tenaga dalam menyadap informasi dengan akurasi yang memadai, (2) memberikan gambaran yang hampir mirip dengan keadaan yang sebenarnya. Citra penginderaan jauh yang digunakan yaitu citra Quickbird. Citra ini mampu menampilkan kenampakan obyek di permukaan bumi dengan skala besar, sehingga kenampakan objek dapat diidentifikasi lebih mendetail. Citra QuickBird memiliki keunggulan dalam resolusi spasial yang tinggi, efesiensi dan akurasi sehingga sangat tepat untuk digunakan inventarisasi kondisi lingkungan di daerah perkotaan yang memiliki kenampakan sangat rumit dan detail (Erlangga 2009). Citra Quickbird ini digunakan untuk mengekstraksi informasi kondisi lingkungan seperti pola permukiman, kepadatan permukiman, dan kepadatan penduduk yang kemudian dianalisis untuk mengetahui daerah mana yang memiliki tingkat kerawanan paling besar dalam penyebaran penyakit demam berdarah. Sebelumnya hasil interpretasi kondisi lingkungan akan diuji ketelitiannya untuk mengetahui seberapa besar kemampuan citra Quickbird dalam mengekstraksi parameter kondisi lingkungan pada daerah perkotaan. Dari hasil interpretasi visual tersebut akan didapat daerah mana saja yang beresiko sebagai tempat penyebaran penyakit demam berdarah. Selain untuk mengetahui daerah mana saja yang memiliki tingkat kerawanan paling besar sebagai persebaran penyakit demam berdarah. Sedangkan untuk mengetahui parameter yang berpengaruh terhadap persebaran penyakit demam berdarah ini dilakukan dengan analisis statistik deskriptif dengan metode regresi. Manajemen data spasial yang diperoleh dari citra penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG membantu dalam proses
4
input, penyimpanan, manipulasi dan analisis data, hingga penyajian hasil akhir yang berupa informasi spasial. Kejadian wabah demam berdarah pada tahun 2013 di Kota Bekasi mengalami kenaikan karena pada tahun sebelumnya jumlah penderita yang mengalami penyakit demam berdarah ini tidak sebanyak pada tahun ini. Tercatat pada tahun 2012, kasus penyakit DB sebanyak 856 kasus, sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita penyakit demam berdarah di Kota Bekasi mencapai 1415 orang dengan 17 korban meninggal. Persebaran penderita penyakit demam berdarah ini tersebar secara merata di 12 Kecamatan di Kota Bekasi, akan tetapi pada Kecamatan Bekasi Barat ditemukan paling banyak penderita dengan jumlah 259 kasus. Pada awal tahun ini, Kota Bekasi mengalami curah hujan yang tinggi disertai dengan banjir yang akhirnya menyebabkan banyak genangan air yang merupakan tempat berkembangbiaknya vektor penyakit demam berdarah ini yaitu nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan tiga permasalahan yang akan diteliti, yaitu : 1. Bagaimanakah kemampuan citra Quickbird untuk mengekstraksi parameter kondisi fisik yang berpengaruh terhadap penyakit demam berdarah? 2. Daerah mana saja yang memiliki tingkat kerawanan paling tinggi terhadap persebaran penyakit demam berdarah? 3. Apakah parameter yang digunakan berpengaruh terhadap persebaran demam berdarah? Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Pemanfataan Citra Quickbird dan Sistem Infomasi Geografi untuk Pemetaan dan Evaluasi Vektor Penyakit Demam Berdarah (Studi Kasus: Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi)”
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengkaji kemampuan citra QuickBird untuk mengekstraksi parameter kondisi fisik untuk penyakit demam berdarah.
5
2.
Memetakan tingkat kerawanan pada setiap daerah terhadap persebaran penyakit demam berdarah di Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi.
3.
Mengevaluasi parameter lingkungan terhadap persebaran vektor penyakit demam berdarah di Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi.
1.4 Kegunaan Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perkembangan metode dan ilmu Penginderaan Jauh dan Sistem informasi Geografi dalam bidang kesehatan. 2. Dapat memberi masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi dalam kajian lebih lanjut penyakit demam berdarah. 3. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penyakit demam berdarah.
1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Konsep Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer., 2008). Berbicara mengenai Penginderaan jauh tentu tidak lepas dari konsep penginderaan jauh. Enam konsep dasar penginderaan jauh ideal adalah meliputi kompoenen-komponen sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang tidak menggagu, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan benda di muka bumi, sensor sempurna, sistem pengoalahan data tepat waktu dan berbagai penggunaan data. Gambaran mengenai konsep dasar penginderaan jauh dapat dilihat di gambar 1.1.
6
Gambar 1.1 Konsep dasar penginderaan jauh dalam penyadapan informasi permukaan bumi dan penggunannya.
Sistem peginderaan jauh bekerja pada perinsip setiap benda memantulkan dan atau memancarkan gelombang elektromagnetik. Pantulan dan pancaran gelombang elektromagnetik dari setiap benda akan ditangkap oleh sensor dan diberi nilai sesuai dengan pantulan dan pancaran benda. Nilai ini dinyatakan sebagai pixel pada citra digital. Tingkat kerincian data pada sebuah citra dikaji berdasarkan skala interpretabilitas citra atau NIIRS (National Imagery Interpretability Rating Scale), yaitu sebagai berikut: Tabel 1.1 Tingkat kerincian data pada sebuah citra dikaji berdasarkan skala interpretabilitas citra No 1
Level Level 0
Kerincian Data Tidak dapat
Jenis citra
2
Level 1
Landsat MSS
3 4
Level 2 Level 3
5 6
Level 4 Level 5
Dapat membedakan penggunaan lahan secara garis besar : kota, pertanian, hutan, air, landasan pacu bandara, pelabuhan berukuran sedang, pola penyaluran (dendritik, trelis) Jalur irigasi pada musim tanam, gedung besar, pola jalan Mendeteksi rumah berukuran besar secara individual, membedakan tegakan hutan dengan kebun buah Lapangan (basket, tenis), rel KA, rumah, jalan kecil, lumbung Individu pohon, mobil, gajah, garis atap bangunan, trotoar, bukti hak miliki/parcel (di Eropa), tanah yang sudah ditanami, tanah yang belum ditanami
7
Level 6
Landsat TM SPOT
FU 1:50.000 FU 1:10.000 QuickBird Multispe ktral Mendeteksi ganja pada kebun campuran, membedakan sedan FU 1:4.000 dan non sedan, membedakan jagung dengan kedelai Quickbird
7
No
Level
Jenis citra Pankromatik Level 7 Mendeteksi tanaman kapas yg sudah masak, mendeteksi FU 1:1.500 sambungan rel, bekas tebangan pohon, anak tangga. Level 8 Menghitung anak babi, identifikasi bibit pinus. FU 1:1000 Level 9 Deteksi butir padi, kawat berduri, telinga hewan Sumber : NASA 2007 dalam Erlangga 2009
8 9 10
-
Kerincian Data
Interpretasi Citra Penginderaan Jauh Pengamatan terhadap suatu image atau gambar sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam pengamatan image atau citra penginderaan jauh, memilki beberapa perbedaan penting yang perlu diperhatikan. Perbedaan ini disebabkan oleh karena (1) pengambilan image dilakukan dari perspektif yang berbeda yakni secara vertikal dari ruang angkasa (2) penggunaan berbagai panjang gelombang
bahkan
penggunaan
spektrum
diluar
spektrum
tampak
(3)
penggambaran yang dilakukan pada berbagai skala maupun resolusi. (Campbell, 2002 dalam Lillesand and Kiefer, 2004) Karakteristik kenampakan tiap obyek berbeda satu sama lain, bergantung pada skala citra yang digunakan. Dalam mengenali obyek pada citra resolusi tinggi, digunakan beberapa karakteristik dasar dalam mengenali tiap jenis atau kelas obyek pada citra secara spasial (Olson, 1960 dalam lillesand dan Kiefer, 2004), yakni : 1.
Rona dan warna Pada citra hitam-putih, rona dideskripsikan dengan intensitas kenampakan putih, abu-abu, hingga hitam. Pada citra berwarna, dideskripsikan komponen warna serta unsur rona misalkan “dark green, light blue”, dan sebagainya.
2.
Tekstur Tekstur menggambarkan kenampakan tingkat kekasaran dari obyek.
3.
Bayangan Bayangan berfungsi dalam membantu identifikasi ukuran tinggi, arah maupun bentuk dari obyek.
8
4.
Pola Pola mengacu pada suatu keteraturan tertentu dari obyek. Pola juga terkait dengan kenampakan obyek secara individual dan bandingannya dengan obyek secara berkelompok.
5.
Asosiasi Merupakan kunci interpretasi yang mengaitkan keberadaan obyek dengan obyek lainnya
6.
Bentuk Tiap obyek memiliki karakteristik bentuk yang berbeda-beda, sehingga bentuk merupakan kunci awal interpretasi yang memudahkan dalam proses pengenalan obyek
7.
Ukuran Ukuran sangat berkaitan dengan resolusi dan skala citra yang digunakan.
8.
Situs Kunci interpretasi berupa situs terkait dengan lokasi secara topografis atau lokasinya di permukaan bumi.
9.
Resolusi Terdapat dua hal yang cukup penting didefinisikan sebelum melakukan
interpretasi citra penginderaan jauh. Pertama adalah menyangkut pendefinisian sistem klasifikasi yang digunakan. Pemilihan sistem klasifikasi ini tergantung dari tujuan akhir kajian serta tingkat kedetilan informasi yang dibutuhkan. Kedua, berkaitan dengan pendefinisian skala output hasil. Tiap jenis citra memiliki kemampuan identifikasi suatu kenampakan hingga tingkat kedetilan tertentu dan output skala keluaran yang sesuai dengan resolusi spasialnya.
-
Karakteristik Citra Quickbird Citra Quickbird merupakan citra yang memiliki resolusi spasial paling tinggi dibandingkan citra satelit komersil lainnya, dengan resolusi spasial 60 cm untuk moda pankromatik dan 2,4 m untuk moda multispectral. Berikut karakteristik citra Quicbird dalam tabel dibawah 1.2
9
Tabel 1.2 Karakteristik Citra Quickbird Tanggal peluncuran Tempat peluncuran
24 September 1999 Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, Amerika Serikat Pesawat peluncuran Boeing Delta II Ketinggian orbit 450 Km Inklinasi orbit 97,2o, sun-synchronous Kecepatan pada orbit 7,1 Km/detik Kecepatan diatas bumi 6,8 Km/detik Waktu melintasi 10.30 am khatulistiwa Waktu orbit 93,5 menit Waktu periode ulang 1 – 3,5hari tergantung pada garis lintang (30o off nadir) Cakupan citra 16,5 x 16,5 Km pada nadir Akurasi metrik 23 meter horisontal ( CE 90% ) Digitasi 11 bit Resolusi Pankromatik : 61 cm sampai 72 cm (25o off nadir) MS : 2,44 m (nadir) sampai 1.88 m (25o off-nadir) Saluran citra Pankromatik : 450-900 nm Biru : 450-520 nm Hijau : 520-600 nm Merah : 630-690 nm IR dekat : 760-900 nm Sumber: Digital Globe
Setelah meng-orbit selama 90 hari, Quickbird akan memperoleh citra dengan nilai resolusi, Pankromatic sebesar 61 cm dan multispektral sebesar 1.44 meter. Pada resolusi 60 cm objek bangunan, jembatan, jalan-jalan serta berbagai infrastruktur lain dapat terlihat secara detail. Oleh karena itu, penggunaan citra Quicbird sangat menguntungkan dalam mengkaji objek kondisi lingkungan permukiman.
1.5.2 Sistem Informasi Geografis -
Konsep Sistem Informasi Geografis Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan menangani, memanipulasi, hingga visualisasi data yang memiliki referensi geografis (Wyatt and Ralph, 2003).
Data yang memiliki
referensi
informasi
geografis
merupakan
data
yang
memiliki
mengenai
keberadaan/lokasi di permukaan bumi, dapat diketahui dengan adanya suatu sistem
10
koordinat tertentu. Sistem informasi geografis dapat pula diartikan sebagai suatu sistem komputer yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, dan perintahperintah yang dijalankan oleh user. Sistem ini dibuat untuk dapat memproses, memanipulasi, menyimpan, serta menyajikan data dalam bentuk spasial maupun atribut. Tipe data yang dapat menjadi masukan dalam SIG ada berbagai macam, yang dapat dibagi menjadi 3 kategori besar (Korte, 1977 dalam Wyatt and Ralphs, 2003), yaitu : 1.
Digital maps Peta digital memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah pengguna dapat menampilkan wilayah yang menjadi kajian saja serta informasi apa saja yang ditampilkan dalam satu cakupan peta.
2.
Data imagery Data berupa image merupakan data yang diperoleh dari sebuah sensor seperti scanner maupun kamera. Data yang berupa image ini menambah dimensi dari data SIG, baik dalam hal visualisasi data serta tambahan informasi baru yang dapat diperoleh/diekstrak dari image tersebut.
3.
Database information Database merupakan sekumpulan data yang menggambarkan keadaan tertentu. Database ini dapat diolah dengan SIG untuk melengkapi informasi yang telah ada terkait fenomena yang bersangkutan. Dalam sistem informasi geografis, terdapat banyak fasilitas untuk
memudahkan untuk analisis keruangan, salah satunya adalah overlay atau tumpang susun peta. Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut.
11
1.5.3 Visualisasi Kartografi Kartografi menurut ICA (1973) dalam Sukwardjono (1997) adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta-peta, sekaligus mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni. Dari pengertian mengenai kartografi yang telah dikemukakan ICA (1973) dapat ditarik kesimpulan bahwa kartografi tidak hanya mempresentasikan apa yang ada pada permukaan bumi namun juga memberikan informasi, atau sebagai alat komunikasi untuk mempresentasikan data dalam bentuk data spasial. Dalam merepresentasikan data, dibutuhkan pemahaman dalam memvisualisasikan data tersebut menjadi suatu peta. Philbrick (1953) dalam Atindriyo (2011) mengemukakan bahwa gambar atau visual lebih mengungkapkan banyak kata, yang dalam interretasi fenomena geografis berupa peta. Philbrick mempunyai pandangan bahwa visualisasi kartografi yang berhubungan dengan peta sebagai sarana analisis spasial dalam penelitian geografi.
1.5.4 Peta Peta adalah suatu representasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakankenampakan permukaan bumi atau benda-benda angkasa dan umumnya digambarkan pada bidang datar dengan skala tertentu melalui sistem proyeksi. Peta merupakan alat bantu yang dugunakan untuk menyampaikan suatu infomasi keruangan. Dalam pemetaan terdapat beberapa komponen yang digunakan untuk memudahkan pengguna dalam membaca peta. Dalam Sukwardjono (1997) beberapa komponen kelengkapan peta yang secara umum adalah: 1. Judul Peta Judul peta merupakan nama suatu daerah yang digambarkan. Judul mencerminkan isi dan tipe peta atau gambaran dari hasil penelitian yang telah dibuat yang kemudian direpresentasikan dalam peta sehingga judul peta harus mewakili isi dari peta tersebut . 2. Skala Peta Skala adalah angka yang menunjukkan perbandingan jarak pada peta dengan jarak sebenarnya dipermukaan bumi. Atau juga dapat diartikan
12
sebagai perbandingan jarak antara kedua titik sembarangan di peta dengan jarak horizontal kedua titik itu di permukaan bumi (dengan satuan ukur yang sama). 3. Arah Mata Angin / Orientasi dan Gratikul (Posisi Geografis) Petunjuk arah adalah tanda pada peta yang menunjukkan arah utara, timur, selatan atau arah daerah yang digambar. Untuk menunjukan arah orientasi peta dan juga dapat mempermudah pengguna peta agar lebih mudah dalam membaca peta sehingga mudah menentukan posisi sekarang dan tempat atau lokasi yang akan dituju. 4. Simbol Peta Peta adalah suatu media komunikasi grafis, berarti informasi yang diberikan dalam peta berupa gambar atau symbol. Dengan demikian simbol dalam peta memegang peran yang sangat penting. Menurut bentuknya simbol dapat dikelompokan menjadi symbol titik, simbol garis dan symbol bidang. Sedangkan wujud simbol dalam kaitanya dengan unsur yang digambarkan dapat dibedakan abstrak dan piktorial. 5. Warna Peta Pada peta, warna digunakan untuk membedakan kenampakan atau objek di permukaan bumi. Pemberian warna pada peta tematik pemberian warna tidak terbatas sehingga menarik untuk memberi kesan jelas mengenai temanya, hal ini berbeda dengan peta topografi karena pemberian warna pada peta topografi sudah merupakan ketentuan. 6. Inset dan Legenda Inset adalah peta kecil tambahan dan memberikan kejelasan yang terdapat di dalam peta. Inset juga di gunakan untuk menggambar suatu wilayah yang tidak tergambar pada peta, sehubungan dengan terbatasnya media gambar. Legenda adalah keterangan yang berupa simbol-simbol pada peta agar peta mudah dimengerti oleh pembaca. Secara garis besar, peta terbagi menjadi peta topografi dan peta tematik. Peta topografi yaitu peta yang menyajikan berbagai jenis informasi unsur-unsur alam dan
13
buatan permukaan bumi dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan pekerjaan. Peta topografi dikenal juga sebagai peta dasar, karena dapat digunakan untuk pembuatan peta-peta lainnya. Sedangkan peta tematik adalah peta yang menyajikan unsur/tema tertentu permukaan bumi sesuai dengan keperluan penggunaan peta tersebut. Data tematik yang disajikan dapat dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif.
1.5.5 Analisis Statistik Metode analisa yang digunakan yaitu analisis regresi, dimana metode ini digunakan untuk mempelajari dan mengukur hubungan statistik yang terjadi antara dua atau lebih variabel. Dalam analisa regresi, suatu persamaan regresi hendak ditentukan dan digunakan untuk menggambarkan pola atau fungsi hubungan yang terdapat antar variabel. Dimana variabel yang digunakan yaitu 1. Variabel dependent nilai IR dari penderita penyakit demam berdarah di Kecamatan Bekasi Barat 2. Variabel independent pola permukiman, kepadatan permukiman, kepadatan penduduk, jarak permukiman terhadap TPS, kondisi tempat penampungan air dan kondisi pencahayaan rumah Persamaan Regresi Linear Sederhana digunakan untuk menghubungkan dua variabel yang dapat dinyatakan sebagai bentuk persamaan pangkat satu (persamaan linear) Y = a + bx Keterangan: Y = nilai estimate variabel terikat a = titik potong garis regresi pada sumbu y atau nilai estimat Y apabila x = 0 b = gradient garis regresi(perubahan persatuan perubahan nilai x x = nilai variabel bebas Pedoman untuk analisis hasil perhitungan yang dilakukan dengan uji statistik regresi berganda ini adalah sebagai berikut :
14
Apabila dari Out Anova nilai sig. atau probabilitas < 0,05 maka model regresi bisa dipakai. Sedangkan apabila sig. atau probabilitas > 0,05 maka model regresi tidak bisa dipakai. Pada model Summary: -
Angka R menunjukkan korelasi atau hubungan antara variabel-variabel terpengaruh.
-
Angka R Square atau koefisien determinan adalah menunjukkan proporsi sumbangan variabel-variabel pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terpengaruh.3.
Untuk jumlah independent variable lebih dari satu sebaiknya menggunakan Adjusted R Square.
Regresi Ordinal Ordinal regression (regresi ordinal) adalah analisis regresi di mana variabel terikatnya menggunakan skala ordinal. Sedangkan variabel bebasnya bisa merupakan Covariate (jika menggunakan skala interval atau rasio) atau bisa merupakan Factor (jika menggunakan skala nominal atau ordinal). Skala ordinal merupakan skala ranking, di mana kode yang diberikan memberikan urutan tertentu pada data, tetapi tidak menunjukkan selisih yang sama dan tidak ada nol mutlak. Skala nominal dan skala ordinal biasanya mempergunakan analisis statistik non parametrik, contoh: Korelasi Kendall, Korelasi Rank Spearman, Chi Square dan lain-lain. Terdapat lima pilihan regresi ordinal atau sering disebut option link. Kelima pilihan tersebut adalah Logit, Complementari log-log, Negative log-log, Probit dan Cauchit. Pilihannya tergantung dari distribusi data yang dianalisis. Penjelasan mengenai option link sebagai berikut:
-
Logit dengan persamaan: f(x) = log(x/(1-x)) Digunakan pada kebanyakan distribusi data, jadi Program SPSS secara default menggunakan option link berupa Logit
15
-
Complementary Log-log dengan persamaan f(x) = log(-log(1-x) Digunakan untuk data yang mempunyai kecenderungan bernilai tinggi.
-
Negative Log-log dengan persamaan f(x) = -log(-log(x)) Digunakan untuk data yang mempunyai kecenderungan bernilai rendah
-
Probit
dengan
persamaan
f(x)
=
O-1
(x)
dengan
O-1
adalah
fungsi inverse distribusi kumulatif standar normal. Digunakan jika variabel latent terdistribusi secara normal -
Cauchit (Inverse Cauchy) dengan persamaan f(x) = tan(Phi(x-0,5)) Digunakan jika variabel latent mempunyai nilai yang ekstrem
1.5.6 Penyakit Demam Berdarah -
Definisi Demam Berdarah Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah manusia. Selama nyamuk Aedes Aegypti tidak terkontaminasi virus dengue maka gigitan nyamuk tersebut tidak berbahaya. Jika nyamuk tersebut menghisap darah penderita DB maka nyamuk menjadi berbahaya karena bisa menularkan virus dengue yang mematikan. Untuk itu perlu pengendalian nyamuk jenis aedes aegypti agar virus dengue tidak menular dari orang yang satu ke orang yang lain
-
Epidemiologi Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot dan nyeri kepala. Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara
16
lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. Pada saat ini, kasus DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) (Depkes RI, 2008) Di Kota Bekasi sendiri, penyakit demam berdarah setiap tahunnya mencapai lebih dari 500 penderita pertahun. Dalam 5 tahun terakhir, tercatat pada tahun 2009 penderita penyakit demam berdarah di Kota Bekasi mencapai 3990 orang dengan 26 penderita yang meninggal (Dinkes Kota Bekasi 2013). Dalam gambar 1.2, akan dijelaskan lebih rinci mengenai jumlah penderita penyakit demam berdarah di Kota Bekasi. Data Jumlah Penderita Penyakit Demam Berdarah Selama 5 Tahun Terakhir 4000 3000 2000 1000 0 2009
2010
2011
2012
2013
Jumlah Penderita Gambar 1.2 Jumlah penderita penyakit demam berdarah di Kota Bekasi
Di tahun 2011 dan 2012, penderita penyakit demam berdarah ini mengalami penurunan penderita, akan tetapi pada tahun 2013 mengalami kenaikan hingga mencapai 1415 penderita. Terjadinya pebedaan jumlah penderita pada setiap tahun menunjukan bahwa selain dari faktor lingkungan fisik, perlakuan masyarakat dalam dalam menangani penyakit demam berdarah ini berbeda. Salah satu penyebab terjadinya kenaikan penderita pada tahun 2013 adalah kurangnya penyuluhan mengenai pencegahan penyakit demam berdarah yang dilakukan dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam membersihkan lingkungan sekitar. Penyakit demam berdarah tersebar secara merata di 12 kecamatan di Kota Bekasi, akan tetapi di
17
Kecamatan Bekasi Barat dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi menjadi kecamatan dengan paling banyak kasus untuk penderita penyakit demam berdarah.
-
Faktor yang berpengaruh Dalam persebaran penyakit ini, nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus
berperan penting dalam penularan penyakit, namun dalam segitiga epidemiologi terdapat tiga faktor yang harus diperhatikan dalam memprediksi suatu penyakit a. Agent Virus demam berdarah (Dengue), berasal dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang
pada
umumnya
disebarluaskan
melalui
gigitan
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Gambar 1.3 Nyamuk Aedes Aedes aegypti atau Aedes Albopictus
b. Host Pada dasarnya manusia merupakan host alami untuk penyakit demam berdarah ini, dimana penyebarannya tidak terpengaruh khusus terhadap usia atau jenis kelamin
tetapi
tampak
bahwa
anak-anak,
orang
tua
dan
keadaan
immunocompromise merupakan yang paling mudah terpengaruh. c. Environment Para Aedes aegypti dan Aedes Albopictus berkembang biak di tempat-tempat yang tergenang air, seperti sekam kelapa, buah kakao, tunggul bambu, lubang pohon dan kolam batu, contoh lain seperti ban kendaraan dan piring di bawah pot-pot tanaman. Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus lebih erat
18
hubungannya dengan tempat tinggal manusia karena nyamuk-nyamuk tersebut berkembang biak pada tempat-tempat disekitar ruangan, seperti vas bunga, tempat penyimpanan air dan bak kamar mandi (Noor 2006)
-
Penularan dan penyebaran demam berdarah Virus Dengue disebarkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi virus tersebut. Nyamuk terinfeksi ketika mereka menggigit orang yang terinfeksi virus dengue. Nyamuk yang terinfeksi kemudian dapat menyebarkan virus ke manusia lain ketika mereka menggigit. Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah vektor utama virus demam berdarah ke manusia. Nyamuk ini menggigit pada siang hari dengan aktivitas puncak pada pagi dan sore hari. Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis (berlaku dengan kerap di suatu kawasan atau populasi dan senantiasa ada). Seseorang yang telah dijangkiti penyakit ini tidak dapat menularkan penyakitnya itu kepada orang lain secara langsung. Proses penularan hanya berlaku pada nyamuk pembawa virus dengue. Masa inkubasi dari demam berdarah berlaku di antara tiga hingga lima belas hari.
-
Pencegahan penyakit demam berdarah Pencegahan akan penyebaran penyakit ini bisa dilakukan dengan membasmi nyamuk Ae Aegpty dan Ae Alboictus. Nyamuk-nyamuk ini berkembang biak di tempat yang memiliki genangan air seperti vas bunga, barang bekas (ban, kaleng, botol bekas), bak mandi dan sebagainya. Selain itu juga nyamuk juga senang hidup di benda-benda yang menggantung, seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar; serta tempat yang gelap dan pengap. Oleh karena itu, cara yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan menguras tempat penampungan air, bak mandi, dan sebagainya, minimal seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.
19
Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari dari pagi sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.
1.5.7 Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai pemetaan daerah rawan penyakit dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis telah banyak dilakukan. Terdapat 4 penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai dasar penelitian ini. Namun penelitian yang akan dilakukan memiliki beberapa perbedaan maupun persamaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Uraian lebih lengkap mengenai penelitian sebelumnya akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Widayani (2004) melakukan penelitian terkait dengan penggunaan SIG untuk pemodelan spasial epidemiologi DBD di Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kotamadya Yogyakarta, D. I Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk membuat prototype pemodelan spasial epidemiologi demam berdarah dengue (DBD) untuk memetakan tingkat kerawanan wilayah terhadap DBD di Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kotamadya Yogyakarta. Pemodelan spasial dilakukandengan cara overlay 6 parameter yaitu kepadatan penduduk, frekuensi membersihkan bak penampungan air, pola pembuangan sampah, penggunaan lahan, kondisi drainase dan pola permukiman yang sebelumnya sudah diberikan skor dan bobot. Model yang dihasilkan diuji dengan kejadian DBD sesungguhnya dilapangan dengan analisis crosstab dan korelasi. Hasil analisis menunjukan adanya hubungan positif antara model kerawanan DBD dengan kejadian DBD yang sesungguhnya di lapangan. Yuliana (2007) melakukan penelitian mengenai peranan faktor lingkungan fisik dalam menentukan kerentanan wilayah terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti sebagai vector demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 2000 di
20
Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengkaji parameter lingkungan fisik wilayah yang mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti sebagai vector DBD, (2) menentukan kerentanan daerah penelitian terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti sebagai vector DBD berdasarkan parameter lingkungan fisik wilayah yang mempengaruhinya. Metode penentuan tingkat kerentanan wilayah dengan menggunakan overlay dan pengharkatan parameter-parameternya yaitu penggunaan lahan, iklim (curah dan suhu), kepadatan penduduk, dan kondisi fisik rumah. Sedangkan teknik analisanya dengan analisa deskriptif dan statistik. Analisis statistik dilakukan dengan metode crosstab. Winda (2011) melakukan penelitian dengan pemanfaatan citra Quickbird dan sistem Informasi Geografis untuk mengkaji pola persebaran penyakit demam berdarah dengue di Kota Yogyakarta, Provinsi D. I. Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji hasil uji akurasi interpretasi citra Quickbird untuk mengekstrasi data spasial faktor-faktor ingkungan terkait dengan kejadian penyakit DBD (2) mengkaji hubungan antara pola persebaran penyakit DBD dengan faktor lingkungan yang terkait berdasarkan hasil pemodelan spasial tingkat erawanan oenyakit DBD menggunakan sistem informasi geografis (3) melakukan pemodelan spasial menggunakan sistem informasi geografis untuk daerah yang rawan terhadap penyakit DBD berdasarkan analisis probabilitas faktor penduduk. Metode yang digunakan adalah analisis nearest neighbor index, analisis frekuensi untuk membangun model tingkat kerawanan penyakit DBD kemudian pemodelan dilakukan dengan menumpangsusunkan parameter untuk mendapatkan karateristik lingkungan sesuai dengan pola persebaran penyakit DBD dengan analisis matching. Hasil dari analisis matching menunjukan bahwa parameter yang berpengaruh dengan pola persebaran penyakit DBD adalah kualitas permukiman, kepadatan permukiman dan pemanfaatan lahan. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dipaparkan diatas, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Peneliti akan melakukan penelitian untuk pemetaan dan evaluasi spasial vektor penyakit
21
demam berdarah di sebagian Kota Bekasi dengan memanfaatkan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dengan menggunakan citra Quickbird sebagai data primer untuk mengekstaksi data penggunaan lahan yang digunakan sebagai parameter lingkungan fisik terhadap persebaran penyakit demam berdarah. Parameter fisik yang yaitu pola permukiman, kepadatan permukiman, kepadatan penduduk, jarak terhadap TPS sampah, kondisi penampungan air dan kondisi pencahayaan dengan menggunakan metode skoring dan bobot. Metode ini dilakukan dengan cara menumpangsusunkan parameter-parameter fisik yang sebelumnya sudah memiliki skor. Dari hasil overlay ini kemudian bisa ditentukan daerah yang rawan terhadap persebaran penyakit demam berdarah. Data sekunder yang digunakan yaitu data lokasi TPS sampah, data pasien penderita demam berdarah. Data ini akan digunakan sebagai validasi peta daerah rawan penyakit demam berdarah. Hasil dari penelitian ini adalah berupa peta pola permukiman, peta kepadatan permukiman, peta kepadatan penduduk, peta permukiman terhadap tempat pembuangan samah, peta kondisi penampungan air, peta kondisi pencahayaan, peta tingkat kerawanan penyakit demam berdarah, analisis peta tingkat kerawanan penyakit demam berdarah dan evaluasi vektor parameter demam berdarah. Terdapat persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu parameter yang berpengaruh, dan metode statistik. Perbedaan yang sangat terlihat dibanding dengan penelitian sebelumnya adalah mengenai tahun kejadian yang akan diteliti, daerah penelitian dan metode penelitian. Tahun penelitian yang akan digunakan adalah kasus demam berdarah tahun 2013, daerah penelitian yang digunakan yaitu Kecamatan Bekasi Barat di Kota Bekasi dan metode kuantitatif berjenjang dan analisis statistik regresi. Secara singkat perbedaan dan persamaan penelitian yang akan dilakukan tersaji dalam tabel 1.3
22
Tabel 1.3 Penelitian sebelumnya Nama Tahun Prima Widayani 2004
Yuliana Nining 2007 Ayu
Agoes Sayuthi
2010
Lokasi Penelitian Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman
Judul Pemodelan Spasial Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kelurahan Terban Kecamatan Gondokusuman Kotamadya Yogyakarta Kecamatan Kebumen, Peranan faktor lingkungan fisik dalam Kabupaten Kebumen. menentukan kerentanan wilayah terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti sebagai vector demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 2000 di Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Distribusi Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Yogyakarta tahun 2006
Metode Analisis spasial dengan overlay dan analisis statistik dengan crosstab dan korelasi
Hasil Peta tingkat kerawanan wilayah terhadap DBD
Analisis spasial dengan overlay, analisis deskriptif dan analisis statistik dengan crosstab dan korelasi
Faktor-faktor lingkungan fisik yang mampu memberkan informasi lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti sebagai vector DBD Analisis deskriptif dan Peta kerawanan overlay dari parameter yang wilayah demam digunakan berdarah dengue di Kota Yogyakarta Tahun 2006
23
Winda Statistika
2011
Reiska Nabila 2014 Ekaputri (penelitian ini)
Kecamatan Gondokusuman dan Danurejan, Kota Yogyakarta
Pemanfaatan citra Quickbird dan sistem Informasi Geografis untuk mengkaji pola persebaran penyakit demam berdarah dengue di Kota Yogyakarta, Provinsi D. I. Yogyakarta
Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi
Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan dan Evaluasi Vektor Penyakit Demam Berdarah tahun 2013 Studi Kasus: Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi
Analisis spasial dengan metode nearest neighbor index, analisis probabilitas dan analisis dengan metode matching
Peta tingkat kerawanan persebaran penyakit demam berdarah dengue dan faktor lingkungan yang berengaruh terhadap pola persebaran penyakit DBD di Kecamatan Danurejan dan Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Analisis spasial dengan Peta tingkat metode overlay, analisis kerawanan terhadap statistik deskriptif dengan penyakit demam regresi berganda ordinal berdarah dan evaluasi parameter.
Sumber: Studi Pustaka
24
1.6 Kerangka Pemikiran Penyakit demam berdarah merupakan salah satu penyakit yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Nyamuk ini berkembang biak pada musim penghujan hingga musim panas karena banyaknya genangan air yang terjadi. Untuk mempelajari terjadinya suatu penyakit, tidak bisa dilihat dari satu faktor saja, diperlukan analisa hubungan tiga elemen penyebab terjaidnya suatu penyakit yaitu yaitu: agent (sumber penyakit), host (pejamu/populasi), dan lingkungan yang utamanya berperan sebagai faktor yang menentukan terjadinya atau tidak terjadinya transmisi agent ke host. Selain agent demam berdarah yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus, host yaitu virus Dengue, lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk penyebar penyakit demam berdarah. Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus erat hubungan dengan tempat tinggal manusia karena nyamuk senang berkembangbiak ditempat bergenang disekitar permukiman seperti ban kendaraan dan piring di bawah pot-pot tanaman atau didalam ruangan seperti vas bunga, tempat penyimpanan air dan bak kamar mandi. Kota Bekasi sebagai salah satu kota berkembang di Indonesia mengalami kenaikan penduduk setiap tahunnya, dimana kenaikan penduduk ini juga dipengaruhi oleh penduduk migran yang bekerja di DKI Jakarta tetapi bertempat tinggal di Kota Bekasi. Kenaikan penduduk tiap tahunnya akan mengakibatkan bertambahnya permukiman untuk mengakomodasi kebutuhan penduduk sehingga timbul permukiman yang padat penduduk Pada tahun 2013 ini tercatat penderita demam berdarah mencapai 1415 orang dengan 17 korban meninggal. Persebaran penderita penyakit demam berdarah ini tersebar secara merata di 12 Kecamatan di Kota Bekasi, akan tetapi pada Kecamatan Bekasi Barat ditemukan paling banyak penderita dengan jumlah 259 kasus. Teknologi penginderan jauh dan sistem informasi geografis dewasa ini sudah dapat memberikan banyak kontribusi untuk ilmu geografi dalam berbagai 25
bidang kajian salah satunya dalam bidang kesehatan. Dalam studi pemetaaan daerah rawan penyakit demam berdarah ini teknologi penginderaan jauh digunakan untuk mengekstrasi informasi spasial yang dapat menggambarkan keadaan satu wilayah. Pemanfaatan citra penginderaan jauh sebagai sumber data untuk mengekstraksi parameter fisik dinilai lebih menguntungkan karena menghemat waktu dan biaya daripada melakukan dengan survey lapangan. Data primer yang digunakan berupa citra Quickbird sebagian Kota Bekasi dan peta rupa bumi Indonesia daerah penelitian skala 1:25000, sedangkan data sekunder yang digunakan berupa data lokasi TPS sampah dan data penderita penyakit demam berdarah. Analisis pertama yang dilakukan yaitu Confusion Matrix Calculation yang digunakan untuk untuk mendapatkan hasil uji akurasi terhadap parameter-parameter yang sebelumnya sudah di interpretasi melalui citra Quickbird. Analisis kuantitatif berjenjang yang sudah memiliki bobot dilakukan untuk mendapatkan tingkat kerawanan terhadap persebaran penyakit di Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi. Sehingga bisa diketahui daerah mana saja yang memiliki kerawanan terhadap persebaran penyakit demam berdarah dari parameter kondisi fisik seperti pola permukiman, kepadatan permukiman, kepadatan penduduk, jarak terhadap tempat pembuangan sampah, kondisi tempat penampungan air dan kondisi pencahayaan rumah. Analisis selanjutnya yaitu analisis statistik deskriptif dengan metode regresi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui parameter lingkungan mana yang berpengaruh terhadap persebaran vektor penyakit demam berdarah terhadap kejadian demam berdarah di Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi dengan menggunakan angka kejadian (Incidient Rate) penyakit demam berdarah di Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi pada tahun 2013
26
Tingginya Angka Kejadian Penderita Penyakit demam Berdarah di Kota Bekasi
Musim Hujan
Munculnya Banyak Penyakit
Identifikasi Faktor Fisik Untuk Klasifikasi Tingkat Kerawanan Penyakit Demam Berdarah: Pola Permukiman Kepadatan Permukiman Kepadatan Penduduk
Penyakit Demam Berdarah
Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Bidang Kesehatan Visualisasi Peta Akhir
Gambar 1.4 Diagram Alir Kerangka Pemikiran 1.7
Batasan Operasional Penelitian
Angka Kejadian (Incidient Rate) Adalah nilai yang menunjukan jumlah penderita suatu penyakit pada setiap 10.000 penduduk (Depkes RI 2005)
Citra penginderaan jauh Merupakan gambaran kondisi permukaan bumi sebagai hasil ekstraksi informasi terkait obyek di permukaan bumi tanpa adanya kontak langsung dengan obyek tersebut menggunakan radiasi elektroagnetik baik saluran tunggal ataupun lebih. Ekstraksi informasi diperoleh sebagai hasil rekaman pantulan atau rekaman obyek terhadap radiasi elektromagnetik yang digunakan (Campbell 2002).
27
Demam Berdarah Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti dan Aedes Albopictus lewat air liur gigitan saat menghisap darah manusia. Penyakit ini bisa menyebabkan kematian pada manusia.
Endemis Istilah yang dipakai pada penyakit-penyakit yang sudah lama ada disuatu tempat, istilah ini dipakai juga untuk keberadaan mahluk hidup tertentu misalnya tumbuhan atau binatang yang sudah lama berada disuatu tempat dimana saja dimuka bumi ini. Jika masa inkubasi dari penyakit sangat pendek atau dalam hitungan beberapa hari atau beberapa jam maka penyakit dapat dikatakan sudah lama ada jika disuatu daerah dimana penyakit itu ada terus setelah sebulan atau beberapa masa inkubasi.
Epidemiologi Ilmu yg mempelajari, menganalisis & berusaha memecahkan berbagai masalah kesehatan & masalah berhubungan dengan kesehatan pada suatu kelompok penduduk tertentu.
Interpretasi citra Proses mengkaji citra penginderaan jauh yang bertujuan untuk megidentifikasi objek dan meniai arti pentingnya objek tersebut
Kerawanan Suatu kondisi atau peristiwa yang memiliki potensi untuk mengancam kehidupan manusia, baik dirinya, harta benda, kehidupannya, maupun lingkungannya.
Penginderaan jauh Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejaa dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah atau gejala yang dikaji
Sistem Informasi Geografis Suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan menangani, memanipulasi, hingga visualisasi data yang memiliki referensi geografis. 28