BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional masih selalu
digunakan masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan yang masih kaya dengan keanekaragaman tumbuhannya (I Wayan, 2004). Sejak ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional sudah ada di Indonesia, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modernnya dikenal masyarakat (Wijayakusuma, 2002). Berdasarkan perkiraan World Health Organization (WHO), lebih dari 80% penduduk negara-negara berkembang tergantung pada obat tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan (Khanna et al., 2001). Di Indonesia penarikan sari tersebut dilakukan dengan cara “memipis” yaitu melumatkan bahan dengan bantuan air, pada alat yang disebut pipisan, kemudian diperas dan ampasnya dibuang. Gallenos sangat berjasa dalam bidang galenik, karena telah merintis dan mencatat car pembuatan sediaan galenik. Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat laraut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari mengandungzat aktif yang dapta larut dan zat yang tidak dapat larut seperti serat karbohidrat, protein, dan lain-lain. Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fasa: padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan
1
sebagainya. Pada berbagai kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan hasil pemisahan yang diinginkan. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian yaitu ; kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Proses penyarian meliputi ; pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Secara umum proses penyarian dapat dibedakan menjadi ; infundasi, maserasi, perkolasi, dan destilasi uap. Dari macam penyarian diatas sering dilakukan modifikasi, seperti misalnya maserasi dapat disempurnakan dengan disgesti. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang macam dan cara kerja metode maserasi pada beberapa simplisia seperti Sappan Lignum,
Blumeae Folium,
Languatis Rhizoma, Burmani cortex,
Guazumae Folium dan .. secara mendalam. 1.2 Pembatasan Masalah Hal yang dijadikan sebagai batasan dalam makalah ini adalah pengertian ekstraksi, tanaman dan klasifikasi tentang masing-masing tanaman yang digunakan dalam pembuatan ekstrak , macam-macam kandungannya, metode ekstraksi yang digunakan serta prinsip kerjanya, rendemen
perhitungan
ekstrak,
identifikasi
kandungan
tanaman
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut: 1
Apa pengertian ekstraksi?
2
Metode ekstraksi apa saja yang digunakan?
3
Bagaimana prinsip kerja pada masing-masing metode?
4
Bagaimana kelebihan dan kekurangan dalam macam-macam metode ekstraksi?
2
5
Tanaman apa saja yang digunakan dalam pembuatan ekstraksi?
6
Bagaimana klasifikasi pada masing-masing tanaman?
7
Apa saja kandungan dan khasiat dalam masing-masing tanaman?
8
Bagaimana cara perhitungan randemen pada pembuatan ekstraksi?
9
Apa pengertian Kromatografi Lapis Tipis?
10 Bagaimana prinsip kerja pada Kromatografi Lapis Tipis? 11 Bagaimana prinsip kerja skrining?
1.4
Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.4.1
Tujuan Penulisan 1 Mengenal klasifikasi, kandungan dan khasiat pada tanaman yang digunakan dalam pembuatan ekstraksi. 2 Mengetahui macam metode ekstraksi, prinsip kerja serta kelebihan dan kekurangannya. 3 Mengetahui
perhitungan
randemen
pada
pembuatan
ekstraksi. 4 Mengetahui cara identifikasi kandungan pada tanaman menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. 5 Memenuhi tugas dari Ibu Fera Suwitasari S. Pd. selaku dosen Farmakognosi.
1.4.2
Manfaat Penulisan 1. Meningkatkan pengetahuan tentang klasifikasi, kandungan dan khasiat pada tanaman yang digunakan dalam pembuatan ekstraksi. 2. Mengenal lebih jauh tentang macam metode ekstraksi, prinsip kerja serta kelebihan dan kekurangannya. 3. Mengenal Kromatografi Lapis Tipis dalam identifikasi kandungan pada tanaman. 4. Adanya informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemanfaatan tanaman untuk dijadikan ekstrak dengan cara yang benar dan tepat.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Tanaman a. Blumeae Folium
Klasifikasi daun Sembung (Blumeae balsamifera [L.] DC.) adalah:
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Blumea
Spesies
: Blumea balsamifera [L.] DC.
Nama Daerah
: Jawa: Sembung, sembung utan (Sunda), sembung
legi, sembung gantung, sembung gula, sembung kuwuk, sembung iningsa, sembung langu, sembung lelet (Jawa), Kamandhin (Madura), Sembung (Bali), Sumatera: Sembung, capa (Melayu), capo (Sumatera), Afoat (Timor), Ampampau, capo, Madikapu.
4
Pemerian
: Bau mirip kamfer, rasa mirip kamfer dan agak
pahit. Kandungan
: Tanin, Borneol, cineole, limonene, di-methyl ether
phloroacetophenone. Khasiat
: Astringen, Anti rematik, melancarkan sirkulasi,
menghilangkan bekuan darah dan pembengkakan. Materia Medika Indonesia III, hal: 29-31, th 1979, Depkes RI. b. Sappan Lignum Klasifikasi kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) adalah:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae / Caesalpiniaceae
Upafamili
: Caesalpinioideae
Genus
: Caesalpinia
Spesies
: C. sappan
Nama Daerah
: Sumatera: seupeueng (Aceh), sepang (Gayo),
sopang (Batak), cacang (Minangkabau), Jawa: secang (Sunda), kayu secang, soga jawa (Jawa), kaju secang (Madura), Nusatenggara: cang 5
(Bali), sepang (Sasak), Sulawesi: Kayu sema (Manado), sapang (Makassar), sepang (Bugis), Maluku: sefen (Halmahera Selatan), roro (Tidore). Pemerian
: Tidak berbau, rasa agak kelat.
Kandungan
: Asam galat, tanin, resin, resorsin, brasilin,
brasilein, d-alfa-phellandrene, oscimene, minyak atsiri, pigmen. Khasiat: Antidiare, menghentikan perdarahan, pembersih darah, pengelat, penawar racun dan antiseptik. c. Burmanni Cortex Klasifikasi kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni Ness ex) adalah:
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Magnoliidae
Ordo
: Laurales
Famili
: Lauraceae
Genus
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum burmannii (Nees &Th. Nees)
Nama Daerah
: Sumatera: holim, holim manis, modang siak-siak
(Batak),
kayu
kanigar,
(Minangkabau),
Jawa:
manis huru
(Melayu),
mentek,
madang
kiamis
kulit
(Sunda),
manih
kanyengar 6
(Kangean), Nusatenggara: kesingar, kecingar, cingar (Bali), onte (Sasak), kaninggu (Sumba), puu ndinga (Flores). Pemerian
: Bau khas aromatik, rasa agak manis, agak pedas
dan kelat. Kandungan
: Minyak atsiri yang mengandung sinamil asetat,
borneol, simeh, zat penyamak, minyak atsiri 1-3%, tanin, damar, lendir, kalsium oxalat. Khasiat
:
Diaforetika,
Karminativ,
Antiiritasi,
Bahan
pewangi, Bumbu masak. Materia Medika Indonesia I, hal: 43-46, th 1977, Depkes RI.
d. Guazuma Folium
Nama Ilmiah
: Guazuma Ulmifolia Lamk
Sinonim
: Guazuma tementosa Kunth
Nama Lokal
: Jati Belanda, Jati londo
Familia
: Sterculiaceae
Ordo
: Malvales
Simplisia
: Guazumae Folium
7
Kandungan senyawa Kimia
: Kandungan utamanya yaitu tanin
dan musilago. Kandungan lainnya yaitu
damar, resin, flavonoid,
karotenoid, asam fenolat, zat pahit, karbohidrat, kafein, terpen, juga senyawa
senyawa lain seperti sterol, beta-sitosterol, friedelin-3-alfa-
asetat, friedelin -3-beta-ol, alkoloida serta karbohidrat dan minyak lemak.
Pembahasan Guazuma ulmifolia Lamk atau yang dikenal di Indonesia dengan nama jati belanda, merupakan tanaman yang tumbuh baik di iklim tropis seperti negara kita ini. Tanaman dari kelas Dicotyledonae ini termasuk dalam ordo Malvales famili Sterculiaceae. Tanaman ini tumbuh di dataran rendah sampai dengan ketinggian 800 mdpl. Jati belanda biasanya ditanam sebagai pohon peneduh, tanaman pekarangan atau tumbuh liar begitu saja. Jati belanda atau jati londo dalam bahasa Jawa, dan dikenal dengan nama bastard cadar dalam bahasa Inggris, merupakan pohon dengan tinggi kurang lebih 10 m yang berbatang keras, berkayu bulat dengan permukaan batang yang kasar, dan berwarna coklat kehijauan, banyak alur berkayu dan percabangan monop[odial. Daunnya berbentuk bulat telur berwarna hijau dengan pinggiran bergerigi, permukaan kasar, ujung rucing, pangkal berlekuk, pertulangan menyirip berseling, dan berukuran panjang 10-16 cm serta lebar 3-6 cm ada stipula intrapetiolus. Bunganya,berbentuk bulat aktinomorf, jumlah sepal 3-5, petal kecil/direduksikan, Stamen membentuk dua lingkaran dengan lingkaran yang luar menjadi staminodia ,ovarium superior . Buah dari tanaman ini berbentuk bulat, keras(drupa), memiliki lima ruang, permukaan tidak rata berwarna hijau ketika muda dan berubah menjadi cokelat kehitaman setelah tua.
8
e. Melaleuca Folium Nama Simplisia
: Melaleuca Folium
Nama Tanaman Asal
: Melaleuca Leucadendra
Familia
: Myrtaceae
Nama Daerah
: Daun kayu putih
Kandungan
: Minyak atsiri, sineol 50% - 65%
Khasiat
: Stomatik, Spasmolitik
Organoleptis
: Bentuk
: Serbuk
Bau
: Tidak berbau
Rasa
: Mula-mula tidak berasa, lama kelamaan pahit
Warna
: Hijau tua
Gelam atau Kayu putih (Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron) merupakan pohon anggota suku jambu-jambuan (Myrtaceae) yang dimanfaatkan sebagai sumber minyak kayu putih (cajuput oil). Minyak diekstrak (biasanya disuling dengan uap) terutama dari daun dan rantingnya. Namanya diambil dari warna batangnya yang memang putih. Tumbuhan ini terutama tumbuh baik di Indonesia bagian timur dan Australia bagian utara, namun demikian dapat pula diusahakan di daerah-daerah lain yang memiliki musim kemarau yang jelas. Minyak kayu putih mudah menguap. Pada hari yang panas orang yang berdekatan dengan pohon ini akan dapat membauinya dari jarak yang cukup jauh. Sebagai tumbuhan industri, kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk hutan usaha (agroforestri). Perhutani memiliki beberapa hutan kayu putih untuk memproduksinya. Minyak kayu putih yang diambil dari penyulingan biasa dipakai sebagai minyak balur atau campuran minyak pengobatan lain (seperti minyak telon) atau campuran parfum serta produk rumah tangga lain.
9
Gambar daun kayu putih 2.2
Ekstraksi, Ekstrak dan Larutan Penyari
A. Ekstraksi dan Ekstrak Ekstraksi adalah metode penyarian zat-zat atau senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Bahan yang diekstrak bisa berupa bahan segar maupun bahan kering. Untuk bahan kering harus dikecilkan dahulu ukuran partikelnya (diserbuk). Sedangkan ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagao obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanama atau eksudat tanaman. Yang dimaksud eksudat tanaman
10
adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisa hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian dari hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adlah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. B. Pertimbangan pemilihan metode ekstraksi didasarkan pada :
bentuk/tekstur bahan yang digunakan
kandungan air dari bahan yang diekstrasi
jenis senyawa yang akan diekstraksi
sifat senyawa yang akan diekstraksi Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan,
bahan yang mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengan cara maserasi. sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi. untuk bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan dapat diekstrasi dengan metode soxhlet. C. Larutan Penyari Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini: 1. Murah dan mudah diperoleh 2. Stail secara fisika dan kimia 3. Bereaksi netral 4. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar 5. Selektif, yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki 6. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat 7. Diperbolehkan oleh peraturan
11
2.3
Macam-macam Metode Ekstraksi A. Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terekat terdesak keluar. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandug benzoin, stirak dan lain-lain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Pada penyarian maserasi ini, perlu dilakukan
pengadukan.
Pengadukan
diperlukan
untuk
meratakan
konsentrasi larutan diluar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan didalam sel dengan larutan diluar sel. Prinsip Maserasi: Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
12
Modifikasi Maserasi: 1. Digesti 2. Maserasi dengan mesin pengaduk 3. Remaserasi 4. Maserasi Melingkar 5. Maserasi melingkar bertingkat Alat Maserasi: A. Bejana untuk maserasi berisi bahan yang sedang dimaserasi B. Tutup C. Pengaduk yang digerakkan secara mekanik
Gambar alat
maserasi
Keuntungan metode maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian
metode
maserasi
adalah
pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.
Gambar alat maserasi
B. Refluks Refluks merupakan salah satu metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis suatu senyawa, baik organik maupun anorganik yang berlangsung pada suhu tinggi. Prinsip Refluks:
13
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan kedalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu
alas
bulat,
demikian
seterusnya
berlangsung
secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Keuntungan metode refluks digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugian metode refluks membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator.
Gambar alat refluks
Gambar kondensor
refluks
C. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
14
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan
/
penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 – 5 kali bahan (Anonim, 2000). Prinsip perkolasi: Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melaui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena: a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi. Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu: A. Perkolator bentuk tabung B. Perkolator bentuk paruh dan C. Perkolator bentuk corong
15
Perkolator
berbentuk
tabung
biasanya
digunakan
untuk
pembuatan ekstrak cair, perkolator berbentuk paruh biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar tinggi, perkolator berbentuk corong biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah. Ukuran perkolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3 tinggi perkolator. Perkolator dibuat dari gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang tidak saling mempengaruhi dengan obat atau cairan penyari. D. Infundasi Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90° C selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Panci infus terdiri dari dua susun, panci bagian atas berisi bahan dan aquadest, sedangkan panci bagian bawah berupa tangas air. Dengan demikian panci yang berisi bahan tidak langsung berhubungan dengan api. Alat Infundasi: A. Panci berisi bahan dan air B. Tangas air
16
Gambar alat infundasi
Gambar
panci
infus
Infus dibuat dengan cara: 1.
Membasahi bahan bakunya, biasanya dengan air 2 kali bobot bahan, untuk bunga 4 kali bobot bahan dan untuk karagen 10 kali bobot bahan.
2.
Bahan baku ditambah dengan air dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90-98° C. Umumnya untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian bahan. Namun, pada simplisia tertentu tidak diambil 10 bagian. Hal ini
disebabkan karena: a. Kandunagan simplisia kelarutannya terbatas, misalnya kulit kina digunakan 6 bagian. b. Disesuaikan dengan cara penggunaannya dalam pengobatan, misalnya daun kumis kucing, sekali minum infus 100 cc, karena itu diambil ½ bagian. c. Berlendir, misalnya karagen digunakan 1 ½ bagian. d. Daya kerjanya keras, misalnya digitalis digunakan ½ bagian. 3.
Untuk memindahkan penyarian kadang-kadang perlu ditambah bahan kimia, misalnya: a. Infus kulit kina biasanya ditambah dengan asam sitrat sepersepuluh dari bobot simplisia. b. Infus simplisia yang mengandung glikosida antrakinon (Infus kelembak) ditambahkan kalium atau natrium karbonat sebanyak sepersepuluh dari bobot simplisia. 17
4.
Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas, kecuali bahan yang mengandung bahan yang mudah menguap, misalnya: a. Infus simplisa yang mengandung minyak atsiri harus diserkai setelah dingin. b. Infus asam jawa dan simplisia yang mengandung berlendir tidak boleh diperas.
5. Simplisia yang digunakan untuk pembuatan infuse harus mempunyai derajat kehalusan tertentu. a. Derajat kahalusan (2/3), misalnya : Daun kumis kucing, Daun sirih, Akar manis. b. Derajat kehalusan (3/6), misalnya Rimpang jeringau, Akar kelembak. c. Derajat kehalusan (6/8), misalnya :Rimpang lengkuas, Rimpang temulawak, Rimpang jahe. d. Derajat kehalusan (8/24), misalnya Kulit kina.
Prinsip Infundasi: Simplisia yang telah dihaluskan sesuai dengan derajat kehalusan yang telah ditetapkan dicampur dengan air secukupnya dalam sebuah panci. Kemudian dipanaskan dalam tangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu dalam panci mencapai 900C, sambil sekali-sekali diaduk. Infuse diserkai sewaktu masih panas melalui kain flannel. Untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan air mendidih melalui ampasnya. Infuse simplisia yang mengandung minyak atsiri harus diserkai setelah dingin. Infuse asam jawa dan simplisia yang berlendir tidak boleh diperas. Infuse kulit kina biasanya ditambah dengan asam sitrat sepersepuluh dari bobot simplisia. Asam jawa sebelum dipakai dibuang bijinya dan sebelum direbus dibuat massa seperti bubur. Buah adas dan dan buah adas manis dipecah terlebih dahulu. Keuntungan dari metode Infundasi adalah unit alat yang dipakai sederhana, biaya operasionalnya relatif rendah.
18
Kerugian dari metode Infundasi adalah: a) Zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan mengendap kembali,apabila kelarutannya sudah mendingin.(lewat jenuh). b) Hilangnya zat-zat atsiri. c) Adanya zat-zat yang tidak tahan panas lama,dismping itu simplisia yang mengandung zat-zat albumin tentunya zat ini akan menggumpal dan menyukarkan penarikan zat-zat berkhasiat tersebut. E. Soxlet Merupakan
penyarian
simplisia
secara
berkesinambungan
menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus soxklet sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik. Prinsip soxhletasi Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisa ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisa dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
19
Gambar alatalat soxhlet
Keuntungan metode soxhlet adalah: 1. Dapat digunakan
untuk
sampel denga tekstur yang lunak dan tidak tahan
pemanasan
secara langsung. 2. Cairan penyari
yang
diperlukan
lebih
sedikit
dan
secara
langsung diperoleh hasil yang lebih pekat. 3. Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak. 4. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan tanpa menambah volume cairan penyari.
Kerugian metode soxhlet adalah: 1. Karena pelarut di daur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah disebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas. 2. Larutan dipanaskan terus-menerus sehingga zat aktif yag tidak tahan pemanasan kurang cocok. Ini dapat diperbaiki dengan menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan udara. 3. Cairan penyari di didihkan terus-menerus sehingga cairan penyari yang baik harus murni atau campuran azeotrop.
20
4. Tidak bisa dengan penyari air (harus solvent organik), sebab titik didih air 100° C harus dengan pemanasan tinggi untuk menguapkannya, akibatnya zat kimia rusak. 2.4
Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi
merupakan
suatu
teknik
pemisahan
yang
menggunakan 2 fase yaitu gerak dan diam serta mengkuantifikasi macammacam komponen dalam suatu campuran yang kompleks, baik komponen organik mauapun anorganik. Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition chromatography). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa
menjadi
senyawa
murninya
dan
mengetahui
kuantitasnya yang menggunakan. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. Prinsip Kromatografi Lapis Tipis: Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan. Nilai Rf Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya
21
berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Rumus perhitungan Nilai Rf :
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.
22
BAB III METODE KERJA 3.1
Maserasi Simplisia Daun Sembung (Blumeae Folium) 1. Alat
Erlenmeyer 250 ml
Kertas perkamen
Beaker glass 250 ml
Gelas ukur 100 ml
Batang pengaduk
Waterbath
Sendok tanduk
Cawan 100 ml
Aluminium foil
Kertas saring
Botol
Corong
2. Bahan
Simplisia serbuk daun Sembung (Blumeae Folium) 10 g
Cairan penyari etanol 80% 100 ml
3. Prosedur Pembuatan Ekstrak a. Membuat larutan penyari sebanyak 100 ml dari pengenceran etanol 96% dan aquadest sbb: Etanol 96% yang diperlukan: V1 . N1
=
V2 . N2
300 ml . 80%
=
V2 . 96%
300 ml . 80%
=
V2
250 ml =
V2
96%
Air untuk etanol 96%: 300 ml – 250 ml
=
50 ml
b. Ditimbang 10 g serbuk simplisia daun Sembung. c. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan etanol 80% sebanyak 75 ml, kemudian tutup menggunakan aluminium foil. d. Dibiarkan selama 5 hari sambil diaduk-aduk dan simpan ditempat yang terlindung cahaya matahari.
23
e. Cairan disaring, dimasukkan ke dalam botol untuk menampung sarinya. f. Ampas ditambahkan 25 ml etanol 80%, aduk dan saring, sehingga diperoleh sari sebanyak 100 bagian. g. Sari ditutup dan disimpan ditempat sejuk yang terlindung cahaya matahari, diamkan selama 2 hari. h. Dilakukan pemekatan sari di atas waterbath dengan suhu 50° C sampai didapatkan ekstrak kental. i. Ditimbang berat sari yang telah dipekatkan (sebelumnya telah diketahui berat cawan kosong) dengan perhitungan sbb: Berat Ekstrak Kental = Berat Ekstrak Kental & Cawan – Berat Cawan Kosong Berat Ekstrak Kental = =
83,06 g -82,22 g 0,84 g
j. Jika sudah didapat hasil berat ekstrak kental, selanjutnya dilakukan perhitungan randemen dengan rumus: Berat Randemen = Berat Ekstrak Kental Berat Simplisia Berat Randemen
=
8,04 g
x
100%
X
100%
10 g =
8,4 %
k. Dari hasil ekstrak kental tersebut dapat dilakukan analisis lanjutan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis untuk mengetahui kandungannya.
3.2 Refluks Simplisia Daun Jati Belanda (Guazumae Folium) Alat
Beaker glass 250 ml
Labu alas bulat
Gelas ukur 100 ml
Batu didih
Batang pengaduk
Cawan
Sendok tanduk
Kondensor / Pendingin
Klem dan Statif
Kertas saring
24
Corong
Tissue
Hiter
Waterbath
1. Bahan
Simplisia serbuk Guazumae Folium 10 g
Cairan penyari etanol 70% 100 ml
2. Prosedur Pembuatan Ekstrak a. Membuat larutan penyari sebanyak 100 ml dari pengenceran etanol 96% dan aquadest sbb: Etanol 96% yang diperlukan: V1 . N1
=
V2 . N2
100 ml . 70%
=
V2 . 96%
100 ml . 70%
=
V2
=
V2
=
27 ml
96% 72,91 ml ~ 73 ml Air untuk etanol 96%: 100 ml – 73 ml
b. Ditimbang 10 g serbuk simplisia daun jati belanda c. Dimasukkan ke dalam labu alas bulat yang sebelumnya telah diberi batu didih, guna mencegah terjadinya letupan (bumping) dan meratakan panas. d. Ditambahkan pelarut etanol 70% hingga semua bahan terendam. e. Dipasang alat refluks (merangkai alat, labu alas bulat dan kondensor). Jika sudah terpasang, maka proses dapat dimulai dengan memanaskan pelarut dan menghidupkan kran pendingin selama ½ jam. f. Di saring bahan dan dilakukan pemekatan sari di atas waterbath dengan suhu 50° C sampai didapatkan ekstrak kental. g. Ditimbang berat sari yang telah dipekatkan (sebelumnya telah diketahui berat cawan kosong) dengan perhitungan sbb: Berat Ekstrak Kental = Berat Ekstrak Kental & Cawan – Berat Cawan Kosong Berat Ekstrak Kental =
76,68 g – 76,54 g 25
=
0,22 g
h. Jika sudah didapat hasil berat ekstrak kental, selanjutnya dilakukan perhitungan randemen dengan rumus: Berat Randemen = Berat Ekstrak Kental Berat Simplisia Berat Randemen
=
0,22 g
x
100%
X
100%
10 g =
2,2 %
i. Dari hasil ekstrak kental tersebut dapat dilakukan analisis lanjutan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis untuk mengetahui kandungannya.
3.3 Identifikasi Rhodamin B pada Simplisia Kayu Secang (Sappan Lignum) menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
1. Alat
Beaker glass 250 ml
Erlenmeyer 250 ml
Batang pengaduk
Chamber + penutup
Silika gel (Fase Diam)
Pipa kapiler
2. Bahan
Fase Gerak = Etil Asetat : metanol : Ammonia (15 :6 :5 )
Baku pembanding (Rhodamin B)
3. Prosedur Pembuatan Ekstrak a. Disiapkan ekstrak yang akan digunakan (ekstrak Sappan lignum dengan ekstrak sebanyak 8,5%). b. Membuat fase gerak Etil Asetat – metanol – Amonia (15 : 6 : 5) dengan perhitungan sbb:
26
Etil Asetat: =
15
x
30
26 =
17,30 ml
=
6
Metanol: x
30
26 =
6,92 ml
=
5
Amonia: x
30
26 =
5,76 ml
c. Dibuat garis dasar bawah plate 1 cm, diukur dari bawah. Dan garis dasar bagian atas 0,5 cm, diukur dari atas plate. d. Ditotolkan larutan baku (Rhodamin B) yang telah disiapkan sejajar tetap diatas base line menggunakan pipa kapiler. e. Ditotolkan pula larutan uji (ekstrak Sappan lignum) sejajar dengan larutan baku dengan jarak 1 cm, ditunggu sedikit kering. f. Dilakukan penjenuhan dengan cara dimasukkan kertas saring ke dalam chamber yang sebelumnya telah berisi fase gerak, ditunggu sampai jenuh. g. Dimasukkan plate ke dalam chamber, tutup chamber, ditunggu sampai eluen mencapai garis akhir. h. Kemudian plate diangkat menggunakan pinset, dikeringkan dan kemudian dilkukan perhitungan Rf dengan rumus:
i. Perhitungan Rf Rf S
= 0
Rf B
=
= 0,79
27
Harga Rf = ( Rf B – Rf S) = 0,79 -0 =0,79
3.4 Maserasi Simplisia Kayu Secang (Sappan Lignum) Alat
Erlenmeyer 250 ml
Gelas ukur 100 ml
Beaker glass 250 ml
Waterbath
Batang pengaduk
Cawan 100 ml
Sendok tanduk
Kertas perkamen
Aluminium foil
Kertas saring
Botol
Corong
1. Bahan
Simplisia serbuk Kayu Secang (Sappan lignum) 10 g
Cairan penyari etanol 70% 100 ml
2. Prosedur Pembuatan Ekstrak a. Membuat larutan penyari sebanyak 100 ml dari pengenceran etanol 96% dan aquadest sbb: Etanol 96% yang diperlukan: V1 . N1
=
V2 . N2
100 ml . 70%
=
V2 . 96%
100 ml . 70%
=
V2
=
V2
=
27 ml
96% 72,91 ml ~ 73 ml Air untuk etanol 96%: 100 ml – 73 ml
b. Ditimbang 10 g serbuk simplisia rimpang lengkuas. c. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan etanol 70% sebanyak 75 ml, kemudian tutup menggunakan aluminium foil.
28
d. Dibiarkan selama 5 hari sambil diaduk-aduk dan simpan ditempat yang terlindung cahaya matahari. e. Cairan disaring, dimasukkan ke dalam botol untuk menampung sarinya. f. Ampas ditambahkan 25 ml etanol 70%, aduk dan saring, sehingga diperoleh sari sebanyak 100 bagian. g. Sari ditutup dan disimpan ditempat sejuk yang terlindung cahaya matahari, diamkan selama 2 hari. h. Dilakukan pemekatan sari di atas waterbath dengan suhu 50° C sampai didapatkan ekstrak kental. i. Ditimbang berat sari yang telah dipekatkan (sebelumnya telah diketahui berat cawan kosong) dengan perhitungan sbb: Berat Ekstrak Kental = Berat Ekstrak Kental & Cawan – Berat Cawan Kosong j. Jika sudah didapat hasil berat ekstrak kental, selanjutnya dilakukan perhitungan randemen dengan rumus: Berat Randemen = Berat Ekstrak Kental Berat Simplisia
X
100%
Dalam metode maserasi ini menggunakan bobot konstan, sehingga memiliki beberapa hasil perhitungan sbb: Hasil I: Berat Ekstrak kental =
Berat Randemen
82,21g – 83,06 g
=
0,85 g
=
0,85 g
x
100%
10 g =
8,5 %
k. Dari hasil ekstrak kental tersebut dapat dilakukan analisis lanjutan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis untuk mengetahui kandungannya.
29
3.5 Perkolasi Simplisia Kulit Kayu Manis (Burmani Cortex) 1. Alat
Erlenmeyer 250 ml
Sendok tanduk
Beaker glass 250 ml
Perkolator
Batang pengaduk
Tissue
Aluminium foil
Cawan
Klem dan Statif
Waterbath
Gelas ukur 100 ml
2. Bahan
Simplisia serbuk Kayu Manis (Burmani Cortex) 10 g
Cairan penyari etanol 70%
3. Prosedur Pembuatan Ekstrak a. Membuat larutan penyari sebanyak 100 ml dari pengenceran etanol 96% dan aquadest sbb: Etanol 96% yang diperlukan: V1 . N1
=
V2 . N2
300 ml . 70%
=
V2 . 96%
300 ml . 70%
=
V2
=
V2
=
81 ml
96% 218,75 ml ~ 219 ml Air untuk etanol 96%: 300 ml – 219 ml
b. Ditimbang 10 g serbuk simplisia Kulit Kayu Manis. c. Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan etanol 70% ± 10 ml sampai serbuk terbasahi. Lalu ditutup dengan aluminium foil didiamkan selama 1 jam. d. Dimasukkan masa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan perlahan-lahan. Tambahkan larutan etanol 70% secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas serbuk masih terdapat selapis larutan etanol. Tutup perkolator, diamkan selama 15 menit.
30
e. Dibiarkan cairan filtrat menetes dengan kecepatan 1 ml/menit. Tambahkan berulang-ulang etanol 70% secukupnya sampai selalu terdapat selapis cairan penyari di atas permukaan simplisia ± 1 cm. f. Tampung 80% filtrat pertama dan pisahkan. Lalu perkolasi dilanjutkan sampai dicapai titik akhir perkolasi yaitu sampai tetesan berwarna jernih. Filtrat yang didapatkan sampai 20%. g. Campurkan 80% filtrat pertama dengan 20% filtrat sisa dan diuapkan diatas waterbath pada suhu 50º C sampai terdapat ekstrak kental. h. Ditimbang berat sari yang telah dipekatkan (sebelumnya telah diketahui berat cawan kosong) dengan perhitungan sbb: Berat Ekstrak Kental = Berat Ekstrak Kental & Cawan – Berat Cawan Kosong 3.1Hasil penimbangan dan randemen ke-1 Berat Ekstrak Kental = =
48,64 g – 48,18 g 0,46 g
perhitungan randemen dengan rumus:
Berat Randemen = Berat Ekstrak Kental Berat Simplisia Berat Randemen
=
0,46 g
X
x
100%
100%
10 g =
4,6 %
3.2 Hasil penimbangan dan randemen ke-2 Berat Ekstrak Kental = =
48,63 g – 48,18 g 0,45 g
perhitungan randemen dengan rumus:
Berat Randemen = Berat Ekstrak Kental Berat Simplisia
X
100%
31
Berat Randemen
=
0,45 g
x
100%
10 g =
4,5 %
3.3 Hasil penimbangan dan randemen ke-3 Berat Ekstrak Kental = =
48,62g – 48,18 g 0,44g
perhitungan randemen dengan rumus:
Berat Randemen = Berat Ekstrak Kental Berat Simplisia Berat Randemen
=
0,44g
x
100%
X
100%
10 g =
4,4%
i. Dari hasil ekstrak kental tersebut dapat dilakukan analisis lanjutan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis untuk mengetahui kandungannya. 3.6 Infundasi Simplisia Daun Kayu Putih (Melaleuca Folium) 1. Alat
Panci infus
Cawan
Tangas air / Hiter
Waterbath
Gelas ukur 100 ml
Kain flanel
Corong
Termometer
Sendok tanduk
Kertas perkamen
2. Bahan
Simplisa serbuk Daun Kayu Putih 10 g
Cairan penyari air 100 ml
32
3. Prosedur Pembuatan Ekstrak a. Ditimbang 10 g serbuk simplisia Daun Kayu Putih. b. Dimasukkan ke dalam panci infus (I) dan basahi dengan cairan penyari air sebanyak 100 ml. c. Diletakkan diatas panci infus (II) yang sebelumnya telah berisi air panas penuh. d. Dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90-98°C. e. Disaring menggunakan kain flanel. f. Filtrat yang diperoleh diuapkan diatas waterbath pada suhu 50°C sampai terdapat ekstrak kental. g. Ditimbang berat sari yang telah dipekatkan (sebelumnya telah diketahui berat cawan kosong) dengan perhitungan sbb: Berat Ekstrak Kental = Berat Ekstrak Kental & Cawan – Berat Cawan Kosong Berat Ekstrak Kental = =
78,63 g – 78,14 g 0,49 g
h. Jika sudah didapat hasil berat ekstrak kental, selanjutnya dilakukan perhitungan randemen dengan rumus: Berat Randemen = Berat Ekstrak Kental Berat Simplisia Berat Randemen
=
0,49 g
x
X
100%
100%
10 g =
4,9%
i. Dari hasil ekstrak kental tersebut dapat dilakukan analisis lanjutan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis untuk mengetahui kandungannya.
3.7 Prosedur Skrining Tanggal
: 13 Juni 2014
Judul
: Melakukan uji kandungan pada ekstrak Guazumae Folium
33
Tujuan
: Mengetahui kandungan yang terdapat pada ekstrak daun Kumis kucing
I.
Pendahuluan Kategori penelitian ini termasuj jenis penelitian experiment dengan
rancangan acak lengkap sederhana, yaitu mengenai pengaruh diantara variabel dengan melakukan pengamatan terhadap kelompok experimental pada berbagai kondisi perlakuan dan membandingkannya dengan kelompok kontrol. II. Alat dan Bahan : Alat :
Cawan
Kaki 3
Gelas ukur
Lampu spiritus
Beaker glass
Batang pengaduk
Erlenmeyer
Aluminium foil
Tabung reaksi
Penjepit
Bahan :
Ekstrak daun Jati Belanda ( Guazuma Folium)
HCl 2N
NaCl 10%
HCl Pekat
Etanol 96%
III. Prosedur Kerja
34
a. Pengujian Alkaloid
Timbang ekstrak sebanyak 500mg, masukkan ke dalam tabung reaksi tambahkan 5 ml HCL 2N
o Dipanaskan 2-3 menit sambil diadul o Dinginkan , lalu ditambahkan 5 ml HCN 2N , kemudian larutan dibagi menjadi 3 o Larutan 1 ditambah pereaksi Mayer
Larutan 2 ditambah pereaksi Wagner
Larutan 3 ditambah Blanko
b. Pengujian Flavonoid
Timbang ekstrak 500 mg, dilarutkan dengan etanol 96% kocok sampai larut
Bagi larutan menjadi 2 bagian
Larutan 1 digunakan sebagai Blanko
Larutan 2 ditambah HCl pekat ( 5 tetes) lalu dipanaskan selama 15 menit, jika terjadi perubahan warna merah tua/ violet berarti ada senyawa Flavonoid
35
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Ekstraksi merupakan proses pemisahan, penarikan atau pengeluaran suatu komponen cairan/campuran dari campurannya. Biasanya menggunakan pelarut yang sesuai dengan kompnen yang diinginkan.Cairan dipisahkan dan kemudian diuapkan sampai pada kepekatan tertentu. Metode-metode dalam ekstraksi meliputi :
Maserasi
Refluks
Perkolasi
Digesti
Infundasi
Dekok
Soxhlet
Destilasi uap
Jadi dari beberapa metode percobaan ekstraksi pada masing-masing simplisia dihasilkan :
Metode Maserasi 1 dengan simplisia Daun Sembung diperoleh hasil ekstrak sebanyak 8,4 %.
Metode Maserasi 2 dengan simplisia Daun Secang diperoleh hasil ekstrak sebanyak 8,5 %.
Metode Perkolasi dengan simplisia Burmani Cortex diperoleh hasil ekstrak sebanyak 4,6 %, 4,5 %, dan 4,4 %.
Metode Refluks dengan simplisia Daun Jati Belanda diperoleh hasil ekstrak sebanyak 2,2 %.
Metode Infundasi dengan simplisia daun Kayu Putih diperoleh hasil ekstrak sebanyak 4,9%.
4.2 Saran Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca.
36
DAFTAR PUSTAKA Ditjen POM, (1986), "Sediaan Galenik", Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Wijaya H. M. Hembing (1992), ”Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Cet 1 , Jakarta . Sudjadi, Drs., (1986), "Metode Pemisahan", UGM Press, Yogyakarta Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007. Penuntun Praktikum Fitokimia. UIN Alauddin: Makassar. 24-26. Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB: Bandung. 3-5. Day.2002. Analisis Kimia Kuantitatif .Jakarta: Erlangga Khamidinal.2009. Teknik Laboratorium Kimia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press Oxtoby , David. 2001. Kimia Modern Edisi Ke Empat Jilid I. Jakarta: Erlangga Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sri Mulyani. 2005. Kimia Fisika II. Malang: UM Press
37
LAMPIRAN
38
39