BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem merupakan salah satu ikan yang digemari oleh masyarakat baik untuk dibudidayakan maupun untuk dijadikan sebagai produk olahan bahan pangan. Produk olahan ikan nilem yang digemari masyarakat antara lain pindang, dendeng dan baby fish. Banyaknya keunggulan ikan nilem sebagai komoditas budidaya kurang dimanfaatkan secara maksimal untuk dijadikan komoditi unggulan produk budidaya ikan air tawar nasional. Hal tersebut dapat tercermin dari data Statistik Perikanan Budidaya pada tahun 2013, dimana produksi ikan nilem kurang stabil dan terus mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Fluktuasi produksi ikan nilem dapat dilihat dari data produksi ikan nilem nasional dari tahun 2006 sampai 2011 berikut 148.598.804 kg pada tahun 2006, 120.562.189 kg tahun 2007, 157.441.676 kg tahun 2008, 167.461.235 kg tahun 2009, 385.701.378 kg tahun 2010 dan 308.763.779 kg tahun 2011. Fluktuasi atau naik – turunnya produksi ikan nilem Indonesia disebabkan oleh kurangnya minat pembudidaya terhadap budidaya ikan nilem. Hal tersebut dapat tercermin dengan dijadikannya ikan nilem hanya sebagai komoditas tambahan pada kegiatan budidaya di Karamba Jaring Apung. Selain itu terbatasnya ketersediaan ikan nilem betina juga merupakan salah satu factor penyebab fluktuatifnya produksi ikan nilem. Keterbatasan tersebut diakibatkan oleh permintaan masyarakat terhadap ikan nilem betina lebih tinggi daripada ikan nilem jantan karena adanya telur yang terdapat pada ikan nilem betina. Keterbatasan ikan nilem betina menjadikan proses pemijahan yang dapat dilakukan menjadi terbatas sehingga menimbulkan dampak negatif yaitu kurang stabilnya produksi ikan nilem.
1
2 Kenyataan mengenai kurang stabilnya produksi ikan nilem nasional harus segera diatasi agar kebutuhan masyarakat terhadap ikan nilem dapat terpenuhi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara meningkatkan produksi benih ikan nilem. Peningkatan produksi benih ikan nilem dapat dilakukan dengan mempercepat kematangan gonad dan memperbanyak fekunditas dari ikan tersebut. Peningkatan kecepatan kematangan gonad dan peningkatan fekunditas ikan nilem dapat dilakukan dengan melakukan manipulasi hormonal kedalam tubuh ikan tersebut. Manipulasi hormonal dapat dikatakan efektif untuk proses pematangan gonad dan pemijahan, karena hormon yang diberikan dapat langsung mempercepat tersedianya hormon sesuai dengan konsentrasi yang diperlukan ikan. Menurut Sumantadinata (1997) dalam Sarwoto (2001) manipulasi hormonal dapat dilakukan antara lain dengan menstimulasi hipofisis atau gonad untuk menghasilkan hormon yang dapat mempercepat kematangan gonad, ovulasi dan pemijahan. Manipulasi hormonal
yang
dapat dilakukan
untuk mempercepat
kematangan gonad yaitu dengan cara menambah hormon testosteron alami atau hormon testosteron sintetik (salah satunya hormon 17α-metiltestosteron) pada pakan ikan nilem. Ernawati (1999) menyatakan bahwa implantasi analog LH-RH dan 17α-metiltestosteron yang diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dapat mempercepat proses kematangan gonad pada ikan jambal siam. Selain mempercepat kematangan gonad, ovulasi dan pemijahan manipulasi hormonal berupa pemberian hormon testosteron pada ikan juga berpengaruh terhadap diameter dan kualitas telur. Sularto dkk. (2009) menyatakan bahwa pemberian hormon 17α-metiltestosteron dengan cara implantasi pada induk ikan baung jantan dapat meningkatkan perkembangan gonad dan produktivitas spermanya serta dapat meningkatkan daya fertilitas dan daya tetas telur. Departemen Kelautan dan Perikanan (2008) dalam Muslim (2010) melarang penggunaan 21 jenis obat-obatan sintetis dalam kegiatan budidaya, salah satunya steroid sintetik (metiltestosteron). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap hormon alami untuk menggantikan hormon sintetik.
3 Salah satu bahan yang mengandung hormon testosteron alami adalah testis sapi (Linder 1961; Hay et al. 1961; Hafes 1980; Adamu et al. 2006 dalam Muslim 2010). Penelitian ini akan mengkaji pengaruh pemberian Tepung Testis Sapi (TTS) yang merupakan sumber hormon testosteron alami terhadap tingkat kematangan gonad dan fekunditas ikan nilem.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka sejauh mana pemberian tepung testis sapi pada pakan dapat mempengaruhi waktu matang gonad dan fekunditas ikan nilem (Osteochilus hasselti).
1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian tepung testis sapi pada pakan dalam mempercepat waktu matang gonad dan meningkatkan fekunditas ikan nilem (Osteochilus hasselti) serta untuk mengetahui jumlah terbaik dari campuran tepung testis sapi dan pakan komersial dalam mempercepat waktu matang gonad dan meningkatkan fekunditas ikan nilem (Osteochilus hasselti).
1.4 Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manipulasi hormonal berupa pemberian tepung testis sapi pada pakan untuk mempercepat waktu matang gonad dan meningkatkan fekunditas ikan nilem (Osteochilus hasselti).
1.5 Kerangka Pemikiran Testis sapi merupakan salah satu sumber penghasil hormon testosteron alami (Linder 1961; Hay et al. 1961; Hafes 1980; Adamu et al. 2006 dalam Muslim 2010). Menurut Iskandariah (1996) dalam muslim (2010), testis sapi segar mengandung hormon testosteron alami berkisar 2.300-27.700 pg/g testis dan protein 63,49%. Menurut Murni dan Jenny (2001) dalam muslim (2010),
4 kandungan hormon testosteron dari tepung testis sapi berkisar 142,8-1.204 ng/g. Sedangkan berdasarkan analisis kandungan hormon testosteron pada tepung testis sapi (TTS) dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) menunjukkan bahwa kandungan testosteron
yang terdapat dalam TTS yaitu
sebesar 10,01 µg /g TTS (Muslim 2010). Aplikasi manipulasi hormonal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecepatan kematangan gonad dan fekunditas ikan nilem sehingga dapat meningkatkan produksi ikan nilem yaitu dengan cara menambah hormon testosteron alami atau hormon testosteron sintetik (slah satunya hormon 17αmetiltestosteron) pada pakan ikan nilem. Menurut Pamungkas (2006), pemberian hormon 17α-metiltestosteron efektif meningkatkan kadar testosteron dan estradiol-17ß dalam plasma darah ikan belida dan mampu mempercepat proses pematangan gonad 60 hari lebih cepat dibandingkan dengan tanpa hormon. Sedangkan menurut Suriansyah et al. (2011) Pemberian 200 µg/kg 17α -MT dapat mempercepat proses perkembangan gonad pada induk ikan betok. Pengaruh pemberian hormon testosteron terhadap fekunditas ikan ditunjukan oleh pernyataan dari beberapa peneliti. Pamungkas (2006) menyatakan bahwa konsentrasi hormon 17α-metiltestosteron sebanyak 150 µg/kg bobot tubuh memberikan pengaruh tertinggi terhadap perkembangan diameter telur rata-rata dan indeks gonado somatik ikan belida. Sedangkan menurut Ernawati (1999) Analog LH – RH (400 µg/ikan) atau 17α-metiltestosteron (1000 µg/ikan) yang diimplantasikan secara tunggal ke dalam tubuh induk jambal siam dengan bobot 2500 – 3000 g dapat secara efisien meningkatkan kematangan telur sampai 98% serta daya fertilitas dan daya tetas telur masing – masing 94 %. Pemberian hormon metiltestosteron dengan dosis 200 µg/kg induk merupakan jumlah yang cukup untuk dapat mengontrol proses aromatisasi testosteron menjadi estradiol dan berpengaruh terhadap perkembangan sebaran frekuensi diameter telur dan perkembangan persentase posisi inti sel telur ikan betok (Suriansyah et al.2011).
5 1.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, diduga pemberian tepung testis sapi pada pakan dengan jumlah 20 g TTS/kg induk (setara dengan 200 µg testosteron/kg induk) dapat mempercepat waktu matang gonad dan meningkatkan fekunditas ikan nilem (Osteochilus hasselti).