BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu sarana transportasi darat yang terdiri dari rangkaian gerbong dengan media gerak berupa rel. Keberadaan kereta api saat ini menjadi solusi bagi kemacetan yang terjadi di jalan raya. Hal ini dikarenakan jalan yang digunakan oleh kereta api merupakan jalan tunggal, sehingga kereta api juga merupakan alternatif utama setelah angkutan udara di bidang transportasi. Sebagai salah satu moda transportasi massal yang relatif terjangkau, kereta api diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan transportasi yang handal. Masyarakat tentu saja menginginkan suatu moda transportasi yang bagus dan dapat berjalan sesuai kegunaan. Transportasi yang memiliki seluruh atribut untuk memenuhi kebutuhan tersebut diharapkan mendapatkan respon positif dari masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2012 hingga 2013 jumlah permintaan transportasi kereta api terus meningkat. Tercatat jumlah penumpang berkisar antara 14 juta hingga 18 juta orang. Jumlah ini biasanya akan membengkak pada musim liburan saat Lebaran. Keterbatasan daya tampung kereta api yang tidak sebanding dengan jumlah penumpang yang semakin meningkat menuntut PT. Kereta Api Indonesia (KAI)(Persero) selaku pengelola sistem perkeretaapian di Indonesia untuk bekerja ekstra dalam melakukan perawatan kereta api. Terlebih lagi, banyaknya kasus kecelakaan kereta api khususnya yang disebabkan oleh kegagalan mesin mengharuskan PT. KAI (Persero) untuk meningkatkan kehandalan mesin lokomotif kereta api. Data dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2007 hingga 2012 terjadi 44 kasus kecelakaan kereta api.
1
2
Tabel 1.1 Faktor Penyebab Kecelakaan Kereta Api Faktor Penyebab
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jumlah
Sarana
7
3
1
3
0
1
15
Prasarana
4
2
2
5
0
1
14
Manusia
2
0
3
2
0
1
8
Operasional
0
3
0
0
1
0
4
Eksternal
1
0
2
0
0
0
3
Total
14
8
8
10
1
3
44
Sumber : Database Komite Nasional Keselamatan Transportasi, 2012 Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa faktor penyebab kecelakaan kereta api tertinggi terjadi karena faktor sarana dan prasarana. Sejumlah kecelakaan kereta api yang terjadi belakangan ini merupakan indikator belum baiknya kondisi sarana yang dimiliki PT. KAI (Persero). Taufik Hidayat, Direktur Eksekutif Indonesia Railway Watch (IRW) mengemukakan bahwa kinerja perkeretaapian nasional pada sisi operasional dan orientasi manajemennya dinilai makin menurun dibandingkan tahun sebelumnya (http://www.antara.co.id, 2007). Menurunnya kondisi sarana seperti lokomotif dan kereta merupakan masalah berat yang dihadapi oleh PT. KAI (Persero). Hal tersebut disebabkan banyaknya lokomotif yang belum direhab ulang sehingga tidak menguntungkan kinerja operasional PT. KAI (Persero) dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Permasalahan lain yang dihadapi oleh PT. KAI (Persero) yaitu PT. KAI (Persero) mengalami kesulitan dalam memperoleh suku cadang untuk lokomotif karena sudah tidak lagi diproduksi. Dengan demikian, PT. KAI (Persero) harus memproduksi suku cadang lokomotif sendiri dengan kriteria bahwa umur suku cadang lokal lokomotif produksi UPT Balai Yasa harus mendekati umur pakai suku cadang original, hal tersebut mengakibatkan biaya menjadi bertambah. Salah satu kriteria suku cadang lokomotif yang diharapkan adalah kehandalan (reliability) yang dapat dinilai dari umur pakai suku cadang lokal lokomotif yang diproduksi UPT Balai Yasa Yogyakarta. Kehandalan adalah
3
kemampuan produk untuk melaksanakan fungsi yang diperkirakan pada kondisi tertentu untuk periode waktu yang telah ditetapkan, atau kemampuan produk untuk berfungsi pada periode waktu tertentu (Gryna, 2001). Teori kehandalan berkaitan dengan penggunaan interdisipliner probabilitas, statistik, dan pemodelan stokastik, dikombinasikan dengan wawasan teknik desain dan pemahaman ilmiah tentang mekanisme kegagalan, untuk mempelajari berbagai aspek kehandalan. Kehandalan merupakan probabilitas dari peralatan atau proses yang berfungsi sesuai peruntukkannya tanpa mengalami kegagalan, ketika dioperasikan pada kondisi yang semestinya untuk suatu interval waktu tertentu (Kumar, dkk., 1992). Biaya tinggi memotivasi para engineer untuk mencari solusi terhadap masalah kehandalan dalam mengurangi biaya pengeluaran, meningkatkan kehandalan, memuaskan pelanggan dengan pengiriman tepat waktu dengan cara meningkatkan ketersediaan peralatan, mengurangi biaya dan masalah yang timbul dari produk-produk yang gagal dengan mudah (Barringer, 2000). Mengukur kehandalan suatu sistem atau peralatan dengan cara mengkuantifikasikan biaya tahunan dari peralatan atau sistem yang tidak handal tersebut dengan fasilitas yang tersedia akan menempatkan kehandalan tersebut ke dalam konteks bisnis. Sistem atau peralatan dengan kehandalan yang tinggi akan mengurangi biaya kegagalan peralatan. Kegagalan suatu peralatan akan menyebabkan penurunan produksi dan laba kotor perusahaan (Warburton, dkk., 1998). Kehandalan dari suatu suku cadang lokomotif dapat dinilai dari komponen yang menyusun suku cadang tersebut dan bagaimana komponen-komponen tersebut disusun menjadi suku cadang lokomotif yang baik. Inilah beban yang dipikul oleh para engineer dan manager teknik yang berada di UPT Balai Yasa Yogyakarta dengan tugas membuat suku cadang lokal lokomotif tersebut. Guna menjaga kehandalan mesin lokomotif, PT. KAI (Persero) secara rutin melakukan perawatan secara terjadwal. Hal ini dilakukan dengan alasan lokomotif adalah bagian penting dari angkutan kereta api dimana terdapat mesin untuk menggerakkan kereta api. Permasalahan yang dihadapi PT. KAI (Persero) adalah mahalnya harga suku cadang original mesin lokomotif dan tidak sedikit pula beberapa suku cadang penting mesin lokomotif yang sudah tidak diproduksi lagi
4
oleh pabrik di negara asal pembuat lokomotif tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut PT. KAI (Persero) membuat suku cadang lokal buatan UPT Balai Yasa Yogyakarta sebagai pengganti dari suku cadang lokomotif yang original. Dalam memperoleh suku cadang lokal lokomotif yang kualitasnya mendekati kualitas suku cadang original maka dalam proses pembuatan suku cadang lokomotif perlu dimulai proses perancangan dan pengembangan produk. Ulrich dan Eppinger (2001) dalam bukunya “Perancangan dan Pengembangan Produk” menjelaskan bahwa perancangan dan pengembangan produk melalui enam fase, yaitu fase perencanaan, fase pengembangan konsep, fase perancangan tingkat sistem, fase perancangan rinci, fase pengujian dan perbaikan serta fase peluncuran produk. Pada fase pengujian, kehandalan atau reliabilitas dari suku cadang buatan UPT Balai Yasa Yogyakarta tersebut dianalisis. Apabila hasil pengujian belum memenuhi kriteria yang diharapkan, selanjutnya dilakukan perekayasaan terhadap suku cadang lokomotif tersebut. Setelah melalui proses perekayasaan, akan dilakukan pengujian kembali. Hal ini dilakukan secara kontinyu untuk mendapatkan kesesuaian kualitas suku cadang lokomotif dengan standar kualitas yang hendak dicapai. Kualitas yang hendak dicapai oleh UPT Balai Yasa Yogyakarta yaitu umur pakai suku cadang lokomotif dapat mendekati umur pakai suku cadang original yang mencapai 14 bulan (420 hari), sedangkan sampai saat ini suku cadang lokal buatan UPT Balai Yasa Yogyakarta masih berkisar 6 bulan (176 hari). Biasanya proses pengujian dilakukan terhadap prototipe, yaitu prototipe beta yang dapat digunakan untuk menilai reliabilitas dan untuk mengidentifikasi kesalahan pada produk. Prototipe dapat digunakan untuk mengidentifikasi desaindesain yang sudah dirancang apakah dapat memenuhi kehandalan yang sudah diinginkan dan sejauh mana desain tesebut memenuhi kebutuhan pelanggan serta aman untuk digunakan. Program pengujian dari suatu pengembangan kehandalan yang meliputi proses pengumpulan, pemodelan, analisis dan interpretasi data disebut dengan Reliability Growth Modelling. Pada dasarnya, reliability growth merupakan pengembangan terhadap sebuah parameter kehandalan selama periode waktu tertentu sebagai akibat dari perubahan desain produk dan proses
5
manufaktur. Pengukuran pertumbuhan kehandalan dilakukan dalam suatu lingkungan yang dinamis dimana kehandalan terus mengalami perubahan seiring dengan tindakan korektif. Pemodelan kehandalan dalam proses manufaktur merupakan hal yang penting, akan tetapi penelitian yang melibatkan pemodelan kehandalan menggunakan pendekatan Reliability Growth Modelling ke dalam perancangan dan pengembangan produk menurut sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Jung (1993) melakukan penelitian mengenai pengadaan komponen pesawat dengan menggunakan pendekatan Reliability Growth Modelling. Penelitian ini menghasilkan model matematis untuk memprediksi kebutuhan suku cadang secara akurat, namun belum mengintegrasikannya ke dalam perancangan dan pengembangan produk. Penelitian Purnomo (2010) mengenai perancangan dan pengembangan produk dimaksudkan tujuan untuk merancang ulang sebuah produk. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tersebut hanya mencakup aspek anthropometri, dan perhitungan mekanika teknik, belum mengintegrasikan Reliability Growth Modelling ke dalam perancangan dan pengembangan produk untuk memaksimalkan kualitas produk. Dengan tidak adanya pemodelan kehandalan pada perancangan dan pengembangan produk maka perencanaan kehandalan produk tidak dapat dirancang dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan integrasi Reliability Growth Modelling ke dalam perancangan dan pengembangan produk dalam pengujian suku cadang lokomotif yang diproduksi oleh PT. KAI UPT Balai Yasa Yogyakarta.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, Reliability Growth Model yang diintegrasikan ke dalam perancangan dan pengembangan produk akan berpengaruh pada kualitas suku cadang lokomotif yang diproduksi oleh PT. KAI (Persero) UPT Balai Yasa Yogyakarta. Namun, penelitian yang mengintegrasikan Reliability Growth Modelling ke dalam perancangan dan pengembangan produk menurut sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Oleh karena itu,
6
penelitian
ini
akan
mengembangkan
framework untuk
mengoptimalkan
kehandalan suku cadang lokomotif yang diproduksi oleh PT. KAI (Persero) UPT Balai Yasa Yogyakarta dengan melakukan integrasi Reliability Growth Modelling ke dalam perancangan dan pengembangan produk pada tahap pengujian.
1.3. Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka perlu diberikan batasan masalah yang akan diteliti, yaitu: 1. Obyek penelitian yang akan diteliti adalah komponen-komponen lokomotif yang masuk dalam kategori komponen kritis yang diproduksi oleh PT. KAI (Persero) UPT Balai Yasa Yogyakarta. 2. Perancangan dan pengembangan produk dibatasi pada pengembangan part suku cadang lokal yang sudah ada (existing), bukan merupakan perancangan part suku cadang lokal baru. 3. Perancangan dan pengembangan produk tidak mencakup perhitungan biaya produksi dan biaya pengembangan. 4. Pengintegrasian Reliability Growth Modelling ke dalam perancangan dan pengembangan produk hanya dilakukan pada tahap pengujian prototipe beta. 5. Pengujian usulan framework dilakukan pada PT. KAI (Persero) UPT Balai Yasa Yogyakarta. 6. Penerapan framework hanya dilakukan pada bidang manufaktur bukan pada bidang jasa. 7. Obyek yang dibahas dalam penelitian ini adalah kehandalan part suku cadang produksi PT. KAI (Persero) UPT Balai Yasa Yogyakarta, bukan perawatan lokomotif.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengembangkan framework integrasi Reliability Growth Modelling ke dalam perancangan dan pengembangan produk.
7
2. Menghasilkan kehandalan optimal pada suku cadang lokomotif yang diproduksi PT. KAI (Persero) UPT Balai Yasa Yogyakarta berdasarkan pendekatan Reliability Growth Modelling ke dalam perancangan dan pengembangan produk pada tahap pengujian.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini memberikan kontribusi mengenai pentingnya integrasi Reliability Growth Modelling ke dalam perancangan dan pengembangan produk untuk meningkatkan kehandalan produk, sehingga keterlibatan reliability
engineering
penting
dalam
proses
perancangan
dan
pengembangan produk. 2. Manfaat untuk perusahaan a. Kualitas suku cadang lokomotif yang dihasilkan perusahaan dapat meningkat. b. Memberikan cara baru bagi perusahaan untuk meningkatkan kehandalan suku cadang lokomotif. c. Dapat mengetahui umur pakai suku cadang lokomotif yang diproduksi, sehingga dapat memaksimalkan kehandalan dan menjadwalkan perawatan serta pergantian suku cadang lokomotif.