BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sampai saat ini belum ada data pasti kapan dimulainya pengembangan
teknologi robotika di Indonesia. Namun mulai sekitar tahun 80-an, dalam rangka pengembangan sumber daya manusia untuk dapat menguasai teknologi robot, Indonesia telah menerapkan kebijakan nasional untuk pengembangan riset dan teknologi yang mendukung litbang pemesinan otomatis. Hal ini dapat dilihat dari dikembangkannya laboratorium LET (Laboratorium Elektronika Terapan) dan MEPPO (Mesin Perkakas Teknik Produksi dan Otomasi) serta sejumlah industri strategis seperti PT LEN Industri (IT, perangkat lunak, dan komputasi), PT PINDAD (sistem dan peralatan), PT Bharata dan PTBBI (pengecoran presisi untuk membuat bagian-bagian mesin), PT PAL (robot untuk teknologi perkapalan), dan PT DI (robot untuk teknologi pesawat terbang). Kata robot berasal dari bahasa Ceko (robota) yang berarti pekerja atau kuli yang tidak mengenal lelah atau bosan. Robot adalah alat mekanik yang dapat melakukan tugas fisik tertentu, baik yang menggunakan pengawasan dan kontrol manusia maupun dengan program yang telah dibuat terlebih dahulu atau biasa disebut dengan kecerdasan buatan. Terdapat dua bentuk desain robot yaitu robot dengan desain yang sederhana untuk melakukan pekerjaan yang mudah dan berulang-ulang dan robot dengan desain khusus untuk melakukan pekerjaan yang rumit dan kompleks. Salah satu jenis robot yang menarik untuk dikembangkan adalah jenis climbing robot. Hake (2006) menyatakan bahwa pergerakkan secara vertikal adalah salah satu hal yang menarik dan menantang untuk dapat dilakukan oleh robot. Climbing robot dapat digunakan untuk membantu pekerjaan manusia di lingkungan yang sulit dan berbahaya seperti dibidang konstruksi, infrastruktur sipil, instalasi kimia, dan instalasi nuklir. Penggunaan climbing robot juga dapat meningkatkan efisiensi biaya seperti kegiatan operasional pekerja serta menjamin keselamatan pekerja.
1
2
Menurut Schmidt dan Berns (2013) pada umumnya climbing robot dikembangkan berdasarkan pada fungsi dan jenis lingkungan kerjanya. Beberapa aspek yang menentukan dalam perancangan dan pengembangan climbing robot, antara lain : 1. Jenis pekerjaannya Berdasarkan jenis pekerjaannya, climbing robot digunakan untuk kegiatan seperti inspeksi, pembersihan kaca, pengecatan, pengelasan, dan perawatan. 2. Cara pergerakannya Menurut cara pergerakannya beberapa desain climbing robot telah dikembangkan seperti robot berlengan, beroda, kombinasi lengan dan roda, serta bergeser (translation). 3. Cara menempel pada permukaan bidang kerjanya Untuk dapat menempel pada permukaan bidang kerjanya, lengan robot dilengkapi dengan berbagai macam sistem seperti sistem pencengkeraman (gripping), suction, propulsion, rail-guide, dan magnetik. Menurut Balaguer dkk (2005) untuk dapat melakukan pekerjaannya climbing robot harus dapat bergerak pada permukaan horizontal maupun permukaan vertikal. Pergerakan dari jenis climbing robot yang bekerja pada permukaan horizontal sudah sangat umum dikenal. Schraft, dkk (Balaguer, dkk, 2005) menggunakan climbing robot jenis ini untuk membersihkan kaca atau dinding beton, de Santos, dkk (Balaguer, dkk, 2005) menggunakannya untuk kegiatan inspeksi dan pengelasan badan baja kapal, Alexander, dkk (Balaguer, dkk, 2005) menggunakan robot jenis ini untuk menginspeksi badan atau sayap pesawat terbang. Sedangkan climbing robot yang bekerja pada permukaan vertikal biasanya digunakan untuk kegiatan inspeksi, pembersihan dan perawatan yang beresiko dan berbahaya seperti pada jembatan dan rangka gedung. Dalam melakukan pekerjaannya, climbing robot dilengkapi dengan peralatan dan sensor yang diletakkan pada body robot sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Macam-macam kegiatan climbing robot jenis ini misalnya inspeksi terhadap korosi dengan menggunakan kamera berwarna yang ditransmisikan ke
3
komputer, inspeksi mur dan baut dengan menggunakan kamera atau laser, dan inspeksi terhadap sambungan las dengan menggunakan sensor x-ray. Chu dkk (2010) menyatakan bahwa lengan robot merupakan salah satu bagian yang penting untuk dikembangkan yaitu untuk melakukan pergerakan secara vertikal. Jumlah lengan climbing robot bervariasi dari 2 sampai 8 lengan yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan vacum suction cups, grasping grippers, atau perangkat magnetik. Minor, dkk (Chu, dkk, 2010) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah lengan pada robot maka semakin banyak pembagian berat bebannya dan akan lebih stabil dan aman, tetapi pada saat yang bersamaan dengan semakin banyaknya jumlah lengan maka akan menambah ukuran dan berat serta kontrol pergerakannya akan menjadi lebih kompleks. Macam-macam climbing robot yang terinspirasi dari ulat (caterpillar) antara lain : 1. Climbing robot dengan lengan gripper
Gambar 1.1 Treebot-auto (Lam dan Xu, 2012)
Gambar 1.2 Roboterpillar (Hake, 2006)
4
2. Climbing robot dengan lengan sucker
(a)
(b)
Gambar 1.3 (a) inchworm robot dan (b) caterpillar robot (Wang, dkk, 2009) Untuk dapat melakukan pergerakan secara vertikal diperlukan observasi dan pembelajaran dari alam terutama dari pergerakan hewan. Salah satu desain climbing robot terinspirasi dari pergerakan ulat (caterpillar). Saat ini hanya ada sedikit jenis climbing robot untuk kegiatan-kegiatan inspeksi, pembersihan dan perawatan. Oleh karena itu pengembangan jenis robot ini sangatlah penting untuk memenuhi perkembangan infrastruktur yang sangat pesat. Dengan mempelajari pergerakan ulat sebagai referensi dan inspirasi, penulis berkeinginan selain melakukan penelitian yang sesuai dengan bidang dan konsentrasi tetapi juga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang robotika.
1.2
Rumusan Masalah Dalam memenuhi perkembangan infrastruktur yang sangat pesat untuk
kegiatan inspeksi, pembersihan dan perawatan, Diperlukan pengembangan desain robot terutama jenis climbing robot. Desain jenis robot ini banyak yang mengambil ide dari gerakan hewan yang salah satunya adalah ulat. Dalam hal ini
5
diperlukan pengambilan data dan pengamatan gerakan berjalan ulat secara vertikal serta simulasi ABAQUS 6.11-1 untuk mendapatkan pola distribusi tegangan pada lengan-lengan ulat. Data-data yang didapatkan akan digunakan sebagai landasan untuk mendesain dan mensimulasi climbing robot.
1.3
Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain : a.
Hewan yang dianalisa sebagai inspirasi pergerakan climbing robot adalah ulat daun jeruk atau papilio memnon caterpillar pada tahap larva instar 5 dengan panjang 60 mm, lebar 12 mm, tinggi 11 mm dan berumur 15-17 hari.
b.
Bagian tubuh ulat yang dianalisa terutama pada gerakkan lengannya.
c.
Pergerakan yang dianalisa adalah gerakan lurus secara vertikal atau dengan sudut 900.
d.
Untuk menganalisa distribusi tegangan antara lengan ulat dengan permukaan bidang kontaknya digunakan ABAQUS 6.11-1.
e.
Perancangan model climbing robot dengan solidwork 2012.
f.
Tidak membahas sistem pencengkeraman lengan robot.
g.
Pada penelitian ini tidak dilakukan proses manufaktur.
h.
Analisa distribusi tegangan lengan climbing robot dengan simulasi ABAQUS 6.11-1.
i.
Dalam simulasi komponen batang berulir digambarkan dengan komponen batang tak berulir sebagai pendekatan untuk memudahkan simulasi.
j.
Untuk penyambungan tiap-tiap komponen digunakan pin sebagai pendekatan untuk memudahkan simulasi.
1.4
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan desain climbing robot yang
terinspirasi dari ulat, yaitu dengan cara mempelajari gerakan berjalan ulat serta mengetahui kekuatan dan pola distribusi tegangan lengan-lengannya pada saat
6
berjalan secara vertikal (sudut 900). Data-data tersebut digunakan sebagai dasar untuk mendesain climbing robot, kemudian dilakukan simulasi dan analisa tegangan lengan pada climbing robot tersebut.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a.
Mendapatkan pola distribusi tegangan mekanik yang terjadi pada lengan ulat saat berjalan secara vertikal sehingga didapatkan landasan untuk mendesain climbing robot.
b.
Mendapatkan desain climbing robot yang terinspirasi dari ulat yang tepat.
c.
Memberikan dasar dan rujukan bagi pengembangan desain climbing robot yang terinspirasi dari pergerakan ulat untuk penelitian selanjutnya.