BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Petir atau halilintar merupakan gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan dimana di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan yang beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar. Perbedaan waktu kemunculan ini disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan kecepatan cahaya [1]. Wilayah Indonesia berada di daerah khatulistiwa yang mempunyai iklim tropis dan kelembaban yang cukup tinggi. Hal ini yang menjadi faktor utama pembentukan awan Cumulonimbus penghasil petir. Siklus tropis memindahkan panas dari khatulistiwa ke daerah lintang lebih tinggi ataupun lebih rendah sehingga kuantitas sambaran petir cukup besar. Sambaran petir tersebut dapat menyebabkan tegangan berlebih sepanjang saluran tenaga listrik. Perambatan surja dapat menyebabkan tegangan lebih
pada sistem tegangan
rendah terutama dapat merusak peralatan tegangan rendah [1]. Tegangan lebih petir adalah sumber utama dari kekuatan-kualitas masalah dalam tegangan rendah (LV) jaringan distribusi. dengan meningkatkan kehadiran beban sensitif, petir dapat dengan mudah memperburuk kualitas daya konsumen bahkan jika tegangan lebih dihasilkan relatif rendah. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa sejumlah besar studi eksperimental dan teoritis telah dibuka untuk menyelidiki tegangan lebih petir pada jaringan distribusi tegangan rendah di beberapa dekade terakhir. Seringkali sulit untuk menyimpulkan tentang keparahan tegangan lebih mempengaruhi beban dalam jaringan tegangan rendah dipasang di daerah perkotaan dan juga untuk meresepkan perlindungan yang tepat strategi [2]. Asakawa dkk [3] menyebutkan sambaran petir seperti pada stasiun radio dan siaran TV selaku perangkat yang digunakan pada sistem tegangan
1
rendah sering menjadi penyebab kerusakan atas jalur distribusi yang memasok listrik ke struktur tinggi. Radio dan stasiun siaran TV adalah fasilitas yang sangat penting dalam masyarakat, dan jumlah fasilitas tersebut meningkat. sehingga pemeliharaan dan perlindungan terhadap sambaran petir yang sangat diperlukan untuk pencegahan dan penanggulangan terhadap kerusakan tersebut. Gangguan yang terbesar dalam sistem tenaga listrik terjadi di daerah penyaluran (transmisi dan distribusi), karena hampir sebagian besar sistem terdiri dari penyaluran dan di antara sekian banyak gangguan yang terjadi, petir merupakan salah satu penyebabnya, hal ini dikarenakan letak Indonesia pada daerah Katulistiwa dengan iklim tropis dan kelembaban yang tinggi, sehingga menyebabkan kerapatan sambaran petir di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan dengan negara lainnya. Untuk mengurangi pengaruh buruk dari petir pada saluran biasanya digunakan kawat tanah dan lightning arrester (arester). [4] Arester merupakan sebuah alat yang dewasa ini secara intensif digunakan oleh khalayak umum untuk melindungi peralatan akibat sambaran petir. Arester melindungi peralatan tenaga listrik dengan cara membatasi surja tegangan lebih yang dating dan mengalirkannya ke tanah. Arester menyediakan jalur bagi arus akibat sambaran petir maupun tegangan transient ke tanah dengan tingkat impedansi yang rendah sehingga tidak timbul tegangan lebih pada peralatan [1]. Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis. Dengan letak geografis Indonesia yang dikelilingi oleh lautan, maka Indonesia berpeluang untuk memiliki kerapatan petir (ligtning) yang tinggi. Kerapatan petir yang terjadi di Indonesia mencapai 10 sambaran/km2/tahun. Apabila sambaran petir berulang mengenai saluran listrik, maka gelombang impuls tegangan/arus berulang akan menjalar melalui saluran tersebut dan ada yang menuju ke tempat arester ZnO terpasang. Sebagai akibatnya, konduktivitas arester yang semula bernilai rendah kemudian berubah menjadi bernilai tinggi dalam waktu yang singkat sekali, sehingga tenaga petir dengan mudah disalurkan melalui arester menuju ke bumi.
2
Setelah gelombang impuls tegangan/arus petir berlalu, maka tegangan sistem tetap dirasakan oleh terminal-terminal arester. Karena tegangan sistem ini lebih rendah dibanding dengan tegangan impuls petir, maka hambatan arester berubah menjadi lebih tinggi. Dengan hambatan bernilai tinggi ini, arus yang mengalir melalui arester kecil sekali. Apabila setelah itu petir menyambar lagi, maka terjadilah lagi perubahan nilai hambatan arester. Kalau sambaran petir ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat sekali setelah sambaran yang pertama, maka arester akan bersuhu tinggi dan sangat dimungkinkan akan terjadi pengaruh pada struktur susunan kimiawi bahan ZnO. [5]. Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menggunakan arester tegangan rendah 220 volt yang biasa digunakan pada instalasi listrik rumah sederhana sebanyak satu hingga empat buah arester diseri, high voltage impulse generator, dan osiloskop. Melalui percobaan ini, nantinya diperoleh nilai sejauh mana arester yang biasa digunakan pada tegangan rendah yang diseri mampu menggantikan fungsi arester tegangan tinggi yaitu untuk memotong tegangan lebih pada kapasitas yang tinggi dengan harga lebih rendah serta membuat kurva eksponensial sebagai turunan rumus yang dapat berguna bagi analisa penggunaan arester. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan penggunaan arester sesuai dengan BIL (basic impulse insulation level) sistem tegangan yang dipakai.
1.2 Perumusan masalah Basic Impulse Insulation Level (BIL) adalah nilai puncak dari tegangan impuls yang peralatan listrik diperlukan untuk menahan terhadap tegangan lebih dari sebiah sambaran listrik tanpa kegagalan atau debit mengganggu saat diuji dengan 1.5 x 40-mikrodetik standar (µsec) gelombang penuh [6]. Sedangkan arester merupakan alat proteksi peralatan listrik dengan cara membatasi surja tegangan lebih yang datang dan mengalirkannya ke tanah. Pemilihan arester dimaksudkan untuk mendapatkan tingkat isolasi dasar yang sesuai dengan Basic Impulse Insulation Level (BIL) peralatan yang dilindungi,
3
sehingga didapat perlindungan yang baik [7]. Dari penjelasan tersebut maka peneliti merumuskan masalah untuk arester tegangan rendah ini sehingga penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu bagaimana menentukan penggunaan arester sesuai dengan BIL (basic impulse insulation level) sistem tegangan yang dipakai. Sehingga nantinya diperoleh nilai sejauh mana arester yang biasa digunakan pada tegangan rendah yang diseri mampu menggantikan fungsi arester tegangan tinggi yaitu untuk memotong tegangan lebih pada kapasitas yang tinggi dengan harga lebih rendah.
1.3 Keaslian penelitian Penelitian mengenai arester, baik itu pengujian arester tegangan tinggi maupun arester untuk peralatan tegangan rendah telah banyak diteliti. Terkhusus perlindungan terhadap peralatan tenaga listrik bertengangan rendah. Berbagai penelitian menggunakan pemodelan simulasi maupun pemodelan menggunakan perangkat untuk mengetahui kinerja dari berbagai jenis arester telah dilakukan. Conti dkk [2] menyajikan perhitungan petir tegangan lebih pada jaringan distribusi difokuskan pada identifikasi apakah sambungan listrik antara jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah dengan menggunakan pemodelan Alternative Transient Program (ATP) bersamaan dengan transformator, arester dan sistem pembumian
yang menghasilkan
tegangan lebih beban sangat tergantung pada model beban diadopsi, yang menunjukkan kebutuhan model beban yang memadai untuk analisis yang akurat dari tegangan lebih petir pada jaringan tegangan rendah. Sama halnya dengan [8] juga menyajikan perhitungan kinerja evaluasi nilai-nilai arus dan daya diserap oleh surge protective devices (SPDs) terhubung dalam tegangan rendah jaringan distribusi overhead kawat terbuka dengan menggunakan Alternative Transient Program (ATP)
berupa pemodelan komponen sistem meliputi karakteristik
insulasi (tegangan terhadap waktu untuk breakdown) dari isolator utama dan sekunder dan model trafo distribusi frekuensi tinggi. Parameter yang dipertimbangkan dalam analisis, seperti resistensi tanah tiang dan konsumen,
4
posisi sambaran petir dan nilai puncak sambaran arus. Pengujian dengan menggunakan perangkat bertegangan rendah pun telah dilakukan. Hidaka dkk [9] mengklarifikasi hubungan antara resistansi pembumian surge arrester dan perilaku gelombang petir yang diamati dalam peralatan tegangan rendah dengan menggunakan analisis Electro-Magnetic Transient Program. Hasilnya menunjukkan bahwa resistansi pembumian surge arrester dipasang pada transformator dapat ditingkatkan sampai batas tertentu tanpa penurunan tingkat proteksi petir dari peralatan tegangan rendah dengan pemasangan kawat pembumian secara overhead dan pemendekan interval antara poles dengan surja arester. Demikian pula dengan Yaijing dkk [10] melakukan penelitian mengenai proteksi petir untuk catu daya dari peralatan elektronik terkhusus pada pasokan listriknya dengan menggunakan pemodelan menggunakan perangkat berupa alat bantu equipment under test (EUT),power supply computer, monitor CRT, recorder, mobile phone, impulse generator, osiloskop, shunt, pembagi tegangan, isolatiom transformer, dan sebagainya. Data yang disajikan dalam makalah ini dapat memberikan referensi bagi situasi nyata. Sama halnya dengan yang dilakukan Yaijing dkk [10], Leusenkamp dkk [11] juga melakukan pemodelan dengan menggunakan perangkat berupa Impulse Voltage Generator (IVG) atau Marx Generator untuk membuktikan bagaimana sebuah IVG mampu menbantu pengambilan data pada osilasi arus suatu perangkat. Penelitian lain mengenai arester dilakukan berdasarkan penggunaan arester sebagai alat pelindung tegangan lebih surja pada peralatan listrik tegangan rendah dapat dipengaruhi oleh lokasi penempatan dan jumlah arester yang digunakan, resistansi pentanahan serta magnitude surja petir terhadap tegangan lebih pada peralatan listrik yang dilakukan oleh Supardi dan Budiman [12] sama halnya dengan Yajing dkk [13] melakukan penelitian dengan menggunakan arester MOV (metal oxide varistor) sebagai pelindung tegangan lebih surja pada peralatan listrik tegangan rendah pada instalasi listrik gedung H fakultas teknik UMS dengan memvariasikan faktor pengaruh lokasi dan jumlah arester, resistansi pertanahan serta magnitude surja petir. Namun penelitian Supardi dan Budiman [12] menyatakan bahwa untuk memperbaiki tingkat perlindungan bahaya
5
sambaran petir diperlukan penambahan jumlah arester tegangan rendah. Mengenai penelitian pengaruh jumlah arester juga dilakukan oleh Sugimoto dkk [14] dan Hu dkk [15] melalui penelitian pemasangan beberapa arester secara paralel dan melihat efektivitasnya terhadap instalasi perlindungan terhadap tegangan lebih surja petir. Zoro dkk [16] dan Yaijing dkk [13] melakukan penelitian mengenai proteksi perangkat listrik pada jaringan tengangan rendah. Yaijing dkk [13] menggunakan jenis arester MOV yaitu arester tegangan tinggi untuk melihat induksi dan konduksi gelombang elektromagnetik sambaran petir jaringan tegangan rendah pada daerah Gunung Tangkuban Perahu. Sedangkan Zoro dkk [16] menggunakan berbagai jenis power supply untuk mengetahui karakteristik sambaran petir terhadap peralatan elektronik rumah tangga, namun dalam penelitian ini tidak menekankan pada proteksi peralatan hanya pada kualitas sambaran pada nilai Imax dan Vmax. Sedangkan pada penelitian Yajing dkk [13] masih menggunakan arester dengan kapasitas kilo ampere yang sangat tinggi padahal hanya untuk memproteksi peralatan tegangan rendah. Di masa sekarang ini kebutuhan energi listrik semakin meningkat sejalan dengan berkembangnya teknologi. Perkembangan yang pesat ini harus diikuti dengan perbaikan mutu energi listrik terutama keandalannya. Maka dari itu gangguan
dalam
penyaluran
energi
listrik
harus
diminalisisr
terutama
perlindungan terhadap sambaran petir makin digalakkan, namun banyak kalangan menyayangkan mahalnya harga sebuah arester dan hanya mampu dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas dan pemasangannya yang kurang familiar untuk khalayak umum. Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menggunakan arester tegangan rendah 220 volt merlin gerin LTD dengan arus maksimum mencapai 6,5 kA sebanyak satu hingga empat buah arester diseri, high voltage impulse generator, dan osiloskop. Melalui percobaan ini, nantinya diperoleh nilai sejauh mana arester tegangan rendah yang diseri mampu menggantikan fungsi arester tegangan tinggi yaitu untuk memotong tegangan lebih pada kapasitas yang tinggi
6
dengan harga lebih rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan penggunaan arester sesuai dengan BIL (basic impulse insulation level) sistem tegangan yang dipakai.
1.4 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan penggunaan arester sesuai dengan BIL (basic impulse insulation level) sistem tegangan yang dipakai. Sehingga nantinya diperoleh nilai sejauh mana arester yang biasa digunakan pada tegangan rendah yang diseri mampu menggantikan fungsi arester tegangan tinggi yaitu untuk memotong tegangan lebih pada kapasitas yang tinggi dengan harga lebih rendah.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian “Tegangan Residu Keping Arester Seri” adalah: 1. Memberikan tambahan referensi mengenai bahan dan karakteristik sebuah arester tegangan rendah. 2. Memberikan tambahan referensi mengenai dengan BIL (basic impulse insulation level) pada sebuah instalasi listrik menggunakan arester sebagai pelindung terhadap tegangan lebih yang berasal dari sambaran petir terutama pada instalasi listrik tegangan rendah. 3. Memberikan informasi mengenai penggunaan impulse voltage generator sebagai pembangkit tegangan tinggi untuk membantu simulasi sambaran petir. 4. Diharapkan memberikan solusi untuk efisiensi penggunaan arester sehingga nantinya diperoleh nilai sejauh mana arester yang biasa digunakan pada tegangan rendah yang diseri mampu menggantikan fungsi arester tegangan tinggi yaitu untuk memotong tegangan lebih pada kapasitas yang tinggi dengan harga lebih rendah.
7