BAB I Pendahuluan
1.1
Latar Belakang Secara tidak langsung perkembangan pariwisata yang tidak terkontrol
dapat merubah ekspresi kebudayaan lokal agar sesuai dengan kebutuhan terhadap aktivitas pariwisata. Hal tersebut kemudian berpotensi menimbulkan terjadinya desakralisasi budaya atau pengikisan kebudayaan akibat kebudayaan asing yang dengan mudah masuk ke dalam kebudayaan lokal. Pariwisata sebagai kegiatan yang melibatkan interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi daerah tujuan wisata. Kegiatan pariwisata memberikan keuntungan bagi kondisi perekonomian diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi lokal dan perluasan lapangan kerja. Dibalik dampak positif yang ditimbulkan bagi kondisi ekonomi daerah tujuan wisata, teradapat pula dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari kegiatan pariwisata, salah satunya adalah tersisihnya masyarakat setempat dalam percaturan ekonomi apabila tidak dilibatkan langsung dalam kegiatan pariwisata. Kondisi ruang wilayah daerah tujuan wisata berpotensi mengalami penyebaran pembangunan ke berbagai wilayah potensial selain itu juga akan memberikan percepatan pembangunan fisik daerah dengan pemanfaatan modal swasta yang berperan dalam menunjang industri pariwisata di daerah. Dampak negatif bagi kondisi ruang wilayah yang ditimbulkan akibat kegiatan pariwisata dapat berupa ancaman terhadap kondisi kelestarian lingkungan alam, kerusakan situs sejarah, dan kemungkinan terjadinya hilang kendali terhadap pembangunan oleh pemerintah. Dampak lain yang dapat dikatakan sulit dihindari adalah terjadinya pergeseran budaya yang berpotensi mengarah pada desakralisai budaya. Pergeseran budaya yang terjadi dikatakan positif dalam hal peningkatan hubungan budaya antar bangsa, meskipun hal ini jarang terjadi karena yang cenderung
1
terjadi adalah budaya pada daerah tujuan wisata yang lebih banyak mendapat pengaruh dari wisatawan yang datang. Hal positif lainnya berupa perubahan pola pikir ke arah yang lebih modern (rasional). Namun, yang lebih sering terjadi ketika suatu daerah tidak mampu mengelola dan mengembangkan dampak positif serta tidak mampu mencegah dampak negatif yang ditimbulkan, tata nilai dan norma yang sebelumnya ada akan mengalami kerusakan dan mengarah ke arah perkembangan yang cenderung, dan lama-kelamaan akan meningkatkan gaya pergaulan bebas yang melanggar norma-norma dan budaya setempat. Pesatnya perkembangan pariwisata di Provinsi Bali memberikan manfaat yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat Bali, baik manfaatnya bagi kehidupan ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun lingkungan. Dampak positif perkembangan pariwisata yang telah berpuluh-puluh tahun terjadi di Bali meliputi, peningkatan pendapatan daerah dan nasional, menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Dilain sisi, bila perkembagan pariwisata Bali tidak terkontrol dengan baik justru akan menimbulkan dampak negatif yang cukup besar dan merugikan bagi masyarakat Bali,
seperti kerusakan lingkungan,
kemacetan, alih fungsi lahan pertanian, kesenjangan sosial, penurunan lapangan pekerjaan diluar sektor pariwisata, potensi desakralisasi budaya Bali dan lain-lain. Pura Besakih merupakan salah satu daya tarik pariwisata di Provinsi Bali yang terletak dibawah lereng Gunung Agung dan berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Karangasem. Perkembangan pariwisata di Kawasan Besakih terus meningkat, pesatnya perkembangan aktivitas pariwisata tersebut perlu mengantisipasi dampak-dampak negatif yang mungkin timbul dari adanya aktivitas pariwisata di Besakih sehingga terwujud pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Menurut Baiquni (2003) terdapat empat upaya dalam pembangunan yang berkelanjutan: 1) upaya memenuhi kebutuhan manusia yang ditopang dengan kemampuan daya dukung ekosistem, 2) upaya peningkatan mutu kehidupan manusia dengan cara melindungi dan memberlanjutkannya, 3). meningkatkan sumberdaya manusia dan alam yang akan dibutuhkan pada masa
2
mendatang, dan 4) mempertemukan kebutuhan-kebutuhan manusia secara antar generasi. Pemerintah Provinsi Bali telah menenatapkan Besakih sebagai salah satu daya tarik wisata (DTW) namun berada diluar Kawasan Pariwisata dan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Hal itu terkandung dalam Perda Provinsi Bali No.16 Tahun 2009 mengenai Rencana Tata Ruang Propinsi Bali Tahun 2009-2029 dan Perda Kabupaten Karangasem No.17 Tahun 2012 mengenai Rencana Tata Ruang Kabupaten Karangasem Tahun 2012-2032. Setelah penetapan RTRW provinsi ditetapakan muncul Peraturan Pemerintah No. 50 Th 2011 mengenai Rencana Induk Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) Tahun 2010-2025. Berdasarkan peraturan tersebut kawasan Besakih – Gunung Agung ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) diantara 88 kawasan lainnya di Indonesia. Peraturan pemerintah tersebut telah menimbulkan perdebatan dari beberapa pihak. Beberapa kelompok masyarakat mengkhawatirkan hal tersebut, karena melalui peraturan tersebut berbagai kepentingan investasi dapat dengan mudah masuk didalam kawasan tersebut yang juga dikhawatirkan dapat menimbulkan desakralisasi Pura Besakih yang dikenal sebagai Mother of Temple di Bali. Melalui penelitian ini diharapkan berbagai masalah terkait perkembangan pariwisata dapat dibahas lebih lanjut, terutama sebagai bahan penyusunan peraturan kebijakan terkait pariwisata. Penelitian ini mengambil judul: “Persepsi Stakeholder Terhadap Penetapan Kawasan Besakih – Gunung Agung sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Bali”
3
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa pertanyaan terkait permasalahan yang diangkat dalam penelitian, yaitu: 1. Bagaimana keragaman persepsi stakeholder terhadap penetapan Kawasan
Besakih-Gunung Agung sebagai
Kawasan Strategis
Pariwisata Nasional? 2. Bagaimana harapan stakeholder terhadap penetapan Kawasan Besakih-Gunung Agung sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapan sebelumnya, maka
tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji keragaman persepsi stakeholder terhadap penetapan kawasan Besakih sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). 2. Mengkaji harapan stakeholder terhadap penetapan kawasan Besakih sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapakan dapat berguna bagi penentuan arah kebijakan
yang lebih detail terkait penetapan kawasan Besakih – Gunung Agung kedalam salah satu 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional.
4
1.5
Tinjauan Pustaka
1.5.1 Geografi Geografi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejala dan peristiwa yang ada di muka bumi, baik fisik maupun yang menyangkut mahluk hidup berserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan (spasial), pendekatan lingkungan (ekologi), dan pendekatan kompleks wilayah. (Bintarto dan Surastopo, 1979). Secara rinci, ketiga pendekatan tersebut dijelaskan oleh Yunus (2005) dalam Manajemen Perspektif Spasial sebagai berikut: 1. Pendekatan Keruangan (Spasial) Merupakan suatu pendekatan yang mempelajari fenomena geosfer dengan menggunakan ruang sebagai media analisis. Dimensi keruangan yang dimunculkan lebih menonjolkan sebaran, pola, struktur, organisasi, proses, tendensi, asosiasi, interaksi, elemenelemen geosfer dalam suatu hamparan bidang permukaan bumi, sehingga penekanan analisis adalah perbandingan keunikan variasi lokasional ruang. 2. Pendekatan Lingkungan (Ekologi). Merupakan suatu pendekatan dengan penekanan pada elaborasi secara intens tentang keterkaitan elemen-elemen lingkungan dengan mahluk hidup atau aspek-aspek kehidupannya. Oleh karena itu, manusia menjadi fokus analisis dan menekankan manusia sebagai mahluk berbudaya dan berbagai aspek kehidupannya (tingkah laku, persepsi dan kegiatan). Terdapat beberapa tema yang dikembangkan dalam pendekatan ekologi, yaitu keterkaitan antar manusia (behavior dan perception) dengan elemen lingkungan, keterkaitan antara kegiatan manusia dengan lingkungan, serta keterkaitan antara phsychoartificial features dengan elemen-elemen lingkungan.
5
3. Pendekatan Kompleks Wilayah Pendekatan ini dikembangkan sebagai bentuk penggabungan antara pendekatan spasial dan pendekatan ekologi. Pendekatan ini didasarkan pada pemahaman mengenai keberadaan suatu wilayah sebagai suatu sistem, dimana di dalamnya terdapat subsistem-subsistem serta elemen-elemen wilayah yang saling terkait.
1.5.2 Persepsi Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Suharman (2005: 23) menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses interpretasi informasi yang diperoleh melalui sistem panca indera manusia dan terdapat tiga aspek dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian. Sugihartono, dkk (2007: 8) juga mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak memproses stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Sementara itu, Jalaludin Rakhmat (2007: 51) mengatakan bahwa persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Waidi (2006: 118) mengungkapkan bahwa persepsi seseorang tergantung dari sudut pandangnya dalam menginterpretasikan objek atau masalah dengan menggunakan alat indera yang dimilikinya dan kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi dapat diibaratkan sebagai sebuah berkas yang telah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar suatu individu setelah menerima suatu informasi, kemudian muncul ketika terdapat stimulus yang merangsangnya. Bimo Walgito (1985) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh
6
organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang terintregasi dalam diri individu. Berdasarkan pengertian persepsi dari beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses dimulai dari interpretasi terhadap objek, masalah atau informasi yang diterima panca indera manusia yang kemudian diolah dalam pikiran manusia hingga terbentuk suatu respon atau tanggapan dari objek, masalah, atau informasi tersebut.
1.5.3 Stakeholder Istilah stakeholder pertama kali muncul dalam sebuah memorandum internal di Stanford Research pada tahun 1963. Pada pertemuan tersebut pemangku kepentingan atau stakeholder didefinisikan sebagai kelompokkelompok yang tanpa suatu dukungan organisasi, suatu saat akan berhenti eksistensinya. Stakeholder atau pemangku kepentingan merupakan seseorang, organisasi atau kelompok dengan kepentingan terhadap suatu sumberdaya alam tertentu. (Brown et al 2001 dalam http://wahjudinsumpeno.wordpress.com). Freeman
(1984)
mengemukanan
bahwa
stakeholder
merupakan
kelompok atau individu yang mampu mempengaruhi atau dipengeruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan Biset (1998) mengemukakan bahwa stakeholder merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada suatu permasalahan tertentu. Selain itu, menurut Rhenald Kasali, stakeholder adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan perusahaan. Berdasarkan pengertian diatas secara sederhana stakeholder dapat diartikan sebagai pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu terkait dengan suatu masalah, isu atau rencana. Pada konteks penentuan kebijakan KSPN dapat digolongkan beberapa pemangku kepentingan yang terkait dengan masalah yang sedang dikaji tersebut, yaitu pemerintah pusat sebagai pembuat kebijakan, pemerintah daerah baik eksekutif mau pun legislatif sebagai wakil dari pemerintah
7
pusat di daerah, masyarakat umum yang tinggal disekitar kawasan, pelaku pariwisata dan kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan dan menaruh perhatian pada kawasan tersebut. Pada
setiap
permasalahan
atau
isu,
masing-masing
pemangku
kepentingan memiliki kekuatan, posisi penting dan pengaruhnya terhadap isu tersebut. Berdasarkan hal itu stakeholder dapat dikategorikan kedalam beberapa kelompok. ODA (1995, dalam http://id.wikipedia.org/wiki) mengelompokkan stakeholder sebagai berikut: 1. Stakeholder Utama Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan secara langsung dengan suatu isu, masalah, pengambilan kebijakan maupun program/proyek tertentu. Stakeholder utama terdiri dari: a. Masyarakat dan tokoh masyarakat. Merupakan masyarakat yang akan terkena dampak secara langsung terkait dengan pengambilan kebijakan, isu atau masalah. Tokoh masyarakat merupakan anggota dari suatu kelompok masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan dan dianggap sebagai wakil aspirasi masyarakat daerah tersebut. b. Manajer Publik Merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam pengambilan kebijakan tersebut. 2. Stakeholder Pendukung Merupakan
pihak
yang
kepentingannya
tidak
secara
langsung
mempengaruhi atau dipengaruhi suatu pengambilan keputusan kebijakan atau isu atau masalah tertentu, akan tetapi memiliki kepedulian atau perhatian sehingga ikut memberikan pendapatnya dan berpengaruh terhadap sikap dari stakeholder utama. Stakeholder pendukung terdiri dari:
8
a. Lembaga pemerintah dalam suatu wilayah yang menjadi lokasi suatu permasalahan, tapi tidak memiliki tanggung jawab langsung terhadap isu tersebut. b. Lembaga pemerintah yang terkait dengan isu tersebut, tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan. c. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat yang memiliki perhatian terhadap dampak yang akan terjadi akibat suatu isu atau suatu pengambilan keputusan atau kebijakan. d. Akademisi yang memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan atau isu tertentu. e. Pengusaha atau badan usaha yang terkait dengan pengambilan kebijakan. 3. Stakeholder Kunci Merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan suatu keputusan atau kebijakan. Stakeholder kunci tersebut merupakan unsur eksekutif, legislatif, dan instansi tertentu.
1.5.4
Pariwisata Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pariwisata
berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi, pelancongan, dan turisme. Berdasarkan KBBI versi online/daring, pariwasata terdiri dari pariwisata bahari, pariwisata lokal, pariwisata massa, purbakala, remaja, dan pariwisata wana. Pariwisata bahari adalah pariwisata yang objeknya berupa laut dan isinya (berperahu, berselancar, menyelam, dsb). Pariwisata lokal adalah kegiatan kepariwisataan yang ruang lingkupnya terbatas pada tempat tertentu saja. Pariwisata massa adalah kegiatan kepariwisataan yang meliputi jumlah orang yang banyak dari berbagai tingkat sosial ekonomi. Pariwisata purbakala adalah pariwisata yang objeknya berupa peninggalan purbakala. Pariwisata remaja adalah
9
pariwisata yang mengaktifkan kalangan remaja. Pariwisata wana adalah pariwisata yang objeknya berupa hutan dengan segala isinya. Berikut merupakan definisi pariwisata Menurut Warpani (2007; 6) dan berbagai definisi pariwisata yang dikutip olehnya dari Yoeti (1998): Warpani (2007), pariwisata merupakan hubungan dan fenomena yang timbul akibat perjalanan dan tinggal untuk sementara dengan maksud bersenang-senang, bersantai dan rekreasi, atau berniaga dan keperluan lainnya Wahab (1992) memandang pariwisata sebagai suatu kegiatan manusia berupa hubungan antarorang, baik dari Negara yang sama atau antarnegara atau hanya dari daerah geografis yang terbatas. Didalamnya termasuk tinggal untuk sementara waktu didaerah lain atau negara lain atau benua lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan kecuali kegiatan untuk memperoleh penghasilan. Schulaland (1910) mengartikan pariwisata adalah gabungan berbagai kegiatan, umumnya kegiatan di bidang ekonomi, yang langsung berkaitan dengan kedatangan, tinggal dan kegiatan pendatang di negara tertentu atau daerah tertentu. Hans Buchli (1962), mendefinisikan bahwa pariwisata adalah setiap peralihan tempat yang bersifat sementara dari seseorang atau beberapa orang, dengan maksud memperoleh pelayanan yang dieruntukkan bagi kepariwisataan itu oleh lembaga-lembaga yang digunakan untuk maksud tersebut. Kurt Morgenroth (1958), pariwisata, dalam arti sempit, adalah lalulintas orang-orang yang meninggalkan tempat kediamannya sementara waktu, untuk berpesiar ditempat lain, semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan kebudayaan, guna memenuhi kebutuhan hidup dan budayanya atau keinginan yang beraneka ragam dari pribadinya.
10
Gluckmann, pariwisata diartikan sebagai keseluruhan hubungan antara manusia yang hanya berada untuk sementara waktu dalam suatu tempat kediaman dan berhubungan dengan manusia-manusia yang tinggal di tempat itu. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli diatas terdapat fenomena yang sama dalam menunjukan definisi pariwisata tersebut, yaitu kegiatan yang melibatkan hubungan antarorang yang dilakukan sementara waktu, ditempat yang bukan menjadi kediamannya dengan tujuan bersenang-senang menikmati suatu objek tertentu. Kegiatan pariwisata melibatkan beberapa pihak, salah satu pelaku utama pariwisata adalah wisatawan. Menurut Lundberg (1974) dalam Warpani (2007), wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan untuk plesir, bersenangsenang, dan tinggal di luar kota skurang-kurangnya satu malam. Wisatawan adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan wisata diluar tempat tinggalnya selama lebih dari 24 jam dan kurang dari enam bulan dengan berbagai maksud kecuali untuk mencari nafkah, meskipun pada perkembangan selanjutnya batasan mencari nafkah menjadi kabur, karena dalam beberapa kegiatan pariwisata terdapat beberapa wisatawan yang tujuan awalnya melakukan kegiatan dinas di luar tempat ia tinggal yang kemudian memnfaatkan waktu luang, baik secara sengaja mau pun tidak untuk berwisata di tempat dimana ia melakukan kegiatan dinas.
1.5.5 Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Berdasarkan PP No.50 Tahun 2011 Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) merupakan destinasi pariwisata yang memiliki skala nasional dan pewillayahan pembangunan dalam DPN tersebut merupakan hasil pewilayahan pembangunan kepariwisataan yang diwujudkan dalam bentuk DPN itu sendiri dan Kawasan Strategi Nasional atau disingkat KSPN. Pembangunan DPN meliputi pewilayahan
11
pembangunan DPN, pembangunan daya tarik wisata, pembangunan aksesibilitas pariwisata, pembangunan prasarana umum, fasilitas umum, dan fasilitas pariwisata, pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan, dan pengembangan investasi di bidang pariwisata.
Gambar 1.1 Peta DPN Bali-Nusa Lembongan dan sekitarnya
Sumber: Lampiran II. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2011 Penetapan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) dilakukan dengan berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya yaitu: 1. DPN merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah provinsi atau lintas provinsi yang di dalamnya terdapat kawasan-kawasan pengembangan pariwisata nasional, yang diantaranya merupakan KSPN. 2. DPN memiliki daya tarik wisata yang berkualitas dan dikenal secara luas, secara nasional dan internasional, serta membentuk jejaring produk wisata dalam bentuk pola pemaketan produk dan pola kunjungan wisatawan.
12
3. Memiliki kesesuaian tema daya tarik wisata yang mendukung penguatan daya saing. 4. Memiliki dukungan jejaring aksesibilitas dan infrastruktur yang mendukung pergerakan wisatawan dan kegiatan Kepariwisataan. 5. Memiliki keterpaduan dengan rencana sektor terkait. Pewilayahan DPN terdiri 50 DPN yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia yang salah satunya adalah DPN Bali-Nusa Lembongan dan sekitarnya yang terdiri dari 11 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional atau KPPN dan ke-11 KPPN tersebut termasuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Berdasarkan PP No. 50 Th 2011 mengenai Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. Kawasan Strategis Pariwisata Nasional atau KSPN ditentukan dengan kriteria atau ciri-ciri wilayah sebagai berikut: 1.
Memiliki fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan pariwisata.
2.
Memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi Daya Tarik Wisata unggulan dan memiliki citra yang sudah dikenal secara luas.
3.
Memiliki potensi pasar, baik skala nasional maupun khususnya internasional.
4.
Memiliki posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi.
5.
Memiliki lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan wilayah.
13
6.
Memiliki fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
7.
Memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya, termasuk di dalamnya aspek sejarah dan kepurbakalaan.
8.
Memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat.
9.
Memiliki kekhususan dari wilayah;
10. Berada di wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar wisatawan potensial nasional. 11. Memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan.
Gambar 1.2 Delineasi KSPN Besakih-Gunung Agung dan Sekitarnya
Sumber: Lampiran II. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2011 Pelaksanaan pembangunan Destinasi Pariwisata Nasional dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional dilakukan dengan cara bertahap dan berdasarkan beberapa kriteria prioritas yang diantaranya adalah sebagai berikut:
14
1. Memiliki komponen destinasi yang siap untuk dikembangkan. 2. Posisi dan peran efektif sebagai penarik investasi yang strategis, dan posisi strategis sebagai simpul penggerak pembangunan kepariwisataan pada wilayah sekitarnya baik dalam konteks regional maupun nasional. 3. Memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan. 4. Memiliki kontribusi yang signifikan dan/atau prospek yang positif dalam menarik wisatawan lokal maupun asing dalam waktu yang relative cepat. 5. Memiliki image / citra yang sudah dikenal secara luas; 6. Memiliki kontribusi terhadap pengembangan keragaman produk wisata di Indonesia. 7. Memiliki keunggulan daya saing internasional.
Pembangunan DPN dan KSPN memiliki tiga strategi arahan kebijakan, yaitu strategi perencanaan pembangunan DPN dan KPSN yang terdiri dari strategi penegakan regulasi pembangunan dan strategi pengendalian implementasi DPN dan KPSN. Strategi perencanaan terdiri dari penyusunan rencana induk dan rencana detail pembangunan dan penyusunan regulasi atau peraturan tata letak bangunan tata lingkungan DPN dan KSPN. Pada strategi yang kedua, yaitu penegakan regulasi dilakukan melalui monitoring dan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerapan rencana detail pembangunan DPN dan KSPN, dan strategi yang ketiga, yaitu pengendalian implementasi rencana pembangunan DPN dan KSPN, dilakukan melalui peningkatan koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan stakeholder yang terkait lainnya seperti investor/pelaku usaha dan masyarakat.
15
1.6
Keaslian Penelitian dan Penelitian Sebelumnya Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya yang
sejenis baik tema, lokasi maupun fokus penelitian sebagai bahan perbandingan dan rujukan (Tabel 1.1) Perbedaan antara penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah fokus pada penelitian ini yang menitikberatkan pada persepsi para stakeholder pada keputusan penetepan kebijakan terkait sektor pariwisata dan kebudayaan dengan objek peneltian terfokus pada Pura Besakih sebagai salah satu tempat ibadah dan juga destinasi pariwisata internasional di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik pengambilan data berupa in-depth interview dengan didukung oleh observasi lapangan di lokasi penelitian.
16
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian dan Penelitian Sebelumnya No.
Judul Penelitian
1.
Persepsi Masyarakat Terhadap Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Timah di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka
2.
Persepsi stakeholder terhadap pembangunan Gama Book Plaza UGM
Nama Penulis Henny (2007)
Afif Alfarisi (2007)
Tujuan Penelitian - Mengetahui perkembangan pertambangan timah khususnya tambang inkonvensional. - Mengetahui persepsi masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akiba dari kegiatan pertambangan timah tersebut dan mengetahui faktor-faktor yang dominan mempengaruhi persepsi masyarakat tersebut. - Mencari pemecahan dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan. - Mendeskripsikan keragaman persepsi stakeholder - Mendeskripsikan berbagai harapan stakeholder - Memberikan rekomendasi pengembangan ter
Lokasi
Metode
Hasil Penelitian
Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka
Kuantitatif
- Persepsi masyarakat terhadap kegiatan penambangan - Faktor yang berpengaruh terhadap persepsi masyarakat - Solusi atau pemecehan masalah kerusakan lingkungan
Gama Book Plaza UGM, Yogyakarta
Kualitatif
- Keragaman persespi stakeholder sebagai respon terhadap pembangunan. - Harapan stakeholder sebagai respon terhadap pembangunan Gama Book Plaza UGM.
17
3.
4.
5.
Persepsi Stakeholder terhadap Pembangunan Ruko Citra Niaga (Studi Kasus: Kabupaten Lahat)
Sukma Roza Dewi (2007)
- Mendeskripsikan keragaman persepsi stakeholder terhadap pembangunan Ruko Citra Niaga. - Memberikan alternatif solusi terhadap pembangunan selanjutnya di Kabupaten Lahat yang dilatarbelakangi oleh persepsi stakeholder tentang pembangunan Ruko Citra Niaga.
Ruko Citra Niaga, Kabupaten Lahat.
Deskriptif Kualitatif
- Terdapat tiga konsep terkait dengan persepsi stakeholder, yaitu konsep pengadaan pelayanan ekonomi, konsep ekonomi keluarga dan masyarakat etnik tionghoa dan konsep nilai manfaat. - Alternatif solusi yang ditawarkan: pembangunan pasar tradisional modern dan pengembangan sector pertanian.
Persepsi Stakeholder Terhadap Implementasi Penataan Ruang Kawasan Pesisir (Studi Kasus: Dusun Mancingan)
Surani Hasanati (2009)
- Mendeskripsikan keragaman persepsi stakeholder terhadap implementasi penataan Ruang Kawasan Pesisir Dusun Mancingan. - Mengkaji harapan stakeholder terkait implementasi penataan ruang kawasan pesisir Dusun Mancingan.
Kawasan Pesisir Parangtritis, Dusun Mancingan.
Kualitatif
- Keragaman persespi stakeholder implementasi penataan ruang pesisir Dusun Mancingan. - Harapan stakeholder implementasi penataan ruang pesisir Dusun Mancingan.
Persepsi Stakeholder Pembangunan Wilayah Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DIY Tahun 2009 – 2029.
Amatullah Zahiroh (2010)
- Mengetahui persepsi stakeholder RTRW Prov. DIYY 2009-2029 - Mengetahui harapan stakeholder terhadap RTRW Provinsi DIY Tahun 2009 – 2029 serta rekomendasi untuk RTRW periode selanjutnya.
Provinsi DIY
- Kualitatif
terhadap kawasan terhadap kawasan
- Penyelenggaraan penataan ruang di suatu wilayah dikatakn berhasil apabila implementasi sesuai dengan rencana dan dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan, yaitu keoentingankekuasaan, kebutuhan-pelayanan, partisipasi publik dan kearifan lokal. - Harapan dan rekomendasi stakegholder terhadap RTRWO DIY mencakup kesesuaian implemantasi dan rencana, oemberdayaan masrakat dan konsistensi penegakan hokum.
18
6.
7.
Persepsi Stakeholder terhadap Pengembangan Kawasan Pesisir Kota Bengkulu (Studi Kasus: Pantai Panjang)
Aryo Baskoro Kusumo (2011)
Persepsi Stakeholder Terhadap Pembangunan Apartemen Citywalk dan Mall Solo Paragon.
Dirgahayu Praditya Damastuti (2011)
- Mengidentifikasikan Berbagai Program Pemerintah Terkait Pengembangan Pariwisata Kawasan Pesisir Kota Bengkulu. - Mendeskripsikan Keragaman Persepsi Stakeholder terhadap pengembangan Kawasan Pesisir Kota Bengkulu. - Merumuskan harapan stakeholder terhadap pengembangan kawasan pesisir Kota Bengkulu. - Membuat daftar isu-isu terkait kondisi lingkungan kawasan pesisir Pantai Panjang. - Mengkaji karakteristik dan tingkat pengetahuan stakeholder mengenai keberadaan Apartemen Citywalk dan Mall Solo Paragon serta Kota Solo. - Mengkaji keragaman persepsi dari berbagai tingkatan terhadap pembangunan Apartemen Citywalk dan Mall Solo Paragon. - Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi stakeholder terhadap pembangunan Apartemen Citywalk dan Mall Solo Paragon. - Mengkaji harapan stakeholder terhadap pembangunan Apartemen Citywalk dan Mall Solo Paragon.
Kawasan Pesisir Kota Bengkulu. (Studi Kasus:Pantai Panjang, Pantai Jakat, dan Pantai Tapak Paderi)
Deskriptif Kualitatif
- Keragaman persespi stakeholder terkait pengembangan Kawasan Pesisir Kota Bengkulu. - Harapan stakeholder terkait dengan pengembangan Kawasan Pesisir Kota Bengkulu.
Apartemen Citywalk dan Mall Solo Paragon
Kuantitatif dan Kualitatif (Pendukung )
- Deskripsi Karakteristik Stakeholder Dan Tingkat Pengetahuan Stakeholder Terhadap Pembangunan Apartemen Citywalk Dan Mall Solo Paragon Dan Kota Solo. - Deskripsi keragaman persepsi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat terhadap pembangunan Apartemen Citywalk dan Mall Solo Paragon. - Identifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi stakeholder terhadap pembangunan Apartemen Citywalk dan Mall Solo Paragon. - Deskripsi harapan stakeholder terhadap pembangunan Apartemen Citywalk dan Mall Solo Paragon.
19
8.
9.
Fungsi Tempat Suci Penduduk Bali di Sekitar Pura Besakih di Kabupaten Karangasem Provinsi bali
Violina Zuhelsa. (2012)
- Tujuan dari penelitian antara lain untuk mengetahui bagaimana fungsi Pura Besakih sebagai Pura Sad Khayangan apabila dikaitkan dengan fungsi Pura yang sudah menjadi objek wisata di Kabupaten Karangasem
Pura Besakih, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali
Kualitatif (Analisis Spasial)
Persepsi Stakeholder Terhadap Penetapan Kawasan Besakih – Gunung Agung sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Di Bali
Ketut Joshua Heningpraj a Sariasa (2015)
- Mengkaji keragaman persepsi stakeholder terhadap penetapan kawasan Besakih sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional - Mengkaji harapan stakeholder terhadap penetapan kawasan Besakih sebagai KSPN
Pura Besakih, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali
Kualitatif
- Deskripsi Fungsi Pura Besakih Berdasarkan Jarak. - Jumlah Wisatawan dan Aksesibilitas - DeskripsiFungsi Pura Sebagai Tempat Ibadah - Deskripsi Fungsi Tempat Suci dan Penggunaan Tanah - Deskripsi Fungsi Tempat Suci dan Aksesibilitas - Deskripsi Fungsi Tempat Suci dan Wisatawan - Keragaman persepsi stakeholder yang diabstraksikan menghasilkan tiga konsep besar yang terdiri dari; Harmonisasi Pemerintah Pusat-Daerah, Strategi Penataan Dwifungsi Kawasan Besakih, Dan Kontrol Kearifan Lokal yang kemudian menuju pada 1 konsep utama yaitu Optimalisasi Pengembangan Kawasan Besakih - Deskripsi harapan stakeholder terhadap penetapan Kawasan Besakih sebagai KSPN
20