1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan dan model struktur masih terus dilakukan. Oleh karena itu masih terus dicari dan diusahakan pemakaian jenis bahan bangunan dan model struktur yang ekonomis, mudah diperoleh, mudah pengerjaannya, mencukupi kebutuhan dan kekuatan struktur dengan biaya yang relatif murah. Kayu merupakan salah satu bahan bangunana yang banyak dijumpai, sering dipakai dan di Indonesia relatif mudah untuk mendapatkannya. Berat jenis kayu lebih ringan bila dibandingkan baja maupun beton, selain itu kayu juga mudah dalam pengerjaannya. Ditinjau dari segi arsitektur, bangunan kayu mempunyai nilai estetika yang tinggi dan relatif ekonomis (Wardhana, 2011). Penggunaan bahan kayu sebagai bahan konstruksi telah lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Penggunaan kayu dalam konstruksi bangunan baik itu konstruksi rumah maupun konstruksi gudang membutuhkan bentang dan dimensi yang cukup besar sedangkan ketersedian kayu mulai berkurang. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan kayu sebagai bahan baku konstruksi adalah dengan sistem teknologi perekatan (laminasi). Teknologi laminasi adalah suatu teknik menggabungkan beberapa lapis kayu yang relatif tipis dengan perekat. Jenis bahan kayu laminasi saat ini telah banyak berkembang di Indonesia. Perkembangan produk kayu laminasi baru mencapai industri perabotan dan produk rumah tangga sedangkan dalam dunia konstruksi belum dimanfaatkan secara luas. Produk-produk kayu laminasi antara lain adalah Glue Laminated Timber, Laminated Veneer Lumber, Oriented Strand Board, Medium
2
Density Fiberboard, Melamine Face Chipboard, High Density Fiberboard, Block Board, Cross Laminated Lumber, I-Joist, Plywood (Awaludin & Irawati, Konstruksi Kayu, 2002). Dalam penelitian ini, salah satu produk laminasi yang digunakan adalah LVL atau Laminated Veneer Lumber. LVL merupakan salah satu produk
Structural Composit Lumber (SCL) yang
diperoleh dengan cara merekatkan venir-venir kayu pada arah yang sama menggunakan bahan perekat dengan besar dan lama penekanan tertentu (Baker, 2002 dan Kusumah, 2010). Menurut Colak (2004) LVL adalah material konstruksi kayu yang tergantung pada berat jenis dan memiliki manfaat penggunaan kayu secara efisien. Produksi LVL di Indonesia memanfaatkan kayu dengan kualitas rendah, contohnya adalah spesies Paraserianthes falcataria. Produksi ini telah dimulai sekitar 2 tahun yang lalu dengan keterbatasan informasi teknis untuk desain struktur. Paraserianthes falcataria atau dikenal dengan kayu sengon merupakan spesies kayu yang cepat tumbuh yaitu tingginya dapat mencapai 7 m dalam 1 tahun. Dalam kondisi optimum, pertumbuhan diameter batangnya dapat mencapai 5-7 cm pertahun (Perhimpi dan Balitbang Kehutanan, 1990 dalam Risnasari, 2008). Jensi kayu ini juga dapat dikembangkan dalam hutan buatan yang efektif untuk mengurangi gas rumah kaca sehingga merupakan material konstruksi yang ramah lingkungan dan dapat digunakan secara berkelanjutan. LVL mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan kayu utuh. Pada kayu utuh pengaruh cacat-cacat alami kayu sangat mempengaruhi keteguhan kayu, tetapi pada produk LVL, cacat-cacat alami kayu tersebut dapat disebar secara merata diantara lapisan vinir sehingga dapat meminimumkan pengaruh cacat-cacat tersebut terhadap kekuatan LVL, sangat fleksibel dalam berbagai bentuk desain, bentang dapat dimaksimalkan, dapat dilengkungkan dan sebagainya. Pada saat ini, LVL dapat diproduksi dalam berbagai ukuran dan bentuk seperti balok, kolom, dinding geser, elemen batang truss ataupun balok non prismatis.
3
Penggunaan batang prismatis pada balok telah sering dijumpai pada konstruksikonstruksi yang menggunakan kayu sebagai komponen strukturnya, tetapi sekarang ini pada kondisi-kondisi tertentu batang non prismatis lebih disukai penggunaannya daripada batang prismatis. Banyak sekali keuntungan-keuntungan penting yang terdapat dalam penerapan penggunaan batang non prismatis. Perubahan penebalan pada batang non prismatis akan menyebabkan kekakuan yang tidak sama di setiap titiknya. Besarnya momen inersia di setiap titik ini akan memberikan pengaruh pada besarnya momen-momen dan gaya-gaya geser dititik tersebut. Perbedaan besar momen-momen dan inersia setiap titik pada penampang gelagar non prismatis ini mempengaruhi lendutan yang akan terjadi pada konstruksi tersebut (Wardhana, 2011). Pada penelitian ini akan diteliti mengenai perilaku lentur dari Balok LVL kayu sengon Non-Prismatis untuk menambah pengetahuan mengenai LVL Kayu Sengon sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk komponen struktur bangunan khususnya tentang balok non-prismatis. 1.2 Rumusan Masalah Momen lentur dari suatu balok tergantung dari tegangan lentur dan modulus penampang. Modulus penampang balok tergantung dari momen inersia balok. Momen inersia balok dipengaruhi oleh dimensi penampang. Semakin besar dimensi balok maka momen inersianya juga besar. Semakin besar momen inersia maka modulus penampang bertambah besar juga. Dengan semakin bertambahnya modulus penampang maka momen lentur juga bertambah begitu juga sebaliknya. Untuk menganalisis momen lentur biasanya menggunakan persamaan yang berlaku pada balok kayu solid, sedangkan penelitian ini menggunakan balok LVL kayu sengon. Permasalahan yang timbul adalah apakah persamanaan momen lentur pada balok kayu solid dapat diaplikasikan pada balok LVL kayu sengon.
4
Untuk mengatasi masalah ini, maka hasil experiment momen lentur pada balok LVL kayu sengon akan dibandingkan dengan hasil hitungan menggunakan persamaan momen lentur balok kayu solid dari SNI. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kapasitas beban yang mampu ditahan oleh balok LVL kayu sengon non prismatis 2. Mengetahui besarnya momen lentur yang terjadi kemudian membandingkannya antara teori dari SNI untuk balok solid dengan eksperimen untuk balok LVL. 3. Mengetahui lendutan yang terjadi. 4. Mengetahui besarnya kekakuan yang terjadi. 5. Mengetahui bentuk pola kegagalan balok LVL kayu sengon. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan pengetahuan baru tentang perilaku lentur balok LVL kayu sengon non-prismatis. 2. Menambah nilai dan pemanfaatan kayu sengon menjadi balok non-prismatis LVL sebagai pengganti kayu solid. 3. Menjadi dasar pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. 1.5 Batasan Penelitian Adapun batasan-batasan penelitian yang dilakukan agar penelitian dapat berjalan secara terarah dan teratur yaitu: 1. Balok kayu yang digunakan adalah LVL hasil fabrikasi dari pabrik LVL. 2. Bahan baku LVL adalah kayu sengon. 3. Bentang balok LVL yang digunakan adalah 4000 mm dengan dimensi bagian ujung 200 mm x 200 mm dan dimensi bagian pangkal 200 mm x 400 mm. 4. Jenis pembebanan adalah four point loading.
5
5. Penyelesaian persamaan ditinjau dalam keadaan elastis saja. 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian terhadap bahan bangunan berupa kayu sengon (Paraserianthes falcaria) khususya LVL kayu sengon telah banyak dilakukan oleh peneliti dalam negeri. Salah satunya adalah Theodarmo (2013) dengan judul tesis Perilaku Struktural Balok Susun LVL sengon untuk Sistem Lantai Kayu. Dalam penelitian tersebut, bahan balok susun yang digunakan adalah LVL kayu sengon. Balok susun dirancang dengan dua jenis penampang yaitu balok I dan balok box. Sistem lantai kayu diuji beban menggunakan jenis pembebanan merata dan garis. Beban yang digunakan beton dan orang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan dan kekakuan balok susun yang digunakan untuk sistem lantai kayu. Penelitian lain dilakukan juga oleh Palaeowati (2013) dengan judul penelitian Tahanan Lateral Sambungan Kayu LVL Sengon dengan Alat Sambung Pasak Kayu. Pada penelitian tersebut menggunakan model sambungan dengan dua irisan atau menyambung tiga komponen. Pengujian ini menggunakan posisi beban sejajar arah serat dan tegak lurus serat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai tahanan lateral sambungan kayu LVL sengon dengan alat sambung pasak kayu. Penelitian dengan judul Perbandingan Nilai Kapasitas Lentur Balok Laminasi Berpenampang Persegi Panjang dan Balok I (I-Joist) dari Bahan Papan Kayu Sengon dengan Volume yang Sama dilakukan oleh Widianto (2010). Penelitian ini bertujuan memperoleh nilai kapasitas lentur dan MOE antara balok laminasi dengan balok I kayu sengon dimana memiliki volume yang sama. Penelitian dengan judul Kajian Analitis dan Eksperimental Kekakuan dan Kekuatan Lentur Balok Laminasi dari Bahan Kayu Sengon dan Bambu Petung dilakukan oleh Karyadi & Suwarno (2006) dengan meninjau kekakuan dan kekuatan lentur balok laminasi yang terbuat dari kayu Sengon dan bambu Petung.
6
Suryawan (2006) melakukan penelitan dengan judul Pengujian Laminasi Kayu Keruing Sengon pada Balok Komposit Beton Tipe T. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemakaian kayu keruing yang dilaminasi dengan kayu sengon dan dikompositkan dengan balok beton berprofil T. Penelitian tentang balok non-prismatis pernah dilakukan oleh Wardhana (2011) dengan judul penelitian analisa lendutan balok kayu kelapa non-prismatis perletakan sendi-rol dengan metode plastis. Tujuan dari penelitian itu adalah untuk mengetahui dan menganalisis besarnya lendutan plastis yang terjadi. Penelitian LVL sengon dalam bentuk balok non-prismatis dapat mengoptimalkan manfaat dari LVL sengon tersebut. Penelitian dengan judul perilaku lentur balok LVL kayu sengon non prismatis belum pernah dilakukan sebelumnya berdasarkan referensi tema tesis yang ada di Teknik Sipil dan Lingkungan UGM maupun diluar instansi pendidikan Universitas Gadjah Mada.