BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Berbicara dari aspek sosial, manusia berada pada tempat yang sama, namun masing-masing mempunyai fungsi dan peran yang berbeda dalam kehidupan masyarakat. Dari aspek sosial dan hukum, sesungguhnya wanita secara kodrati, memiliki keterbatasan dalam melakukan kegiatan fisik. Namun dimasa sekarang, akibat tuntutan kehidupan ekonomi yang semakin berat, tidak ada lagi batasan bagi wanita untuk melakukan tugas-tugas fisik. Demikian pula dalam kegiatan non fisik seperti; politik, ekonomi dan perdagangan. Peran non fisik inilah yang sering dituntut oleh para kaum wanita masa kini dalam kesetaraan gender. Meski angka statistik yang mendata jumlah pekerja wanita relatif lebih kecil daripada pria, namun dari tahun ke tahun jumlah pekerja wanita di berbagai sektor semakin meningkat. Perkembangan tersebut sangat mungkin dipengaruhi oleh meningkatnya tingkat pendidikan dan bergesernya kebudayaan akibat faktor globalisasi. Pengalaman di lapang selama ini menunjukkan adanya perbedaan yang dapat diamati antara konsep gender dalam pembahasan para ahli berikut aplikasinya dengan konsep gender dalam kebijakan, program dan pelaksanaan pembangunan. Sebagai konstruksi sosial yang umumnya sudah disosialisasikan sejak dini, gender ternyata menyumbangkan ketidakadilan (inequalities) dan manifestasi ketidakadilan dapat terjadi pada proses penentuan kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, mekanisme pengambilan keputusan, serta pelaksanaan maupun evaluasi proyek pembangunan di lapangan. Uraian tersebut di atas mengantarkan kita pada pemahaman bahwa gender sebagai suatu konsep yang tepat untuk dipergunakan dalam membahas permasalahan atau isu pembangunan. Kepedulian terhadap masalah gender akan menyebabkan kita berupaya menghilangkan atau mengurangi terjadinya ketimpangan gender, karena hal ini dapat merugikan perempuan maupun laki-laki. Dengan demikian diharapkan kalau tidak ada ketimpangan gender, seluruh potensi
1
SDM dapat dioptmalkan dan manfaat pembangunan secara merata dapat dinikmati oleh semua pihak. Seringkali dipermasalahkan apakah benar dalam mempersoalkan ketimpangan gender lebih banyak mempermasalahkan kerugian perempuan dan keuntungan laki-laki. Sebenarnya ketimpangan gender yang merugikan perempuan, secara
tidak
langsung
merupakan
kerugian
bagi
masyarakat
keseluruhan.
Ketertinggalan perempuan mengakibatkan mereka tidak dapat berperan dan menjadi mitra sejajar laki-laki, akibatnya hubungan kedua pihak menjadi timpang. Menurut pengamatan di masyarakat, sampai saat ini perempuanlah - karena jenis kelamin mereka - yang lebih banyak mengalami ketidakadilan gender. Hal ini terjadi karena nilai-nilai dan norma-norma masyarakat membatasi ruang gerak mereka dan memberi mereka peran dan tugas yang dianggap kurang penting dibanding jenis kelamin lainnya (laki-laki). Disamping itu, ketimpangan gender terjadi di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Misalnya, di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keluarga, sosial/kemasyarakatan, hukum, adat dsb. (KPDTNT, 1996). Salah satu tantangan masa depan dalam pembangunan adalah bagaimana mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di semua aspek kehidupan. Salah satu strateginya dengan diterbitkannya Inpres No. 9 / 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional yang memperkuat kelembagaan PUG dan Anak serta jejaring pendukungnya. Selain itu di dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2005 disebutkan bahwa strategi pengarusutamaan gender diterapkan ke dalam proses dan tahapan pembangunan Nasional. Selanjutnya di dalam komitmen Internasional bahwa konsekuensi Indonesia yang ikut meratifikasi CEDAW dan sesuai kesepakatan pada Konferensi Wanita Se-dunia yang dirumuskan dalam Beijing Platform for Action yang mengikat semua negara peserta termasuk Indonesia yang hadir pada konferensi itu untuk mengimplementasikan Gender Mainstreaming atau Pengarusutamaan Gender di negara masing-masing. Indonesia juga mendukung konferensi tentang status perempuan di PBB yang dihadiri oleh pemimpin dunia dan organisasi perempuan untuk mereview 10 tahun pelaksanaan Deklarasi dan Landasan Aksi Beijing (Beijing Platform For Action).
2
Wanita Indonesia yang berjumlah lebih dari separuh penduduk Indonesia, merupakan sumber daya insani yang potensial dalam pembangunan. Sekitar tahun 1990-an potensi kaum wanita yang relatif besar belum termanfaatkan, terutama dalam kegiatan-kegiatan produktif. Kegiatan produktif yang dimaksudkan disini adalah apa yang sering disebut dengan bekerja atau melakukan suatu kegiatan atau membantu dalam melakukan sesuatu kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan. Namun demikian sekarang kesempatan wanita untuk berkembang dan menduduki jabatan penting juga mulai terbuka lebar, seperti yang diungkapkan oleh MasterCard Worldwide Index of Women’s Advancement mengukur posisi sosioekonomi wanita terhadap pria dengan menggunakan empat indikator kunci: Pertama, dua indikator didapat berdasarkan data dari badan-badan statistik di negara masingmasing dan menunjukkan rasio antara wanita dan pria yang bekerja dan yang memperoleh pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Kedua, dua Indikator lainnya didapat dari hasil survei yang mengukur rasio antara wanita dan pria mengenai pendapat tentang apakah mereka memegang posisi manajerial dan memiliki pendapatan diatas median. Pendapat-pendapat subyektif tersebut memberi gambaran mengenai seberapa besar para responden merasa telah diberdayakan dan seberapa penting peran mereka di kantor. Angka-angka indeks yang didapat dari indikatorindikator tersebut menunjukkan kemajuan dalam persamaan peran sosio-ekonomi antara wanita dangan pria. Tahun ke lima MasterCard Worldwide Index of Women’s Advancement dirilis, sungguh menarik melihat perkembangan yang terjadi di Indonesia dalam hal peran serta dalam dunia kerja, perolehan pendidikan tingkat perguruan tinggi, dan persepsi mengenai peran manajerial dan pendapatan yang diatas pendapatan median. Secara keseluruhan nilai indeks Indonesia turun dibanding tahun kemarin, sungguh menarik melihat bahwa lebih dari 50% wanita Indonesia menganggap diri mereka sebagai pembuat keputusan akhir bagi rumah tangga mereka, ini merupakan persentase yang lebih besar dibanding di Australia dan Singapura. (Georgette Tan, 2008)
3
Meningkatnya peluang kerja bagi wanita di sektor industri khususnya ditafsirkan : pertama, karena banyak industri yang menuntut ketelitian dan ketekunan serta sifat-sifat lain yang biasanya dimiliki oleh wanita , seperti misalnya industri rokok, pakaian jadi, tekstil, makanan dan minuman dan sebagainya. Kedua, kondisi yang dituntut oleh tenaga kerja wanita lebih ringan dari tenaga kerja pria sehingga memberikan keuntungan yang lebih besar bagi pengusaha. Kesimpulan kedua ini kurang menguntungkan bagi tenaga kerja wanita tetapi hal ini sering terjadi. Kehadiran industri besar dan sedang memberikan alternatif baru dalam membuka kesempatan kerja bagi wanita. Namun untuk dapat bekerja pada industri-industri ini diperlukan ketrampilan untuk memungkinkan penggunaan tenaga kerja wanita secara produktif dan efisien. Wanita dalam keputusannya untuk turut berpartisipasi dalam pasar kerja selain dipengaruhi oleh status perkawinan juga dipengaruhi oleh faktor usia, daerah tempat tinggalnya (kota/desa), pendapatan, agama, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan suami (bagi yang sudah kawin), pendidikan wanita itu sendiri serta tingkat pengangguran regional. Masalah utama dari pekerja wanita adalah latar belakang sosial yang rendah, sehingga mengharuskan wanita bekerja . (Etzioni, 1973) Konsep peran wanita yang semakin berkembang dimasyarakat seiring dengan peran wanita dalam ikut serta mensejahterakan keluarganya, yaitu mencari nafkah untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Namun banyak pula wanita bekerja hanya berdasarkan asumsi kesetaraan gender semata, dimana dianggap bahwa wanita juga berhak memperoleh pengakuan atas potensinya atau yang sering disebut sebagai karir. Wanita juga merasa perlu mengaktualisasikan dirinya kedalam lingkungan formal. Namun apa sebenarnya yang mendasari konsep orientasi wanita inilah yang ingin diteliti, dimana perbedaan ini diangkat dari orientasi wanita yang tradisional dengan wanita modern terhadap orientasi mereka dalam mendapatkan pengahasilan. Orientasi tradisional dan modern itu sendiri dibentuk oleh beberapa faktor dasar yang melingkupinya yaitu demografi, latar belakang pendidikan wanita itu sendiri, faktor lingkungan keluarga, dan faktor parental dalam hal ini adalah tingkat pendidikan suami dan orang tua, dimana faktor-faktor ini dapat membentuk orientasi wanita pada
4
orientasi tradisional dan modern dan juga apakah orientasi tradisional dan modern tersebut dimoderasi oleh komitmen kerja dalam orientasi mereka terhadap penghasilan.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor demografi terhadap orientasi wanita tradisional? b. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor latar belakang pendidikan terhadap orientasi wanita tradisional? c. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor lingkungan keluarga terhadap orientasi wanita tradisional? d. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor karateristik parental terhadap orientasi wanita tradisional? e. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara orientasi wanita tradisional terhadap orientasi penghasilan?
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Gender dan Penggunaannya Gender yang dalam bahasa aslinya (bahasa Inggris) ditulis gender, tidak mempunyaipadanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia. Dahulu istilah gender hanya dikenal dan digunakan dalam kaitannya dengan studi bahasa. Di dalam kamus, pengertian antara kata sex dan gender tidak dibedakan secara jelas. Ketika gender dibicarakan sebagai konsep, maka muncul berbagai kerancuan, karena selama ini belum ada uraian yang mampu menjelaskan secara singkat dan jelas mengenai konsep gender dan mengapa konsep tersebut penting dalam memahami ketidakadilan sosial. Padahal pengertian gender harus dipahami karena konsep ini diperlukan untuk dapat membahas permasalahan perempuan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat satu ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain dikenal dengan konsep gender. Dengan kata lain, gender adalah suatu konsep yang mengacu pada tatanan dan hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga, masyarakat dan pembangunan yang ditetapkan bukan berdasarkan biologis tetapi konteks sosial, ekonomi dan politik (berdasarkan konstruksi sosial). Konsep gender sebagai suatu konstruksi sosial telah mengalokasikan peranan, hak, kewajiban serta tanggung jawab perempuan dan laki-laki dalam fungsi produksi maupun reproduksi. (Fakih, M. 1996) Dalam penelitian ini istilah “gender” akan dipakai untuk memberikan batasan yang jelas dan terpisahkan dari “sex”. Menurut Lips (dalam Stevenson, 1994) “sex” merupakan istilah bagi kondisi biologis seseorang, yaitu jantan dan betina, atau male dan female. Money (dalam Stevenson, 1994) menyebutkan bahwa fenomena biologis ini terkait erat dengan susunan kromosom, gen dan pengaruh hormon dalam tubuh manusia tersebut. Sedangkan menurut Deaux (dalam Stevenson, 1994) istilah “gender” mengacu pada kondisi psikologis atau kategori sosial yang diasosiasikan
6
dengan keadaan biologis seseorang. Hal senada juga disampaikan oleh Lips (dalam Stevenson, 1994) yang menyatakan bahwa gender adalah aspek non-fisiologis dari sex, harapan budaya terhadap femininitas dan maskulinitas.
2.2. Orientasi Peran Gender Orientasi peran gender oleh Tang & Tang (2001) didefinisikan sebagai kepemilikan seseorang atas sifat-sifat kepribadian stereotip maskulin dan feminin yang diharapkan masyarakat. Sementara menurut Raguz (1991) orientasi peran gender adalah persepsi seseorang tentang maskulinitas dan femininitas dalam dirinya. Menurut Constantinople (dalam Spence & Buckner, 1995), femininitas dan maskulinitas berada pada dua kutub yang berlawanan. Pemikiran ini kemudian melahirkan sejumlah pertanyaan akan validitas konsep, karena dirasakan banyak sifat yang berada dalam domain feminin dan domain maskulin tidak berhubungan satu dengan yang lainnya (sifat feminin bukan merupakan lawan dari sifat maskulin, dan sebaliknya). Spence & Buckner (1995) menegaskan bahwa sifat-sifat yang telah disebutkan tadi tidak berkorelasi sama sekali, sehingga sifat-sifat dalam domain feminin dan domain maskulin pun tidak perlu memiliki korelasi yang kuat satu dengan yang lainnya. Atas dasar kritikan tersebut, kemudian lahirlah dua alat ukur, yaitu Bem Sex Role Inventory (BSRI) dan Personal Attributes Questionnaire (PAQ) (Irving, Coleman & Cooper, 1997). Pada kedua alat ukur ini terdapat dua kelompok sifat-sifat yang diasumsikan ada pada manusia. Satu kelompok berisi karakteristik instrumental, yang kerap diasosiasikan dengan karakteristik laki-laki, dan disebut skala maskulinitas (M). Kelompok lainnya berisi karakteristik ekspresif, yang kerap diasosiasikan dengan karakteristik perempuan, dan disebut skala femininitas (F). Spence & Helmreich (dalam Robinson, 1991) menyatakan bahwa karakteristik instrumentality
sering
dikaitkan
dengan
maskulin,
sedangkan
karakteristik
expresiveness sering dikaitkan dengan feminin. Lebih lanjut lagi dijelaskan karakteristik maskulin antara lain mandiri, mudah membuat keputusan dan tidak
7
mudah menyerah, sedangkan karakteristik feminin antara lain adalah emosional, suka menolong orang lain serta memahami perasan orang lain.
2.3. Sosial Ekonomi. a. Pendidikan Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan penguasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tingkat pendidikan yang tinggi memungkinkan penduduk mengolah sumber daya alam dengan baik. Disiamping itu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi memudahkan penduduk memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehingga taraf hidupnya meningkat. Sedang tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan lambannya taraf hidup, dengan demikian kemajuan menjadi terhambat (Torop, 1993). Pendidikan merupakan kegiatan (usaha) yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah tingkah laku yang diinginkan. Dalam undang-undang no 2/1989 tentang sistim pendidikan nasional pasal 4 berbunyi : Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti lhur memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pendidikan merupakan faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan tidak saja menambah pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan kerja (Simanjuntak 1985). Pendidikan
adalah
1)
proses
dimana
seseorang
mengembangkan
kemampuannya, sikap dan bentuk tingkah laku lainnya didalam masyarakat dimana dia berada, 2) proses sosial dimana dia dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang dating dari wekolah), sehingga dapat diperoleh atau menalami perkembangan kemampuan individu yang optimum (Harbinson, 1964).
8
Berdasarkan Pokok pikiran diatas bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia Fertilitas yang tinggi akan berpengaruh terhadap pengembangan pendidikan. Terutama sekali bagi keluarga atau penduduk yang mempunyai fertilitas tinggi atau mempunyai anak banyak yang berpenghasilan rendah. Maka pendidikan dalam keluarga tersebut sangat berat sekali untuk membiayainya dan sekaligus akan mempunyai dampak terhadap kehidupan ekonomi keluarga. b. Pendapatan Menurut kamus Bahasa Indonesia pendapatan itu adalah hasil usaha. Sedangkan Valeri yang dikutip oleh Singarimbun (1976) bahwa pendapatan adalah gambaran yang paling tepat tentang posisi ekonomi keluarga, yang merupakan jumlah seluruh pendapatan dan kejayaan keluarga (termasuk semua barang dan hewan peliharaan). Pendapatan adalah segala penghasilan yang sifatnya reguler, diterima biasanya sebagai balas jasa dari majikan, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas, penjualan barang, hasil investasi seperti bunga modal, jaminan serta keuntungan usaha. Pendapatan berupa barang adalah segala penghasilan yang sifatnya reguler akan tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan diterima dalam bentuk barang dan jasa. Barang-barang dan jasa yang diperoleh dinilai dengan harga pasar sekalipun tidak disertai dengan transaksi uang oleh yang menikmati barang dan jasa tersebut (Sumardi, 1992).
2.4. Karateristik Demografi, Sosial dan Ekonomi terhadap Partisipasi Angkatan Kerja Wanita Menurut Bukit dan Bakir (1983), tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dipengaruhi oleh berbagai faktor demografi, sosial dan ekonomis. Faktor-faktor ini antara lain umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal (daerah kota/pedesaaan), pendapatan dan agama. Pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap tingkat partisipasi laki-laki dalam angkatan kerja tidaklah begitu besar,
9
sebab pada umumnya laki-laki merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga. Lain dengan wanita, karena fungsi pokok dari wanitaadalah sebagai istri dan ibu rumah tangga, melahirkan dan membesarkan anak. Karena itu partisipasi wanita dalam angkatan kerja sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya. Akibatnya TPAK wanita baik secara keseluruhan maupun berdasarkan kelompok umur sangat berbeda dari masa ke masa, dan antara negara/daerah yang satu dengan negara/daerah yang lain. Menurut Alatas & Trisilo (1990), peningkatan partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi karena : pertama, adanya perubahan pandangan dan sikap masyarakat tentang sama pentingnya pendidikan bagi kaum wanita dan pria, serta makin disadarinya perlunya kaum wanita ikut berpartisipasi dalam pembangunan, kedua, adanya kemauan wanita untuk bermandiri dalam bidang ekonomi yaitu berusaha membiayai kebutuhan hidupnya dan mungkin juga kebutuhan hidup dari orang-orang yang menjadi tanggungannya dengan penghasilan sendiri. Kemungkinan lain yang menyebabkan peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja adalah makin luasnya kesempatan kerja yang bisa menyerap pekerja wanita, misalnya munculnya kerajinan tangan dan industri ringan. Keterkaitan antara faktor-faktor rumah tangga dengan kesempatan kerja wanita antara lain ditunjukkan oleh adanya perbedaan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) wanita menurut umur dan perbedaan curahan waktu wanita menurut status kawin. Di Beberapa negara aktivitas wanita mencapai puncaknya pada umur 15-19 tahun, beberapa negara lainnya pada umur 20-24 tahun, ada pula yang mencapai puncaknya pada umur 50-54 tahun, dan beberapa negara memiliki dua puncak, yakni puncak yang pertama terjadi pada saat sebelum masa melahirkan dan puncak kedua terjadi pada saat sesudah masa melahirkan (Standing, 1978). Selain itu dari penelitian Hartmann (1981) dan Horgan ( 1978) yang dikutip oleh Andersen (1983) ditemukan bahwa curahan waktu untuk kegiatan-kegiatan rumah tangga dari wanita yang berstatus belum kawin (single ) lebih sedikit dari pada wanita yang berstatus kawin. Berkaitan dengan perbedaan posisi ekonomi setiap individu dalam suatu keluarga atau rumah tangga, Joseph Pleck
10
dalam stichter (1990) berpendapat senada : bahwa didalam interaksi keluargapekerjaan, perilaku individu dan kondisi psikologisnya dibentuk oleh peran-peran dan sekumpulan norma-norma yang merupakan lembaga-lembaga sosial. Seperangkat peran yang utama bagi individu yang menyangkut peran-peran pekerjaan dan peranperan keluarga ini disebut sebagai sistem peranan pekerjaan keluarga (work-family role system). Di negara-negara berpenghasilan rendah, salah satunya di Yugoslavia, ternyata berdasarkan hasil analisis data sensus tahun 1971 menunjukkan bahwa kehadiran seorang anak adalah faktor yang mengurangi kemungkinan wanita untuk aktif dalam kegiatan ekonomi. Dalam hal ini tampak bahwa jumlah anak dan tingkat partisipasi wanita menurut kelompok umur mempunyai hubungan negatif. Di Papua New Guinea berdasarkan hasil analisis data sensus tahun 1970 menunjukkan bahwa jumlah anak mempunyai hubungan negatif dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) wanita sedangkan umur dan anak mempunyai hubungan positif, namun tampak bahwa hubungannya lemah. Hal ini disebabkan karena wanita yang bekerja di sektor informal dan yang mempunyai kegiatan-kegiatan subsistem di daerah pedesaan dapat mengkombinasikan kegiatan-kegiatan ekonomi mereka dengan kegiatan perawatan anak (Standing 1978). Gambaran mengenai pembagian kerja rumah tangga berdasarkan jenis kelamin tersebut merupakan sebagian kecil bukti yang mencerminkan ketidak seimbangan peran produktif dan peran reproduktif antara wanita dan pria. Gambaran seperti ini banyak terdapat di berbagai masyarakat, dan keadaan seperti ini tampak kurang menguntungkan wanita dalam meraih kesempatan melakukan kegiatan-kegiatan produktifnya. Hasil studi Internasional Labour Organisation (ILO) menunjukkan bahwa di beberapa negara (Syprus, El Savador, Greek, Irlandia Jepang, Korea Selatan dan Tanzania) pada tahun 1975 dan tahun 1982, upah pekerja wanita (per hari, per minggu, per bulan) di sektor manufaktur lebih rendah dari pada upah pekerja pria (Sticher, 1990).
11
2.5. Hipotesis Hartmann (1981) dan Horgan (1978) yang dikutip oleh Andersen (1983) ditemukan bahwa curahan waktu untuk kegiatan-kegiatan rumah tangga dari wanita yang berstatus belum kawin (single ) lebih sedikit dari pada wanita yang berstatus kawin. H1
: Ada pengaruh
yang signifikan antara faktor demografi
terhadap
orientasi wanita tradisional. Menurut Alatas & Trisilo (1990), peningkatan partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi karena : pertama, adanya perubahan pandangan dan sikap masyarakat tentang sama pentingnya pendidikan bagi kaum wanita dan pria, serta makin disadarinya perlunya kaum wanita ikut berpartisipasi dalam pembangunan, kedua, adanya kemauan wanita untuk bermandiri dalam bidang ekonomi yaitu berusaha membiayai kebutuhan hidupnya dan mungkin juga kebutuhan hidup dari orang-orang yang menjadi tanggungannya dengan penghasilan sendiri. H2
: Ada pengaruh yang signifikan antara faktor latar belakang pendidikan
terhadap orientasi wanita tradisional. Joseph Pleck dalam stichter (1990) berpendapat senada : bahwa didalam interaksi keluarga-pekerjaan, perilaku individu dan kondisi psikologisnya dibentuk oleh peran-peran dan sekumpulan norma-norma yang merupakan lembaga-lembaga sosial. Seperangkat peran yang utama bagi individu yang menyangkut peran-peran pekerjaan dan peran-peran keluarga ini disebut sebagai sistem peranan pekerjaan keluarga (work-family role system) H3
: Ada
pengaruh yang signifikan
antara
faktor
lingkungan
keluarga
terhadap orientasi wanita tradisional. Koentjaraningrat (1967) mengemukakan bahwa dikalangan masyarakat Jawa, seorang suami adalah kepala keluarga, namun tidak berarti bahwa istri memiliki status lebih rendah karena ia bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarga. Akan tetapi seorang anak laki-laki umumnya memiliki peran yang lebih kuat dan jelas sebagaimana yang ditunjukkan dalam pengalihan tanggung jawab dari
12
ayah kepada anak laki-laki seperti yang diteliti oleh Sievers (1974). Penelitian terdahulu menemukan kenyataan bahwa budaya, tipe agriekosistem, dan status sosial ekonomi rumah tangga berpengaruh terhadap kontribusi perempuan pada kegiatan produksi pertanian (Hastuti, et.al., 1998). H4
: Ada
pengaruh yang signifikan antara faktor karateristik parental
terhadap orientasi wanita tradisional. Devi & Anita (2007) Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dalam hal komitmen kerja antara karyawan yang memiliki kecenderungan orientasi peran gender feminin dan maskulin pada karyawan yang bekerja di bidang kerja nontradisional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karyawan dengan kecenderungan orientasi peran gender maskulin memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi terhadap pekerjaannya (dalam hal ini jenis pekerjaan nontradisional) jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kecenderungan orientasi peran gender feminin, yang berada pada taraf sedang. H5
: Ada pengaruh yang signifikan antara orientasi wanita tradisional terhadap
orientasi penghasilan
2.7. Kerangka Pikir Faktor Orientasi Gender: H1 : Demografi (Usia, Status Perkawinan) H2 : Latar Belakang Pendidikan (Pendidikan, Gaji)
Orientasi Wanita Tradisional
Orientasi Penghasilan
H3 : Lingkungan Keluarga (Tempat Tinggal) H4 : Karateristik Parental (Pendidikan Ayah, Pendidikan Ibu, Ibu Bekerja) 13
BAB III TUJUAN PENELITIAN
Terkait dengan permasalahan yang telah dikemukakan tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian adalah : a. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor demografi dilihat dari orientasi wanita tradisional atau modern terhadap orientasi penghasilan. b. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor latar belakang pendidikan dilihat dari orientasi wanita tradisional atau modern terhadap orientasi penghasilan. c. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor lingkungan keluarga dilihat dari orientasi wanita tradisional atau modern terhadap orientasi penghasilan. d. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor karateristik parental dilihat dari orientasi wanita tradisional atau modern terhadap orientasi penghasilan. e. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor komitmen kerja terhadap orientasi penghasilan.
14
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda survei, yaitu metoda pengumpulan data primer melalui komunikasi tertulis dengan responden sebagai sampel individual yang representatif. Survei dilakukan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan secara cepat, tidak mahal, efisien dan akurat (Sekaran, 1992).
4.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten semarang dengan obyek adalah wanita yang bekerja di skala manajerial dan di skala pekerja. Dimana kabupaten semarang dipilih sebagai lokasi penelitian karena letaknya diantara daerah perkotaan, pinggiran dan pedesaan dimana masyarakatnya dalam hal ini wanita memiliki tingkat plurarisme yang tinggi. Dan kabupaten Semarang merupakan suatu daerah yang sebagian besar penduduknya di Industri, karena kabupaten Semarang merupakan salah satu daerah industri terbesar di Jawa Tengah.
4.3. Metode Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey (Singarimbun Masri dan Sofyan Efendi (1985). Teknik pengambilan sampel dilakukan secara sampel purposive sampling bagi wanita yang bekerja pada manajerial level dan wanita yang bekerja di non manajerial level . Metode pengambilan data dilakukan sebagai berikut: Pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara dengan responden sebagai sumber data yaitu yang berumur > 17 tahun secara indepth interview dengan berpedoman pada daftar pertanyaan (interview guide). Pengambilan data sekunder dalam upaya untuk melengkapi atau menunjang data primer, dilakukan melelui studi dokumentasi di Kantor Dinas Tenaga Kerja
15
Kabupaten Semarang, Kantor BPS Kabupaten Semarang. Dalam rangka untuk memperoleh gambar yang komperhensif dari peran wanita dalam proporsi tenaga kerja.
4.4. Teknik Analisis Data Setelah semua data yang diperlukan dalam kegiatan ini terkumpul, baik yang bersifat data primer maupun data sekunder, baik yang bersifat data kualitatif maupun kuantitatif, serta semua data yang mempunyai kaitan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan ini, akan dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kuantitatif.
Data
yang
telah
terkumpul
dianalisis
secara
deskriptif
guna
menggambarkan orientasi tradisional ataupun modern terhadap orientasi penghasilan. 4.4.1. Analisis Regresi Untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan variabel bebas. Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variabel) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Variabel pertama disebut juga sebagai variabel tergantung dan variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis regresi disebut regresi linear berganda. Disebut berganda karena pengaruh beberapa variabel bebas akan dikenakan kepada variabel tergantung.
4.4.2. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dapat didasarkan dengan menggunakan dua hal, yaitu: tingkat signifikansi atau probabilitas (α) dan tingkat kepercayaan atau confidence interval. Didasarkan tingkat signifikansi pada umumnya orang menggunakan 0,05. Kisaran tingkat signifikansi mulai dari 0,01 sampai dengan 0,1. Yang dimaksud dengan tingkat signifikansi adalah probabilitas melakukan kesalahan tipe I, yaitu kesalahan menolak hipotesis ketika hipotesis tersebut benar. Tingkat kepercayaan
16
pada umumnya ialah sebesar 95%, yang dimaksud dengan tingkat kepercayaan ialah tingkat dimana sebesar 95% nilai sample akan mewakili nilai populasi dimana sample berasal. Dalam melakukan uji hipotesis terdapat dua hipotesis, yaitu:
H0 (hipotessis nol) dan H1 (hipotesis alternatif)
Hipotesis statistiknya:
H0: μ x= 10
H1: μ x > 10 Untuk uji satu sisi (one tailed) atau
H1: μ x < 10
H1: μ x ≠ 10 Untuk uji dua sisi (two tailed)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam uji hipotesis ialah;
Untuk pengujian hipotesis kita menggunakan data sample.
Dalam pengujian akan menghasilkan dua kemungkinan, yaitu pengujian signifikan secara statistik jika kita menolak H0 dan pengujian tidak signifikan secara statistik jika kita menerima H0.
Jika kita menggunakan nilai t, maka jika nilai t yang semakin besar atau menjauhi 0, kita akan cenderung menolak H0; sebaliknya jika nila t semakin kecil atau mendekati 0 kita akan cenderung menerima H0.
17
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Umum Responden Hasil isian kuesioner yang dilakukan oleh responden yang yang menjadi sampel ditunjukkan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 5.1. Usia Responden USIA
N
%
17 – 36 Thn
32
32
>36 – 55 Thn
68
68
TOTAL
100
100
Dari tabel 5.1 terlihat bahwa responden sebesar 68% yaitu sebanyak 68 orang responden berusia lebih dari 36 tahun sampai dengan 55 tahun, sedangkan sisanya sebesar 32% atau sebanyak 32 orang responden berusia antara 17 tahun sampai 36 tahun. Tabel 5.2. Status Perkawinan STATUS PERKAWINAN
N
%
Menikah
65
65
Belum Menikah / Janda
35
35
TOTAL
100
100
Dari tabel 5.2 terlihat bahwa responden sebesar 65% yaitu sebanyak 65 orang responden berstatus telah menikah, sedangkan sisanya sebesar 35% atau sebanyak 35 orang responden berstatus belum menikah/janda.
18
Tabel 5.3. Tingkat Pendidikan JENJANG PENDIDIKAN
N
%
SMP-D3
26
26
S1-S3
74
74
TOTAL
100
100
Dari tabel 5.3 terlihat bahwa responden sebesar 74% yaitu sebanyak 74 orang responden mempunyai tingkat pendidikan antara S1-S3, sedangkan sisanya sebesar 26% atau sebanyak 26 orang responden mempunyai tingkat pendidikan antara SMPD3.
Tabel 5.4. Tingkat Gaji GAJI
N
%
< 1 Juta
13
13
1 Juta – 5 Juta
74
74
˃ 5 Juta
13
13
TOTAL
100
100
Dari tabel 5.4 terlihat bahwa responden sebesar 74% yaitu sebanyak 74 orang responden mempunyai gaji/penghasilan antara 1 juta sampai 5 juta, sedangkan sebesar 13% atau sebanyak 13 orang responden mempunyai gaji/penghasilan dibawah 1 juta, sisanya sebesar 13% atau sebanyak 13 orang responden mempunyai gaji/penghasilan diatas 5 juta.
19
Tabel 5.5. Daerah Tempat Tinggal DAERAH TMP TINGGAL
N
%
Pedesaan/Pinggiran
24
24
Perkotaan
76
76
TOTAL
100
100
Dari tabel 5.5 terlihat bahwa responden sebesar 76% yaitu sebanyak 76 orang responden dalam 5 tahun terakhir bertempat tinggal di daerah perkotaan, sedangkan sisanya sebesar 24% atau sebanyak 24 orang responden dalam 5 tahun terakhir bertempat tinggal di daerah perkotaan. . Tabel 5.6. Tingkat Pendidikan Ayah JENJANG PENDIDIKAN
N
%
SMP-D3
36
36
S1-S3
64
64
TOTAL
100
100
Dari tabel 5.6 terlihat bahwa responden sebesar 64% yaitu sebanyak 64 orang responden ayahnya mempunyai tingkat pendidikan antara S1-S3, sedangkan sisanya sebesar 36% atau sebanyak 36 orang responden ayahnya mempunyai tingkat pendidikan antara SMP-D3.
Tabel 5.7. Tingkat Pendidikan Ibu JENJANG PENDIDIKAN
N
%
SD-D3
46
46
S1-S3
54
54
TOTAL
100
100
20
Dari tabel 5.7 terlihat bahwa responden sebesar 54% yaitu sebanyak 54 orang responden ibunya mempunyai tingkat pendidikan antara S1-S3, sedangkan sisanya sebesar 46% atau sebanyak 46 orang responden ibunya mempunyai tingkat pendidikan antara SMP-D3.
Tabel 5.8. Ibu Bekerja di luar rumah IBU BEKERJA
N
%
Bekerja
68
68
Tidak Bekerja
32
32
TOTAL
100
100
Dari tabel 5.8 terlihat bahwa responden sebesar 68% yaitu sebanyak 68 orang responden ibunya bekerja di luar rumah lebih dari 30 jam dalam seminggu (pada saat umur ibu 17-55 tahun), sedangkan sisanya sebesar 32% atau sebanyak 32 orang responden ibunya bekerja di luar rumah lebih dari 30 jam dalam seminggu (pada saat umur ibu 17-55 tahun).
5.2. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis dan menyajikan data kuantitatif yang jumlahnya relatif besar dengan tujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data agar dapat dimengerti dengan mudah (Ghozali, 2006). Pada tabel dibawah ini dapat dilihat hasil output dari statistik deskriptif untuk variabel usia, status, tingkat pendidikan, gaji, tempat tinggal, tingkat pendidikan ayah, tingkat pendidikan ibu, dan ibu bekerja di luar rumah, adalah sebagai berikut :
21
Tabel 5.9 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
usia
100
1
2
1.37
.485
status
100
1
2
1.35
.479
pend
100
1
2
1.74
.441
gaji
100
1
3
2.00
.512
citizen
100
1
2
1.76
.429
Payah
100
1
2
1.65
.479
Pibu
100
1
2
1.40
.492
Ibu Krj
100
1
2
1.59
.494
Valid N (listwise)
100
Bila kita lihat tabel 5.9 diatas, maka dapat dilihat nilai hasil perhitungan sebagai berikut : a. Variabel usia ditunjukkan bahwa dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden, nilai terendah adalah adalah 1, sedangkan nilai tertinggi adalah 2. Rata-rata adalah 1.37, ini menunjukkan bahwa rata-rata dari 100 responden yang masuk dalam sampel sebagian besar berusia diatas 36 tahun sampai dengan 55 tahun. b. Variabel status ditunjukkan bahwa dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden, nilai terendah adalah adalah 1, sedangkan nilai tertinggi adalah 2. Rata-rata adalah 1.35, ini menunjukkan bahwa rata-rata dari 100 responden yang masuk dalam sampel sebagian besar sampel berstatus telah menikah. c. Variabel tingkat pendidikan ditunjukkan bahwa dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden, nilai terendah adalah adalah 1, sedangkan nilai tertinggi adalah 2. Rata-rata adalah 1.74, ini menunjukkan bahwa rata-rata dari 100 responden yang masuk dalam sampel sebagian besar sampel mempunyai tingkat pendidikan antara S1 sampai S3.
22
d. Variabel status ditunjukkan bahwa dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden, nilai terendah adalah adalah 1, sedangkan nilai tertinggi adalah 2. Rata-rata adalah 1,35, ini menunjukkan bahwa rata-rata dari 100 responden yang masuk dalam sampel sebagian besar sampel berstatus telah menikah. e. Variabel gaji ditunjukkan bahwa dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden, nilai terendah adalah adalah 1, sedangkan nilai tertinggi adalah 3. Rata-rata adalah 2.00, ini menunjukkan bahwa rata-rata dari 100 responden yang masuk dalam sampel sebagian besar sampel berpenghasilan antara 1 juta sampai 5 juta. f. Variabel lingkungan keluarga yang ditunjukkan dengan tempat tinggal responden menunjukkan bahwa dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden, nilai terendah adalah adalah 1, sedangkan nilai tertinggi adalah 2. Rata-rata adalah 1.76, ini menunjukkan bahwa rata-rata dari 100 responden yang masuk dalam sampel sebagian besar tinggal di perkotaan. g. Variabel lingkungan keluarga yang ditunjukkan dengan tempat tinggal responden menunjukkan bahwa dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden, nilai terendah adalah adalah 1, sedangkan nilai tertinggi adalah 2. Rata-rata adalah 1.76, ini menunjukkan bahwa rata-rata dari 100 responden yang masuk dalam sampel sebagian besar tinggal di perkotaan. h. Variabel tingkat pendidikan ayah ditunjukkan bahwa dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden, nilai terendah adalah adalah 1, sedangkan nilai tertinggi adalah 2. Rata-rata adalah 1.65, ini menunjukkan bahwa rata-rata dari 100 responden yang masuk dalam sampel sebagian besar sampel mempunyai ayah yang tingkat pendidikannya antara S1 sampai S3. i. Variabel tingkat pendidikan ibu ditunjukkan bahwa dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden, nilai terendah adalah adalah 1, sedangkan nilai tertinggi adalah 2. Rata-rata adalah 1.40, ini menunjukkan bahwa rata-rata dari 100 responden yang masuk dalam sampel sebagian besar sampel mempunyai ibu yang tingkat pendidikannya antara SMP sampai D3.
23
j. Variabel ibu bekerja ditunjukkan bahwa dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden, nilai terendah adalah adalah 1, sedangkan nilai tertinggi adalah 2. Rata-rata adalah 1.59, ini menunjukkan bahwa rata-rata dari 100 responden yang masuk dalam sampel sebagian besar sampel mempunyai ibu yang bekerja.
5.3. Uji Reliabilitas dan Validitas Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Sedangkan uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. a. Uji Reliabilitas dan Validitas untuk variabel Orientasi Tradisional
Tabel 5.10 Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .844
N of Items .833
5
Dilihat dari hasil output tabel 5.10, menunjukkan bahwa variabel Orientasi Tradisional memberikan nilai Cronbach Alpha 83,3% yang menurut kriteria Nunnally, 1960 (dalam ghozali 2006) jika Alpha ˃ 60% hal ini bisa dikatakan reliabel.
24
Tabel 5.11 Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if
Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple
Item Deleted
Item Deleted
Total Correlation
Correlation
Alpha if Item Deleted
OT1
10.19
5.751
.712
.617
.796
OT2
9.64
5.364
.749
.571
.784
OT3
9.91
5.073
.774
.660
.776
OT4
9.34
5.297
.704
.526
.798
OT5
8.60
7.576
.322
.147
.880
Dilihat dari hasil output pada tabel 5.11 diatas masing-masing variabel memberikan nilai Cronbach’s Alpha yaitu OT1 (0.796), OT2 (0.784), OT3 (0.776), OT4 (0.798) dan OT5 (0.880), dengan r tabel = 0.1645, maka karena semua r hitung bernilai lebih besar dari r tabel dan nilainya positif maka variabel OT1, OT2, OT3, OT4 dan OT5 disimpulkan valid.
b. Uji Reliabilitas dan Validitas untuk variabel Orientasi Penghasilan Tabel 5.12 Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .790
N of Items .818
4
Dilihat dari hasil output tabel 5.12, menunjukkan bahwa variabel Orientasi Penghasilan memberikan nilai Cronbach Alpha 81,8% yang menurut kriteria Nunnally, 1960 (dalam ghozali 2006) bisa dikatakan reliabel.
25
Tabel 5.13 Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Item Deleted
Total Correlation
Correlation
Alpha if Item Deleted
OP1
9.99
2.798
.808
.755
.616
OP2
9.54
3.140
.800
.830
.623
OP3
9.24
4.750
.737
.699
.741
OP4
10.11
4.725
.281
.109
.886
Dilihat dari hasil output pada tabel 5.13 diatas masing-masing variabel memberikan nilai Cronbach’s Alpha yaitu OP1 (0.616), OP2 (0.623), OP3 (0.741), OP4 (0.886), dengan r tabel = 0.1645, maka karena semua r hitung bernilai lebih besar dari r tabel dan nilainya positif maka variabel OP1, OP2, OP3 dan OP4 disimpulkan valid.
26
5.4. Uji Asumsi Klasik 5.4.1. Uji Multikolinieritas Tujuan dari uji multikolinieritas adalah untuk menguji apakah dalam persamaan regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Nilai Tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dimana apabila nilai Tolerance ˂ 1 atau nilai VIF ˂ 10 berarti tidak ada multikolinieritas, begitu juga sebaliknya.
Tabel 5.14. Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Const
Std. Error 4.302
.379
usia
-.095
.127
status
-.233
pend
Beta
Collinearity Statistics T
Sig.
Tolerance
VIF
11.348
.000
-.078
-.749
.456
.516
1.938
.112
-.189
-2.073
.041
.672
1.488
-1.075
.168
-.802
-6.390
.000
.354
2.822
gaji
.126
.118
.110
1.072
.287
.534
1.873
citizen
.083
.123
.060
.674
.502
.702
1.425
Payah
-.031
.135
-.025
-.231
.818
.463
2.161
Pibu
-.073
.142
-.061
-.515
.608
.398
2.514
.097
.115
.081
.839
.404
.600
1.667
ant)
Ibu Krj a. Dependent Variable: OT
Bila dilihat dari tabel 5.14 diatas terlihat bahwa hasil Tolerance nilainya tidak lebih dari satu dan hasil VIF nilainya tidak lebih dari 10, maka hal ini menunjukkan tidak adanya multikolinieritas.
27
5.4.2. Uji Heteroskedastisitas Tujuan dari uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam persamaan regresi terdapat ketidaksamaan varian residual dari satu pengamatan ke pangamatan yang lain.
Gambar 5.1. Grafik Scatterplot
Dari gambar 5.1 diatas terlihat bahwa grafik scatterplot terdiri dari titik-titik yang menyebar secara acak serta tersebar baik diatas ataupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi Heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai. 5.4.2. Uji Normalitas Data Tujuan dari uji normalitas data adalah untuk menguji apakah variabel terikat dan variabel bebas memiliki distribusi normal.
28
Gambar 5.2. Histogram
Dari gambar 5.2 diatas terlihat bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya, maka menunjukkan pola distribusi model regresi memenuhi asumsi normal.
29
5.5. Hasil Analisis Regresi 5.5.1. Uji Hipotesis H1 Tabel 5.15. Uji F ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
2.503
2
1.251
Residual
32.112
97
.331
Total
34.614
99
F
Sig.
3.780
.026a
a. Predictors: (Constant), status, usia b. Dependent Variable: OT
Hasil dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.026) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi secara keseluruhan variabel bebas demografi (usia dan status perkawinan) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap orientasi wanita tradisional.
Tabel 5.16. Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
2.640
.287
Usia
-.279
.124
.157
.122
Status
Coefficients Beta
t
Sig.
9.192
.000
-.221
-2.244
.027
.128
1.294
.199
a. Dependent Variable: OT
Dari tabel diatas bisa disimpulkan bahwa variabel independen usia (0.027) signifikan pada 0,05. Sedangkan variabel independen status (0.199) perkawinan tidak
30
signifikan karena ada diatas 0.05. Berdasarkan tabel 5.16 diatas maka diperoleh persamaan matematis regresi linier berganda sebagai berikut : Y = 2.640 – 0.279X1 + 0.157X2 Dimana : Y
= Orientasi Wanita tradisional
X1
= Usia
X2
= status Perkawinan
Dari persamaan regresi tersebut maka dapat dijelaskan sebagai berikut Konstanta sebesar 2,640 menyatakan apabila variabel bebas yaitu usia dan status perkawinan dianggap konstan maka orientasi wanita tradisional sebagai variabel terikat adalah sebesar 26,40%. Koefisien regresi variabel usia sebesar -0.279 menyatakan bahwa setiap perubahan variabel usia sebesar 1 akan meningkatkan orientasi wanita tradisional sebesar koefisiennya. Koefisien regresi variabel status perkawinan sebesar 0.157 menyatakan bahwa setiap perubahan variabel status perkawinan sebesar 1 akan meningkatkan orientasi wanita tradisional sebesar koefisiennya.
Tabel 5.17. Koefisien Determinasi Model Summaryb
Model 1
R
R Square
.269a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.072
.053
.5754
a. Predictors: (Constant), status, usia b. Dependent Variable: OT
Tampilan output pada tabel 5.17 diatas dapat dilihat besarnya adjusted R2 adalah 0.53, hal ini berarti 5,3% orientasi wanita tradisional bisa dijelaskan oleh variabel usia dan status perkawinan.
31
5.5.2. Uji Hipotesis H2 Tabel 5.18. Uji F ANOVAb Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
16.038
2
8.019
Residual
18.577
97
.192
Total
34.614
99
F
Sig.
41.872
.000a
a. Predictors: (Constant), gaji, pend b. Dependent Variable: OT
Hasil dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.000) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi secara keseluruhan variabel bebas tingkat pendidikan (pendidikan & gaji) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap orientasi wanita tradisional.
Tabel 5.19. Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
3.855
.199
Pend
-.990
.123
Gaji
.126
.105
Coefficients Beta
t
Sig.
19.371
.000
-.738
-8.077
.000
.109
1.194
.235
a. Dependent Variable: OT
Dari tabel diatas bisa disimpulkan bahwa variabel independen Tingkat pendidikan (0.000) signifikan pada 0,05. Sedangkan variabel independen gaji (0.235) tidak signifikan karena ada diatas 0.05. Berdasarkan tabel 5.19 diatas maka diperoleh persamaan matematis regresi linier berganda sebagai berikut :
32
Y = 3.855 – 0.990X3 + 0.126X4 Dimana : Y
= Orientasi Wanita tradisional
X3
= Tingkat Pendidikan
X4
= Gaji
Dari persamaan regresi tersebut maka dapat dijelaskan sebagai berikut Konstanta sebesar 3.855 menyatakan apabila variabel bebas yaitu usia dan status perkawinan dianggap konstan maka orientasi wanita tradisional sebagai variabel terikat adalah sebesar 38.55%. Koefisien regresi variabel pendidikan sebesar -0.990 menyatakan bahwa setiap perubahan variabel pendidikan sebesar 1 akan meningkatkan orientasi wanita tradisional sebesar koefisiennya. Koefisien regresi variabel gaji sebesar 0.126 menyatakan bahwa setiap perubahan variabel gaji sebesar 1 akan meningkatkan orientasi wanita tradisional sebesar koefisiennya.
Tabel 5.20. Koefisien Determinasi Model Summaryb
Model 1
R
R Square
.681a
.463
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .452
.4376
a. Predictors: (Constant), gaji, pend b. Dependent Variable: OT
Tampilan output pada tabel 5.20 diatas dapat dilihat besarnya adjusted R2 adalah 45.2, hal ini berarti 45.2% orientasi wanita tradisional bisa dijelaskan oleh variabel pendidikan dan gaji.
33
5.5.3. Uji Hipotesis H3 Tabel 5.21. Uji F ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
2.097
1
2.097
Residual
32.518
98
.332
Total
34.614
99
F
Sig.
6.319
.014a
a. Predictors: (Constant), citizen b. Dependent Variable: OT
Hasil dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.014) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi secara keseluruhan variabel bebas tempat tinggal berpengaruh signifikan secara simultan terhadap orientasi wanita tradisional.
Tabel 5.22. Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
2.981
.244
citizen
-.339
.135
Coefficients Beta
t
-.246
Sig.
12.202
.000
-2.514
.014
a. Dependent Variable: OT
Dari tabel diatas bisa disimpulkan bahwa variabel independen tempat tinggal (0.014) signifikan pada 0,05. Berdasarkan tabel 5.19 diatas maka diperoleh persamaan matematis regresi linier berganda sebagai berikut : Y = 2.981 – 0.339X5
34
Dimana : Y
= Orientasi Wanita tradisional
X5
= Tempat tinggal
Dari persamaan regresi tersebut maka dapat dijelaskan sebagai berikut Konstanta sebesar 2,981 menyatakan apabila variabel bebas yaitu tempat tinggal dianggap konstan maka orientasi wanita tradisional sebagai variabel terikat adalah sebesar 29.81%. Koefisien regresi variabel tempat tinggal sebesar -0.339 menyatakan bahwa setiap perubahan variabel tempat tinggal sebesar 1 akan meningkatkan orientasi wanita tradisional sebesar koefisiennya.
Tabel 5.23. Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model 1
R
R Square
.246a
.061
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .051
.5760
a. Predictors: (Constant), citizen b. Dependent Variable: OT
Tampilan output pada tabel 5.23 diatas dapat dilihat besarnya adjusted R2 adalah 5.1, hal ini berarti 5.1% orientasi wanita tradisional bisa dijelaskan oleh variabel tempat tinggal.
35
5.5.4. Uji Hipotesis H4 Tabel 5.24. Uji F ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
Df
Mean Square
8.254
3
2.751
Residual
26.360
96
.275
Total
34.614
99
F
Sig.
10.020
.000a
a. Predictors: (Constant), Ibu Krj, Pibu, Payah b. Dependent Variable: OT
Hasil dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.000) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi secara keseluruhan variabel bebas karateristik parentah (Pendidikan ayah, Pendidikan ibu, ibu bekerja) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap orientasi wanita tradisional.
Tabel 5.25. Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
3.742
.267
Payah
-.477
.156
Pibu
-.064
Ibu Krj
-.281
Coefficients Beta
t
Sig.
14.004
.000
-.387
-3.050
.003
.150
-.055
-.431
.668
.112
-.223
-2.499
.014
a. Dependent Variable: OT
Dari tabel diatas bisa disimpulkan bahwa variabel independen pendidikan ayah (0.003) signifikan pada 0,05. Sedangkan variabel independen pendidikan ibu (0.668) tidak signifikan pada 0,05, dan variabel independen ibu bekerja (0.014)
36
signifikan pada 0,05. Berdasarkan tabel 5.25 diatas maka diperoleh persamaan matematis regresi linier berganda sebagai berikut : Y = 3.742 – 0.477X6 – 0.064X7 - 0.281 X8 Dimana : Y
= Orientasi Wanita tradisional
X6
= Pendidikan ayah
X7
= Pendidikan ibu
X8
= ibu bekerja
Dari persamaan regresi tersebut maka dapat dijelaskan sebagai berikut Konstanta sebesar 3.742 menyatakan apabila variabel bebas yaitu Pendidikan ayah, Pendidikan ibu, ibu bekerja dianggap konstan maka orientasi wanita tradisional sebagai variabel terikat adalah sebesar 37.42%. Koefisien regresi variabel pendidikan ayah sebesar -0.477 menyatakan bahwa setiap perubahan variabel pendidikan sebesar 1 akan meningkatkan orientasi wanita tradisional sebesar koefisiennya. Koefisien regresi variabel pendidikan ibu sebesar -0.064 menyatakan bahwa setiap perubahan variabel pendidikan ibu sebesar 1 akan meningkatkan orientasi wanita tradisional sebesar koefisiennya. Koefisien regresi variabel ibu bekerja sebesar -0.281 menyatakan bahwa setiap perubahan variabel ibu bekerja sebesar 1 akan meningkatkan orientasi wanita tradisional sebesar koefisiennya.
Tabel 5.26. Koefisien Determinasi Model Summaryb
Model 1
R
R Square
.488a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.238
.215
.5240
a. Predictors: (Constant), Ibu Krj, Pibu, Payah b. Dependent Variable: OT
37
Tampilan output pada tabel 5.26 diatas dapat dilihat besarnya adjusted R2 adalah 21,5, hal ini berarti 21,5% orientasi wanita tradisional bisa dijelaskan oleh variabel pendidikan ayah, pendidikan ibu dan ibu bekerja.
5.5.4. Uji Hipotesis H5 Tabel 5.27. Uji F ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
8.236
1
8.236
Residual
31.379
98
.320
Total
39.615
99
F
Sig.
25.720
.000a
a. Predictors: (Constant), OT b. Dependent Variable: OP
Hasil dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.000) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi secara keseluruhan variabel bebas orientasi wanita tradisional berpengaruh signifikan terhadap orientasi wanita penghasilan.
Tabel 5.28. Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) OT
Std. Error 2.077
.236
.488
.096
Coefficients Beta
T
.456
Sig.
8.795
.000
5.072
.000
a. Dependent Variable: OP
38
Dari tabel diatas bisa disimpulkan bahwa variabel orientasi wanita tradisional (0.000) signifikan pada 0,05. Berdasarkan tabel 5.28 diatas maka diperoleh persamaan matematis regresi linier berganda sebagai berikut : Y = 2.077 + 0.488X9 Dimana : Y
= Orientasi Penghasilan
X9
= Orientasi Wanita tradisional
Dari persamaan regresi tersebut maka dapat dijelaskan sebagai berikut Konstanta sebesar 2.077 menyatakan apabila variabel bebas yaitu Orientasi Wanita tradisional dianggap konstan maka orientasi penghasilan sebagai variabel terikat adalah sebesar 20,77%. Koefisien regresi variabel Orientasi Wanita tradisional sebesar 0.488 menyatakan bahwa setiap perubahan variabel Orientasi Wanita tradisional sebesar 1 akan meningkatkan orientasi penghasilan sebesar koefisiennya.
Tabel 5.29. Koefisien Determinasi Model Summaryb
Model 1
R
R Square
.456a
.208
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .200
.56586
a. Predictors: (Constant), OT b. Dependent Variable: OP
Tampilan output pada tabel 5.29 diatas dapat dilihat besarnya adjusted R2 adalah 20,0, hal ini berarti 20% orientasi penghasilan bisa dijelaskan oleh variabel Orientasi Wanita tradisional.
39
5.6. Hasil Pengujian Hipotesis Hasil perhitungan analisis regresi diatas yang diukur dengan koefisien determinasi, uji statistik F dan uji t statistik dengan bantuan program aplikasi SPSS Versi 16.00, dan metode yang digunakan adalah metode ENTER, dapat diketahui hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terkait sebagai berikut : 1. Tampilan output pada tabel 5.17 diatas dapat dilihat besarnya adjusted R2 adalah 0.53, hal ini berarti 5,3% orientasi wanita tradisional bisa dijelaskan oleh variabel usia dan status perkawinan. Tampilan output pada tabel 5.20 diatas dapat dilihat besarnya adjusted R2 adalah 45.2, hal ini berarti 45.2% orientasi wanita tradisional bisa dijelaskan oleh variabel pendidikan dan gaji. Tampilan output pada tabel 5.23 diatas dapat dilihat besarnya adjusted R2 adalah 5.1, hal ini berarti 5.1% orientasi wanita tradisional bisa dijelaskan oleh variabel tempat tinggal. Tampilan output pada tabel 5.26 diatas dapat dilihat besarnya adjusted R2 adalah 21,5, hal ini berarti 21,5% orientasi wanita tradisional bisa dijelaskan oleh variabel pendidikan ayah, pendidikan ibu dan ibu bekerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebesar 72.33% variabel orientasi tradisional dipengaruhi oleh variabel usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, gaji, tempat tinggal, pendidikan ayah, pendidikan ibu, ibu bekerja sebagai variabel bebas, sedangkan sisanya sebesar 27,67% dipengaruhi oleh variabel lain. 2. Tampilan output pada tabel 5.29 diatas dapat dilihat besarnya adjusted R2 adalah 20,0, hal ini berarti 20% orientasi penghasilan bisa dijelaskan oleh variabel Orientasi Wanita tradisional. Sehingga sisanya sebesar 80% dipengaruhi oleh variabel lain. 3. Uji statistik F dan Uji signifikansi (uji t) dapat dilihat sebagai berikut : a.
Hasil dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.026) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi secara keseluruhan variabel bebas demografi (usia dan status perkawinan) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap orientasi wanita tradisional. Dari tabel
40
diatas bisa disimpulkan bahwa variabel independen usia (0.027) signifikan pada 0,05. Sedangkan variabel independen status (0.199) perkawinan tidak signifikan karena ada diatas 0.05. b.
Hasil dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.000) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi secara keseluruhan variabel bebas tingkat pendidikan (pendidikan & gaji) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap orientasi wanita tradisional. Dari tabel diatas bisa disimpulkan bahwa variabel independen Tingkat pendidikan (0.000) signifikan pada 0,05. Sedangkan variabel independen gaji (0.235) tidak signifikan karena ada diatas 0.05.
c.
Hasil dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.014) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi secara keseluruhan variabel bebas tempat tinggal berpengaruh signifikan secara simultan terhadap orientasi wanita tradisional. Dari tabel diatas bisa disimpulkan bahwa variabel independen tempat tinggal (0.014) signifikan pada 0,05.
d.
Hasil dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.000) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi secara keseluruhan variabel bebas karateristik parentah (Pendidikan ayah, Pendidikan ibu, ibu bekerja) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap orientasi wanita tradisional. Dari tabel diatas bisa disimpulkan bahwa variabel independen pendidikan ayah (0.003) signifikan pada 0,05. Sedangkan variabel independen pendidikan ibu (0.668) tidak signifikan pada 0,05, dan variabel independen ibu bekerja (0.014) signifikan pada 0,05.
e.
Hasil dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.000) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi secara keseluruhan variabel bebas orientasi wanita tradisional berpengaruh signifikan terhadap orientasi wanita penghasilan. Dari tabel diatas bisa disimpulkan bahwa variabel orientasi wanita tradisional (0.000) signifikan pada 0,05.
41
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Dengan melakukan pengujian dengan menggunakan pengujian regresi linier maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Uji Hipotesis H1 diterima dan H0 ditolak, dimana disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara faktor demografi terhadap orientasi wanita tradisional, dimana ditunjukkan dari uji F menghasilkan indikasi pengujian nilai pvalue (0.026) ˂ α (0.05), dimana secara bersama-sama variabel usia dan status perkawinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap orientasi wanita tradisional. Dan dengan menggunakan uji signifikasi (uji t) secara parsial bisa disimpulkan bahwa variabel independen usia (0.027) signifikan pada 0,05. Sedangkan variabel independen status (0.199) perkawinan tidak signifikan karena ada diatas 0.05. 2. Uji Hipotesis H2 diterima dan H0 ditolak, dimana disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara faktor latar belakang pendidikan terhadap orientasi wanita tradisional, dimana ditunjukkan dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.000) ˂ α (0.05), dimana secara bersama-sama variabel pendidikan & gaji mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap orientasi wanita tradisional. Dan dengan menggunakan uji t secara parsial bisa disimpulkan bahwa variabel independen Tingkat pendidikan (0.000) signifikan pada 0,05. Sedangkan variabel independen gaji (0.235) tidak signifikan karena ada diatas 0.05. 3. Uji Hipotesis H3 diterima dan H0 ditolak, dimana disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara faktor lingkungan keluarga terhadap orientasi wanita tradisional, dimana ditunjukkan dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.014) ˂ α (0.05), yang berarti hipotesa nol ditolak. Jadi
42
faktor lingkungan keluarga yang dilihat dari variabel tempat tinggal berpengaruh signifikan secara simultan terhadap orientasi wanita tradisional. 4. Uji Hipotesis H4 diterima dan H0 ditolak, dimana disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara faktor karateristik parental terhadap orientasi wanita tradisional, dimana ditunjukkan dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.000) ˂ α (0.05), dimana secara bersama-sama variabel pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan apakah ibu bekerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap orientasi wanita tradisional. Dan dengan menggunakan uji t secara parsial bisa disimpulkan bahwa variabel independen pendidikan ayah (0.003) signifikan pada 0,05. Sedangkan variabel independen pendidikan ibu (0.668) tidak signifikan pada 0,05, dan variabel independen ibu bekerja (0.014) signifikan pada 0,05. 5. Uji Hipotesis H5 diterima dan H0 ditolak, dimana disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara orientasi wanita tradisional terhadap orientasi penghasilan, dimana ditunjukkan dari uji F ini menghasilkan indikasi pengujian nilai p-value (0.000) ˂ α (0.05), yang berarti variabel bebas orientasi wanita tradisional berpengaruh signifikan terhadap orientasi wanita penghasilan.
6.2. Saran Hasil yang disajikan dalam penelitian ini mempunyai implikasi bagi individu, untuk institusi, dan, secara tidak langsung, untuk kebijakan publik. Untuk beberapa individu, khususnya di beberapa budaya atau subkultur, orientasi peran gender yang tradisional berbeda dengan peran untuk pria dan wanita-diterima atau bahkan didukung. Hasil penelitian kami tentang prediksi orientasi peran gender menyarankan implikasi untuk institusi. Secara khusus, pemilihan karyawan untuk mengetahui orientasi karyawan adalah tradisional atau tidak akan mempengaruhi karyawan dalam orientasi penghasilan.
43