BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pelanggan merupakan aset penting bagi sebuah perusahaan. Osterwalder dan Pigneur (2010) menyatakan bahwa pelanggan merupakan inti dari sebuah model bisnis. Peran pelanggan dalam model bisnis yang dijalankan oleh sebuah perusahaan mampu mengembangkan profit untuk keberlangsungan perusahaan. Akan tetapi perusahaan harus mampu membangun model bisnis yang dapat menciptakan value proposition untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Tanpa rancangan model bisnis yang baik, inovator akan gagal dalam menyampaikan dan menangkap value (Teece, 2010). Value proposition yang akan diciptakan bergantung pada pelanggan yang ingin dituju. Dalam memenuhi kepuasan pelanggan, sebuah perusahaan harus melakukan spesialisasi dalam pelanggan tertentu (McMillan, 2013). Dalam memenuhi ekspektasi konsumen maka sebuah perusahaan harus mampu menciptakan, memberikan, dan menangkap nilai bagi konsumen yang cenderung berbeda-beda pada setiap segmennya. Segmentasi menjadi hal yang sangat penting karena meningkatnya keragaman dalam demografi dan kondisi pasar (Ruzendaal, 2011). Segmentasi dilakukan agar value proposition yang ditawarkan menjadi lebih efektif pada sebuah kelompok konsumen. Model bisnis yang dibangun diawali dengan mengenal baik pelanggan yang memiliki perilaku sama agar strategi dalam mendekati segmen tersebut dapat berjalan efektif. Bisnis model harus berlandaskan pada pelanggan agar mampu mengevaluasi value proposition yang ditawarkan (Teece, 2010). Kesuksesan sebuah perusahaan bergantung pada seberapa besar kemampuan perusahaan tersebut dalam mengidentifikasi kebutuhan konsumen dan menciptakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen secara cepat (Iwu, 2010).
1
2
Dengan segmentasi konsumen maka sebuah perusahaan mampu memperoleh banyak keuntungan yang mengarah pada tujuan utama sebuah bisnis yaitu pemuasan konsumen. Sebagai contoh keuntungan yang didapatkan adalah pemahaman lebih dari kebutuhan konsumen, alokasi sumber daya yang tepat, lebih mudah untuk dapat mengidentifikasi peluang pasar, dan program pemasaran yang efektif (Ruzendaal, 2011). Saat ini berkembang sebuah metode agar perusahaan mampu mencakup lebih dari sebuah segmen. Ries (2011) menyatakan bahwa salah satu strategi yang digunakan dalam sebuah perusahaan adalah dengan menawarkan dua jenis produk untuk dua segmen berbeda yaitu high-end dan low-end (vertical product line) sehingga perusahaan dapat memenangkan di dua area kompetisi. Model bisnis dengan vertical product line menawarkan beberapa tingkat kualitas produk dengan brand yang sama. Ini adalah strategi yang sangat baik untuk mengakomodasi jumlah permintaan yang meningkat atau meraih jumlah pelanggan yang lebih banyak (Liu dan Wu, 2014). Diskriminasi harga dan diferensiasi produk adalah cara yang umum digunakan dalam meningkatkan keuntungan dan memenuhi segmen pasar tertentu (Ruzendaal, 2011). Akan tetapi, perusahaan harus mampu melakukannya dengan cermat agar kedua produk dapat diterima oleh konsumen dengan tingkat kepuasan yang tinggi di masing-masing segmen. Dalam memenuhi kepuasan konsumen pada segmen high-end dan low-end, sebuah perusahaan harus mampu mengenali value proposition yang akan ditawarkan pada masing-masing segmen. Sebagai contoh, Acura adalah salah satu mobil SUV Jepang yang bersaing dengan Lexus. Sebagai mobil yang diciptakan untuk segmen high-end, Acura belum mampu membangun reputasi mobil premium dan mengalahkan Lexus karena Acura tidak cukup mahal di mata konsumen (Ries, 2011). Sementara itu, pada segmen low-end, konsumen lebih fokus pada membandingkan benefit dan biaya yang dikeluarkan. Salah satu contoh perusahaan yang mampu memenuhi segmen ini adalah Nokia yang memiliki 100 ribu pusat distribusi bersamaan dengan kompetitor agar konsumen dapat membeli produk dengan lebih mudah (Kachaner, 2011).
3
Salah satu cara yang optimal untuk memperkenalkan produk adalah dengan memperkenalkan produk low-end terlebih dahulu kemudian disusul dengan produk high-end seiring dengan meningkatnya teknologi (Ruzendaal, 2011). Akan tetapi Krishnan dan Gupta (2001) menyatakan bahwa dengan memperkenalkan produk low-end terlebih dahulu tidak selalu menjadi strategi yang optimal, hal ini disebabkan karena adanya efek kanibalisasi yang menyebabkan segmen high-end akan membeli produk low-end karena ketidakhadiran value proposition yang ditawarkan pada produk high-end. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu merancang model bisnis yang baik agar dapat sukses di pasar yang ingin dituju. Dalam
penentuan
segmen
pelanggan,
perusahaan
harus
mampu
melakukannya dengan sangat berhati-hati. Hal ini dapat berakibat pada elemen pada model bisnis yang lain ketika akan menciptakan dan menangkap value proposition. Inovasi pada model bisnis merupakan titik awal bagi perusahaan untuk bermain dengan inovasi produk. Produk yang baik dihasilkan dari bisnis model yang baik (Williamson, 2010). Membangun perubahan yang fundamental pada sebuah model bisnis memiliki resiko yang sangat besar, mahal, dan berlangsung lama (Williamson, 2010). Meskipun inovasi yang dilakukan pada model bisnis telah dirancang dengan baik, selalu terdapat ketidakpastian dalam menjalankan model bisnis (Amitt dan Zott, 2010). Kemampuan perusahaan dalam memberikan prediksi dalam kesuksesan value proposition kepada segmen pelanggan menjadi salah satu landasan untuk melihat kesuksesan sebuah model bisnis. Kesuksesan model bisnis dalam menyampaikan value proposition pada setiap segmen yang dituju perlu diprediksi sejak dini. Sebagai titik awal dalam sebuah model bisnis, maka perusahaan harus mampu menentukan segmen yang ingin dituju dan bagaimana menyampaikan value proposition dengan tepat kepada segmen tersebut. Pentingnya proposition
yang sesuai
menentukan akan
customer
memberikan
segment
dampak
dan
positif
value
terhadap
kesuksesan model bisnis yang dirancang oleh perusahaan. Perusahaan harus mampu merancang dan memprediksinya dengan cermat sehingga produk yang
4
akan diperkenalkan kepada konsumen memberikan pengaruh yang positif baik bagi konsumen maupun bagi perusahaan.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat diketahui bahwa pemilihan customer segment dan value proposition dalam mengembangkan sebuah produk memiliki peranan penting untuk memprediksi kesuksesan produk dalam model bisnis yang dirancang. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut maka diperlukan sebuah tool dengan menggunakan model matematis untuk memprediksi peringkat kesuksesan value proposition pada customer segment yang dituju.
1.3. Batasan Masalah Asumsi dan batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Penelitian ini menggunakan data produk yang berasal dari industri elektronik, kendaraan bermotor, jasa penerbangan nasional, jasa kesehatan, jasa provider telekomunikasi, dan fast moving consumer goods.
2.
Elemen model bisnis dalam penelitian ini adalah customer segment dan value proposition.
1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini di antaranya: 1. Mengidentifikasi value propostion yang mempengaruhi kepuasan konsumen segmen high-end dan low-end pada kategori kepuasan utama model Kano yaitu must-be requirement, one-dimensional requirment, dan attractive requirment. 2. Membangun model matematis yang menggambarkan hubungan value proposition dan customer segment. 3. Membangun tool yang dapat membantu perancang produk untuk menghitung kesuksesan peringkat produk.
5
1.5. Manfaat Manfaat penelitian ini adalah diketahuinya value proposition yang mempengaruhi kepuasan pada segmen high-end dan low-end yang dapat menjadi acuan dalam mengembangkan produk. Model matematis dan tool yang dibangun dapat
membantu
memberikan
prediksi
peringkat
kesuksesan
produk.