BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permukiman perkotaan masa kini mengalami perkembangan yang pesat karena pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang tinggi sementara luas lahan tetap. Menurut Rahmi dan Setiawan (1999) dampak yang terjadi dari adanya peningkatan arus urbanisasi yaitu terjadinya peningkatan tekanan terhadap daerah- daerah yang memiliki nilai ekologis tinggi. Kondisi yang demikian terjadi di Kota Yogyakarta juga mengakibatkan luas lahan terbangun meningkat sehingga permukiman tersebut tumbuh menjadi padat. Kepadatan yang tinggi akan semakin membatasi ruang gerak dan aktivitas manusia seiring berkurang ruang terbuka di kawasan tersebut. Budihardjo (1997) menjelaskan bahwa semenjak tahun 1970-an di Indonesia, telah dilakukan berbagai bentuk pengadaan perumahan di wilayah perkotaan oleh pihak pemerintah, swasta, maupun pihak masyarakat, namun hingga saat ini masalah perumahan perkotaan tidak dapat terselesaikan dengan tuntas. Hampir seluruh kota- kota besar di Indonesia mengalami indikasi permukiman dengan tingkat kepadatan bangunan yang tinggi khususnya di kawasan tepian sungai yang melintasi wilayah perkotaan. Permukiman di Kota Yogyakarta telah tumbuh berkembang menjadi padat karena karena tata ruang yang kurang terkoordinasi dengan baik. Akibat tata ruang yang kurang terkoodinasi, kawasan tepian sungai telah berubah fungsi lahan menjadi area permukiman. Hal ini merupakan akibat dari kebutuhan ruang hunian
yang meningkat
sehingga mendesak arah
pemanfaatan ruang untuk permukiman ke daerah- daerah konservasi seperti kawasan tepian sungai. Kondisi ini sangat bertentangan dengan Peraturan
1
Republik Indonesia no 26 tahun 2008 pasal 56 ayat 2 tentang sempadan sungai yang menyebutkan bahwa kawasan tepian sungai merupakan kawasan perlindungan setempat. Selain itu pelanggaran yang terjadi yaitu banyak ditemui permukiman yang berdekatan dengan tanggul sungai dan tidak memenuhi aturan jarak sempadan minimal dari bibir tanggul berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan. Penggunaan lahan sebagai peruntukan permukiman di sepanjang sungai dapat memberi dampak buruk bagi penduduk yang bertempat tinggal di kawasan tepian sungai seperti banjir dan erosi serta bagi lingkungan seperti berkurangnya berkurangnya area resapan air hujan, sungai yang terpolusi limbah serta penurunan kualitas tanah (Rahmi dan Setiawan, 1999). Situasi yang terjadi pada kawasan permukiman tepian Sungai Winongo di Kota Yogyakarta yaitu terjadinya kepadatan bangunan yang tinggi di area sempadan memunculkan berbagai permasalahan seperti lingkungan yang kumuh, keterbatasan ruang terbuka hijau, mulai berkurangnya vegetasi di area sempadan karena dibangunnya tanggul permanen. Permasalahan- permasalahan yang terjadi di lingkungan perkotaan sehingga mendorong munculnya gagasan konsep pengembangan kota yang mengedepankan keberlanjutan kota. Dari hasil pengamatan Budihardjo (1997) ditemukan beberapa titik kelemahan dalam proses perencanaan yang terletak pada penekanan perencanaan yang cenderung lebih diutamakan pada aspek lingkungan buatan daripada mengoptimalkan aspek lingkungan alaminya. Konsep kota ekologis (green city) merupakan salah satu solusi yang terbentuk untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan permukiman serta membentuk pembangunan yang berkelanjutan. Konsep kota ekologis (green city) yang berarti kota hijau yaitu kota yang ramah lingkungan karena mampu memanfaatkan sumberdaya secara efisien dan efektif tanpa menimbulkan dampak negatif karena memegang prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
2
1.2 Permasalahan Berdasarkan hasil survei lapangan di Kawasan Tepian Sungai Winongo Kampung Badran ditemukan berbagai permasalahan utama lingkungan yaitu : 1. Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dilihat dari tingkat Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sehingga mengurangi bahkan telah meniadakan ketersediaan ruang terbuka hijau sebagai area resapan air dan fungsi ekologis. 2. Kondisi tepian Sungai Winongo yang curam dan rawan longsor. Di beberapa bagian tepi sungai terdapat tanggul yang rusak dan roboh akibat terjangan arus sungai bahkan tidak bertanggul sehingga berbahaya bagi keamanan masyarakat setempat terutama bagi anak-anak. 3. Terdapat bangunan- bangunan yang menyalahi ketentuan garis sempadan sungai sesuai yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 26 tahun 2008 dengan menempati jarak kurang dari 5 meter dari kaki tanggul Sungai Winongo yang paling luar. 4. Fungsi guna lahan sempadan sungai dalam Peraturan Republik Indonesia no 26 tahun 2008 pasal 56 ayat 2 tentang sempadan sungai yang menyebutkan bahwa kawasan tepian sungai merupakan kawasan perlindungan setempat disalahgunakan sebagai kawasan permukiman padat bangunan. Berbagai permasalahan yang timbul di Kawasan Tepian Sungai Winongo Kampung Badran perlu adanya sebuah konsep perencanaan sebagai upaya penyelesaian berbagai permasalahan. Konsep perencanaan yang dibutuhkan tidak hanya mampu menyelesaikan permasalahan yang ada, namun juga harus lebih mengutamakan aspek lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak baru yang bersifat negatif pada kawasan yang memiliki nilai ekologis yang tinggi sebagai kawasan perlindungan setempat.
3
1.3 Tujuan Perencanaan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah disebutkan di atas, sehingga dapat disimpulkan tujuan perencanaan ini adalah : 1. Mengidentifikasi permasalahan dan potensi Kawasan Tepian Sungai Winongo Kampung Badran. 2. Menyusun arahan rencana Peremajaan Kawasan Tepi Sungai Winongo Kampung Badran melalui konsep kota ekologis (green city) tanpa menghilangkan identitasnya sebagai “kampung kota”. 1.4 Ruang Lingkup Perencanaan 1.4.1 Ruang lingkup lokasi Area perencanaan ini terletak di Kawasan Tepian Sungai Winongo yang difokuskan pada RW 9 dan RW 11 Kampung Badran serta RW 1 Kampung Pingit Kelurahan Bumijo Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Batas wilayah perencanaan Kawasan Tepian Sungai Winongo Kampung Badran meliputi : Utara
:
Jalan Kyai Mojo
Selatan
:
Rel kereta api
Timur
:
Jalan Tentara Rakyat Mataram
Barat
:
Sungai Winongo
4
Gambar 1.1 Lokasi Perencanaan Kawasan Tepian Sungai Kampung Badran Sumber : Google earth, diakses Januari 2013
1.4.2 Ruang Lingkup Fokus Fokus perencanaan ini adalah peremajaan Kawasan Tepian Sungai Winongo Kampung Badran yang berwawasan Kota Hijau melalui strategi penataan 4 elemen yaitu : 1. preservasi area sempadan sungai menjadi ruang terbuka hijau 2. Revitalisasi bantaran sungai ramah lingkungan (eko-hidraulik) 3. penataan permukiman di area sempadan sungai 4. pengembangan komunitas masyarakat yang peduli lingkungan (green community) 1.4.3 Ruang lingkup waktu Jangka waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penyusunan draft perencanaan peremajaan Kawasan Tepian Sungai Winongo Kampung Badran adalah sebagai berikut :
5
Tabel 1.1 Jadwal Pelaksanaan Perencanaan N
Kegiatan
Bulan
o
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep t
1
Penyusunan Proposal
2
Seminar Proposal
3
Pengumpulan Data
3
Analisis Data
4
Penyusunan Rencana
5
Penyusunan Draft Laporan
6.
Ujian Pra
7.
Revisi Draft Laporan
8.
Pendadaran
Sumber : Penulis, 2013
1.5 Perencanaan yang Terkait Berdasarkan hasil pencarian dokumen terkait perencanaan Kawasan Tepian Sungai Winongo dengan konsep kota hijau dari berbagai sumber seperti internet dan pustaka, ditemukan sebuah perencanaan dengan studi kasus di Sungai Winongo, Kota Yogyakarta dengan penjelasan lebih lanjut di tabel bawah ini.
6
Okt
Tabel 1.2 Dokumen Perencanaan Terkait Perencanaan Nama
Tahun
Judul
Lokasi
Fokus
Bappeda Kota 2010
Penyusunan
Kota
Menyusun arahan rencana
Yogyakarta
Revitalisasi
Yogyakarta
revitalisasi
Sungai Winongo
Winongo
Sungai di
Kota
Yogyakarta Sumber : Analisis Penulis, 2013
Persamaan yang ditemukan dari salah satu dokumen perencanaan yang disusun oleh Bappeda Kota Yogyakarta yang berjudul “Penyusunan Revitalisasi Sungai Winongo” dengan perencanaan yang disusun oleh penulis adalah fokus perencanaan yang dilakukan di Sungai Winongo. Namun lingkup lokasi perencanaan yang dilakukan oleh penulis hanya sebatas di satu titik yaitu Kampung Badran, sedangkan lingkup lokasi perencanaan yang di dalam dokumen perencanaan Bappeda Kota Yogyakarta adalah sepanjang ruas Sungai Winongo di Kota Yogyakarta. Selain itu dalam penyusunan perencanaan “Peremajaan Kawasan Tepian Sungai Winongo Kampung Badran” menggunakan pendekatan konsep kota hijau/kota ekologis yang khusus mengembangkan 4 elemen penataan yaitu preservasi area sempadan sungai menjadi ruang terbuka hijau, revitalisasi bantaran sungai ramah lingkungan (eko-hidraulik), penataan permukiman di area sempadan sungai, serta pengembangan komunitas masyarakat yang peduli lingkungan (green community). 1.6 Output Dokumen Perencanaan Penyusunan Dokumen Perencanaan Kawasan Tepian Sungai Winongo Kampung Badran Kecamatan Jetis ini akan menghasilkan ouput antara lain sebagai berikut : 1. Bab I Pendahuluan Bab Pendahuluan berisikan beberapa sub bab antara lain Latar Belakang, Permasalahan yang menjelaskan pokok permasalahan yang ada di
7
lokasi perencanaan, Tujuan Perencanaan, Ruang Lingkup Perencanaan, Dokumen Perencanaan Terkait, serta Output Dokumen Perencanaan. 2. Bab II Dasar Teori Bab Dasar Teori berisikan Tinjauan Pustaka yang menjelaskan teoriteori yang terkait dan mendukung konsep perencanaan, Best Practice yang berfungsi sebagai referensi terbaik terkait dengan konsep perencanaan, Kerangka Teori, Prinsip Perencanaan, serta Keterkaitan Perencanaan dan Best Practice. 3. Bsb III Metode Studi Bab Metode Studi berisikan Konsep Perencanaan, Unit Amatan dan Unit Analisis, Alat/Instrumen Perencanaan, Cara dan Langkah Pengumpulan Data, serta Tahapan Penyusunan Perencanaan. 4. Bab IV Gambaran Umum Lokasi Bab Gambaran Umum Lokasi menjelaskan profil umum kawasan perencanaan. 5. Bab V Analisis Kawasan Bab Analisis Kawasan berisikan hasil analisis berdasarkan data primer maupun sekunder di kawasan perencanaan yaitu Analisis Fisik Dasar, Analisis Terkait Elemen Perencanaan, Analisis Program Pemerintah, Analisis Program Masyarakat, Analisis SWOT, Analisis Potensi dan Masalah Kawasan Perencanaan. 6. Bab VI Rencana Pengembangan Bab
Rencana
Pengembangan
berisikan
Konsep,
Alternatif
Perencanaan, Visi dan Misi Pengembangan, Masterplan hingga Rencana Tahapan Pengembangan. 7. Bab VII Kesimpulan dan Saran Bab Penutup yang berisikan Kesimpulan, Saran, serta Pembelajaran dari Proses Perencanaan.
8