BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan industri non-migas di Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5.21% pada triwulan pertama di tahun 2015, pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yaitu 4.71%. Kondisi ini terjadi secara kontinyu sejak tahun 2011 hingga triwulan pertama di tahun 2015, dengan demikian Kementrian Perindustrian optimis bahwa sektor industri non-migas akan terus mengalami pertumbuhan di akhir tahun 2015 sebesar 6.83% hingga pada tahun 2019 mencapai 8.38% (kemenperin.go.id, 2015). Selain itu, pengembangan pilar industri yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan industri kreatif untuk membangun ekonomi nasional. Industri kreatif mampu menciptakan sumber daya saing di era globalisasi, sekaligus menyejahterakan masyarakat yang membuatnya dipandang strategis (antaranews.com, 2015) Industri batik merupakan salah satu industri kreatif di Indonesia yang saat ini mengalami perkembangan lebih dari 300% dalam tiga setengah tahun terakhir. Perkembangan ini terjadi setelah batik mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia pada tahun 2009 (antaranews.com, 2012). Pengakuan dunia atas batik membawa pengaruh positif pada meluasnya pasar batik ke berbagai negara, hal ini dibuktikan dengan ekspor batik yang terus meningkat tidak hanya dalam bentuk sandang melainkan juga produk kerajinan untuk keperluan rumah tangga. Tercatat, selama kurun empat tahun terakhir Indonesia berhasil meningkatkan ekspor batik dari 32 juta USD pada 2008 menjadi 278 juta USD pada 2012. Adapun, pada kuartal I/2013 ekspor batik Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 18,49% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (kemenperin.go.id, 2013).
1
2
Perkembangan dunia industri kadang belum didukung dengan kesadaran akan efek dari kegiatan industri tersebut. Industri batik merupakan industri yang sangat potensial untuk dikembangkan. Berawal dari metode sederhana, yaitu menggambar dengan canting dan mencelupkan dalam pewarna, batik cap dengan cara dicap pada cetakan sampai produksi masal dengan mesin modern. Dalam pembuatan batik, dari proses awal hingga proses penyempurnaan diindikasikan menggunakan bahan kimia yang mengandung unsur logam berat, sehingga bahan buangannya juga masih mengandung unsur logam berat tersebut. Apabila bahan buangan tersebut tidak diolah dengan baik, maka bahan buangan tersebut dapat mencemari lingkungan (Sasongko dan Tresna, 2010). Selain itu, industri ini juga berpotensi mengandung logam berat yang merupakan limbah berbahaya, sehingga dapat menyebabkan rusaknya lingkungan. Keberadaan limbah industri dapat diketahui berupa pencemaran fisik, seperti berbau menyengat, dan kontaminan akan membuat air menjadi keruh. Timbulnya gejala tersebut secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi (Wardhana, 2004). Jumlah industri batik di Yogyakarta pada tahun 2015 mencapai 715 industri yang mengalami kenaikan sejak tahun 2010 yang berjumlah 652 industri. Kulonprogo merupakan salah satu pengahsil batik terbanyak di DIY setelah Bantul dan Yogyakarta dengan jumlah 108 industri batik pada tahun 2015 (Disperindagkop DIY, 2015). Berdasarkan laporan dari Badan Lingkungan Hidup DIY 2014, terjadi pencemaran air di DAS Serang dengan 89 sumber pencemar yang dikelompokkan menjadi 9 sumber salah satunya berasal dari industri batik yang menyumbang 13.4% sumber pencemar, kondisi ini mengalami peningkatan dari sebelumnya yaitu sebesar 8.9%. Parameter yang digunakan adalah dengan pengujian BOD, COD, TSS, minyak, dan pH. Berdasarkan data tersebut, maka industri batik perlu mengembangkan sistem produksi yang tidak membahayakan lingkungan baik secara proses mauun penanganan limbahnya. Pemerintah tengah mengembangkan industri yang ramah lingkungan, salah satunya adalah dengan mengembangkan penggunaan serat dan pewarnaan alami dari
3
tumbuh-tumbuhan alam sekitar untuk memajukan industri tekstil khususnya di dalam sektor fashion (kemenperim.go.id, 2015). Perkembangan produk menuju arah green product saat ini telah ditanggapi oleh bisnis di dunia, misalnya di Inggris yang telah menerapkan green product untuk menarik perhatian dari konsumen yang diwujudkan melalui proses ramah lingkungan baik dari segi produk, kemasan, dan pemasaran (Bauman, dkk, 2008). Jika sebuah perusahaan dapat menyediakan produk atau jasa yang memuaskan “environmental needs” konsumennya, maka konsumen akan memilihi produk tersebut. Dengan datangnya era lingkungan ini, perusahaan harus dapat menemukan kesempatan untuk meningkatkan kinerja produknya yang ramah lingkungan untuk memperkuat ekuitas mereknya. Karena sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan semakin populer, penjualan dari green product mengalami peningkatan yang dramatis sekarang ini, dan, semakin banyak konsumen yang mau membayar lebih untuk green product (Chen, 2008). Jika menilik industri batik yang sedang berkembang, salah satu isu lingkungan yang diminati adalah pada pewarnaan batik dengan menggunakan pewarna alami (Kasmudjo dan Saktianggi, 2010). Meskipun pengembangan green product saat ini sudah dirasa biasa, tetapi pasar untuk green product ini akan berkembang pesat dan memiliki prospek yang menjanjikan dimasa yang akan datang (Dangelico dan Pujari, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis metode pewarnaan yang efektif dan efisien terhadap industri batik khususnya pada produk batik cap kombinasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pewarna batik campuran (alami dan sintetis) pada batik cap kombinasi di Industri Batik Yoga, Kulonprogo untuk dibandingkan dengan penggunaan pewarna batik sintetis terhadap beberapa aspek kelayakan bisnis.
4
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai hal-hal sebagai berikut. a. Bagaimanakah simulasi batik cap pewarna sintetis dan batik cap pewarna campuran (alami-sintetis) di Batik Yoga? b. Bagaimanakah analisis kelayakan batik cap pewarna sintetis dan batik cap campuran (alami-sintetis) dari aspek kelayakan bisnis? c. Apakah pewarna campuran (alami-sintetis) layak untuk diterapkan di Industri Batik Cap?
1.3 Batasan Masalah Pada penelitian ini dilakukan pembatasan masalah agar penelitian lebih fokus. Batasan-batasan masalahnya adalah sebagai berikut. a. Analisis kelayakan pewarna campuran ini dilakukan di Batik Yoga, Gulurejo, Lendah, Kulonprogo. b. Jenis batik yang dianalisis adalah jenis batik cap gebleg renteng. Motif ini merupakan motif wajib yang digunakan oleh instansi pemerintahan dan pendidikan di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. c. Analisis kelayakan bisnis yang dilakukan meliputi aspek pasar, aspek internal yang meliputi keuangan industri, dan aspek eksternal yang meliputi lingkungan hidup.
1.4 Tujuan dan Lingkup Penelitian Pada penelitian yang akan dilakukan mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu: a. melakukan observasi terhadap penggunaan pewaran batik sintetis dan campuran (alami-sintetis) di Industri Batik Yoga untuk jenis batik cap,
5
b. melakukan analisis kelayakan batik cap pewarna sintetis dan campuran (Alamisintetis) melalui aspek kelayakan bisnis, c. membandingkan dan menganalisis kelayakan penggunaan pewarna di Industri Batik Yoga dengan pewarna sintetis dan pewarna campuran (alami-sintetis) berdasarkan aspek tersebut.
1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan, maka penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat-manfaat yang dapat digunakan oleh semua pihak, sebagai berikut. a. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah pada dunia nyata serta dapat memberikan rekomendasi tepat untuk kemajuan usaha mikro di Yogyakarta. b. Bagi universitas, diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan masukan positif untuk pengembangan green product selanjutnya. c. Bagi pembaca, penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur untuk penelitian yang berhubungan dengan masalah-masalah yang relevan. d. Bagi IKM, diharapkan dengan penelitian ini dapat meningkatkan keinginan untuk belajar dan mencoba menerapkan metode yang efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan.