BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perkembangan sebuah wilayah sangat dipengaruhi oleh tersedianya
prasarana antara lain jalan dan moda transportasi. Menurut Warpani (2002), prasarana jalan dan trasnportasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan atau peningkatan prasarana jalan dalam sebuah wilayah itu dipicu oleh kendaraan bermotor. Susantono (2012) menjelaskan bahwa infrastruktur merupakan sebuah kebutuhan utama untuk menunjang aktivitas wilayah dan kota agar sektor publik maupun sektor privat bisa berjalan dengan baik. Selain daripada itu, tersedianya infrastruktur fisik adalah menunjang atau untuk mendukung aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat serta distribusi barang dan jasa. Prasarana yang mendukung sektor transportasi sebuah wilayah merupakan masalah utama hampir di seluruh wilayah yang berkembang di Indonesia yang mana penyebabnya adalah tidak meningkatnya kualitas dan kuantitas moda transportasi umum yang melayani masyarakat kota untuk beraktivitas yang untuk kemudian juga mengakibatkan munculnya permasalahan baru yaitu meningkatnya jumlah kendaraan bermotor milik pribadi. Kondisi tersebut akhirnya menjadikan prasarana pendukung sektor transportasi kurang memadai dan jalan-jalan yang sudah dibangun tidak dapat menampung jumlah kendaraan yang menggunakan jalan tersebut, jika kapasitas jalan tidak sesuai dengan volume kendaraan maka yang terjadi adalah kemacetan. Pembangunan infrastruktur jalan menjadi salah satu prioritas utama dalam agenda pemerintah Indonesia, akan tetapi sekaligus sebuah dilema. Rendahnya aksesbilitas, kualitas, dan cakupan pelayanan sarana dan prasarana jalan di daerah, belum terpadunya pembangunan transportasi dan pembangunan daerah, serta lemahnya peran serta pihak swasta dan masyarakat pada umumnya dalam pembangunan jaringan jalan terkait dengan kelembagaan dan peraturan operasionalnya yang belum kondusif merupakan masalah yang menghambat 1
upaya-upaya
penyediaan
dan
penatalayanan
infrastruktur
dalam
rangka
mendukung perkembangan wilayah di daerah (UU RI No.17 Tahun 2007). Pada tahun 2002 Pemerintah Provinsi Jawa Timur bertekad untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur jaringan Jalan Lintas Selatan (JLS) dengan panjang 618,8 km yang diharapkan akan diselesaikan dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun atau ditargetkan selesai pada tahun 2013. Pembangunan infrastruktur jaringan Jalan Lintas Selatan (JLS) melewati 8 (delapan) kota di Jawa Timur bagian selatan, diantaranya adalah Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember, dan Banyuwangi. Tujuan pembangunan ini adalah pemerataan wilayah selatan jawa melalui pengembangan infrastruktur jaringan jalan. Pembangunan jalan lintas selatan ini, menggunakan lahan hutan dengan total luas ± 638,962 Ha. Dalam hal ini yang berwenang adalah Pemerintah Pusat melalui Bappeda Kabupaten Blitar. Bappeda Kabupaten Blitar mengambil tindakan untuk pembangunan jaringan Jalan Lintas Selatan (JLS) yang memilik panjang 62,5 Km dan diharapkan mampu menjadi alternatif yang efektif untuk pemerataan pembangunan di wilayah selatan. Adapun tujuan JLS dimaksudkan agar mampu memecah kesenjangan yang terjadi di wilayah utara dengan selatan. Pembangunan JLS dibentuk dengan diadakannya pembentukan panitia pelaksana kegiatan penyelenggaraan koordinasi, monitoring,
dan evaluasi program Jalan Lintas
Selatan. Rencana Pembangunan infrastruktur jaringan Jalan Lintas Selatan (JLS) ke depan terdiri dari: a. Pembebasan Lahan 1. Lahan Hutan
=
14,50 Km
2. Lahan Perkebunan
=
6,15 Km
3. Lahan Penduduk
=
5,31 Km
1. Badan Jalan
=
25,60 Km
2. Lapis Pondasi
=
0,00 Km
3. Aspal
=
0,00 Km
4. Jembatan
=
175 Meter
b. Fisik
2
Pada proses implementasi ternyata justru pembangunan ini terpaksa harus dihentikan karena Perum Perhutani melakukan tuntunan terhadap lahan yang digunakan sebagai pembangunan JLS tersebut yang mana diketahui lahan yang akan dibangun JLS memakan lahan yang dimiliki oleh Perum Perhutani. Padahal proses peminjaman lahan masih dalam proses akan tetapi Kabupaten Blitar memulai pembangunan dengan pembukaan lahan terlebih dahulu. Pembangunan terhenti sejak tahun 2011 yang mana berhentinya proses pembangunan ini disebabkan karena adanya tabrakan kepentingan antara lembaga terkait yang masing-masing kepentingan tidak bisa dotemukan titik temunya. Berhentinya proses pembangunan ini ternyata justru memperparah keadaan karena proses pengerjaan proyek ini sebagian berada dulunya sebagai jalan lintas kabupaten yang setiap harinya memiliki pergerakan yang cukup tinggi, dan pembangunan tahap pertama yang dulunya sudah dikerjakan sekarang menjadi terbengkalai. Melihat realita pembangunan di Kabupaten Blitar yang terjadi sampai dengan saat ini ternyata masih sangat jauh dari harapan, dimana realisasi penyelesaian pembangunan yang berhasil dibangun dan dioperasionalkan belum mendapatkan hasil yang maksimal. Pencapaian ini terlihat begitu lamban dan jauh dari kata target. Dengan adanya tabrakan kepentingan antara instansi yang terkait maka sampai saat ini pembangunan infrastruktur jaringan Jalan Lintas Selatan terhenrti. 1.2
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pada pernyataan diatas dapat disimpulkan sengketa lahan ini
menimbulkan hal-hal yang justru memperburuk keadaan kawsan Blitar. Maka dari itu untuk kajian penelitian dapat didasarkan pada pertanyaan penelitian adalah “Bagaimana
konflik penggunaan lahan pada pembangunan infrastruktur
jaringan Jalan Lintas Selatan di Kabupaten Blitar?” 1.3
Tujuan Penelitian Mengacu pada latar belakang di atas, adapun tujuan penelitian yang ingin
dicapai adalah mendesripsikan latar belakang dan mengidentifikasi substansi
3
konflik antar lembaga yang terkait tentang pembangunan infrastruktur jaringan Jalan Lintas Selatan Kabupaten Blitar. 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan hasil dari penelitian ini dapat
memberikan wawasan gambaran permasalahan yang terjadi dalam suatu pembangunan. Berawal dari tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki permasalahan konflik sengketa lahan ini muncul, mengidentifikasi kebijakan pemerintah, dan mengidentifikasi fungsi lahan yang seharusnya diterapkan. Mengetahui secara rinci dan mengenai konflik yang terjadi dalam pembangunan jaringan Jalan Lintas Selatan Kabupaten Blitar penulis dapat memberikan gambaran secara rinci mengenai permasalahan yang kompleks dalam suatu pembangunan wilayah. Secara tidak langsung penelitian ini menjadi bahan pertimbangan dan masukan untuk membuat pemerintah lebih teliti, peka, dan konsisiten terhadap pembuatan serta pengimplementasian sebuah kebijakan dalam suatu kawasan. Bagi ilmu perencanaan wilayah dan kota diharapkan dapat memberikan gambaran dan pengetahuan mengenai fenomena suatu kawasan wilayah yang terjadi konflik dalam pembangunan infrastruktur. Penelitian ini juga diharapkan menjadi media bagi masyarakat untuk bias lebih memahami mengenai permasalahan yang terjadi dalam pembangunan di Indonesia. 1.5
Batasan Penelitian Batasan atau lingkup dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut: 1. Batasan Fokus Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui konflik yang terjadi dalam pembangunan infrastruktur jaringan Jalan Lintas Selatan Kabupaten Blitar. 2. Batasan Lokus Batasan spasial penelitian ini adalah di Kecamatan Bakung dan Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.
4
Gambar 1.1 Peta Batasan Penelitian Sumber: Survei Lapangan, 2014 1.6
Keaslian Penelitian Penelitian yang berjudul “Penggunaan Lahan Untuk Pembangunan
Infrastruktur Jaringan Jalan Lintas Selatan (JLS) di Kabupaten Blitar, Studi Kasus: Kecamatan Bakung dan Kecamatan Wates” sepengetahuan penulis, belum ada penelitian lain yang memiliki fokus dan lokus yang sama. Namun demikian, terdapat beberapa penelitian yang secara sekilas memiliki kemiripan berdasarkan judul seperti apa yang dikemukakan oleh: 1. Opan S. Suwartapradja dengan judul penelitian seperti “Konflik Sosial (Kasus Pada Pembangunan Bendungan Waduk Jatigede Di Kabupaten Sumedang Jawa Barat)”. Fokus penelitian yang terdapat dalam penelitian tersebut adalah mengetahui konflik sosial yang terjadi pada kasus pembangunan Bendungan Waduk Jatigede dengan memakai metode survei (kuantitatif). Lokasi penelitian di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. 2. Hery Listyawati yang berjudul “Pengadaan Tanah Dalam Pembangunan Jaringan Jalan Lingkar Selatan Di Kabupaten Bantul”. Fokus penelitian tersebut
adalah
implementasi
asas
keterbukaan/transparansi,
asas
partisipasi, asas musyawarah, dan asas keadilan dalam pelaksanaan 5
pembangunan Jaringan Jalan Lingkar Selatan (JJLS) di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul dengan memakai metode deskriptif kualitatif. 3. Emi Marsusanti dengan judul penelitian “Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi Dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor”. Fokus penelitian menganalisis permasalahan institusi yang terjadi dalam kawasan puncak yang yang mengalami perubahan fungsi lahan yang mengarah pada perusakan lingkungan yang berdampak secara ekologis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah induktif kualitatif, dan lokasi penelitian di Kabupaten Bogor.
6