BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Terapi oksigen hiperbarik atau hyperbaric oxygen therapy (HBOT) adalah
suatu terapi yang dilakukan dengan cara memberikan 100% oksigen bertekanan kepada pasien (Mahdi, 1999). Oksigen tersebut memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada tekanan udara atmosfir, biasanya hingga mencapai 3 ATA. Pada mulanya, terapi
ini diperuntukkan bagi penderita decompression sickness yang sering
dialami oleh para penyelam. Seiring dengan berjalannya waktu serta melalui berbagai uji coba, terapi ini juga efektif dan terbukti mampu membantu dalam menyembuhkan berbagai penyakit, terutama terkait dengan restrukturisasi sel-sel tubuh yang rusak. Dewasa ini, penggunaan HBOT semakin populer karena dapat membantu proses penyembuhan komplikasi diabetes miletus (Oktaria, 2009). Hal tersebut tentunya sangat relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mana jumlah penderita diabetesnya menempati peringkat 7 dunia (IDF, 2014). Lebih dari itu, HBOT juga dipergunakan untuk menjaga kecantikan, kebugaran, serta meningkatkan stamina. Melihat kegunaan dari terapi oksigen hiperbarik yang sangat luas dalam mengatasi berbagai penyakit serta jumlah pasien yang membutuhkannya maka keberadaan alat terapi tersebut diperlukan dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan alat HBOT di Indonesia sangatlah terbatas. Sejauh ini, hanya beberapa rumah sakit yang memiliki alat HBOT, antara lain: RSAL Dr. Ramelan, Surabaya; RS PT Arun, Aceh; RSAL Dr Midiyatos, Tanjung Pinang; RSAL Dr Mintohardjo, Jakarta; RS Pertamina Cilacap; RSU Sanglah, Denpasar; RS Pertamina Balikpapan; RS Gunung Wenang, Manado; RSU Makasar; RSAL Halong, Ambon; dan RS Petromer, Sorong (Oktaria, 2009).
Berdasarkan kenyataan ini maka pengembangan alat HBOT adalah sesuatu yang mendesak untuk segera dilakukan. Secara garis besar, alat HBOT terdiri dari beberapa komponen utama, seperti hyperbaric chamber, sistem suplai oksigen dan pengkondisian udara beserta sistem kontrol alirannya, serta monitoring panel. Selain itu, alat tersebut juga dilengkapi dengan beberapa komponen pendukung yang bertujuan untuk menunjang kenyamanan dan keamanan pasien. Dari berbagai komponen yang ada, hyperbaric chamber merupakan komponen yang relatif paling penting untuk dirancang terlebih dahulu di dalam proses pengembangan alat HBOT. Hyperbaric chamber adalah suatu ruangan yang digunakan oleh pasien untuk menerima terapi oksigen bertekanan. Berdasarkan jumlah pasien yang dapat dilayani, terdapat dua tipe hyperbaric chamber, yaitu monoplace dan multiplace hyperbaric chamber. Untuk tipe monoplace, ruangan terapi hanya diperuntukan untuk satu pasien (Mortensen, 2008). Terapi dilaksanakan dengan memasukkan 100% oksigen ke dalam ruangan tersebut. Dalam hal ini, pasien dapat bernafas dengan bebas tanpa menggunakan masker. Adapun untuk tipe multiplace, jumlah pasien yang diterapi di dalam ruangan dapat lebih dari satu (Mortensen, 2008). Masing-masing pasien menggunakan masker atau penutup kepala (helm) untuk keperluan suplai oksigen bertekanan. Pada sisi lain, tekanan di sekitar pasien disesuaikan dengan cara memasukkan udara bertekanan ke dalam ruangan. Hal ini dilakukan mengingat harga oksigen relatif mahal serta bersifat mudah terbakar (combustible). Jadi, pemakaian oksigen untuk meningkatkan tekanan di dalam ruangan merupakan langkah pemborosan secara ekonomi dan berbahaya bagi pasien (Cheng, 2004). Selanjutnya, jika dikaitkan dengan tingkat kebutuhan dan jumlah pasien yang dapat dilayani maka hyperbaric chamber tipe multiplace nampak lebih layak untuk dikembangkan di Indonesia daripada tipe monoplace. Untuk menindaklanjuti hal di atas, diperlukan beberapa kajian guna memperoleh suatu desain ruangan hiperbarik yang repersentatif. Adapun kajian tersebut meliputi kekuatan konstruksi pada bentuk chamber, tingkat kenyamanan pasien, serta proses manufaktur dari bentuk ruangan hiperbarik. Pada umumnya multiplace chamber berbentuk silinder. Oleh karena bentuk tersebut, chamber
cenderung menanggung besar tegangan yang relatif sama pada tiap sisi konstruksinya saat dibebani oleh tekanan terapi. Dengan kata lain, chamber berbentuk silinder memiliki kemampuan yang relatif lebih baik dibandingkan bentuk lainnya terhadap tekanan yang dimaksud. Sebaliknya, chamber berbentuk persegi memiliki kekuatan yang relatif lebih rendah. Hal tersebut dikarenakan terdapatnya sudut-sudut pada bentuk persegi yang mana menjadi titik terjadinya tegangan maksimal (titik kritis) ketika chamber dibebani oleh tekanan terapi. Akan tetapi, penambahan penguat konstruksi (support-support) pada titik kritis akan meminimalisir nilai tegangan yang terjadi pada titik yang dimaksud. Selanjutnya, pada perbandingan panjang dan lebar yang sama, sebuah chamber berbentuk silinder memiliki daya guna ruang yang lebih kecil dibandingkan bentuk persegi. Akibatnya chamber cenderung sempit dan relatif kurang nyaman bagi pasien. Berbeda dengan bentuk silinder, ruangan hiperbarik berbentuk persegi memiliki daya guna ruang yang relatif paling besar bila dibandingkan bentuk lain. Alhasil, space dalam ruangan hiperbarik pun lebih lapang dan memberikan kenyamanan yang lebih baik terhadap pasien (Aaron, 2002). Sama halnya dengan bejana tekan, ruangan hiperbarik juga memiliki bagian head dan shell. Biasanya, head memiliki bentuk elipsoidal dan shell berbentuk silinder. Akan tetapi, manufaktur pada bentuk tersebut cenderung membutuhkan alat penunjang yang relatif rumit seperti alat cor (casting)/alat tempa (forging) untuk membuat head serta alat roll pelat untuk membuat shell. Tentunya, hal ini juga membutuhkan biaya yang relatif tidak sedikit. Berlainan dengan hal tersebut, chamber dengan bentuk persegi relatif lebih mudah untuk dimanufaktur. Adapun chamber baik pada bagian head maupun shell tersusun oleh pelat-pelat dan profil yang ditekuk. Kemudian, pola penyambungan dilakukan dengan menggunakan las atau baut. Selebihnya, manufaktur hanya membutuhkan alat penunjang yakni mesin tekuk untuk membuat bentuk chamber. Dari kajian yang dilakukan, bentuk persegi merupakan bentuk yang representatif untuk dikembangkan dalam pengembangan multiplace chamber karena selain memberi kemudahan manufaktur, hal tersebut juga dapat berimplikasi pada kecepatan proses manufaktur dan menjangkau capability industri menengah kebawah.
Dari uraian di atas, sangatlah layak dibuat sebuah gagasan bahwa diperlukan suatu perancangan chamber untuk pengembangan alat terapi oksigen hiperbarik tipe multiplace yang mana selain mampu menahan tekanan terapi, namun tetap dapat menunjang suatu desain alat HBOT yang mengakomodir kenyamanan pasien. Disamping itu, rancangan chamber tersebut sesuai standar yang ada serta mampu memberikan kemudahan dalam proses manufaktur chamber itu sendiri. Pada tugas akhir ini, pengembangan difokuskan pada perancangan Preliminary chamber berbentuk persegi untuk pengembangan alat HBOT yang mana juga merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan penelitian skema RAPID 2014. Secara keseluruhan, chamber mempunyai bentuk yang kompleks. Adapun analisis yang dilakukan tidak hanya pada bentuk dan jenis material chamber, namun juga support-support yang dimaksud dan lain sebagainya. Melihat tingkat kompleksitas yang tinggi serta keterbatasan perhitungan dan alat dalam melakukan analisis, diperlukan tool untuk memecahkan permasalahan analisis yang dimaksud untuk penyelesaian yang lebih efisien. Adapun analisis menggunakan software Autodesk Inventor Professional 2013 dan Simulia Abaqus 6.11. Lebih daripada itu, sejauh ini alat HBOT tipe multiplace yang terdapat pada rumah sakit masih bersifat fix (tidak dapat dipindah-pindah). Hal tersebut kurang relevan mengingat tingginya tingkat penyebaran terkait berbagai kasus penyakit yang membutuhkan terapi ini sehingga kemampuan alat HBOT tipe multiplace pada masa kini dinilai masih kurang. Oleh karena itu, pengembangan HBOT yang transportable merupakan hal yang relatif bijak sehingga alat tersebut diharap mampu mencapai daerah-daerah pelosok.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada, rumusan masalah dalam perancangan ini
adalah:
Perlu dilakukan suatu perancangan chamber pada alat HBOT yang mampu menahan tekanan terapi.
Desain chamber mampu menunjang pengembangan alat HBOT yang transportable, namun tetap mampu mengakomodir kenyamanan pasien.
Desain chamber yang memenuhi standar yang ada serta memberikan kemudahan dalam proses manufaktur.
1.3
Batasan Masalah Batasan masalah pada perancangan ini meliputi:
Chamber yang dirancang adalah ruangan hiperbarik tipe multiplace.
Chamber memiliki kapasitas 6 pasien dan 1 perawat.
Chamber yang dirancang memiliki tekanan terapi maksimal sebesar 3 ATA.
Perancangan chamber menggunakan metode komputasi finite element yang terdapat dalam software Autodesk Inventor Professional 2013 dan Simulia Abaqus 6.11.
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:
Memperoleh suatu desain chamber yang mampu menahan tekanan terapi (hingga 3 ATA), menunjang suatu pengembangan alat HBOT yang transportable, mengakomodir kenyamanan pasien, memberikan kemudahan dalam proses manufaktur, serta memenuhi standar yang ada.
Membandingkan hasil analisis kekuatan chamber berdasarkan output yang diperoleh dari analisis elemen hingga (FEA) pada software Autodesk Inventor Professional 2013 dan Simulia Abaqus 6.11.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain:
Menghasilkan suatu rancangan chamber untuk pengembangan alat HBOT tipe multiplace transportable.
Memberikan suatu prosedur perancangan chamber sehingga dapat menjadi sebuah referensi untuk menghasilkan alat HBOT tipe multiplace transportable di masa mendatang.
1.6
Sistematika Penulisan Tugas akhir ini disusun dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN Berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menjabarkan sejarah alat HBOT, desain ruangan hiperbarik multiplace, standar perancangan ruangan hiperbarik, desain alat HBOT yang telah ada, serta ringkasan dari tinjauan pustaka. BAB 3 LANDASAN TEORI Teori yang mendasari penelitian ini meliputi teori terapi oksigen hiperbarik, pemilihan material, faktor keamanan, perancangan manual rectangular chamber, persamaan dasar pada metode elemen hingga, serta pengenalan software komputasi metode elemen hingga. BAB 4 METODOLOGI PERANCANGAN Meliputi: sistematika perancangan, perancangan ruangan hiperbarik dan prosedur perancangan menggunakan software komputasi metode elemen hingga (FEM). BAB 5 PEMBAHASAN Meliputi: hasil perancangan model chamber, hasil perancangan konstruksi chamber, hasil perancangan konfigurasi chamber, hasil perancangan bentuk frame, hasil perancangan dan simulasi Desain Chamber Preliminary I, hasil perancangan dan simulasi Desain Chamber Preliminary II, serta komparasi hasil analisis kekuatan chamber. BAB 6 PENUTUP Meliputi: kesimpulan berdasarkan hasil rancangan. DAFTAR PUSTAKA