BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan suatu kota yang begitu cepat berdampak pada sumberdaya alam yang semakin banyak dimanfaatkan seperti ruang terbuka. Lanskap ruang terbuka hijau mengintegrasikan kondisi kompleks lingkungan alam seperti topografi, vegetasi, iklim dan perubahan dari dampak aktivitas manusia (Uuemaa et al., 2011). Beberapa aspek dari distribusi ruang terbuka, saluran air, jaringan transportasi, pertumbuhan dan pola lanskap perkotaan termasuk komposisi dan penataan ruang dari berbagai jenis tutupan lahan patches secara komprehensif dari struktur ekologi perkotaan (Wu, 2014). Area terbuka di kota-kota besar terkadang sulit untuk diperbesar sehingga dalam perspektif manajemen alternatif diperlukan pemulihan spesies dan peningkatan konektivitas habitat (Hong et al., 2011). Terjadi penurunan signifikan kuantitas ruang terbuka publik pada 30 tahun terakhir di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung. Luas ruang terbuka hijau telah berkurang dari 35% pada tahun 1970 menjadi <10% pada tahun 2011 (Departemen Kehutanan, 2012). Ruang terbuka hijau untuk areal bermain dan rekreasi publik di kota Medan luasnya masih kurang sekitar 1.325 hektar (Departemen Dalam Negeri, 2007) dalam memenuhi 30% (Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Sumatera Utara, 2014). Keberadaan ruang terbuka merupakan isu utama dalam pembangunan kota yang berpenduduk 2.497.183 jiwa ini (Badan Pusat Statistik, 2014) terus meningkat setiap tahunnya. Lingkungan perkotaan biasanya menunjukkan kekayaan burung yang rendah ditemui di beberapa kota besar. Peningkatan keragaman tergantung luas minimum areal sekitar 0,8-1,0 hektar (Kim et al., 2012) menyediakan ruang konservasi burung langka. Zona terpadu dalam pengembangan perumahan, kawasan industri, sisa patches vegetasi asli, koridor dan ruang
1
2
terbuka berkorelasi langsung dengan keanekaragaman hayati dan struktur konfigurasi lanskap perkotaan (Khotdee et al., 2012). Urbanisasi secara tidak langsung dapat mempengaruhi perubahan landskap perkotaan. Berdasarkan paparan di atas maka penelitian tentang struktur lanskap ruang terbuka hijau di kota Medan perlu dilakukan perencanaan pembangunan ruang terbuka hijau agar terciptanya kenyamanan di masa akan datang. 1.2. Rumusan Masalah Perkembangan dan eksistensi ruang terbuka hijau telah diatur dalam bentuk rencana pembangunan kota dan peraturan daerah yang masih bersifat tertutup dan kurangnya informasi aktual dan penelitian kualitas lingkungan. Minimnya penelitian tentang struktur lanskap ruang dan faktor ekologis perkotaan, dimana masih berfokus pada perbandingan jenis ruang terbuka hijau. Berdasarkan paparan diatas maka permasalahan pada tulisan ini adalah: 1. Bagaimana struktur lanskap dengan mengukur luas rata-rata patch (mean patch size), panjang tepi (total edge), jumlah tepi relatif (edge density), indeks bentuk patch (mean shape index) dan ukuran kompleksitas bentuk patch (mean patch fractal dimension) ruang terbuka hijau di kota Medan 2. Bagaimana keanekaragaman burung di ruang terbuka hijau kota Medan 3. Bagaimana korelasi antara struktur lanskap dengan tingkat kenyamanan ruang terbuka hijau di kota Medan. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengukur struktur lanskap meliputi luas rata-rata patch (mean patch size), panjang tepi (total edge), jumlah tepi relatif (edge density), indeks bentuk patch (mean shape index) dan ukuran kompleksitas bentuk patch (mean patch fractal dimension) ruang terbuka hijau di kota Medan 2. Mengukur keanekaragaman burung di ruang terbuka hijau kota Medan 3. Menaksir korelasi antara struktur lanskap dengan tingkat kenyamanan ruang terbuka hijau di kota Medan.
3
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah memperoleh informasi tentang pentingnya menentukan struktur lanskap ruang terbuka hijau yang sesuai untuk memperbaiki tingkat kenyamanan dan memberikan rekomendasi bagi pengambil kebijakan dan instansi terkait dalam pengembangan kota. 1.5. Kerangka Penelitian Perubahan penggunaan lahan (land use) mempengaruhi komposisi dan konfigurasi lanskap ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. Ketersediaan ruang terbuka hijau yang semakin berkurang mengakibatkan penurunan habitat burung perkotaan. Faktor ekologis perkotaan secara biofisik perlu diamati seperti iklim mikro, struktur vegetasi dan distribusi burung perkotaan. Peranan ruang terbuka hijau sebagai pengatur iklim mikro dan habitat dalam menyediakan ruang bagi satwa burung. Struktur dan kerapatan vegetasi berperan sebagai sumber pakan, tempat istirahat, tempat kawin, tempat bermain dan tempat bersarang khususnya bagi spesies burung perkotaan. Perlunya perbaikan terhadap ruang terbuka hijau kawasan perkotaan untuk meminimalisir menurunnya kestabilan ekosistem dengan mengetahui korelasi antara struktur lanskap terhadap tingkat kenyamanan ruang terbuka hijau yang berdampak kepada masyarakat. Luaran hasil kajian ini dapat memberikan informasi yang berupa rekomendasi dalam pengelolaan ruang terbuka hijau yang mampu meningkatkan kenyamanan khususnya bagi masyarakat perkotaan dan meningkatkan keanekaragaman burung dijelaskan dalam bentuk bagan (Gambar 1).
4
Perubahan penggunaan lahan (land use)
Komposisi lanskap Pertamanan, hutan kota, jalur hijau, kebun, pemakaman, sempadan sungai, pekarangan dan lapangan olah raga
Konfigurasi lanskap Mean patch size (MPS), total edge (TE), edge density (ED), mean shape index (MSI), mean patch fractal dimension (MPFD)
Aspek ekologis
Iklim mikro
Persentase penutupan tajuk
Keanekaragaman burung
Temperatur udara Kelembaban udara Intensitas cahaya Indeks kenyamanan
Analisis
Tabulasi data Analisis Korelasi Kanonik
Rekomendasi
Menciptakan kenyamanan bagi masyarakat perkotaan dengan menambah jumlah ruang terbuka hijau dan meningkatkan keanekaragaman burung di Kota Medan
Gambar 1. Alur kerangka pikir
5
1.6. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran pustaka terkait dengan penelitian penulis ditemukan beberapa judul penelitian dimana memiliki unsur yang sejalan pada beberapa bagian dalam penulisan kajian ini. Tabel 1. Penelitian terdahulu terkait dengan ruang terbuka hijau No 1
Peneliti Zoer’aini Jamal Irwan (1994)
2
Hendro Sridjono (2001)
3
Adi Supriadi (2006)
4
La Ode Adam Malik (2006)
5
Judul Peranan Bentuk dan Struktur Hutan Kota terhadap Kualitas Lingkungan Kota
Metode Survei dan observasi dengan stratified random sampling dan analisa korelasi kanonik, regresi berganda dan analisa trend Metode eksperimental dan random sampling serta analisis regresi berganda dan spasial
Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) terhadap Iklim Mikro dan Indeks Ketidaknyamanan, Studi Kasus pada RTHK Kawasan Taman Parkir Kudus Plasa dan Kawasan Taman Tugu Identitas di Kabupaten Kudus Estimasi Distribusi Kuantitatif dan dan Luasan Hutan deskripsi Kualitatif Kota untuk Mendukung Perkembangan Kota Samarinda Kalimantan Timur
Evaluasi Kebutuhan Hutan Kota terhadap Perbaikan Iklim Mikro di Kawasan Kota Namlea Kabupaten Buru Maluku Feber Antarius Permodelan Spasial Ginting Penentuan Agihan Optimal Ruang (2006) Terbuka Hijau Kota Berdasarkan Basis Data Spasial Lingkungan Kota
Metode survei secara sensus dan purposive sampling serta analisis deskriptif
Metode permodelan spasial berdasarkan interpretasi citra dan digitalisasi peta-peta tematik serta penerapan model
Hasil Bentuk hutan kota menyebar dan berstrata banyak paling efektif menurunkan suhu udara, kebisingan, dan mempunyai estetika paling tinggi Pengaruh pepohonan terhadap besaran suhu dan kelembaban di bawah kanopi mencapai 54,24% sedangkan 45,75% merupakan faktor dari luar
Nilai distribusi hutan kota, kondisi hutan kota secara umum, luasan hutan kota yang dibutuhkan dan kualitas kebijakan dalam penetapan dan regulasi pengelolan hutan kota Sebaran vegetasi pohon perindang, kondisi iklim mikro dan kebutuhan hutan kota dan prediksinya
Peta sumber pencemaran, peta kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan iklim mikro dan peta agihan lahan potensial untuk ruang terbuka hijau kota
6
dengan Memanfaatkan SIG Pengkajian Suhu Udara dan Indeks Kenyamanan dalam Hubungannya dengan Ruang Terbuka Hijau Studi Kasus di Kota Semarang
6
Eka Diah Wardhani (2006)
7
Qonita Farah Dian (2007)
Evaluasi Jalur Hijau Kota Yogyakarta Tinjauan Fungsi Ekologis, Estetis dan Sosiokultural
8
Cahyani Alfiah (2008)
Kajian Fungsi Ruang Terbuka Hijau pada Berbagai Cluster Ruang di Kota Yogyakarta
9
Tauhid (2008)
Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon terhadap Suhu Udara pada Siang Hari di Perkotaan (Studi Kasus : Kawasan Simpang Lima Kota Semarang)
10
Ugit Mulgiati (2010)
Pengaruh Penutupan Vegetasi terhadap
Klasifikasi lahan dilakukan dengan supervised classification, menduga suhu udara dengan melakukan estimasi suhu permukaan melalui pengolahan data citra satelit landsat ETM+, suhu udara diduga dengan hukum perpindahan panas dan menentukan indeks kenyamanan menggunakan THI (thermal humidity index) Metode survei dengan analisis deskripsi kualitatif dan analisis kuantitatif
Diperoleh hasil analisis pengolahan citra satelit, grafik dan tabel box plot dari hasil pengukura suhu dan kelembaban udara
Kualitas dan pemanfaatan jalur secara ekologis, estetis dan sosiokultural serta persepsi penggunaan jalur hijau jalan Metode survei secara Kondisi iklim mikro dan purposive sampling indeks kenyamanan pada serta analisis deskriptif tiap-tiap cluster ruang, kuantitatif fungsi estetika dan fungsi sosial ruang terbuka hijau tiap cluster ruang Metode deskriptif Luas penutupan vegetasi eksploratif dengan pohon atau hutan kota pendekatan kuantitatif, 10% belum memadai vegetasi yang menjadi sebagai ameliorasi iklim indikator adalah pohon mikro, khususnya suhu beringin (Ficus udara. Persentase luas benjamina L.) yang penutupan vegetasi atau berada di sudut hutan kota yang mampu lapangan bagian utara. menekan kenaikan suhu Pengukuran suhu, RH, udara adalah 30%. Arah kecepatan dan arah dan kecepatan angin angin dilakukan pada dalam menentukan jam 07.00, 09.00, efektifitas vegetasi 11.00, 13.00. 15.00, dalam mengendalikan 17.00 dan 18.00 suhu Pengamatan dilakukan Penurunan suhu udara pada saat suhu udara sebesar 0,47 oC terjadi
7
Kenyamanan Kota
tertinggi, yaitu pada jam 11.00-14.00 WIB. Titik pengamatan dilakukan pada 49 grid dengan ukuran grid 500 m x 500 meter
Metode sensus pada vegetasi tingkatan hidup pohon untuk mengetahui kerapatan, dominansi, diagram profil untuk mengetahui struktur vegetasi pada RTH. Kenyamanan termal diukur dengan temperature humidity index (THI) Survei di RTH kota Medan untuk memperoleh kebutuhan oksigen dan produk O 2 dengan menggunakan analisis neraca oksigen di atmosfer
11
Muhlison (2014)
Kenyamanan Termal Ruang Terbuka Hijau di Sekitar Ruas Jalan Magelang Kabupaten Sleman
12
Lulu Ahmalian Bahari (2014)
Studi Kebutuhan Hutan Kota Medan Berdasarkan Ketersediaan Oksigen
bila penambahan luas RTH sebesar 1% (122.500 m2) dan akan terjadi peningkatan kelembaban udara sebesar 2,05%. Persepsi masyarakat terhadap (1) perasaan nyaman berada di RTH jalur jalan, (2) tipe taman yang diinginkan, dan (3) saran/keinginan lainnya terhadap RTH terbukti secara nyata berhubungan langsung dengan persepsi dan perferensi responden tentang makna kenyamanan dalam mendukung aktifitas pada ruang perkotaan Tipologi kondisi vegetasi RTH, kenyamanan termal pada RTH serta hubungan antara kondisi vegetasi ruang terbuka hijau dengan kenyamanan termal sehingga mampu memberikan kondisi kenyamanan termal yang baik Hutan kota Medan dari tahun 2011 sampai 2020 meningkat 42,12 hektar per tahun atau 0,2% berdasarkan pertumbuhan populasi, permintaan ternak dan konsumsi bahan bakar kendaraan. Perbedaan hasil penelitian hutan kota Medan 4.147,73 hektar tahun 2013 sedangkan data Bappeda kota Medan 13.059,96 hektar tahun 2011
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Lanskap Ekologi lanskap adalah ilmu yang mempelajari pengaruh dan proses pola yang mengacu pada struktur lanskap. Lanskap merupakan area spasial memiliki diameter substansial dimana dinamika populasi dapat terjadi dan jarak penyebaran spesies berkisar antara ratus sampai dengan ribuan meter (Walz, 2011). Struktur lanskap merupakan keragaman spasial suatu lanskap yang dapat diukur dengan jenis dan jumlah elemen lanskap (patch), susunan spasial dari elemen dan konektivitas dimana mempengaruhi habitat, aliran energi, materi, distribusi dan kelimpahan serta ketersediaan resource (elemen habitat). Komposisi lanskap adalah jumlah dan jenis elemen lanskap (patch) dan konfigurasi lanskap adalah susunan spasial elemen lanskap. Penerapan tingkat yang berbeda dalam menggambarkan elemen lanskap berupa fitur seperti ukuran, bentuk, jumlah seluruh lanskap dengan menggambarkan susunan elemen lanskap dan keragaman lanskap. Komposisi lanskap terkait jumlah setiap patch untuk proses ekologi (McGarigal & Marks, 1995). Sistem informasi geografis (GIS) telah dikembangkan sebagai alat untuk mengorganisasi, menyimpan, menganalisis dan menampilkan data spasial merupakan sistem infomasi berbasis komputer yang menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan informasi tentang peta (data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah, memanipulasi, menganalisis, memperagakan dan menampilkan data spatial dalam menyelesaikan perencanaan, mengolah dan meneliti permasalahan serta membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif (Walz, 2011). Perangkat lunak ini diperlukan untuk menganalisis struktur lanskap menggunakan matriks lanskap dan mengevaluasi sejumlah informasi spasial seperti ketinggian, kemiringan lahan, habitat dan jenis tanah untuk overlay dan berpotongan dengan informasi lain memungkinkan parameter struktur
8
9
lanskap untuk dihitung. Overlay data georeferensi spasial dan komputasi parsial menggunakan rumus matematika yang rumit bisa dianalisis struktur lanskap suatu area luas. Salah satu program pertama adalah FRAGSTATS (McGarigal & Marks, 1995) dan diikuti Patch Analyst (Rempel, 2008) untuk menghitung matriks lanskap (Walz, 2011). Karakteristik lanskap mempengaruhi distribusi spesies burung dan seleksi habitat (Lee & Carroll, 2014). Urbanisasi mengubah lanskap dengan meningkatkan kepadatan dan penurunan rata-rata ukuran patch. Perubahan struktur lanskap akibat fragmentasi lahan mempengaruhi keanekaragaman hayati dan proses ekosistem di daerah perkotaan terkait dengan kepadatan pemukiman, persen daerah beraspal dan terbuka secara signifikan berkorelasi dengan perkembangan populasi burung asli, iklim mikro dan struktur vegetasi (Litteral & Wu, 2012). Patch diartikan sebagai unit area berada dalam matrix yang memiliki vegetasi berbeda dari matrix, bersifat berubah dan menyediakan habitat bagi spesies yang tidak dapat hidup di matriks (Driscoll et al., 2013). Ukuran atau jumlah jenis patch yang terdapat dalam lanskap mempengaruhi kolonisasi, ketahanan dan perkembangbiakan individu serta jumlah spesies suatu areal. Efek isolasi patch pada kepadatan meningkat di bawah jumlah ambang batas habitat karena patch menjadi indikator jumlah habitat pada skala lanskap (Gunawan & Prasetyo, 2013). Matrix adalah suatu hamparan yang luas dengan berbagai jenis tutupan lahan tertanam di dalamnya dengan derajat konektivitas yang tinggi. Peran matrix dan patch sebagai habitat menentukan pergerakan satwa (Zapponi et al., 2014). Penggunaan matrix dalam analisis spasial bertujuan untuk merekam struktur lanskap kuantitatif suatu wilayah, bentuk, garis tepi, keragaman dan rasio matematika dalam kegiatan pemantauan dan pembuat informasi yang relevan sebagai parameter masukan untuk simulasi model ekologi lanskap (Lee et al., 2013). Komponen matrix dominan dalam lanskap yang paling luas dan terhubung elemen lanskap khususnya tutupan hutan memiliki konektivitas lebih tinggi. Konektivitas adalah ukuran suatu koridor,
10
jaringan atau derajat matrix terhubung secara berkesinambungan. Matrix yang menghubungkan antar koridor sedangkan mosaik menggambarkan pola dari patch, koridor dan matrix membentuk suatu lanskap (Forman, 1995). Efek positif dari variabel burung dan matrix lanskap tidak selalu linear akibat pengaruh skala pada proporsi model berbeda dan tergantung ukuran luas area penelitian. Komposisi habitat sekitar lanskap dapat mempengaruhi kualitas habitat lokal dimana kedekatannya memungkinkan sebagai tempat mencari makan. Kepadatan patch dan tepi berkorelasi dengan variabel burung karena menggambarkan aspek berbeda. Matrix lanskap dapat mengimbangi sumber daya yang mungkin tidak cukup dalam patch atau memfasilitasi gerakan individu antar patch atau sebaliknya, matriks lanskap yang tidak cocok dapat menghambat gerakan atau mengurangi kualitas patch dengan meningkatkan spesies non asli dan resiko predasi (Marja et al., 2013). Matrix lanskap dapat mengukur bentuk, kedekatan, tekstur, keragaman dan ukuran patch sebagai prediktor yang signifikan dalam model univariat sedangkan matrix mengenai kesamaan atau kontras patch dan tidak menghasilkan model yang signifikan. Nilai indikator matrix lanskap sangat tergantung pada skala kelas yang diperiksa. Keragaman pohon, semak dan tanaman merambat pada vegetasi hutan tidak selalu dipengaruhi oleh daerah patch, tetapi bentuk patch berpengaruh negatif terhadap keanekaragaman lanskap (Schindler et al., 2013). Tepi atau edge adalah bagian luar dari batas (boundary) dari patch atau kantong habitat dimana lingkungan di dalamnya berbeda secara signifikan dari area inti atau interior patch. Habitat interior patch dari tepi memberikan isolasi dari efek tepi seperti kebisingan, suhu, angin, kelembaban, radiasi matahari dan peningkatan predasi. Efek tepi dalam peningkatan atau penurunan kelimpahan terjadi karena spesies dekat tepi selalu menanggapi kondisi lingkungan yang berubah akibat dari matrix atau sumber lainnya dalam patch. Efek tepi yang terjadi dalam suatu habitat menguntungkan bagi banyak spesies tumbuhan dan satwa liar karena memberikan manfaat survival tetapi beberapa spesies lain mendapatkan pengaruh negatif akibat banyaknya edge (Gunawan & Prasetyo, 2013).
11
Panjang tepi adalah indeks intrinsik penting dari ruang terbuka hijau. Kerapatan tepi adalah respon dari ruang hijau untuk perubahan kontras. Ukuran kompleksitas bentuk patch digunakan untuk mengukur pola perubahan skala spasial yang menunjukkan kesamaan dalam mengatasi masalah fenomena sosial dan alam (Feng & Liu, 2015) yang membedakan area pemukiman dan lanskap alami karena jika nilai matrix ini lebih tinggi akan meningkatkan interaksi dengan lingkungan (Tian et al., 2014). Parameter struktur lanskap yang digunakan sebagai berikut : 1. Luas rata-rata patch atau mean patch size (MPS) menentukan ukuran ratarata dari patch. Persamaan MPS : MPS =
A 1 ( ) N 10.000
Unit Kisaran
: Hektar (ha) : MPS > 0, tanpa batas Kisaran MPS dibatasi grain dan tergantung ukuran gambar minimum patch yang sama sebagai area patch. Keterangan: MPS sama dengan luas total lanskap (m2) dibagi dengan total jumlah patch dan dikalikan dengan per 10.000 (untuk mengkonversi ke hektar). 2. Panjang tepi atau total edge (TE) adalah keliling dari patch terpanjang yang menentukan panjang tepi jenis patch tertentu (tingkat kelas) atau semua patch mutlak (tingkat lanskap). Persamaan TE : TE = E Unit Range
: Meter (m) : TE ≥ 0, tanpa batas TE = 0 jika tidak ada tepi di lanskap, seluruh dan perbatasan lanskap, jika terdiri dari satu patch dan menentukan pengguna yang tidak ada batas lanskap dan latar belakang tepi dianggap sebagai edge. Keterangan : TE sama dengan jumlah dari panjang (m) dari semua bagian tepi dalam lanskap. Jika terdapat perbatasan lanskap, TE mencakup bagian batas lanskap yang mewakili tepi (yaitu kontras berat mengatakan 0). Jika tidak terdapat perbatasan lanskap, TE mencakup proporsi lanskap batas yang ditentukan users yang terlepas dari apakah perbatasan lanskap ada atau tidak, TE termasuk proporsi yang ditentukan users dari latar belakang tepi.
12
3. Jumlah tepi relatif atau edge density (ED) merupakan kerapatan dari luas area lanskap dimana semakin tinggi edge density mengindikasikan semakin terganggu pada habitat satwa yang sensitif terhadap edge. Standarisasi kepadatan tepi per unit area dasar dalam memfasilitasi perbandingan antara ukuran lanskap berbeda. Indeks tepi dipengaruhi resolusi dari gambar dimana semakin halus resolusi maka semakin besar panjang tepi muncul sebagai garis-garis yang sangat rumit sedangkan yang kasar mungkin tepi muncul sebagai garis-garis yang relatif lurus. Kerapatan tepi (m/ha) atau alternatif rasio perimeter areal yang digunakan dalam persamaan panjang (m) pada semua perbatasan antara jenis patch (kelas) berbeda pada area referensi yang dibagi dengan total luas unit referensi. Berbeda dengan kepadatan patch, kepadatan tepi mengambil bentuk dan kompleksitas patch untuk menutupi kepadatan heterogenitas spasial pada mosaik lanskap dimana semakin kecil unit pemetaan spasial maka mengakibatkan peningkatan panjang tepi. Persamaan ED : E (10.000) A Unit : Meter per hektar (m/ha) Range : ED ≥ 0, tanpa batas ED = 0 jika tidak ada tepi di lanskap, seluruh lanskap dan perbatasan lanskap, jika terdiri dari satu patch dan menentukan pengguna yang tidak ada batas lanskap dan latar belakang tepi dianggap sebagai tepi. Keterangan : ED sama dengan jumlah dari panjang (m) semua bagian tepi dalam lanskap, dibagi dengan total pemandangan luas (m2), dikalikan dengan 10.000 (untuk mengkonversi ke hektar). Jika terdapat perbatasan lanskap, ED termasuk bagian batas lanskap mewakili tepi (yaitu kontras berat mengatakan 0). Jika tidak terdapat perbatasan lanskap, ED termasuk proporsi lanskap batas yang ditentukan users. Terlepas dari apakah perbatasan lanskap ada atau tidak, ED termasuk proporsi yang ditentukan users dari latar belakang tepi. ED =
13
4. Indeks bentuk patch atau mean shape index (MSI) menentukan kompleksitas bentuk patch dimana tingkat kompleksitas bersifat relatif dibanding bentuk lingkaran atau bujur sangkar. Nilai MSI diperoleh dengan membagi jumlah keliling setiap patches dengan akar kuadrat dari luas patch (hektar) dan standar lingkaran (poligon) atau bujur sangkar (grid) yang dibagi dengan jumlah patch. Persamaan MSI :
MSI (Vector) =
n ∑m i=1 ∑j=1 �
N
Pij
2�π.aij
�
.25Pij
atau MSI (Raster) =
n ∑m i=1 ∑j=1 �
N
�aij
�
Unit Range
: Tidak ada : MSI ≥ 1, tanpa batas MSI = 1 ketika semua patch dalam lanskap lingkaran (vector) atau petak (raster). MSI meningkat tanpa batas sebagai bentuk patch menjadi lebih tidak teratur. Keterangan : MSI sama dengan jumlah dari perimeter patch (m) dibagi dengan akar kuadrat dari luas patch (m2) untuk patch di lanskap disesuaikan dengan konstan lingkaran (vector) atau petak (raster) dibagi dengan jumlah patch (NP) dimana MSI sama dengan indeks bentuk rata-rata patch lanskap. 5. Ukuran kompleksitas bentuk patch atau mean patch fractal dimension (MPFD) adalah nilai yang diperoleh dari pengukuran lanskap, dimana jika mendekati satu untuk bentuk dengan keliling (perimeter) sederhana dan mendekati dua bentuknya lebih kompleks. Persamaan MPFD adalah : MPFD (Vector) = Unit Kisaran
n ∑m i=1 ∑j=1�
N
2 ln Pij ln 𝑎𝑎 𝑖𝑖𝑖𝑖
�
atau MPFD (Raster) =
n ∑m i=1 ∑j=1�
2 ln(.25 Pij )
N
ln 𝑎𝑎 𝑖𝑖𝑖𝑖
�
: Tidak ada : 1 ≤ MPFD ≤ 2 Dimensi fraktal yang lebih besar dari 1 untuk 2 dimensi mosaik lanskap menunjukkan keberangkatan dari geometri euklidean (yaitu peningkatan kompleksitas bentuk patch). Pendekatan MPFD 1 untuk bentuk dengan sangat sederhana dan strategis seperti lingkaran atau kotak, pendekatan 2 untuk bentuk dengan sangat rumit plane-filling perimeter. Keterangan : MPFD sama dengan jumlah dari 2 kali logaritma perimeter patch (m) dibagi dengan logaritma dari luas patch (m2) untuk setiap patch dalam lanskap, dibagi dengan jumlah patch untuk mengoreksi bias pada perimeter (McGarigal & Marks, 1995).
14
2.2. Ruang Terbuka Hijau Departemen Dalam Negeri (2007), ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang luas dalam bentuk area memanjang di mana dan penggunaannya lebih bersifat terbuka atau tanpa bangunan. Keberadaan ruang hijau berkaitan dengan lingkungan hijau dan kesejahteraan publik (Khotdee et al., 2012). Jumlah ruang terbuka di perkotaan menentukan distribusi dan variasi subpopulasi jumlah spesies patch yang tersebar (Goulart et al., 2013). Ruang terbuka hijau perkotaan terutama daerah dengan tutupan kanopi yang jarang seperti taman hias, tempat olahraga dan lapangan golf lebih tidak nyaman dibanding area tutupan kanopi yang rapat tersebar merata. Peningkatan total luas ruang terbuka hijau dalam sebuah kota secara signifikan dapat mengurangi suhu pada skala kota tetapi tidak dapat menjadi pilihan (Norton et al., 2015). Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau kota dimulai dari skala terbesar yaitu wilayah perkotaan hingga skala yang terkecil seperti area pemukiman. Kawasan yang berbentuk memajang memiliki tepi atau pinggir yang luas sedangkan segi empat bujur sangkar lebih banyak memberikan perlindungan dibanding persegi panjang. Bentuk ruang terbuka hijau berdasarkan bobot kealamiannya dapat diklasifikasi menjadi ruang terbuka hijau bentuk alami (habitat liar/alami dan kawasan lindung) dan bentuk non alami atau binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga dan pemakaman). Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi bentuk ruang terbuka hijau kawasan (areal dan non linear) dan jalur (koridor dan linear). Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya
diklasifikasi
perdagangan,
perindustrian,
menjadi
ruang
permukiman,
terbuka
hijau
kawasan
pertanian
dan
kawasan
(pemakaman, lapangan olah raga dan alami. Berdasarkan status kepemilikan diklasifikasikan menjadi ruang terbuka hijau publik yaitu berlokasi pada (lahan publik atau pemerintah pusat dan daerah) dan privat atau non publik (lahan privat) (Fandeli dkk., 2004).
15
Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan (RTHKP) adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik dan introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh ruang terbuka dalam kota yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. Luas ideal ruang terbuka hijau minimal 30% dari luas kawasan. Peta kawasan dituangkan dalam rencana detail tata ruang perkotaan dengan skala 1 : 10.000 (Marja et al., 2013). Fungsi ruang terbuka hijau kawasan perkotaan seperti pengamanan kawasan lindung perkotaan; pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati; pengendali tata air; dan sarana estetika kota. Jenis ruang terbuka hijau kawasan perkotaan meliputi taman kota; taman wisata alam; taman rekreasi; taman lingkungan perumahan dan permukiman; taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial; taman hutan raya; hutan kota; hutan lindung; bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah; cagar alam; kebun raya; kebun binatang; pemakaman umum; lapangan olah raga; lapangan upacara; parkir terbuka; lahan pertanian perkotaan; jalur dibawah tegangan tinggi; sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; jalur pengaman jalan; median jalan; rel kereta api; pipa gas dan pedestrian; kawasan dan jalur hijau; daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan taman atap (Fandeli dkk., 2004). Klasifikasi jenis ruang terbuka hijau sebagai unit sampel pengukuran (Fandeli dkk., 2004) yaitu : 1. Pertamanan adalah lahan terbuka berfungsi pada aspek sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota. Taman kota biasanya ditumbuhi berbagai jenis vegetasi pepohonan, perdu, bunga hias dan lain-lain. Pertamanan dapat berbentuk ruang terbuka hijau yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan tempat olahraga bagi pengunjung.
16
2. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan ditumbuhi pohon-pohon yang rapat pada kawasan perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang. Tujuan penyelenggaraan hutan kota sebagai peyangga lingkungan kota yang berfungsi untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati. Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 meter. 3. Jalur hijau adalah jalur penempatan tanaman dan elemen lanskap lainnya terletak di dalam ruang milik maupun di dalam ruang pengawasan jalan. Ruang terbuka sebagai jalur hijau jalan disediakan dengan penempatan tanaman antara 20-30 % dari ruang milik jalan sesuai dengan kelas jalan. Taman pulau jalan adalah merupakan terbuka hijau yang terbentuk oleh geometris jalan seperti pada persimpangan tiga atau bundaran jalan sedangkan median berupa jalur pemisah yang membagi jalan menjadi dua lajur atau lebih. 4. Pekarangan adalah ruang yang disediakan untuk aktivitas masyarakat di kawasan perkantoran dan pemukiman dimana terdapat jenis vegetasi yang tidak bergetah dan tidak berduri. Areal pemukiman atau real estate umumnya terdapat ruang terbuka yang luas dibandingkan perkantoran. 5. Lapangan olah raga adalah ruang terbuka hijau yang dibuat sebagai area resapan air, sarana bermain dan sarana olah raga publik. Areal ini terdapat berbagai macam jenis burung karena vegetasi tahunan yang tumbuh memiliki tajuk yang berlapis-lapis dan disukai burung perkotaan. 6. Sempadan sungai adalah ruang terbuka hijau berupa jalur di bagian kiri dan kanan sungai untuk melindungi sungai dari berbagai gangguan yang merusak kondisi sungai dan kelestariannya. 7. Pemakaman adalah ruang terbuka hijau pada areal tempat penguburan jenazah yang memiliki fungsi ekologis sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro, habitat bagi
17
burung dan sumber pendapatan masyarakat sekitar. Pemakaman termasuk areal terbuka dengan tingkat tutupan vegetasi 80% dari luas ruangnya. 8. Kebun adalah ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai reservoir untuk spesies burung perkotaan. Kebun ditumbuhi vegetasi semak, habitus, tanaman pertanian sebagai pakan. Burung perkotaan biasanya mencari makan di kebun yang berada di sekitar tepi hutan atau pinggiran kota. 2.3. Iklim Mikro Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim yang memberikan pengaruh langsung terhadap kenyamanan pada zona setempat suatu area yang lebih luas. Luas minimal ruang terbuka hijau ideal 0,25 hektar dalam satu hamparan yang kompak dan menyatu agar tercipta iklim mikro dan penyebaran burung perkotaan (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Iklim mikro mempengaruhi kenyamanan manusia dimana desain lanskap secara signifikan dapat memodifikasi elemen iklim mikro seperti radiasi matahari dan pergerakan angin tetapi tidak dapat secara langsung memodifikasi suhu udara, kelembaban dan presipitasi (Brown & Gillespie 1995). Perubahan iklim mikro menyebabkan peningkatan temperatur (tahunan dan musiman) dan penurunan temperatur (rata-rata bulanan, tahunan, dan musiman) memiliki implikasi terhadap fungsi ekosistem perkotaan. Gelombang panas dapat memperburuk efek pulau panas perkotaan termasuk peningkatan polusi udara dan masalah kesehatan yang berhubungan dengan panas. Peran vegetasi secara signifikan sebagai penyedia bayangan yang lebih besar dengan meminimalkan infiltrasi cahaya dan kerapatan vegetasi menghalangi kecepatan angin dan kelembaban (Qiu et al., 2013). Variasi iklim dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketinggian tempat, kelerengan dan naungan menyebabkan kondisi temperatur, kelembaban dan intensitas matahari berbeda dengan kondisi sekitarnya (Brower & Zar, 1977). Temperatur udara sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur bumi adalah jumlah radiasi yang diterima
18
pertahun, perhari dan permusin; pengaruh daratan dan lautan; ketinggian tempat; pengaruh angin secara tidak langsung; panas laten; penutupan tanah ditutupi oleh vegetasi; tipe tanah, tanah yang gelap indeks temperaturnya lebih tinggi dan pengaruh sudut datang matahari dimana sinar yang datang tegak lurus membuat temperatur lebih panas dari pada sinar miring (Kartasapoetra, 1968). Temperatur udara pada daerah bervegetasi lebih nyaman dibanding yang tidak bervegetasi karena luas daun mempunyai kemampuan untuk memantulkan kembali sinar inframerah sebesar 70% cahaya tampak dengan panjang gelombang (380-780 nm) berkisar 6-12%. Perbedaan temperatur udara di atas lapisan tanah yang ditutupi beton lebih tinggi dibanding udara dalam hutan sebesar 3-5 oC (Dahlan, 2004). Kota Medan memiliki temperatur minimumnya sekitar 23,6-24,4ºC dan temperatur maksimum sekitar 30,2-32,5ºC (Badan Pusat Statistik, 2014). Lingkungan perkotaan memiliki panas lebih tinggi dibanding lingkungan perdesaan dengan perbedaan 0,5-1,5oC (Grey & Deneke, 1986). Adsorbsi radiasi matahari perkotaan menyebabkan suhu permukaan lebih tinggi karena tajuk pohon yang jarang sehingga energi matahari secara penuh mencapai ke permukaan dan jalan aspal menghalangi uap dan pendinginan karena proses evaporasi tidak bisa terjadi di tanah. Pudjiharta (1980), keadaan iklim yang tidak stabil disebabkan efek vegetasi hutan dan perubahan lahan mempengaruhi neraca radiasi dan iklim mikro. Fungsi iklim yang signifikan dapat meningkatkan efek kenyamanan jika ukuran taman melebihi satu hektar dimana luasan 10 hektar diperlukan untuk menurunkan temperatur udara 1°C (Kuttler, 1993). Peningkatan tutupan tajuk pohon 10% dikurangi suhu permukaan rata-rata sebesar 1,4°C pada siang hari di musim panas. Daerah pemukiman kepadatan rendah dengan penutup pohon dan semak-semak yang lebih besar dari 20% lebih dingin selama musim panas daripada kawasan perumahan yang padat dan komersial. Pengurangan temperatur disebabkan oleh dua faktor, yaitu penyinaran cahaya langsung dan pendinginan evapotranspirasi. Pada musim panas, penurunan temperatur udara lebih dari 2°C pada siang hari di bawah
19
pohon dibandingkan dengan area yang terkena sinar matahari langsung. Temperatur vegetasi pada siang hari di atas permukaan terbuka akan lebih tinggi bila dibanding dengan temperatur di bawah naungan karena radiasi matahari yang diterima tanaman tidak dipantulkan kembali. Karakteristik struktur tutupan vegetasi yang mempengaruhi temperatur yaitu bentuk tajuk, ukuran vegetasi dan kepadatan tajuk. Temperatur udara di daerah perkotaan padat lebih tinggi daripada temperatur pedesaan. Pulau panas secara signifikan memperburuk tingkat kenyamanan luar ruangan dan konsumsi energi bangunan. Temperatur berkaitan dengan pulau panas perkotaan yang disertai dengan penurunan kelembaban relatif. Perubahan iklim mikro dapat membuat pusat-pusat kota dan daerah padat lainnya menimbulkan kenyamanan bagi manusia. Keberadaan ruang terbuka hijau dan vegetasi yang rapat dapat memperbaiki iklim mikro yang mengurangi jumlah radiasi gelombang panjang kembali terpancar di kota. Temperatur udara lebih rendah di dalam taman dibanding daerah terbangun tetapi berkurang di zona transisi di luar taman. Temperatur yang lebih tinggi terjadi di kota besar karena bangunan dan kepadatan tinggi. Saat ini lebih 50% dari keseluruhan populasi manusia hidup di kota-kota dan trend meningkat dengan pesat. Pertimbangan efek struktur vegetasi pada lingkungan termal dan lanskap desain terdapat jenis tanaman yang mencakup pohon, semak dan rumput. Untuk meningkatkan lingkungan iklim mikro, pohon sangat efisien dibanding rumput dan semak-semak. Pengaruh iklim mikro dari pohon terjadi sejumlah proses pengurangan panas matahari pada jendela, dinding, atap dengan menambahkan kelembaban ke udara melalui evapotranspirasi (Qiu et al., 2013). Tanaman mampu mereduksi sampai 80% penetrasi cahaya melalui tajuk pohon yang berdaun lebat, mereduksi penetrasi cahaya antara 51-54 % dan melindungi dari sinar matahari langsung sepanjang hari. Luas taman mampu menurunkan temperatur udara di area terbangun yang berdekatan pada jarak sekitar 200-400 meter. Semak dan ground cover (penutup tanah dari soft material) mereduksi temperatur dengan absorbsi radiasi dan
20
evaporasi. Pada pagi hari, rumput bisa mereduksi 5,5-7,8oC lebih dingin dari lahan terbuka sedangkan pada siang hari material terkena radiasi matahari memantulkan panas ke udara meminimalkan pemantulan dari permukaan tanah menghadap matahari (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Kelembaban udara adalah banyaknya kadar uap air yang terdapat di udara. Areal bervegetasi akan mempunyai temperatur udara yang relatif rendah dengan kelembaban yang relatif tinggi. Kecepatan turbulensi angin yang lebih kecil dari areal bervegetasi rapat menyebabkan massa udara yang mengandung uap air tidak dapat bergerak secara cepat akan mempunyai kelembaban yang tinggi. Kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara pada suatu waktu tertentu (Kartasapoetra, 1968). Keterkaitan temperatur dengan kelembaban udara berhubungan dengan pengembangan dan pengerutan udara. Semakin tinggi temperatur udara, kapasitas udara menampung uap air persatuan volume udara juga semakin besar. Di bawah tajuk kelembaban tinggi dan evaporasi rendah (Grey & Deneke, 1986). Udara di bawah kanopi tanaman juga lebih lembab daripada udara di atas permukaan tanpa naungan dan akibatnya lebih panas dibutuhkan untuk menaikkan suhu udara di bawah tanaman. Kelembaban rata-rata di kota Medan adalah sebesar 78-82% (Badan Pusat Statistik, 2014). Intensitas cahaya yang dipancarkan matahari ke permukaan bumi melalui proses pemindahan energi dengan gelombang disebut radiasi (Rosenberg, 1974). Jumlah radiasi matahari yang diterima oleh bumi bergantung pada jarak dari matahari, intensitas radiasi matahari, lamanya penyinaran matahari dan atmosfer. Pohon, semak dan rumput memperbaiki temperatur udara dalam lingkungan perkotaan melalui pengontrolan terhadap radiasi matahari tergantung pada kerapatan dedaunan, bentuk daun dan percabangan. Daerah tropis dengan lintang rendah, populasi dapat menyesuaikan diri dengan iklim karena tekanan panas lebih sering terjadi sehingga indeks kenyamanan tinggi dapat ditolerir (Grey & Deneke, 1986).
21
Kenyamanan merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan pengaruh keadaan lingkungan. Pengukuran indeks kenyamanan berasal dari persamaan untuk mendapatkan nilai THI (Thermal Humidity Index). Tingkat kenyamanan setiap individu berbeda-beda dan bersifat subyektif tergantung dari faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari setiap individu sedangkan eksternal berasal dari iklim mikro dan lingkungan. Badan meteorologi yang bertugas mengumpulkan data temperatur minimum dan maksimum, angin, curah hujan, kelembaban, dan radiasi matahari bulanan dan tahunan. Dari kelima parameter iklim mikro tersebut, faktor angin yang sifatnya tidak stabil dan mudah berubah setiap waktunya membuat banyak penelitian sering tidak mengukur parameter angin karena hasil yang diperoleh merupakan data prediksi atau tidak sesuai dengan di lapangan (aktual). Komposisi bangunan perkotaan mengakibatkan pola angin yang tidak tetap membentuk turbulensi yang berdampak pada temperatur dan kelembaban perkotaan (Zhang et al., 2015). Parameter pengukuran iklim mikro di ruang terbuka hijau yaitu : 1. Temperatur udara, ditentukan dari pengukuran temperatur maksimum yang diperoleh dari temperatur siang (Ts), dimana: TI = 0,2 (Ts )+15 atau TI = 0,2 (Tmax + Tmin)+15
Keterangan : Ts = temperatur siang hari (oC) Tmax = temperatur maksimum (oC) Tmin = temperatur minimum (oC)
Tabel 2. Indeks temperatur udara terhadap keadaan iklim No. 1 2 3 4 5 6 7
Indeks Temperatur (oC) ≤21,1 21,1-23,1 23,2-25,1 25,2-27,1 27,2-29,1 29,2-31,1 >31,1
Keadaan Iklim Sangat Dingin Dingin Agak Dingin Sejuk Agak Sejuk Panas Sangat Panas
22
2. Kelembaban udara (RH), ditentukan dari pengukuran temperatur pada siang hari maksimal (Ts) dengan persamaan : RH =
ed2 ea2 - 1,42 (Ts) × 100% atau RH = × 100% ea2 ea2
Keterangan : RH ea 2 ed 2 (Ts) 1,42
= Kelembaban relatif terhadap keadaan iklim suatu lokasi = Jumlah maksimum tiap air yang dikandung pada Ts = Jumlah tiap air terdapat di udara (kapasitas udara menampung air) = Selisih temperatur siang hari = Nilai konstanta tekanan udara (1oC = 1,42 mb)
Tabel 3. Indeks kelembaban terhadap keadaan iklim No. 1 2 3 4 5
Indeks ≤70 % 70,1-75% 75,2-80% 80,1-85% >85%
Keadaan Iklim Kering Agak Kering Agak Lembab (Sedang) Lembab Basah
3. Intensitas cahaya, pengukuran dilakukan dengan menggunakan light meter yang diletakkan 1,3 meter di atas permukaan tanah untuk mendapatkan digital hemisperikal photo, kemudian dicatat data intensitas cahaya yang diperoleh di lapangan. (Kartasapoetra, 1868). 4. Indeks kenyamanan (IK), ditentukan dari hasil pengukuran temperatur dan kelembaban udara dengan menggunakan persamaan Nieuwolt (1975) : IK = 0,8 (T) +
(RH × T) 500
Keterangan : IK = Indeks Kenyamanan T = Temperatur Udara (oC) RH = Kelembaban Udara (%)
Tabel 4. Indeks kenyamanan menurut Nieuwolt (1975) Kelas I II III
Indeks THI ≤ 21 THI = 24 THI ≥ 26
Kategori Nyaman Tidak Nyaman Sangat Tidak Nyaman
23
2.4. Persentase Penutupan Tajuk Bentuk arsitektur pohon dapat menjadi prediktor penting bagi distribusi burung. Berkaitan dengan arsitektur pohon, tutupan tajuk pohon dan distribusi burung dimana masing-masing jumlah pohon yang terdekat dari titik pusat plot dialokasikan untuk kelompok berikut : • Bercabang di atas setengah ketinggian (A) : pohon-pohon yang telah tumbuh di bawah kanopi tertutup hutan primer cenderung memiliki cabang utama pohon pertama di atas setengah tinggi pohon. • Bercabang di bawah setengah ketinggian (B) : cabang pohon-pohon yang telah tumbuh di area terbuka berkanopi di bawah setengah tinggi pohon. • Bercabang di atas tetapi dengan bekas luka (C) : pohon-pohon yang memiliki besar bekas dari cabang-cabang berjatuhan cenderung menjadi karakteristik untuk regenerasi hutan yaitu dibesarkan di bawah naungan. • Bercabang vertikal di bawah setengah ketinggian (D) : alternatif (C) dimana cabang bawah dipelihara tetapi tumbuh secara vertikal menjadi tutupan kanopi. Kuantifikasi arsitektur dinyatakan sebagai proporsi pohon-pohon di suatu lokasi yang menunjukkan (A), (B) atau (C + D) sebagai indikator yang penting. Kehadiran atau kelimpahan burung menghasilkan informasi kesukaan spesies terhadap hutan primer (A), hutan terganggu (B) dan hutan tua (C + D) (Bibby et al., 1998). Struktur vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur-unsur iklim yang ada di sekitarnya misalnya temperatur, kelembaban, angin dan curah hujan, serta menentukan kondisi iklim setempat dan iklim mikro. Keanekaragaman spesies burung pada hutan beriklim sedang dan tropis telah ditemukan korelasi antara profil vertikal dan horizontal vegetasi di patch termasuk tutupan kanopi, tinggi kanopi, lapisan vegetasi, keanekaragaman spesies vegetasi, keragaman sumberdaya tinggi, biomassa vegetasi di atas tanah dan kerapatan vegetasi (Lee et al., 2013).
24
Gambar 2. Arsitektur pohon (Bibby et al., 1998) A = bercabang di atas, B = bercabang di bawah, C = bercabang di atas dengan bekas luka di bawah, D = bercabang di bawah dengan pertumbuhan vertikal Pengukuran horizontal dan vertikal memiliki pengaruh pada stratifikasi vertikal iklim mikro (Didham & Ewers, 2014). Struktur vertikal vegetasi suatu habitat akan mempengaruhi penyebaran spesies burung yang menempatinya dan komposisi struktur vertikal tidak terlihat kelompok spesies secara tajam pada lapisan tertentu, tetapi tersebar secara bervariasi pada kesinambungan struktur vegetasi dan penampakan fisik suatu habitat. Persentase penutupan kanopi adalah persentase luas tanah yang langsung ditutupi dengan tajuk pohon. Pengukuran penutup tajuk perkotaan sangat penting dilakukan untuk mengelola hutan kota dan kuantifikasi manfaat pohon (King & Locke, 2013). Penutupan kanopi pohon didefinisikan sebagai proporsi belahan langit yang tertutup vegetasi ketika dilihat dari satu titik dan penutupan dipahami proyeksi vertikal lantai hutan yang tertutup kanopi (Jennings et al., 1999). Persentase penutupan vegetasi di berbagai strata habitat yang dapat berbeda, jika diperkirakan cukup akurat, berguna dalam menggambarkan distribusi burung (Bibby et al., 1998). Persentase kawasan hutan horisontal yang ditempati proyeksi vertikal pohon yang digunakan untuk menilai kondisi dan habitat satwa liar. Untuk memudahkan pengelompokkan posisi vertikal burung maka dibuat stratifikasi ketinggian habitat menjadi empat bagian yaitu 0-2 m, 3-10 m, 11-25m dan >25 m.
25
Efek struktur vertikal dan horizontal vegetasi terhadap komunitas burung ditemukan kekayaan spesies lebih tinggi di hutan dibanding ruang terbuka. Hal ini disebabkan tutupan yang lebih besar menyediakan sumber daya (dedaunan, cabang dan substrat batang) dan tempat berlindung dari predator. Perbedaan struktur menentukan perbedaan spesies burung dan vegetasi. Variasi struktur horizontal menentukan perubahan tumbuhan bawah dan semak penutup (Barton et al., 2014). Vegetasi dapat memainkan peran dalam meningkatkan kondisi atmosfer dan kualitas hidup di perkotaan. Lapisan vegetasi atas dan sedang seperti semak belukar, kebun, dan hutan proses evapotranspirasi membentuk iklim mikro di patch habitat (Lehmann et al., 2014). Keberadaan burung dipengaruhi karakteristik vegetasi, termasuk struktur vertikal, komposisi vegetasi dan konteks lanskap. Penggunaan lahan dapat mempengaruhi burung secara langsung melalui gangguan manusia dan tidak langsung mempengaruhi struktur vegetasi (Stagoll et al., 2013). Struktur vegetasi dapat dibagi ke dalam komponen horizontal dan vertikal dalam dimensi ruang yang secara signifikan dipengaruhi komposisi komunitas burung perkotaan (Yang et al., 2015). Profil habitat dengan menganalisis
struktur
vertikal
dilakukan
secara
deskriptif
dengan
menentukan persentase tutupan (Rodewald et al., 2013). Indeks kepadatan tutupan vegetasi diukur menggunakan GIS dan sebagai indikator yang berkorelasi dengan keanekaragaman jenis vegetasi (Ma et al., 2013). Persentase penutupan tajuk pada berbagai strata habitat yang berbeda cukup akurat berguna dalam menggambarkan distribusi burung. Perkiraan vegetasi mencakup di permukaan tanah (0-1 m), rendah (1-5 m), tingkat menengah (5-20 m), sub kanopi dan kanopi. Kuantifikasi vegetasi sangat sulit sehingga estimasi diperlukan dan penelitian harus dilaksanakan dengan baik sesuai standar antara pengamat yang berbeda. Hubungan distribusi burung langsung ke vegetasi pohon yang terjadi di suatu habitat sangat sulit untuk diidentifikasi dan berkepadatan yang sangat rendah (Bibby et al., 1998).
26
Gambar 3. Struktur vegetasi pohon (Rodewald et al., 2013) Penutupan tajuk (canopy crown) merupakan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh vegetasi dengan luas plot. Luas penutupan tajuk digunakan untuk menentukan dominansi yang diukur berdasarkan estimasi visual dan indeks cover classes. Tabel 5. Indeks persentase penutupan tajuk Braun-Blanquet (1932) No. 1 2 3 4 5
Indeks ≤70 % 70,1-75% 75,2-80% 80,1-85% >85%
Keadaan Iklim Kering Agak Kering Agak Lembab (Sedang) Lembab Basah
Gap Light Analyzer (GLA) adalah perangkat lunak yang mengubah warna dari foto ke hitam dan putih untuk mengukur piksel sebelum perhitungan tutupan tajuk. Kelemahan perangkat ini adalah perhitungan dilakukan secara manual dan interaktif pengguna, nilai kesalahan tergantung pada subjek pengukuran varian. Sensitivitas nilai batas variabel dan pengujian dari nilai transmisi diprediksi berdasarkan tinggi dan rendah nilai ambang masing-masing yang mempengaruhi transmisivitas diprediksi sekitar 10%. Algoritma threshold otomatis berguna untuk memisahkan kanopi pohon dan langit dengan deteksi tepi dan meningkatkan akurasi dari hasil. Tujuan direproduksi dan dipahami ke sejumlah besar gambar dengan mudah menerapkan metode dalam mendefinisikan nilai ambang batas dikembangkan ke dalam program SideLook versi 1.1 (Nobis, 2005).
27
Beberapa perangkat lunak GLA (Gap Light Analyzer) masih menggunakan panduan interaktif thresholding. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan thresholding dapat menjadi sumber kesalahan relevan karena subjektivitas. Konsekuensi yang berbeda, tujuan dan metode dimana operator independen menggantikan thresholding dengan perangkat lunak komersial Winscanopy telah mengembangkan algoritma klasifikasi pixel otomatis dengan biaya mahal (Chianucci & Cutini, 2012). Metode Digital Hemispherical Photo (DHP) berguna untuk mengukur rata-rata ketinggian kanopi masing-masing celah dan jarak horizontal dari celah tepi kanopi ke pusat kesenjangan daerah kanopi. Pengambilan foto setinggi minimal 1 meter di atas permukaan tanah atau vegetasi. Rasio radiasi sinar langsung dan sebaran langit diasumsikan 1 : 1 untuk seluruh jenis vegetasi (Hu et al., 2011). Foto hemisperikal digital diklasifikasikan dalam sejumlah metode-metode. Salah satunya diolah menggunakan program Can-EYE (Weiss & Baret, 2014). Ambang batas otomatis tidak diterapkan untuk foto hemisperikal karena ketidakmampuan algoritma untuk membedakan daerah homogen kanopi dan langit pada foto. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kisaran dinamis antara piksel langit dan kanopi meskipun diambil untuk meminimalkan overexposure dimana hasil pemisahan langit dan kanopi di histogram gambar rendah. Faktor ini dipengaruhi puncak kanopi pohon berganda, langit atau kombinasi keduanya. Keterbukaan kanopi pohon dihitung sebagai proporsi langit piksel terhadap total piksel field of view dalam 180o. Sebagian kecil dari celah foto berbentuk setengah bola diklasifikasikan berasal dari proporsi piksel langit sebagai fungsi sudut pandang zenith (Woodgate et al., 2015). Foto hemisperikal digital menggunakan lensa fisheye beroperasi banyak cara yang sama seperti sebuah densiometer bulat. Ketika kamera perlu sejajar dengan tanah dan dapat mengukur proyeksi vertikal kanopi pohon sehingga memperkirakan tutupan kanopi. Kemampuan mengukur tutupan kanopi membuat penggunaan hemisperikal menarik (Huynh, 2011).
28
Lensa hemisperikal pertama dikembangkan untuk mempelajari pembentukan awan. Pendekatan pertama fotografi fisheye di bidang kehutanan menggunakan fotografi hemisperikal untuk menggambarkan lingkungan cahaya di bawah kanopi hutan. Fotografi fisheye untuk menghitung komponen langsung dan tersebar dari matahari radiasi dari arah langit yang terlihat. Film fotografi hemisherikal telah digunakan dalam jangka waktu yang lama untuk memperkirakan sifat kanopi. Kemajuan dalam teknologi fotografi digital dan software pengolahan gambar telah menyebabkan pembaharuan minat fotografi hemisperikal tidak langsung kuantifikasi kanopi hutan (Chianucci & Cutini, 2012).
2.5. Keanekaragaman Burung Burung mempunyai peranan penting dalam membantu mengontrol populasi serangga, membantu penyerbukan biji, membentuk regerasi hutan dan pemencaran biji. Burung dapat dijadikan indikator lingkungan karena bagian dari komponen alam terdekat. Kemampuan suatu area yang mampu menampung burung ditentukan luasan, komposisi dan struktur vegetasi, jumlah tipe ekosistem, keamanan dan luasan area (Hernowo & Lilik, 1989). Laju perpindahan spesies antar patch ditentukan oleh seberapa dekat atau bagaimana patch terpisah. Patch yang berjauhan dari patch lainnya tidak akan mengalami pertukaran individu dan populasi kecil yang tersisa dalam patch akhirnya akan mengalami kepunahan. Patch yang berdekatan satu sama lain memberikan habitat lebih baik dari pada patch yang terisolasi walaupun memiliki ukuran yang sama. Elemen lanskap seperti padang rumput, hutan atau jalan setapak yang disukai oleh burung akan membuat perpindahan terus-menerus jika heterogen karena tidak ada penghalang atau area yang tidak cocok menurunkan organisme (Forman & Godron, 1986).
29
Penyebaran burung dipengaruhi kesesuaian lingkungan dan seleksi alam (Pergola dkk., 2013). Kehilangan habitat secara keseluruhan memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding fragmentasi habitat dalam distribusi dan kelimpahan burung. Keragaman burung terutama hubungan positif dengan kepadatan tepi pada skala asosiasi spesies spesialis lebih tinggi dibanding generalis. Kepadatan tepi menunjukkan lemah pada keragaman burung tetapi berasosiasi dengan faktor positif (Carrara et al., 2015). Kemampuan penyebaran satwa dapat mengubah kebiasaan menurut kebutuhan sumber daya yang dapat meningkatkan asimetri antar patch (Kadoya & Washitani, 2012). Spesies burung yang berada di habitat terbuka lebih sensitif terhadap perubahan kondisi iklim dari spesies yang berada di hutan bersifat permanen (Kosicki & Chylarecki, 2012). Perbedaan komposisi dan kepadatan burung di tepi dibandingkan inti mencerminkan perbedaan dalam selektivitas makanan. Ukuran kanopi vegetasi dan ukuran pohon sebagai penutup dari cuaca ekstrim, predator dan perlindungan di musim kawin terutama di lingkungan perkotaan di mana suatu spesies yang bersaing dengan spesies lain untuk mendapatkan sumber daya perkotaan terutama makanan dan ancaman dari rantai makanan (Idilfitri et al., 2014). Pengamatan burung di taman rekreasi dan vegetasi jalan terdapat pohon dijaga untuk ketersediaan makan, bertengger dan bersarang (Barth et al., 2015). Perbedaan komposisi dengan spesies lain menunjukkan nilai kesamaan lebih rendah dengan komunitas perkotaan (MacGregor-Fors & Ortega-Álvarez, 2011). Point count per satuan waktu lebih relatif efisien dibanding teknik lain. Distribusi burung yang menyebar terpisah dengan jarak 200 sampai dengan 300 meter antara titik sampling dalam kondisi lingkungan yang sama (Bibby et al., 1998). Pertimbangan metode point count yaitu titik penting terutama dalam mengembangkan hubungan habitat burung. Tidak ada aturan yang tetap untuk point count, tetapi pemikiran yang cermat perlu dalam pengukuran jarak burung dan bias pengamat dimana jumlah kunjungan sebanyak 3 kali (minimum standar) selama 5-7 menit (Morisson, 2002).
30
Pengukuran keanekaragaman burung perkotaan menggunakan indeks keanekaragaman
yaitu
menentukan
nilai
indeks
keanekaragaman,
keseimbangan kekayaan dan kompleksitas spesies burung dihitung dengan persamaan Shannon & Weaver (Pielou, 1966) dalam (Margalef, 1968): ni ni H' = - ∑ � � × ln � � N N
Keterangan : H’ = indeks keanekaragaman spesies ni = jumlah burung spesies ke-i N = jumlah total burung
Tabel 6. Indeks keanekaragaman Shannon menurut Margalef (1968) No. 1 2 3
(Kim et al., 2012).
ID Shannon <1,5 1,5-3,5 >3,5
Keanekaragaman Rendah Sedang Tinggi
BAB III I METO ODE PEN NELITIA AN
3.1. Lokaasi dan Waaktu Penelittian Penelitiann ini dilakuukan di 45 unit u sampel dari 95 ruaang terbuka hijau Sumatera Utara, 20114) yang dipilih (Dinaas Tata Ruuang dan Pemukiman P d berdaasarkan plottting di petaa administraasi kota skaala 1:10.0000 dan tersebbar di Kota Medan, Proovinsi Sumaatera Utara. Penelitian ini dilaksan nakan pada bulan b Septeember samppai dengan Oktober O 20115.
Gaambar 4. Petta lokasi peenelitian 31
32
3.2. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Light meter dipergunakan untuk mengukur intensitas cahaya b. Thermohygrometer dipergunakan untuk mengukur temperatur udara dan kelembaban c. Roll meter dipergunakan untuk menentukan jarak d. Kamera Digital Single Lens Reflector (DSLR) dan lensa 180o (fisheye) e. Alat tulis dipergunakan untuk mencatat data lapangan f. Binokuler dipergunakan untuk mengamati burung g. GPS receiver dipergunakan untuk menentukan titik koordinat lokasi h. Laptop dipergunakan untuk mengolah data hasil pengukuran. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Peta administrasi untuk melihat lokasi penyebaran ruang terbuka hijau b. Buku pengenalan jenis MacKinnon (1993) untuk mengidentifikasi burung c. Citra satelit Google Earth untuk menentukan lokasi ruang terbuka hijau d. Global Mapper dan ArcView GIS 10.2 untuk mengolah data spasial e. Patch Analyst 5 untuk mengukur matrix struktur lanskap f. Gap Light Analyzer (GLA) 2.0 untuk mengukur % penutupan tajuk g. SPSS 22 untuk mengolah data statistik. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer yang dibutuhkan berupa luas setip ruang terbuka hijau, iklim mikro, persentase penutupan tajuk serta jumlah dan jenis burung sedangkan data sekunder yang dibutuhkan berupa studi pustaka ilmiah dan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Medan. 3.3. Prosedur Penelitian Pemilihan ruang terbuka hijau yang dijadikan sebagai unit sampel penelitian memiliki syarat luas ruang terbuka hijau > 0,25 hektar dipilih secara purposive sampling. Plot pengamatan iklim mikro, % penutupan tajuk dan burung menggunakan metode titik hitung (point count) secara sistematis dengan bentuk plot bulat sirkular jari-jari 25 meter dengan jarak 200 meter.
33
25 m
200 m
50 m
200 m
Gambar 5. Plot pengamatan metode point count (Bibby et al., 1998) 3.2.1. Struktur Lanskap Komposisi lanskap ruang terbuka hijau diambil titik koordinat di lapangan menggunakan GPS receiver dan proses digitasi di Google Earth dan disimpan dalam bentuk kml data (*kml/kmz). Dengan bantuan Global Mapper mengkonversi dari kml/kmz menjadi shapefile untuk bisa ditampilkan dan diolah dalam ArcView GIS 10.2 yang kemudian dianalisis menggunakan program extension Patch Analyst 5 untuk mengukur statistik konfigurasi lanskap yang diklasifikasikan ke dalam lima parameter matrix yaitu mean patch size (MPS), total edge (TE), edge density (ED), mean shape index (MSI), mean patch fractal dimension (MPFD) dan pengolahan data menggunakan microsoft excel dalam bentuk tabulasi data. 3.2.2. Iklim Mikro Pengukuran temperatur udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya menggunakan thermohygrometer dan light meter dilakukan pada siang hari (12.00-14.00) WIB dengan pertimbangan diperoleh hasil temperatur maksimal dan kelembaban minimum sebanyak tiga kali ulangan pada waktu cerah. Indeks kenyamanan (IK) diperoleh dari hasil pengukuran temperatur udara dan kelembaban dimana pengolahan data menggunakan microsoft excel dalam bentuk tabulasi data. 3.2.3. Persentase Penutupan Tajuk Pengukuran penutupan tajuk dilakukan dengan pengambilan data digital hemispherical photo dilakukan dengan menggunakan kamera yang dilengkapi lensa 180o (fisheye) diletakkan di ketinggian 1,3 meter di atas
25 m
34
permukaan tanah secara vertikal dalam pengambilan foto automatic exposure secara menyeluruh. Hasil foto kemudian diolah menggunakan perangkat lunak Gap Light Analyzer (GLA) 2.0 diperoleh keterbukaan tajuk untuk menentukan persentase tutupan tajuk. Pengolahan data menggunakan microsoft excel dalam bentuk tabulasi data. 3.2.4. Keanekaragaman Burung Pengamatan dilakukan pada pagi (06.00 - 08.00) WIB dan sore (16.00-18.00) WIB pada cuaca cerah. Pada setiap titik pengamatan dicatat spesies burung dalam radius titik sampel 50 meter dengan durasi 10 menit (Lee & Carroll, 2014). Keberadaan burung diketahui melalui penampakan langsung dan suara yang kemudian menggunakan buku panduan pengenalan jenis burung MacKinnon (1993) dan binokuler menentukan jenis burung dan nilai indeks keanekaragaman di ruang terbuka hijau. 3.5.5. Analisis Hubungan struktur lanskap dengan tingkat kenyamanan ruang terbuka hijau dianalisis dengan korelasi kanonik (SAS, 1988) persamaan: Wm = am1 X1 + am2 X2 + … + amp Xp Vm = bm1 Y1 + bm2 Y2 + … + bmq Yq Keterangan : W m , V m = Variat kanonik a mp, b m = Koefisien kanonik X = [Mean patch size (X 1 ), total edge (X 2 ), edge density (X 3 ), mean shape index (X 4 ) dan mean patch fractal dimension (X 5 )] Y = [Suhu udara (Y 1 ), kelembaban udara (Y 2 ), intensitas cahaya (Y 3 ), indeks kenyamanan (Y 4 ), persentase tutupan tajuk (Y 5 ) dan indeks keanekaragaman burung perkotaan (Y 6 )] Analisis korelasi kanonik dilakukan dengan bantuan software SPSS 22. Tabel 7. Kriteria menentukan tingkat hubungan korelasi (SAS, 1988) Interval Koefisien 0,0 – 0,199 0,2 – 0,399 0.4 – 0,599 0,6 – 0,799 0,8 – 1,0
Tingkat Hubungan Sangat Lemah Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat
35
Foto kota Medan dari citra satelit Google Earth Digitasi Peta ruang terbuka hijau kota Medan Export ke ArcView GIS 10.2 Extension Patch Analyst 5
Komposisi lanskap
Konfigurasi lanskap
Aspek ekologis
Temperatur udara Kelembaban Intensitas cahaya Indeks kenyamanan
Persentase penutupan tajuk
Keanekaragaman burung
Analisis
Analisis korelasi kanonik
Kesimpulan Gambar 6. Tahapan prosedur penelitian
BAB IV I HASIL DAN PEM MBAHAS SAN
4.1. Struk ktur Lansk kap jalur Hasil pengukuran komposisi k r ruang terbu uka hijau didominasi d hijau (JH) yaituu 42,92%. Luas L tamann kota (TK K) dan hutaan kota (HK K) di kawaasan padat hanya men ncapai 7,322% dan 27 7,34% yangg tersebar tidak meratta. Luas peekarangan (P PK), lapanggan olahragga (LO), peemakaman (PM), ( dan sempadan s s sungai (SS)) sekitar 4,88%, 5,15% %, 3,32% dan d 7,48% yang terseb bar di sekittar kawasann pemukim man sedangkkan kebun (KB) beraada di sekitaar tepi hutann sekitar 1,660% dari luaas total 2055,36 hektar disajikan d paada: Ko omposisi ruaang terbuka hijau h Laapangan Pemakamaan Olah hraga 10.57 Sempadan h atau ha ungai 15.35 ha 6.81 ha ataau Su 5 5.15% 3.32% Pekaarangan atau 10.022 ha atau 7.48% 4.88% Jaluur Hijau 88.155 ha atau 42 2.92%
Keebun 3.28 ha atau 1.6% Taman K Kota 15.03 ha atau 7.32% %
Huutan Kota 56..16 ha atau 27.34%
Gambbar 7. Kompposisi ruang g terbuka hiijau di kota Medan Hasil penngukuran matrix m lanskkap ruang terbuka hijjau dengann luas 205,336 hektar diimana secarra keseluruhhan diperoleh rata-rataa dari 45 paatches dengaan total eddge yaitu 88291,95 8 m meter dan edge densiity yaitu 4221,35 meterr/hektar. Juumlah dari keseluruhaan patch diiperoleh meean shape index yaitu 123,86, mean patch size s yaitu 209,54 2 hekttar dan mean patch fractal fr dimennsion) yaituu 63,53. 36
37
Tabel 8. Pengukuran rata-rata dan standar deviasi struktur lanskap RTH Mean Patch Size
Total Edge
Edge Density
Kelas
TK HK JH PK LO SS PM KB
Ratarata 3.01 20.11 8.32 2.85 3.52 5.12 2.27 3.28
SD 1.12 10.55 0.83 3.06 1.37 3.52 0.66 0
Ratarata 1368.49 2326.9 2651.18 863.92 822.49 1520.38 769.41 886.63
SD 1161.02 30.7 1557.65 321.21 198.78 466.7 78.37 0
Ratarata 6.53 11.1 12.65 4.12 3.92 7.26 3.67 4.23
SD 5.54 0.15 7.43 1.53 0.95 2.22 0.37 0
Mean Shape Index Ratarata 2.08 1.62 3.73 1.69 1.25 2.17 1.46 1.38
SD 1.3 0.57 1.41 0.28 0.09 0.52 0.12 0
Hasil pengukuran mean patch size (MPS) yang terbesar pada hutan kota yaitu 27,59 hektar dan terkecil pada jalur hijau yaitu 0,83 hektar (Lampiran 1). Ruang terbuka hijau yang terpecah dalam ukuran patches hutan yang kecil kurang baik untuk konservasi keanekaragaman hayati khususnya satwaliar dimana dalam perencanaan memerlukan luasan minimum untuk dijadikan sebagai habitat. Ruang terbuka hijau dengan ukuran patch besar memiliki potensi yang lebih besar juga terdapat struktur vegetasi dengan stratifikasi tajuk yang berbeda-beda untuk mengakomodasi spesies, nutrisi dan energi. Jarak antar patches ruang terbuka hijau dan areal pinggiran perkotaan dengan daerah alami dapat meningkatkan kekayaan suatu spesies. Pengukuran mean patch size ini dapat dijadikan sebagai indikator lanskap mendasar dalam menilai kualitas ekologi (Tian et al., 2014) seperti tingkat kenyamanan suatu ruang terbuka hijau perkotaan. Berdasarkan Tabel 8 diperoleh mean patch size rata-rata terluas pada hutan kota 20,11 hektar dan tersempit pada pemakaman 2,27 hektar sedangkan standar deviasi terluas pada hutan kota 10,55 hektar dan tersempit pada kebun 0 hektar. Luasan hutan kota dan jalur hijau pada umumnya ratarata masih dominan ditemukan di pusat atau pinggir perkotaan dengan penyebaran hampir merata dapat dijadikan sebagai daerah penyangga. Hasil pengukuran standar deviasi dapat menggambarkan tingkat penyebaran data pengukuran di lapangan.
Mean Patch Fractal Dimension RataSD rata 1.36 0.09 1.29 0.07 1.48 0.07 1.37 0.07 1.29 0.02 1.39 0.09 1.33 0.03 1.31 0
38
Gambar 8. Mean patch size setiap kelas ruang terbuka hijau Hasil pengukuran total edge (TE) yang terpanjang adalah pada jalur hijau yaitu 7172,41 meter dan yang terpendek pada lapangan olahraga yaitu 608,12 meter (Lampiran 1). Selain faktor ukuran dan jarak, semakin panjang tepi dapat menginterpretasikan bentuk patch yang semakin tidak beraturan dan mempengaruhi interaksi antara ruang terbuka hijau dengan lingkungan ekologi. Panjang tepi mempengaruhi distribusi dan ketersediaan sumberdaya bagi burung perkotaan karena pemangsa dan parasit banyak terdapat di daerah tepi. Iklim mikro tidak terlalu berpengaruh di bagian tepi disebabkan tingkat kerapatan vegetasi menentukan iklim dengan indikator tertentu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa total edge mempengaruhi tingkat kenyamanan di lingkungan sekitar tepi dimana jalan dan bangunan yang berada disekitar tepi dapat terlindung dari sinar matahari yang berlebihan. Berdasarkan Tabel 8 diperoleh total edge rata-rata terpanjang pada jalur hijau 2651,18 meter dan terpendek pada pemakaman 769,41 meter sedangkan standar deviasi terpanjang pada jalur hijau 1557,65 meter dan terpendek pada kebun 0 meter. Bentuk jalur hijau yang memanjang umumnya terdapat panjang tepi yang luas mengakibatkan rendahnya keanekaragaman burung dan tingkat kebisingan lebih tinggi di bagian tepi ruang terbuka hijau. Nilai standar deviasi ini sangat tinggi dibanding parameter lainnya karena panjang tepi di suatu areal yang tidak bervegetasi mengakibatkan peningkatan tingkat penyimpangan data yaitu melebihi 20%.
39
Gambar 9. Total edge setiap kelas ruang terbuka hijau Hasil pengukuran edge density (ED) terbesar pada ruang terbuka hijau adalah jalur hijau yaitu 34,23 meter/hektar dan terkecil pada lapangan olahraga yaitu 2,90 meter/hektar (Lampiran 1). Semakin tinggi edge density dan mempengaruhi tingkat kenyamanan ruang terbuka hijau seperti derajat penyinaran matahari pada areal tepi dan interior. Penutupan vegetasi yang rapat dapat membentuk iklim mikro sehingga tingkat kenyamanan membaik. Berdasarkan Tabel 8 diperoleh edge density rata-rata tertinggi pada jalur hijau 12,65 meter/hektar dan terendah pada pemakaman 3,67 meter/hektar sedangkan standar deviasi tertinggi pada jalur hijau 7,43 meter/hektar dan terendah pada kebun 0 meter/hektar. Besarnya edge density dipengaruhi resolusi dari gambar dimana semakin halus maka semakin besar panjang dan kerapatan tepi (McGarigal & Marks, 1995).
Gambar 10. Edge density setiap kelas ruang terbuka hijau
40
Hasil pengukuran mean shape index (MSI) terbesar pada jalur hijau yaitu 7,05 dan yang terkecil pada lapangan olahraga yaitu 1,17 (Lampiran 1) dimana nilai ini menentukan kompleksitas bentuk patch dimana bersifat relatif terhadap bentuk lingkaran atau bujur sangkar. Menurut pernyataan McGarigal & Marks (1995), bentuk nilai yang lebih dari 1 berbentuk tidak beraturan dan nilai indeks sama dengan 1 jika semua patches berbentuk lingkaran atau bujur sangkar serta indeks bentuk ideal adalah 1 berbentuk lingkaran sempurna. Nilai indeks telah diterapkan untuk menilai pola ekologi lanskap dan prosesnya. Hal ini berarti semakin tinggi nilai suatu kelas penutupan lahan maka semakin kompleks bentuk-bentuk patches-nya dan semakin besar tepinya dapat berakibat buruk karena mengurangi luas habitat. Bentuk ruang terbuka hijau mempengaruhi tingkat kenyamanan tergantung distribusi dan komposisi vegetasi yang terdapat didalamnya. Berdasarkan Tabel 8 diperoleh mean shape index rata-rata tertinggi pada jalur hijau 3,73 dan terendah pada lapangan olahraga 1,25 sedangkan standar deviasi tertinggi pada jalur hijau 1,41 dan terendah pada kebun 0. Niali standar deviasi dapat mengetahui seberapa besar penyimpangan data dengan nilai rata-rata hitungnya.
Gambar 11. Mean shape index setiap kelas ruang terbuka hijau
41
Hasil pengukuran mean patch fractal dimension (MPFD) terbesar pada jalur hijau yaitu 1,57 dan yang terkecil pada hutan kota yaitu 1,24 dimana nilai ini menggambarkan ukuran kompleksitas bentuk patch. Dari hasil analisis diperoleh nilai yang umumnya mendekati satu untuk bentuk dengan keliling sederhana sedangkan mendekati dua berbentuk lebih kompleks (McGarigal & Marks, 1995). Karakteristik bentuk yang rumit menghubungkan ruang terbuka hijau membentuk multifungsi dan koridor dan meningkatkan kedekatan ekosistem (Tian et al., 2014). Selain itu, nilai ini juga berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan terutama keadaan temperatur uadara dan kelembaban di bawah tajuk yang rapat. Berdasarkan Tabel 8 diperoleh mean patch fractal dimension rata-rata tertinggi pada jalur hijau 1,48 dan terendah pada hutan kota dan lapangan olahraga 1,26 sedangkan standar deviasi tertinggi pada taman kota dan sempadan sungai 0,09 dan terendah pada kebun 0. Jalur hijau dan hutan kota yang terdapat di lokasi penelitian pada umumnya berbentuk tidak beraturan dan kompleks.
Gambar 12. Mean patch fractal dimension setiap kelas ruang terbuka hijau Matrix lanskap selalu bersifat tidak stabil dan keanekaragaman burung melimpah pada sebagian ruang terbuka hijau yang diukur. Sedangkan nilai standar deviasinya nol maka menggambarkan data pengamatan homogen atau sejenis dimana semua data memiliki nilai yang sama persis.
42
Berdasarkan Tabel 8 maka rata-rata dan standar deviasi dari kelima parameter matrix suatu lanskap dapat disajikan pada: Struktur lanskap ruang terbuka hijau 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Rata-rata
Stadev
Rata-rata
Mean Patch Size
Stadev
Rata-rata
Total Edge
Taman Kota Lap. Olahraga
Stadev
Rata-rata
Stadev
Rata-rata
Stadev
Edge Density
Mean Shape Index Mean Patch Fractal Dimension Jalur Hijau Pekarangan Pemakaman Kebun
Hutan Kota Sem. Sungai
Gambar 13. Struktur lanskap ruang terbuka hijau 4.2. Iklim Mikro Pengukuran rataan dan standar deviasi tingkat kenyamanan ruang terbuka hijau meliputi iklim mikro (temperatur udara, kelembaban udara, intensitas cahaya dan indeks kenyamanan), persentase penutupan tajuk dan keanekaragaman burung disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengukuran rata-rata dan standar deviasi tingkat kenyamanan RTH Kelas
TK HK JH PK LO SS PM KB
Temperatur Udara
Kelembaban
Ratarata 32.6 31.35 35.43 31.9 33.24 34.43 33.79 34.22
Ratarata 66.8 71.41 52.32 67.22 61.78 56.22 58.22 52.67
SD 1.65 0.98 0.78 1.18 2.93 1.49 0.67 0
SD 6.92 3.86 3.7 8.69 13.93 3.72 3.89 0
Intensitas Cahaya Ratarata 614.77 527.12 788.01 567 632.17 740.06 627.06 797.83
SD 28.36 13.39 61.65 46.62 196.35 98.25 130.04 0
Indeks Kenyamanan Ratarata 30.42 29.55 32.05 29.8 30.65 31.41 30.97 30.98
SD 1.09 0.69 0.47 0.57 1.84 1.09 0.36 0
Persentase Penutupan Tajuk RataSD rata 86.13 4.93 83.1 10.3 88.49 4.45 85.94 2.09 75.38 2.51 82.67 2.55 85.29 7.01 83.16 0
Indeks Keanekaragaman Burung RataSD rata 0.34 0.03 0.32 0.08 0.24 0.06 0.28 0.57 0.23 0.06 0.36 0.01 0.32 0.05 0.37 0
43
Hasil pengukuran temperatur udara tertinggi pada jalur hijau yaitu o
36,59 C dan temperatur udara terendah pada lapangan olahraga yaitu 29,87oC (Lampiran 13). Pengukuran temperatur udara pada siang hari dengan pertimbangan diperoleh suhu maksimal karena penyinaran maksimal ke bumi. Hasil pengukuran temperatur udara berkisar 29,87-36,59oC yang menggambarkan iklim sangat panas yaitu >31,1oC (Kartasapoetra, 1868). Tinggi rendahnya temperatur udara dipengaruhi % penutupan tajuk dimana adsorbsi radiasi secara penuh mencapai ke permukaan menghalangi uap dan pendinginan karena evaporasi tidak dapat terjadi dari tanah. Keberadaan ruang terbuka hijau dan vegetasi yang rapat dapat memperbaiki tingkat kenyamanan yang mengurangi jumlah radiasi gelombang panjang kembali terpancar. Kuttler (1993), temperatur udara lebih rendah di dalam taman dibanding daerah terbangun tetapi berkurang di zona transisi di luar taman. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh temperatur udara rata-rata tertinggi pada hutan kota 35,43oC dan terendah pada hutan kota 31,35oC sedangkan standar deviasi tertinggi pada lapangan olahraga 2,93oC dan terendah pada kebun 0oC. Temperatur udara rata-rata di ruang terbuka hijau melebihi dari temperatur maksimum di kota Medan yang berkisar antara 30,2-32,5oC (Badan Pusat Statistik, 2014). Dalam mengatasi permasalahan ini pemerintah kota harus menambah jumlah ruang terbuka hijau dengan jenis vegetasi peneduh dan penyerap polutan tinggi seperti pohon trembesi (Albizia saman).
Gambar 14. Temperatur udara setiap kelas ruang terbuka hijau
44
Hasil pengukuran diperoleh kelembaban tertinggi pada lapangan olahraga yaitu 77,67% dan kelembaban terendah pada jalur hijau yaitu 45% (Lampiran 13). Pertimbangan pengukuran kelembaban pada siang hari agar diperoleh kelembaban minimum. Hasil pengukuran kelembaban masih berada dalam range yang normal yaitu 45,00-77,67% menggambarkan keadaan iklim yang kering yaitu ≤70% (Kartasapoetra, 1868). Turbulensi angin yang lebih kecil di bawah tajuk menyebabkan massa udara yang mengandung uap air tidak dapat bergerak secara cepat akan mempunyai kelembaban maksimum. Hal ini sesuai dengan Grey & Deneke (1986), kelembaban tinggi dan evaporasi lebih rendah terjadi di bawah tajuk rapat. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh kelembaban rata-rata tertinggi pada hutan kota 71,41% dan terendah pada jalur hijau 52,32% sedangkan standar deviasi tertinggi pada lapangan olahraga 13,93% dan terendah pada kebun 0%. Pengukuran kelembaban dilakukan pada siang hari bersamaan dengan pengambilan data temperatur udara dan intensitas cahaya dimana keadaan cuaca yang tidak stabil mengakibatkan hasil yang diperoleh terjadi bias. Faktor cuaca ini dapat dihindari dengan pengambilan data pada hari cerah dalam interval waktu tertentu. Standar deviasi ini dapat memprediksi ukuran variasi data pengukuran.
Gambar 15. Kelembaban setiap kelas ruang terbuka hijau
45
Hasil pengukuran diperoleh intensitas cahaya tertinggi pada jalur hijau yaitu 877,83 lux dan intensitas cahaya terendah pada jalur hijau yaitu 488,17 lux (Lampiran 13). Perbedaan intensitas cahaya suatu ruang terbuka hijau dengan lainnya dipengaruhi jumlah radiasi matahari yang diterima oleh bumi bergantung pada jarak dari matahari dan lamanya penyinaran matahari dan atmosfer. Grey & Deneke (1986), jenis pohon, semak dan rumput memperbaiki temperatur udara dalam lingkungan perkotaan melalui pengontrolan terhadap radiasi matahari tergantung pada kerapatan dedaunan, bentuk daun dan percabangan. Pemilihan jenis vegetasi dapat menciptakan tingkat kenyamanan di suatu ruang terbuka hijau perkotaan terutama di areal rekreasi dan perkantoran. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh intensitas cahaya rata-rata tertinggi pada kebun 797,83 lux dan terendah pada hutan kota 527,12 lux sedangkan standar deviasi tertinggi pada lapangan olahraga 196,35 lux dan terendah pada kebun 0 lux. Ruang terbuka hijau yang memiliki komposisi vegetasi yang rapat akan lebih nyaman dibanding vegetasi tidak rapat. Nilai standar deviasi intensitas cahaya seharusnya tidak melebihi 20% yang sangat tinggi yang disebabkan faktor radiasi matahari memiliki ruang yang besar di dalam suatu ruang terbuka hijau.
Gambar 16. Intensitas cahaya setiap kelas ruang terbuka hijau
46
Hasil pengukuran diperoleh indeks kenyamanan terbesar pada jalur hijau yaitu 33,30 dan terkecil pada lapangan olahraga yaitu 28,53 (Lampiran 13). Indeks kenyamanan dipengaruhi kerapatan vegetasi dan keadaan lingkungan sekitar ruang terbuka hijau seperti suhu udara, kelembaban udara, angin, kondisi awan dan intensitas cahaya matahari. Hasil pengukuran indeks kenyamanan diperoleh dari thermal humidity index berkisar 28,53-33,30 yang menunjukkan keadaan sangat tidak nyaman pada siang hari yaitu >26 (Nieuwolt, 1975). Tingkat kenyamanan yang diukur di ruang terbuka hijau umumnya hanya memprediksi tingkat kenyamanan suatu areal berdasarkan faktor eksternal yang berasal dari iklim mikro dan lingkungan. Faktor internal pada setiap individu yang secara langsung dapat merasakan keadaan nyaman atau tidaknya suatu ruang terbuka hijau perkotaan berbeda-beda antar individu bersifat subyektif yang dipengaruhi faktor umur dan aktivitas. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh indeks kenyamanan rata-rata tertinggi pada jalur hijau 32,05 dan terendah pada hutan kota 29,55 sedangkan standar deviasi tertinggi pada lapangan olahraga 1,84 dan terendah pada kebun 0. Semakin besar nilai standar deviasi menggambarkan semakin menyebarnya data pengamatan dan memiliki kecenderungan setiap data berbeda satu sama lain.
Gambar 17. Indeks kenyamanan setiap kelas ruang terbuka hijau
47
4.3. Persentase Penutupan Tajuk Jenis pohon yang diperoleh dari pengukuran di lapangan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Jenis pohon di ruang terbuka hijau kota Medan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis Pohon Angsana (Pterocarpus indicus) Mahoni (Swietenia mahogani) Jati (Tectona Grandis) Krepayung (Filicium desipiens) Johar (Cassia siamea)
Tanjung (Mimusops elengi) Asam Jawa (Tamarindus indica) Kamboja (Plumeria acuminata) Waru (Hibiscus tiliaceus) Pulai (Alstonia scholaris) Glodokan (Polyalthia longifolia) Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) Sengon (Paraseriantes falcataria) Petai Cina (Leucanena leucocephala) Mangga (Mangifera indica)
Hasil pengukuran diperoleh persentase penutupan tajuk terbesar terdapat pada jalur hijau yaitu 96,04% dan terkecil pada lapangan olahraga yaitu 72,89% (Lampiran 14). Pengukuran persentase penutupan tajuk ratarata menggambarkan iklim basah nilai indeksnya >85% (Braun-Blanquet, 1932). Penutupan tajuk merupakan proporsi belahan antara luas tempat yang ditutupi oleh vegetasi dengan luas areal plot. Analisis persentase penutupan tajuk diperoleh dari perangkat lunak Gap Light Analyzer 2.0 dalam bentuk digital hemispherical photo. Output yang diperoleh dari software ini adalah persentase keterbukaan tajuk dimana selisih dari pengurangan 100% diperoleh persentase penutupan tajuk. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh persentase penutupan tajuk rata-rata tertinggi pada jalur hijau 88,49% dan terendah pada sempadan sungai 82,67% sedangkan standar deviasi tertinggi pada taman kota 4,93% dan terendah pada kebun 0%. Pengukuran persentase penutupan tajuk di lapangan mempunyai
kendala
yaitu
percabangan
pohon
yang
tidak
teratur
mengakibatkan pengambilan foto tajuk tidak seluruhnya tampak. Hal ini
48
terjadi bias dan kesalahan dari peneliti (human error) sangat disadari dalam pengukuran di lapangan. Standar deviasi persentase penutupan tajuk ini umumnya dibawah 10% yang berarti data terdistribusi normal.
Gambar 18. Persentase penutupan tajuk setiap kelas ruang terbuka hijau 4.4. Burung Jenis burung yang ditemukan di kota Medan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Jenis burung di ruang terbuka hijau kota Medan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Spesies Burung Gereja (Passer montanus) Merpati Kipas (Columba domestica) Kucica Kampung (Copsychus saularis) Prenjak Coklat (Prinia polychroa) Cekakak Sungai (Halcyon chloris) Cabe Merah (Dicaeum cruentatum) Gelatik Batu Kelabu (Parus major) Prenjak Jawa (Prinia familiaris) Betet Biasa (Lanius schach) Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus) Kutilang (Pycnonotus aurigaster) Cinenen Kelabu (Orthotomus ruficeps) Punai Gading (Macropygia ruficeps) Pelatuk (Dinopium javanense) Srigunting Batu (Dicrurus paradiseus) Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis) Layang-Layang (Hirundo rustica) Madu Belukar (Hypogramma hypogrammicum) Cipoh Kacat (Aegithina tiphia) Madu Kelapa (Anthreptes malacensis) Madu Sriganti (Nectarinia jugularis) Bondong Jawa (Lonchura leucogastroides)
49
Hasil pengukuran indeks keanekaragaman burung di patch skala kelas ruang terbuka hijau tertinggi di hutan kota dan pekarangan yaitu 0,37 dan terendah pada jalur hijau 0,14. Indeks keanekaragaman burung berkisar antara 0,14-0,37 menggambarkan keseimbangan kekayaan, keanekaragaman dan kompleksitas burung rendah (Margalef, 1968). Nilai indeks semakin tinggi jika bertambahnya tipe patch secara proporsional dengan distribusi patch (McGarigal & Marks, 1995). Berdasarkan Tabel 9 diperoleh indeks keanekaragaman burung ratarata tertinggi pada kebun 0,37 dan terendah pada lapangan olahraga 0,23 sedangkan standar deviasi tertinggi pada pekarangan 0,57 dan terendah pada kebun 0. Pengamatan burung di lapangan membutuhkan ketelitian dalam mengidentifikasi jenis dan menghitung jumlah kehadiran burung di ruang terbuka hijau. Data yang diperoleh di lapangan tidak cukup menggambarkan keadaan keanekaragaman burung dan umumnya perlu bersifat eksploratif.
Gambar 19. Indeks keanekaragaman burung setiap kelas ruang terbuka hijau Kehadiran spesies burung pada suatu habitat berhubungan dengan struktur vertikal dan komposisi vegetasi dimana bentuk stratifikasi kanopi rapat pada habitat patch maka keanekaragaman spesies burung di dalamnya tinggi. Stagoll et al. (2011), penggunaan ruang terbuka hijau dapat mempengaruhi penyebaran burung secara langsung melalui gangguan manusia dan tidak langsung mempengaruhi struktur vegetasi. Perpindahan spesies antar patch ditentukan oleh seberapa dekat atau bagaimana patch
50
terpisah dimana patch yang berjauhan dari patch lainnya tidak akan mengalami pertukaran individu dan populasi kecil yang tersisa dan mengalami kepunahan sedangkan patch yang berdekatan satu sama lain memberikan habitat lebih baik dari pada patch yang terisolasi walaupun memiliki ukuran yang sama. Ruang terbuka seperti pekarangan, taman dan hutan kota yang disukai burung mengalami perpindahan antar patch secara asimetri (Kadoya & Washitani, 2012) sehingga tingkat keanekaragaman dan distribusi burung perkotaan merata. Spesies burung di habitat terbuka umumnya lebih sensitif terhadap perubahan kondisi iklim dibanding spesies di hutan alam yang bersifat permanen (Kosicki & Chylarecki, 2012). Tingkat Kenyamanan
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Rata-rata Stadev Rata-rata Stadev Rata-rata Stadev Rata-rata Stadev Rata-rata Stadev Rata-rata Stadev Temperatur Udara
Taman Kota Lap. Olahraga
Kelembaban
Intensitas Cahaya
Hutan Kota Sem. Sungai
Indeks Kenyamanan
% Penutupan Tajuk
Jalur Hijau Pemakaman
Indeks Keanekaragaman Burung Pekarangan Kebun
Gambar 20. Tingkat kenyamanan ruang terbuka hijau 4.5. Korelasi Struktur Lanskap terhadap Tingkat Kenyamanan RTH Hubungan struktur lanskap ruang terbuka hijau terhadap tingkat kenyamanan dianalisis dengan analisis korelasi kanonik dengan menentukan variabel yang memiliki pengaruh paling kuat dalam upaya meningkatkan indeks kenyamanan di kota Medan. Sebelum dilakukan uji korelasi kanonikal dilakukan uji normalitas dan uji korelasi untuk melihat adanya penyimpangan multikolinieritas.
51
Uji Normalitas Uji normalitas terhadap kesembilan variabel dengan menggunakan plot distribusi normal dan uji Kolmogorof-Smirnov pada taraf nyata 0,05 atau galat 5%. Hasil uji ini diperoleh sebaran tidak normal (Lampiran 16) dan harus dilakukan transformasi 1/sqrt (Lampiran 17) untuk mendapatkan sebaran normal dimana nilai p > 0,05 dan jika data sebaran masih tidak normal masih bisa dilakukan ke tahap pengujian selanjutnya. Sebaran yang tidak normal ini umumnya berasal dari nilai ekstrim (tertinggi dan terendah). Uji Korelasi Uji korelasi dengan melakukan analisis korelasi-regresi linier dengan berturut-turut menggunakan Y 1 , Y 2 , Y 3 , Y 4 , Y 5 dan Y 6 sebagai variabel tidak bebas sedangkan variabel yang lain (X 1 , X 2 , X 3 , X 4 dan X 5 ) digunakan sebagai variabel bebas. Cara mengatasi multikolinieritas adalah tidak mengikutsertakan salah satu variabel yang kolinier (Nachrowi, 2008). Hasil uji korelasi antara kedua variabel ini disajikan pada Tabel 12 dan 13. Tabel 12. Uji korelasi variabel tingkat kenyamanan ruang terbuka hijau Variabel Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6
Y1 1.000 -.956** .684** .989** .212 -.339*
Y2 -.956** 1.000 -.692** -.914** -.202 .310*
Y3 .684** -.692** 1.000 .677** .229 -.159
Y4 .989** -.914** .677** 1.000 .208 -.320*
Y5 .212 -.202 .229 .208 1.000 -.197
Y6 -.339* .310* -.159 -.320* -.197 1.000
Syarat analisis kanonik ini tidak boleh multikolinieritas yaitu ketika dua atau lebih variabel memiliki nilai korelasi yang tinggi (Hair, 1998). Pengujian multikolinieritas menggunakan nilai korelasi antar variabel bebas dan terikat dimana jika nilai r > 0,8 maka terdapat kolinieritas yang tinggi. Tabel 13. Uji korelasi variabel struktur lanskap ruang terbuka hijau Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X1
X1 1.000 .969** .785** .786** .213 X1
X2 .969** 1.000 .648** .650** .008 X2
X3 .785** .648** 1.000 1.000** .732** X3
X4 .786** .650** 1.000** 1.000 .730** X4
X5 .213 .008 .732** .730** 1.000 X5
52
Uji Kanonik Uji kanonik digunakan untuk melihat hubungan antara himpunan variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) dalam mencari pasangan dari kombinasi linear yang memiliki korelasi terbesar. Analisis korelasi kanonik berfokus pada korelasi antara kombinasi linear dari variabel dalam satu set dan kombinasi linear dari variabel lainnya. Korelasi kanonik kuadrat merupakan jumlah varians dalam satu variate kanonik dicatat dengan variat kanonik lainnya. Koefisien standar mirip dengan koefisien regresi standar dalam beberapa regresi yang dapat digunakan sebagai indikasi kepentingan relatif dari variabel independen dalam menentukan nilai variabel dependen. Tabel 14. Koefisien variat kanonikal standar (nilai pembobotan) Variabel X1 X3 X5 Y3 Y4 Y5 Y6
CAN.VAN. 1
CAN.VAN. 2
CAN.VAN. 3
-1.24788 .55299 .41573 -.18876 -.64509 -.33628 .14823
-.56958 1.35086 .19210 1.20704 -1.27589 -.04558 -.60387
3.15079 -3.34002 1.60702 -.35353 .39812 -.66951 -.71268
Dari variabel X dan Y terbentuk 3 korelasi kanonik dimana nilai komulatifnya mencapai 100%. Nilai persentase komulatif variabel X dan Y diambil korelasi kanonik pertama dengan nilai signifikansi korelasi yaitu 44,17% dan sisanya dipengaruhi variabel lain. Nilai probabilitas yaitu 0,004 (taraf signifikansi < 5%). Nilai pembobotan (loading value) variabel X secara berurutan yaitu X 1 , X 3 , X 5 dan variabel Y yaitu Y 3 , Y 4 , Y 5 ,Y 6 . Tabel 15. Korelasi antara variabel kovariat dan kanonikal Variabel X1 X3 X5 Y3 Y4 Y5 Y6
CAN.VAN. 1
CAN.VAN. 2
CAN.VAN. 3
-.77110 .41691 .64537 -.77675 -.91647 -.59080 .42836
.62435 .90895 .66503 .38068 -.24035 .07423 -.39284
.12485 -.00080 .37582 -.16464 .18764 -.56845 -.68265
53
Hasil pengukuran kesebelas variabel terdapat lima variabel yang berkorelasi yaitu variabel mean patch size (X 1 ), mean patch fractal dimension (X 5 ), intensitas cahaya (Y 3 ), indeks kenyamanan (Y4) dan persentase penutupan tajuk (Y 5 ) yang bersifat causal relationship atau hubungan sebab akibat dari kelima variabel. Variabel indeks kenyamanan (Y 4 ) merupakan nilai korelasinya sangat kuat diantara seluruh variabel karena r > 0,8. Hal ini disebabkan adanya peningkatan parameter suhu dan kelembaban sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat. Mean patch size (X 1 ) mempengaruhi persentase penutupan tajuk (Y 5 ). Semakin luas interior patch dari tepi memberikan isolasi efek tepi seperti radiasi matahari, kebisingan, suhu, kelembaban, angin, penyebaran pohon dan peningkatan predasi dimana vegetasi tidak rapat mengakibatkan intensitas cahaya (Y 3 ) masuk melalui celah tajuk mencapai permukaan tanah melalui proses pemindahan energi panas (Rosenberg, 1974). Mean patch fractal dimension (X 5 ) menggambarkan perubahan skala spasial dalam mengatasi alam dan sosial (Feng & Liu, 2015), dimana semakin kompleks bentuk suatu patch maka berbanding lurus dengan tingkat interaksi suatu patch dengan komponen patch yang berada di sekitarnya. Perubahan iklim mikro terjadi di lingkungan sekitar seperti kenaikan suhu dan penurunan kelembaban udara berpengaruh langsung terhadap nilai indeks kenyamanan (Y 4 ) yang dirasakan oleh masyarakat perkotaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari (Gunawan & Prasetyo, 2013), ukuran atau jumlah tipe patch yang terdapat dalam lanskap secara langsung mempengaruhi kolonisasi, ketahanan, perkembangbiakan individu dan jumlah spesies suatu areal. Hasil pengukuran korelasi antara variabel hasil dari korelasi ini bisa saja berpengaruh, bisa saja ditolak dan bersifat kebetulan. Pengujian korelasi merupakan upaya yang terbaik dilakukan untuk skala level lanskap dimana analisis korelasi kanonik digunakan untuk menguji hubungan antara dua kelompok variabel dengan menggunakan prosedure canonical correlation (PROC CANCORR) dari SAS (1988).