BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kualitas suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang (Soedjadi, 2000:43). Salah satu lembaga yang mewadahi pendidikan adalah sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis
merencanakan bermacam-macam
lingkungan,
yakni
lingkungan pendidikan yang menyediakan berbagai macam kesempatan bagi siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Dengan berbagai kesempatan belajar itu, pertumbuhan dan perkembangan siswa diarahkan dan didorong ke pencapaian tujuan yang dicita-citakan. Lingkungan tersebut disusun dan ditata dalam suatu kurikulum, yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran (Hamalik, Oemar. 2013:3). Proses belajar mengajar yang baik diupayakan menghasilkan perubahan yang baik pada siswa. Pada kenyataannya dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bukanlah suatu hal yang mudah. Oleh karena itu diperlukan strategi belajar mengajar yang paling efektif dan efisien. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsurunsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide, dan film, audio, dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dsb. Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja, sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah,
1
2
karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan, untuk membelajarkan siswa (Hamalik, Oemar. 2013:57). Nickson (Jajang, 2005:5) berpendapat bahwa pembelajaran matematika adalah pemberian bantuan kepada siswa untuk membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi (arahan terbimbing) sehingga konsep atau prinsip itu terbangun. Pendapat tersebut menandakan bahwa guru dituntut untuk mengaktifkan siswanya selama pembelajaran berlangsung. Proses pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru melainkan pada siswa. Guru bukan mentransfer pengetahuan pada siswa tetapi membantu agar siswa membentuk sendiri pengetahuannya Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu proses pembelajaran. Seorang guru harus cermat dalam memilih model, strategi, dan media pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan materi sehingga siswa tidak bosan dan akan tertarik dengan materi pelajaran matematika. Ketika siswa tertarik pada pelajaran matematika mereka akan lebih aktif di kelas dan akan mengakibatkan hasil belajar yang mereka peroleh sesuai dengan ketuntasan belajar yang ditetapkan. Selain itu dalam mengelola kegiatan pembelajaran, guru perlu merencanakan tugas dan alat belajar yang menantang, pemberian umpan balik, belajar kelompok dan penyediaan program
penilaian
yang
memungkinkan
semua
siswa
mampu
mendemonstrasikan kinerja (perfomance) sebagai hasil belajar. Perlu diketahui bahwa matematika adalah mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam bidang pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari presentase jam pelajaran yang lebih dibandingkan dengan pelajaran lain. Matematika diberikan untuk semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Walaupun guru memiliki peranan penting tetapi suatu proses pembelajaran akan berjalan dengan baik ketika ada kerjasama antara guru dan siswa. Dari kerjasama itulah proses pembelajaran akan terjadi interaksi timbal balik sehingga materi tersampaikan.
3
Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit atau yang disebut juga dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar (Learning Difficulty) merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan pada lapangan pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Kesulitan belajar didasarkan atas suatu kondisi dari belajar yang terganggu untuk mencapai hasil belajar, hal itu disebabkan oleh faktor fisik, sosial, maupun psikologi (Baharuddin, 2009:177-178). Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar diantaranya adalah faktor intern (faktor dari dalam diri siswa itu sendiri) yang meliputi: faktor fisiologi dan faktor psikologi, faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa) meliputi: faktor-faktor non-sosial dan faktor-faktor sosial. Sebaliknya dari siswa yang tergolong cepat dalam belajar, siswa golongan lambat ini lebih memerlukan waktu yang lebih lama dari waktu yang diperkirakan untuk siswa-siswa pada umumnya. Sebagai akibatnya, siswa yang termasuk dalam golongan lambat ini sering ketinggalan dalam belajar dan ini pula sebagai salah satu penyebab tinggal kelas. Dilihat dari tingkat kecerdasannya, pada umumnya siswa golongan lambat belajar memiliki taraf kecerdasan yang rendah sehingga para siswa ini memerlukan perhatian khusus, antara lain melalui penempatan pada kelas-kelas khusus atau pelajaran-pelajaran tambahan atau Remedial Teaching. Menurut penelitian yang dilakukan oleh: Khoiru Andriana (2006) dalam skripsinya Program Remidial Dengan Bantuan Tutor Sebaya Untuk Mencapai Ketuntasan Belajar Siswa Kelas VIII Pada Materi Faktorisasi Suku Aljabar Dan Fungsi Di MTs Surya Buana Malang dapat disimpulkan bahwa program remidial dengan bantuan tutor sebaya, jika ditinjau dari ketuntasan belajar siswa maka secara klasikal diperoleh presentase pada hasil tes pertama sebesar 76.92%, hasil tes kedua
4
sebesar 72% dan hasil tes ketiga sebesar 87.5%. dari hasil tersebut terlihat presentase tes kedua hanya sebesar 72%, hal ini belum mencapai standar ketuntasan nasional. Tetapi presentase dari rata-rata ketiga tes yang telah dilakukan mencapai 78.80%, presentase ini melebihi standar ketuntasan yang telah ditetapkan yaitu sebesar 75%. Ketuntasan individu sebagian besar siswa telah mencapai ketuntasan belajarnya dan yang tidak tuntas dari setiap kegiatan program remidial dengan bantuan tutor sebaya hanya 3 siswa. Dian Purwandi (2011) dalam skripsinya Pembelajaran remidial Materi Luas Permukaan Dan Volume Prisma Segitiga Di Kelas VIII-B SMP Muhammadiyah 1 Malang mengemukakan bahwa setelah siswa diberikan pembelajaran remidial presentase keaktifan siswa meningkat yaitu pada pertemuan pertama mencapai 83.33% serta pertemuan kedua dan ketiga mencapai 87.5%. Artikel MGMP tahun 2012 yang berjudul Meningkatkan Daya Serap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Segeri Pada Pokok Bahasan Faktorisasi bentuk Aljabar Melalui Pembelajaran Remidial didapatkan kesimpulan: a. Rata-rata daya serap siswa sebelum pembelajaran remidial siklus I adalah 54% dan setelah pembelajaran remidial siklus I yang diikuti oleh 23 siswa rata-rata daya serap yang diperoleh siswa menjadi 96% sehingga ada peningkatan 42%. b. Rata-rata daya sera siswa sebelum pembelajaran remidial siklus II adalah 79% dan setelah pembelajaran remidial siklus II yang diikuti oleh 20 siswa rata-rata daya serap yang diperoleh siswa menjadi 95% sehingga ada peningkatan 16%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tetap saja ada siswa yang membutuhkan Remedial Teaching dan perlunya mengadakan Remedial Teaching. Berdasarkan hasil
wawancara
yang dilakukan terhadap
guru
maematika di MTs Muhammadiyah 1 Malang menyatakan bahwa (1) guru lebih menerapkan sistem pendidikan konvensional yang memfokuskan pada sistem ceramah yaitu metode pengajaran yang menggunakan penjelasan secara
5
verbal. Komunikasi biasanya bersifat satu arah, sehingga
sulit untuk
menampung perbedaan individual siswa, (2) sifat pasif siswa yang hanya mendengarkan dari guru tanpa ada hubungan timbal balik antara guru dan siswa, (3) partisipasi aktif siswa menjadi terbatas karena metode pembelajaran yang diterapkan guru, (4) daya serap atau tingkat kecerdasan siswa yang rendah sehingga mengakibatkan adanya sebagian siswa yang memperoleh nilai rata-rata dibawah KKM. Pada kurikulum 2013 yang tertera dalam Permendikbud No. 81A Lampiran IV tentang implementasi kurikulum, penilaian setiap mata pelajaran meliputi kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan, dan kompetensi sikap. Kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan menggunakan skala 1 – 4 (kelipatan 0.33), sedangkan kompetensi sikap menggunakan skala Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K), yang dapat dikonversi kedalam predikat A – D. Ketuntasan minimal untuk seluruh kompetensi dasar pada kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan yaitu 2.66 (B-), sedangkan pencapaian minimal untuk kompetensi sikap adalah B. Untuk
kompetensi yang belum tuntas, kompetensi tersebut
dituntaskan melalui pembelajaran remedial sebelum melanjutkan pada kompetensi berikutnya. Untuk mata pelajaran yang belum tuntas pada semester berjalan, dituntaskan melalui pembelajaran remedial sebelum memasuki semester berikutnya. Remedial Teaching adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan atau dengan singkat pengajaran yang membuat menjadi baik. Suatu kegiatan pembelajaran dianggap sebagai kegiatan remidial adalah apabila kegiatan pembelajaran tersebut ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Remedial Teaching diadakan setelah diketahui kesulitan belajar kemudian diadakan pelayanan khusus, tujuannya disesuaikan dengan kesulitan belajar siswa walaupun tujuan akhirnya sama yaitu mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Guru melaksanakan perubahan dalam tingkat pembelajarannya sesuai dengan
6
kesulitan yang dihadapi para siswa. Sifat pokok Remedial Teaching ada tiga yaitu: (1) menyederhanakan konsep yang kompleks, (2) menjelaskan konsep yang kabur, (3) memperbaiki konsep yang salah tafsir. Beberapa perlakuan yang dapat diberikan terhadap sifat pokok Remedial tersebut antara lain berupa penjelasan oleh guru, pemberian rangkuman, pemberian tugas, dan lain-lain. Pentingnya ketuntasan belajar matematika sebagai salah satu upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika menjadi alasan peneliti melakukan penelitian tentang implementasi Remedial Teaching di madrasah tsanawiyah. Berdasarkan permasalahan yang terjadi peneliti ingin mengetahui bagaimana implementasi Remedial Teaching. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Implementasi Remedial Teaching Dalam pembelajaran Matematika Kelas VII Di MTs Muhammadiyah 1 Malang”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana implementasi Remedial Teaching di MTs Muhammadiyah 1 Malang? b. Bagaimana hasil belajar siswa setelah diadakan Remedial Teaching di MTs Muhammadiyah 1 Malang?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mendeskripsikan bagaimana implementasi Remedial Teaching di MTs Muhammadiyah 1 Malang. b. Untuk mengetahui bagaimana hasil belajar siswa setelah diadakan kegiatan Remedial Teaching.
7
1.4 Batasan Masalah Batasan masalah merupakan ruang lingkup peneliti dalam melakukan penelitian untuk menghindari kesalahtafsiran terhadap istilah yang digunakan. Adapun batasan masalah pada penelitian ini yaitu: a. Hanya
meneliti
pelaksanaan
Remedial
Teaching
pada
pelajaran
matematika. Yaitu pembahasan soal-soal UAS. b. Hanya meneliti pada siswa kelas VII-A, VII-B, dan VII-C yang nilainya di bawah ketuntasan minimal yang ditentukan. c. Subjek penelitian adalah siswa di kelas VII-A, VII-B, dan VII-C MTs Muhammadiyah 1 Malang tahun ajaran 2014/2015.
1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis yakni dapat memberikan tambahan pengetahuan pada pembaca dan guru dalam meningkatkan ketuntasan belajar siswa. Manfaat praktis yakni penelitian ini diharapkan guru lebih termotivasi melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara proporsional sehingga akan terwujud guru yang profesional yang mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Sedangkan bagi peneliti Sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi dan sebagai bekal untuk mengajar kelak.
1.6 Definisi Istilah Untuk
menghindari
kemungkinan
terjadinya
kesalahan
dalam
mengartikan kata-kata tersebut, maka perlu diberikan beberapa batasan definisi sebagai berikut: a. Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap matang. b. Remedial berarti menyembuhkan atau membetulkan, atau membuat menjadi baik. Dengan demikian pembelajaran Remedial adalah suatu
8
bentuk pembelajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau pembelajaran yang membuat menjadi baik. c. Remedial teaching adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan atau dengan singkat pengajaran yang membuat menjadi baik. Suatu kegiatan pembelajaran dianggap sebagai kegiatan remidial adalah apabila kegiatan pembelajaran tersebut ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran. d. Hasil belajar menurut (Sudjana: 2010) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajar.
1.7 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan suatu hubungan antara konsep satu dengan konsep lainnya dari permasalahan yang akan diteliti. Kerangka konseptual ini dapat membantu penyusunan kerangka konsep dari penelitian. Dari kerangka konseptual penelitian yang akan dibahas secara singkat adalah tentang Remedial Teaching dalam pembelajaran matematika. Untuk mencapai yijuan pembelajaran matematika di MTs diperlukan suatu rencana pambelajaran matematika. Rencana pembelajaran matematika tersebut terdiri dari standar proses, materi, sumber, dan cara yang digunakan untuk proses pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini, standar proses yang ingin diteliti adalah tentang implementasi Remedial Teaching dalam pembelajaran matemtika siswa kelas VII MTs Muhammadiyah 1 Malang, sedangkan materi yang digunakan adalah berupa soal-soal yang digunakan pada saat UAS. Sumber yang digunakan adalah buku dan cara yang digunakan untuk proses pembelajaran adalah menerangkan kembali atau ReTeaching. Kemudian rencana pembelajaran tersebut diimplementasikan serta diteliti keterlaksanaannya. Setelah dilaksanakan, maka siswa diberikan suatu evaluasi untuk mengetahui kemempuan siswa. Dengan hasil evaluasi tersebut dapat diketahui bagaimana kemampuan siswa kelas VII MTs Muhammadiyah 1 Malang, apakah berkategori baik, sedang, atau kurang. Secara singkat,
9
gambaran dari kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Tujuan Pembelajaran Matematika MTs
Rencana Pembelajaran Materi Cara Sumber
Pelaksanaan Pembelajaran Matematika MTs
Evaluasi Pembelajaran
Remedial Teaching
Nilai ≥ 75
Tidak Tuntas
Ya
Tuntas
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual