BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sekarang ini kata modern merupakan kata yang tidak asing lagi didengar,
terutama dalam dunia arsitektur. Hal ini yang kemudian memunculkan sebuah arsitektur yang disebut arsitektur modern. Munculnya arsitektur modern disebabkan karena adanya usaha untuk mencari hal-hal yang baru yang lebih inovatif, kreatif, dan tidak lagi untuk mengulangi karya arsitektur masa lampau. Tetapi ada saatnya, dalam perkembangan arsitektur modern itu timbul usaha untuk mempertautkan antara yang lama dan yang baru akibat adanya krisis identitas pada arsitektur modern. Salah satu penyebabnya karena gaya arsitektur modern itu (international style) umumnya sama di setiap wilayah atau sama seperti kehilangan identitas budaya1 atau wilayahnya. Dari krisis identitas yang terjadi kemudian memunculkan pemikiran untuk menolak gaya internasional ini, dan menimbulkan beragam konsep arsitektur seperti tradisionalisme, regionalisme, dan post-modernisme.2 Menurut Charles Jencks dalam bukunya yang berjudul “The Language of Post Modern Architecture”, konsep regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960 sebagai salah satu perkembangan arsitektur modern yang mempunyai perhatian besar pada ciri kedaerahan. Ciri kedaerahan yang dimaksud menurut Suha Ozkan berkaitan erat dengan budaya setempat, iklim, dan teknologi pada saatnya. Namun, tradisionalisme secara prinsipnya timbul karena tidak adanya hubungan antara arsitektur yang lama dengan yang baru, sedangkan modernisme berusaha menghadirkan yang lama ke bentuk yang universal. 1
Budaya, menurut Merriam Webster Online Dictionary didefinisikan sebagai kepercayaan adat setempat, bentuk sosial masyarakat, dan nilai-nilai materi yang berkaitan dengan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan), serta bentuk karakteristik kehidupan sehari-hari (sebagai hiburan atau cara hidup) yang dibagikan orang-orang pada tempat atau waktu tertentu. 2 Wondoamiseno. Regionalisme dalam Arsitektur Indonesia Sebuah Harapan. Yogyakarta: Yayasan Rupadatu, 1991, hal. 4.
1
Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki beragam suku, ras dan budaya. Dari keragaman tersebut dapat dilihat secara langsung bahwa baik arsitektur maupun budaya masyarakat Indonesia terus mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu. Salah satu faktor yang yang membawa nilainilai baru dengan cukup pesat berasal dari sektor pariwisata. Datangnya wisatawan dari berbagai negara secara tidak langsung membawa budaya dari negara asal masuk dan membawa pengaruh pada daerah yang dikunjunginya. Hal tersebut kemudian terjadi proses interaksi yang memunculkan suatu pola yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pada akhirnya, pola interaksi tersebut ikut mempengaruhi pola kehidupan dan budaya masyarakat daerah yang menjadi sektor pariwisata tersebut. Di dalam tulisan ini, Bali dipilih sebagai objek studi kasus yang akan dibahas. Seperti yang diketahui bahwa Bali merupakan salah satu daerah wisata di Indonesia yang sangat dikenal di mancanegara. Banyaknya kunjungan wisatawan mancanegara ini dapat dilihat dan dibuktikan dari tabel di berikut: Tabel 1.1 Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Pintu Masuk
Sumber: Berita Resmi Statistik No. 41/07/Th. XIII, 1 Juli 2010
2
Dari tabel jumlah wisatawan mancanegara diatas terlihat bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Bali selalu meningkat dari tahun ke tahun dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Melihat banyaknya pengaruh luar yang terbawa oleh wisatawan, arsitektur Bali baru mulai tersentuh modernisasi pada tahun 60-an. Terjadinya proses modernisasi ini diawali oleh beberapa seniman asing yang melakukan pendekatan terhadap arsitektur tradisional Bali. Keunikan tradisi dan filosofi yang terdapat dalam tatanan masyarakat dan ruangnya coba dituangkan oleh para seniman tersebut ke dalam lukisan dan kediaman pribadi mereka. Sebagai contohnya Walter Spies mendirikan Walter Spies House di Campuhan, Ubud pada tahun 1927 yang kemudian berkembang menjadi Tjampuhan Hotel. Hal tersebut kemudian disusul pula oleh Donald Friend yang menggandeng arsitek Sri Lanka, Geofrey Bawa dalam mendesain Batu Jimbar Estate tahun 1968. Salah satu hal yang paling menonjol dan menjadi loncatan besar bagi perkembangan arsitektur modern Bali adalah dibangunnya kompleks hotel di Nusa Dua oleh Bali Tourism Development Center (BTDC) yang mengusung arus arsitektur modern ke Bali. Melihat semua perubahan modernisasi Bali tersebut, Popo Danes sebagai seorang arsitek sekaligus warga asli Bali menyadari bahwa perubahan yang terjadi terhadap arsitektur tradisional tidak dapat dihindari. Hal ini dikarenakan secara fungsional pun sudah tidak sesuai lagi dengan masyarakat modern. Oleh karena itu, hal yang dapat dilakukan hanya melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi dengan tetap memperhatikan budaya dan unsur-unsur lokal yang ada. Selain itu, isu ini juga dapat disebabkan karena manusia tidak dapat melawan zaman yang terus maju dan berkembang sehingga yang dapat dilakukan adalah dengan beradaptasi agar tidak tenggelam dalam derasnya arus perubahan tersebut. Berdasarkan isu inilah Popo Danes dan karyanya dipilih untuk dijadikan objek studi kasus. Pemilihan Popo Danes sebagai arsitek yang dipilih karyanya karena ia merupakan seorang arsitek muda terkemuka di Bali3 yang karyanya tidak hanya banyak memperoleh penghargaan, tetapi juga terkenal hingga ke luar 3
http://lipsus.kompas.com/fiabci/read/2010/05/26/22403266/Pameran.Creative.Indonesia.for.the. World.di.Grand.Hyatt.Bali.
3
negeri. Selain itu, ia juga merupakan seorang pecinta seni yang kerap memperhatikan budaya yang ada.4 Karya dari Popo Danes yang dipilih untuk dijadikan objek studi kasus, yaitu Rumah Renon sebagai rumah tinggal dari Popo Danes sendiri, Rumah Tanjung Bungkak sebagai salah satu rumah yang dikonservasi, dan Villa Bayad yang berfungsi sebagai bangunan hospitality. Pemilihan objek studi kasus ini dilihat dari perbedaan fungsi dari masing-masing bangunan sebagai fokus untuk melakukan proses analisa. Hal ini dipilih untuk melihat perbedaan dalam penerapan kembali prinsip regionalisme dalam kaitannya dengan unsur-unsur lokal yang ada. 1.2
Rumusan Masalah Rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1.
Apakah yang dimaksud dengan regionalisme itu?
2.
Bagaimana pandangan Popo Danes mengenai regionalisme?
3.
Bagaimana Popo Danes menerapkan kembali prinsip regionalisme ke dalam karya arsitekturnya di Bali?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan beberapa cara Popo
Danes menerapkan kembali prinsip regionalisme yang mengandung unsur-unsur lokal yang ada pada daerah setempat ke dalam setiap desainnya di Bali sebagai penyesuaiannya dengan tuntutan kebutuhan zaman sekarang. Penerapan kembali unsur-unsur lokal yang dimaksud adalah unsur-unsur yang dianggap dapat mencerminkan identitas wilayah setempat sekaligus mengadopsi teknologi baru sesuai dengan tuntutan kebutuhan zaman sekarang.
4
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/8/11/f2.htm.
4
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada
pembaca, baik masyarakat maupun arsitek akan pentingnya perancangan yang memperhatikan unsur-unsur yang memang sudah menjadi identitas dari sebuah daerah. Selain itu, melalui pengetahuan akan regionalisme ini diharapkan dapat menghasilkan karya arsitektur yang berjati diri dan sesuai dengan daerahnya masing-masing. 1.5
Metode Penelitian Berbagai metode penelitian akan digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian. Data-data yang telah terkumpul tersebut akan dianalisa dan diolah untuk menjawab masalah penelitian yang telah dirumuskan dan untuk mencapai tujuan penelitian. Beberapa metode yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah: 1) Studi literatur mengenai pemahaman regionalisme, baik secara umum maupun secara khusus (pemikiran Popo Danes tentang regionalisme), dan mengenai konsep-konsep arsitektur tradisional Bali. Studi ini dilakukan untuk memberikan pemahaman dasar dan kesimpulan mengenai arsitektur Bali sekarang yang akan digunakan sebagai pedoman dalam menganalisa studi kasus. 2) Wawancara dengan Popo Danes untuk mengetahui bagaimana tanggapan serta pandangannya mengenai modernisasi yang terjadi pada arsitektur Bali sekarang, serta bagaimana sikapnya dalam melakukan proses perancangan sebagai respon dari perubahan dan penyesuaian yang terjadi. 3) Survei langsung ke lokasi untuk melakukan pengamatan langsung terhadap perubahan yang terjadi pada arsiktur Bali sekarang. Hasil survei yang diperoleh akan dijadikan dasar pemilihan studi kasus dan analisa. Studi kasus yang dipilih kemudian adalah Rumah Renon sebagai rumah tinggal dari Popo Danes sendiri, Rumah Tanjung Bungkak yang merupakan sebuah rumah tua di Bali yang ingin dikonservasi oleh Popo Danes, dan Villa Bayad sebagai
5
sebuah arsitektur hospitality hasil kolaborasi antara Popo Danes dengan istrinya yang juga adalah orang Bali. Selanjutnya, analisa yang dilakukan akan banyak melihat kepada penerapan kembali prinsip regionalisme yang mengandung unsur-unsur lokal, budaya, dan juga kepercayaan pada studi kasus dengan fungsi bangunan yang berbeda. Selain itu, analisa yang dilakukan juga akan berpedoman pada kesimpulan akan perubahan dan penyesuaian yang terjadi dalam penerapan kembali unsur-unsur lokal yang ada. 1.6
Asumsi Berdasarkan studi yang dilakukan sejauh ini, saya mengasumsikan bahwa:
1.
Regionalisme merupakan suatu gerakan penggabungan antara arsitektur modern dan tradisional untuk menghasilkan suatu arsitektur yang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan baru, namun tetap harmonis dengan lingkungan sekitarnya.
2.
Dalam menyikapi regionalisme ini, Popo Danes melakukan adaptasi dengan menggabungkan antara arsitektur modern dan tradisional dengan tetap menerapkan dan memperhatikan unsur-unsur lokal yang sudah ada.
3.
Popo Danes menerapkan kembali prinsip regionalisme dalam kaitannya dengan unsur-unsur lokal yang ada dengan melakukan penyesuaian dan mengadopsi teknologi baru yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan zaman sekarang. Penerapan kembali unsur-unsur lokal tersebut dapat dilihat dari bagaimana ia menerjemahkan kembali konsep-konsep dari filosofi arsitektur Bali yang menjunjung tinggi nilai spatial and spiritual orientation yang terkait dengan konsep Catuspatha dan konsep Sangamandala. Selain itu, penggunaan material dan sistem konstruksi, serta pertimbangan iklim dan karakter dari wilayah sekitarnya pun turut menjadi perhatiannya. Dengan kata lain, penerapan kembali unsur-unsur lokal tersebut bukan hanya sekedar tempelan fisik, namun lebih kepada jiwa bangunan itu sendiri. Oleh karena itu,
6
meskipun dengan fisik yang berubah dan modern, arsitektur tetap dapat menghadirkan jiwa, karakter, atmosfer, serta suasana Bali. 1.7
Sistematika Penulisan Penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi enam bab, yaitu pendahuluan,
landasan teori, pembahasan studi kasus, dan kesimpulan. Bab pertama berisi sebuah pendahuluan mengenai fenomena masuknya budaya luar dan arsitek asing yang mempengaruhi perubahan dan modernisasi dalam arsitektur Bali, serta munculnya Popo Danes sebagai arsitek sekaligus warga asli Bali yang melihat dan menanggapi perubahan modernisasi yang terjadi. Tanggapan Popo Danes terhadap perubahan yang terjadi ini tidak lain sebagai akibat untuk melakukan penyesuaian dengan tuntutan kebutuhan zaman sekarang. Selain itu, bab ini disertai pula dengan penjelasan mengenai rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan metode penelitian. Sebuah asumsi dari penulis mengenai hasil penelitian dinyatakan pada akhir bab ini. Bab kedua merupakan studi literatur mengenai pemahaman regionalisme secara umum, yang kemudian dilanjutkan dengan pandangan Popo Danes mengenai regionalisme. Istilah, metode, paham, teori, dan konsep-konsep mengenai nilai-nilai budaya dalam penerapannya ke dalam arsitektur Bali, istilahistilah bangunan Bali, unsur-unsur lokal arsitektur Bali, penyesuaian dari perubahan yang terjadi pada arsitektur Bali, serta kaitan antara unsur-unsur dan hal-hal tersebut dengan penerapannya pada bangunan. Di akhir bab diberikan suatu kesimpulan mengenai regionalisme secara umum dan secara khusus (menurut pandangan Popo Danes), serta unsur-unsur apa saja yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian. Pembahasan yang terdapat dalam bab ini akan memberi pemahaman dasar akan berbagai hal yang dianalisa sepanjang penelitian. Bab ketiga merupakan bab analisa studi kasus Rumah Renon, Rumah Tanjung Bungkak, dan Villa Bayad. Dalam bab ini akan dipaparkan data-data mengenai ketiga studi kasus yang dipilih. Data tersebut akan dipaparkan dalam
7
bentuk foto dan gambar, serta narasi singkat. Foto yang disajikan disini bertujuan untuk memperlihatkan gambaran dari bangunan berkaitan dengan fungsinya, serta bagaimana konsep-konsep dalam nilai-nilai budaya Bali dan filosofi dari arsitektur Bali masih dapat terlihat meskipun telah mengalami penyesuaian. Gambar disini untuk menganalisa bagaimana penerapan kembali prinsip regionalisme yang diperoleh dari landasan teori. Analisa yang akan dibahas berkaitan
dengan
nilai
budaya
Bali
(konsep
Catuspatha
dan
konsep
Sangamandala), pemilihan material dan teknologi yang digunakan dalam penyesuaiannya terhadap kebutuhan sekarang. Bab keempat menjabarkan kesimpulan dari hasil analisa studi kasus. Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori mengenai konsep-konsep dan penerapan prinsip regionalisme yang berkaitan dengan filosofi arsitektur Bali yang sampai sekarang masih diterapkan. Di dalam bab ini juga akan dibahas mengenai konsistensi penerapan prinsip regionalisme yang dilakukan Popo Danes pada karyanya, dan saran dari penulis.
8