BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Sekitar tahun 80-an bahan asbes biasanya sangat akrab digunakan sebagai penutup atap dan plafon rumah. Selain harga dan pemasangannya mudah karena asbes memiliki bobot yang ringan. Asbes dapat digolongkan menjadi dua bagian. Pertama golongan serpentine (krisotil yang merupakan hidroksida magnesium silikat) dan golongan kedua amphibole dari mineral-mineral pembentuk batuan, termasuk : actinolite, amosite (asbes coklat, cummingtonite, grunnerite), anthophyllite, chrysotile (asbes putih), crocidolite (asbes biru) dan tremolit. Asbes memiliki sifat tahan asam, relatif sukar larut, daya regang tinggi, serat asbes bersifat tahan panas dapat mencapai 800 0C, fleksibel, tidak menguap, mampu meredam suara, tidak mudah dihancurkan di alam yang biasa digunakan untuk mobil, kompor, atap rumah, plafon, pelapis dan kabel listrik panas, kedap suara dan kedap air, asbes sering juga digunakan pada isolating pipa pemanas dan juga untuk panel akustik (Abraham JL, 1994; WHO, 1995). Serat-serat asbes mudah sekali terlepas dari ikatannya dan membentuk seratserat mikroskopis jika terhisap, asbes mengandung debu yang dapat dihirup oleh manusia dan debu-debu asbes ini merupakan partikel yang beterbangan di udara dan debu asbes ini dengan ukuran diameter kurang dari 3 µm dengan panjang 3 kali diameter akan dapat mudah terhirup. Debu asbes akan merusak DNA dari sel lubang paru (mesothelium) serat asbes mengendap atau menusuk sel paru-paru tidak bisa diurai dan dikeluarkan lagi oleh tubuh akibatnya kontrol pertumbuhan sel terganggu sehingga menyebabkan penebalan atau pembengkakan pleura (selaput yang melapisi paru-paru) dan dikenal dengan penyakit Asbestosis (Roggli VL, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Bahan asbes ini di beberapa negara sudah dilarang penggunaannya seperti di China, Amerika Serikat, Columbia dan negara-negara maju lainnya. Hal ini disebabkan karena bahan ini dapat menyebabkan resiko penyakit kanker bagi para pekerja dan pemakainya (Jacko, 2003). Dewasa ini perkembangan komposit kayu mengarah pada produk-produk yang memanfaatkan bahan lignoselulosa. Sifat-sifat yang menguntungkan dari papan komposit jenis ini relatif ringan, mudah dalam pengerjaan dan sifat ketahanannya terhadap api, rayap dan jamur serta cuaca yang baik (Basuki, 1983). Papan komposit jenis ini tidak menggunakan bahan asbes, seperti yang kita ketahui bahan asbes yang selama ini digunakan dapat membahayakan kesehatan. Solusi pengganti plafon asbes adalah papan gipsum plafon. Serbuk batang kelapa sawit merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif bahan baku pembuatan plafon. Optimasi proses pembuatan plafon sangat dipengaruhi oleh kadar perekat dan kerapatan terhadap sifat fisis dan
mekanis.
Proses pembuatan plafon
berbahan baku serbuk batang kelapa sawit ini dapat dibuat dengan menggunakan perekat poliuretan. Dari berbagai literatur menyatakan bahwa perpaduan dua atau lebih polimer dapat meningkatkan sifat-sifat tertentu dari bahan yang dibuat. Dengan melihat campuran antara polieter (isosianat) dengan poliester (glikol) dapat membentuk jaringan yang bercabang (Klempner, et al., 1994) telah dapat meningkatkan sifat mekanik yang tinggi. Bahan pengikat dapat membentuk sebuah matriks pada suhu yang relatif stabil, plafon gipsum adalah plafon mineral pengisinya berupa gipsum, bersifat tahan api, awet dan tidak menimbulkan emisi gas formaldehida. Salah satu penggunaan papan gipsum cocok untuk pemakaian di bawah atap dan tidak selalu berhubungan dengan kelembaban tinggi (Simatupang, 1986). Hubner (1985) mengemukakan persyaratan papan gipsum menurut standar Jerman, yaitu keteguhan lenturnya (modulus patah)
60 kg/cm2 untuk yang
kerapatannya 1 g/cm3, modulus patah 75 – 80 kg/cm2 untuk yang kerapatannya 1,1 g/cm3 dan modulus patah 85 – 90 kg/cm2 untuk yang kerapatannya 1,2 g/cm3.
Universitas Sumatera Utara
Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut, kemudian dipanaskan pada suhu 1750C yang sering disebut dengan nama STUCCO. Menurut Toton Sentano Kunrat (1992), di alam gipsum merupakan mineral hidrous sulfate yang mengandung dua molekul air atau dengan rumus kimia CaSO4.2H2O dengan berat molekul 172,17 gr. Gipsum adalah mineral sulfat yang paling umum diatas bumi dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Secara teknik, gipsum dikenal sebagai zat kapur sulfat, zat ini digunakan untuk pembuatan bangunan plester, papan dinding, ubin, sebagai penyerap untuk bahan-kimia, sebagai bahan pembuatan komponen-komponen elektronika. Papan dinding gipsum atau eternit berupa papan atau lembaran, campuran dari gypsummixed lebih dari 15% serabut, biasanya dipasang pada langit-langit rumah. Jenis-jenis batuannya adalah sanitspar, alabaster, gypsite dan selenit. Warna
gipsum
mulai
dari
putih,
kekuning-kuningan
sampai
abu-abu.
Menurut asalnya gipsum terbagi 2 jenis yaitu gipsum alam dan gipsum sintetik. Gipsum alam adalah yang ditemukan di alam, sedangkan gipsum sintetik adalah yang dibuat manusia. Gipsum sintetik terdiri dari : gipsum sintetik dari air laut, gipsum sintetik dari air kawah dan gipsum sintetik hasil sampingan industri kimia. Gipsum adalah mineral yang bahan utamanya terdiri dari hidrated calcium sulfate. Seperti pada mineral dan batu, gipsum akan menjadi lebih kuat apabila mengalami penekanan (Gipsum Association, 2007). Kelapa sawit sangat besar potensinya di Indonesia dengan luas tanaman lebih dari 2,9 juta hektar sehingga Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia setelah Malaysia. Dengan laju pertumbuhan sekitar 8,5 % per tahun, diperkirakan Indonesia akan melewati Malaysia pada tahun 2014. Namun, pemanfaatan biomassa kelapa sawit masih belum efisien, terbatas hanya pada buah untuk memproduksi minyak, serta sampai pada tingkat tertentu, pada sabut, tandan, dan pelepah untuk memproduksi serat. Biomassa batang dari hasil regenerasi tanaman tua setelah berumur 25-30 tahun yang merupakan massa terbesar belum dimanfaatkan, melainkan hanya dibakar atau dibiarkan jadi tumpukan limbah yang menimbulkan berbagai dampak lingkungan dan gangguan. (Bakar, E.S, O. Rachman, Y. Massijaya dan Bahruni, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Batang kelapa sawit yang dihasilkan pada waktu peremajaan tanaman barubaru ini mendorong kita untuk memanfaatkannya. Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat dengan laju peremajaan sekitar 10 % dimana dapat dihasilkan batang kelapa sawit sebanyak 11,7 juta pohon pertahun, jadi ketersediaan batang kelapa sawit akan terus ada sepanjang tahun karena peremajaan terus menerus di lakukan (Prayitno dan Darnoko, 1994). Batang kelapa sawit belum dimanfaatkan secara ekonomis karena kualitasnya yang rendah, tidak homogen dan mudah rusak oleh pengaruh cuaca dan serangga. Beberapa peneliti telah menawarkan berbagai metoda pengolahan batang kelapa sawit agar menjadi bahan yang bernilai ekonomis. Darnoko (1994) memanfaatkan serbuk batang kelapa sawit untuk papan partikel dengan perekat urea formaldehida. Sedang Afrina dkk (2000) memanfaatkan serbuk batang kelapa sawit untuk papan partikel dengan perekat campuran polypropilena dan urea formaldehida, ternyata papan partikel yang dihasilkan mempunyai kestabilan dimensi yang cukup baik tetapi campuran bahan hanya berinteraksi secara fisik. Komponen kandungan batang kelapa sawit adalah selulosa, hemiselulusa, lignin, serat, parenkim, air, abu dan pati. Kandungan air dan parenkim semakin tinggi sesuai dengan ketinggian batang kelapa sawit. Tingginya kadar air menyebabkan kestabilan dimensi batang kelapa sawit rendah. Parenkim bagian atas pohon mengandung pati hingga 40 %, dan hal ini menyebabkan sifat fisik dan mekanik batang kelapa sawit rendah (mudah patah/retak) serta mudah di serang rayap (Prayitno, 1995). Batang kelapa sawit biasa diambil dari perkebunan kelapa sawit saat peremajaan, atau setelah batang kelapa sawit berumur 25 tahun. Batang kelapa sawit terdiri dari serat dan parenkim. Balfas (2003) menyatakan salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang kelapa sawit adalah sifat higroskopis yang berlebihan dan karakteristik kimia kayu sawit yang memiliki kandungan ekstraktif (terutama pati) yang lebih banyak dibandingkan kayu biasa. Kandungan parenkim meningkat sesuai dengan peningkatan ketinggian pohon. Parenkim pohon kelapa sawit bagian atas mengandung pati sampai 40% sehingga tidah layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat didalam bahan baku yang akan digunakan pada penelitian ini mengandung zat ekstraktif yang dapat menghambat daya rekat dan pengerasan perekat, maka perlu dilakukan perendaman terhadap bahan baku tersebut diatas untuk mengurangi kandungan zat ekstraktifnya. Penelitian pemanfaatan kayu sawit oleh Lubis (1994), menunjukan cara pemanfaatan batang kelapa sawit paling tepat adalah bagian bawah sampai ketinggian 2 meter diatas tanah tepat untuk industri perkayuan sedang diatas 2 meter dapat diarahkan dimanfaatkan untuk bahan pembuatan papan partikel dengan memerlukan pengolahan lebih lanjut bila digunakan untuk industri kayu. Pada penelitian ini serbuk kayu kelapa sawit diambil dari batang kelapa sawit pada ketinggian diatas 2 meter. Penelitian pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit oleh Lubis J.M., (2009) menunjukkan bahwa faktor letak batang (luar dan dalam) untuk pengambilan serbuk serat sawit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji kerapatan, uji kadar air, uji daya serap air, uji pengembangan tebal, uji MOE dan uji MOR. Dari uraian diatas dalam pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit bahan yang digunakan adalah keseluruhan isi batang kelapa sawit baik luar maupun bagian dalam, berupa serbuk batang kelapa sawit, dengan tambahan pengisi gipsum dan perekat
poliuretan
diharapkan
lembaran
plafon
gipsum
yang
dibuat
mengakibatkan sifat fisik kualitas papan yang dihasilkan semakin baik dengan kerapatan yang tinggi, penyerapan air yang rendah. Perekat merupakan salah satu faktor yang mempunyai keberhasilan dalam pembuatan papan partikel. Poliuretan merupakan salah satu perekat yang dapat digunakan dalam pembuatan lembaran plafon gipsum. Perekat ini tergolong dalam kategori perekat termosetting, karena tidak dapat kembali ke bentuk semula apabila di aplikasikan ke bahan yang digunakan. Di bidang kedokteran, poliuretan digunakan sebagai bahan pelindung muka, kantung darah (Nicholson, 1977). Selain itu, poliuretan digunakan untuk furniture, bangunan dan konstruksi, insulasi tank dan pipa, pabrik pelapis, alat-alat olahraga, serta sebagai pembungkus (Woods, 1987; Pigott, 1996).
Universitas Sumatera Utara
1.2 TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pengaruh serbuk batang kelapa sawit
dapat
memberikan kontribusi kekuatan pada pembuatan plafon. b. Pemanfaatan produk baru lembaran untuk plafon dari serbuk batang kelapa sawit. 1.3 PERMASALAHAN Serbuk batang kelapa sawit akan memberikan nilai tambah bila dapat digunakan sebagai bahan pengisi plafon gipsum. Dari uraian di atas diperoleh pokok permasalahan sebagai berikut : a. Apakah serbuk batang kelapa sawit dapat digunakan sebagai pengisi gipsum plafon ? b. Bagaimana prosedur optimum pada pembuatan dan karakteristik dari gipsum plafon dengan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan pengikat poliuretan ? 1.4 BATASAN MASALAH Membuat lembaran plafon dengan menggunakan gipsum sebagai matrik dan serbuk batang kelapa sawit dengan bahan pengikat poliuretan. Pengujian yang dilakukan meliputi : a.
Sifat fisis 1. Densitas 2. Penyerapan air
Universitas Sumatera Utara
b. Sifat mekanik 1. Uji kuat patah (MOR) 2. Uji kuat lentur (MOE) 3. Uji impak 4. Uji tarik c. Sifat thermal 1. Penyerapan panas 2. Titik lebur 1.5 MANFAAT PENELITIAN Dapat dimanfaatkannya serbuk batang kelapa sawit yang terbuang untuk pembuatan lembaran plafon sebagai pengisi dari campuran gipsum. 1.6 TEMPAT PENELITIAN a. Laboratorium Polimer Fakultas MIPA USU. b. Laboratorium Penelitian Fakultas MIPA USU. c. Laboratorium Pendidikan Teknok Kimia Industri (PTKI) Medan.
Universitas Sumatera Utara