BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Paralayang adalah salah satu cabang olahraga dirgantara yang memiliki
beberapa kelas penerbangan di antaranya penerbangan standar, performance, dan kelas competition. Persatuan Layang Gantung Indonesia (PLGI) merupakan induk organisasi olahraga tersebut, sedangkan PLGI dinaungi Federasi Aero Sport Indonesia (FASI). Paralayang ini memadukan antara petualangan dan wisata karena dapat menjelajah dan berpetualang menggunakan pesawat paratrike. Akan tetapi, dalam menerbangkan pesawat paratrike, dibutuhkan keberanian dan skill khusus untuk mengendalikan parasut dan mesin yang berfungsi sebagai alat bantu menjelajah. Paratrike tidak jauh berbeda dengan paralayang, paratrike menggunakan mesin dan baling-baling serta frame sebagai alat bantu untuk menerbangkannya. Bahan bakar yang digunakan adalah pertamax, pertamax plus, dan bensol. Awal mula munculnya olahraga paralayang tidak lepas dari timbulnya rasa keinginan untuk dapat terbang menikmati pemandangan alam bebas dan sebagai ajang perlombaan. Olahraga paralayang muncul di Indonesia pada tahun 1990 yang ditandai dengan berdirinya kelompok terjun Gunung Merapi di Yogyakarta pada Januari 1990. Pada saat itu, olahraga paralayang lebih dikenal dengan nama terjun gunung. Pendiri klub ini adalah Dudy Arief Wahyudi dan Gendon Subandono (Setiawan, 2013). Kini, industri paralayang dan paratrike di Indonesia belum berkembang dengan baik. Hal ini disebabkan oleh belum banyaknya riset tentang pembuatan paralayang atau paratrike, karena komponen yang digunakan harus didatangkan dari luar negeri (import). Akibatnya, alat dan bahan cukup terbilang mahal, tetapi paralayang memiliki potensi yang besar untuk berkembang di Indonesia. Namun, hal ini diperlukan sarana yang tepat agar paralayang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia secara luas. Industri pembuatan paralayang yang belum 1
2
berkembang dengan baik dapat mempengaruhi perkembangan olahraga paralayang di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh mahalnya harga satu unit paralayang (Pusat Paramotor – Pordirga MICROLIGHT, 2012). Saat ini kontruksi rangka utama pada paratrike sangatlah sederhana. Pada umumnya, bahan yang digunakan adalah stainless steel seri EMT karena bahan tersebut memiliki tingkat elastisitas yang tinggi. Akan tetapi, stainless stell memiliki berat jenis lebih tinggi dibandingkan dengan aluminium. Paratrike umumnya, memiliki roda tiga sebagai alat bantu lepas landas. Proses take-off pada paratrike tidak memerlukan landasan yang panjang dan luas, tetapi lapangan sepakbola pun dapat dijadikan landasan atau area untuk take-off. Seperti terlihat pada gambar 1.1.
(a)
(b)
Gambar 1.1. (a) Komponen Frame Pesawat paratrike, (b) Paramotor. Biaya merupakan kendala utama dalam perkembangan paralayang di indonesia, karena komponen-komponen pendukungnya harus didatangkan dari luar negeri (import), hal ini disebabkan oleh terbatasnya komponen buatan dalam negeri. Untuk menanggulangi hal ini, diperlukannya riset berkelanjutan tentang paratrike supaya menghasilkan suatu produk dalam negeri dan dapat diterima oleh masyarakat secara luas. Upaya ini diharapkan mampu mengurangi tingginya biaya yang ada
3
dipasaran pada saat ini. Selain itu, permasalahan yang sering terjadi pada kontruksi rangka paratrike yaitu patahnya gandar poros roda pada saat landing. Penyebab utama terjadinya patah pada bagian gandar poros roda paratrike ialah tidak dilengkapinya sistim peredam kejut (suspensi), sehingga beban kejut yang diterima oleh gandar sangat besar hingga mencapai titik kritis dari materialnya. Kelebihan paralayang adalah mampu menjangkau daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan transportasi darat. Selain itu paralayang dapat digunakan untuk alat penjelajahan melalui udara. Walaupun kontruksi frame sederhana, tetapi paratrike tersebut dapat digunakan sebagai transportasi udara seperti aerowista, memantau keadaan hutan, alat bantu olahraga serta alat militer dan alat evakuasi. Adapun beberapa permasalahan umum yang sering terjadi pada frame paratrike adalah harga komponen-komponen pendukungnya cukup mahal karena harus didatangkan dari luar negeri dan belum banyak tersedia komponen buatan dalam negeri sehingga, mengakibatkan harga komponen paratrike menjadi mahal. Gandar sering mengalami kerusakan karena tidak dilengkapi dengan sistem peredam kejut yang baik. Pembengkokkan pada frame utama terjadi karena tidak mampu menahan keseluruhan beban, permasalahan ini muncul pada saat paratrike terbang dengan membawa dua penumpang dan tidak seimbang pada saat terbang karena posisi center of gravity tidak tepat. Hal ini, terjadi bila beban pilot tidak sesuai dengan asusmi yang dimasukan pada saat perancangan dan penyetelan titik center of gravity. Solusi dari permasalahan tersebut yaitu dengan merancang, memilih, dan memodifikasi ulang kontruksi frame yang sudah ada di pasaran.
4
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, olahraga paralayang di Indonesia belum berkembang secara luas karena komponen-komponen harus didatangkan dari luar negeri (import), dan belum banyak tersedianya komponen-komponen buatan dalam negeri, sehingga harga satu unit paralayang tersebut cukup mahal, selain itu belum banyak orang yang melakukan riset tentang pesawat paratrike dan paramotor, khususnya yang bersangkutan dengan kelemahan desain pesawat paratrike.
1.3. Rumusan Masalah Dari permasalahan tersebut, didapatkan beberapa rumusan masalah dalam perancangan frame pesawat paratrike ini yaitu : 1.
Bagaimana desain frame pesawat paratrike yang dapat mengatasi permasalahan patah gandar pada saat mendarat ?
2.
Bagaimana menguji desain frame pesawat paratrike dengan menggunakan Software Autodesk Inventor ?
1.4. Batasan Masalah Dari permasalahan tersebut, peneliti membatasi pada rincian dan pembuatan prototype paratrike untuk mendapatkan harga jual yang terjangkau. Batasan masalah dalam perancangan frame pesawat paratrike antara lain: 1. Tidak dilakukannya perhitungan gaya-gaya dinamis pada frame pesawat paratrike. 2. Tidak dilakukannya pengujian dari hasil perancangan frame pesawat paratrike. 3. Frame pesawat paratrike terbuat aluminium 6061. 4. Bahan gandar adalah Fe 490. 5. Displacement pada frame pesawat paratrike merupakan acuan utama dalam menentukan faktor keamanan.
5
1.5. Tujuan Perancangan Adapun tujuan dari perancangan frame pesawat paratrike ini adalah sebagai berikut: 1.
Mendapatkan
desain
frame
pesawat
paratrike
yang
dapat
mengatasi
permasalahan patah gandar pada saat mendarat yaitu dengan menambahkan sistim suspensi. 2.
Mendapatkan data simulasi pengujian desain frame pesawat paratrike menggunakan Software Autodesk Inventor.
1.6. Manfaat Perancangan 1.
Bagi mahasiswa: a. Sebagai syarat untuk menempuh S.1. Teknik Mesin dalam pembuatan tugas akhir. b. Sebagai sarana menambah pengetahuan, wawasan, serta pengalaman mengenai proses perancangan paratrike.
2.
Bagi orang lain: a. Memberikan kontribusi kepada masyarakat mengenai teknik perancangan dan kreatifitas serta ketrampilan dalam merancang komponen mesin dan rangka. b. Sebagai referensi untuk riset perancangan frame pesawat paratrike.