BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling luas perkotaannya yaitu mencapai 65 persen dengan jumlah penduduk perkotaan mencapai 78 juta jiwa (URDI dalam Suyoto, 2008). Perkembangan sebuah kota selalu diikuti dengan proses pembangunan berbagai fasilitas, seperti pusat bisnis, komersial, dan industri yang umumnya dapat menyediakan lapangan kerja. Hal ini menyebabkan masyarakat tertarik hidup di perkotaan guna mencari nafkah dan meningkatkan taraf hidupnya. Kenyataan ini berakibat pada proses urbanisasi yang sulit diatasi sehingga terjadi peningkatan kepadatan penduduk di perkotaan. Pesatnya pertumbuhan penduduk kota juga diikuti dengan peningkatan berbagai aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat yang kemudian memunculkan masalah-masalah perkotaan. Kondisi ini diperparah dengan keterbatasan sumber daya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menangani permasalahan tersebut. Secara umum kondisi ini menjadi tantangan bagi pengelola kota untuk menciptakan lingkungan kota yang dapat mendukung kehidupan seluruh warganya. Persoalan lain yang timbul sebagai akibat semakin padatnya jumlah penduduk kota adalah meningkatnya volume sampah. Sampah merupakan sisa hasil kegiatan produksi dan konsumsi manusia yang dapat berbentuk padat, cair, atau gas serta dapat berpotensi menjadi pencemar (polutan) lingkungan. Sampah dan pengelolaannya saat ini menjadi masalah yang semakin mendesak di perkotaan karena apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat dapat mengakibatkan
terjadinya
perubahan
keseimbangan
lingkungan
sehingga
mencemari lingkungan tanah, air, dan udara. Sampah perkotaan merupakan salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi negara-negara berkembang. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas pembangunan dan pertumbuhan penduduk, hampir setiap ibukota dan kota-kota besar di Indonesia mengalami masalah pengelolaan sampah. Produksi
sampah meningkat di sejumlah negara berkembang dikarenakan jumlah limbah (sampah) yang dihasilkan oleh manusia terus bertambah. Hal ini berdampak pada perluasan lahan untuk mengolah sampah, seperti Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kedua hal tersebut sulit dipenuhi mengingat kebutuhan lahan untuk pemukiman juga meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Keterbatasan lainnya yaitu kurangnya jumlah alat angkut sampah dan sarana-sarana pendukung yang juga akan berdampak pada pelayanan pengolahan sampah. Bencana ekologis yang ditimbulkan akibat buruknya pengelolaan sampah adalah longsor sampah dan banjir yang selalu menjadi masalah kota-kota besar yang memproduksi banyak sampah, seperti yang terjadi di Leuwigajah dan Bantar Gebang. Realitas ini semakin menunjukkan buruknya pengelolaan sampah di Indonesia, yang tidak hanya terkait dengan persoalan lingkungan hidup, melainkan juga dengan persoalan kemanusiaan. Kota Depok sebagai daerah penyangga Jakarta yang tumbuh dan berkembang
cukup
pesat
menjadi
kota
metropolitan
juga
mengalami
permasalahan serupa akibat proses pembangunan dan pertumbuhan kota. Pertumbuhan penduduk Depok akibat urbanisasi, kelahiran, aktivitas konsumsi dan pertumbuhan berbagai sektor pembangunan memberikan dampak langsung pada bertambahnya buangan atau limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan akibat aktivitas dan konsumsi masyarakat perkotaan atau lebih dikenal sebagai limbah perkotaan telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus segera ditangani oleh Pemerintah Kota Depok. Data non fisik Adipura Kota Depok menunjukkan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 1.369.461 jiwa dan 1.420.480 jiwa (DKP, 2007). Peningkatan jumlah penduduk sebesar 51.019 jiwa dari tahun 2006 ke 2007 juga diikuti dengan meningkatnya volume rata-rata timbunan sampah harian Kota Depok dari 3.580 m3/hari (tahun 2006) menjadi 3.764 m3/hari (tahun 2007) sebesar 184 m3/hari (DKP, 2007). Persentase terbesar dari komposisi sampah Kota Depok yaitu 62 persen bersumber dari rumah tangga. Hal ini menyebabkan Depok mendapatkan predikat sebagai kota metropolitan terkotor dalam penilaian Adipura tahun 2005 (Suyoto, 2008).
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok tahun 2010 menyebutkan beberapa isu dan permasalahan lingkungan kota, yaitu pengelolaan limbah cair, pengelolaan sampah, dan penanganan situ-situ di Kota Depok (Suyoto, 2008). Pengelolaan sampah menjadi isu utama karena selama ini pengelolaan sampah masih berlandaskan paradigma konvensional dimana pengelolaan sampah menggunakan pendekatan kumpul-angkut-buang yaitu memindahkan sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah hanya ditumpuk hingga menjadi gunungan sampah. Hal ini mengakibatkan munculnya permasalahan baru yang berkaitan dengan lingkungan yakni daya dukung lingkungan perkotaan akan menurun seiring dengan terus meningkatnya volume sampah. Berdasarkan kebutuhan sistem pengelolaan sampah perkotaan, maka beberapa tahun terakhir pemerintah daerah kota-kota besar di Indonesia mulai mencanangkan program pengelolaan sampah terpadu yang dinilai dapat mengatasi permasalahan sampah yang semakin kompleks. Keberadaan program pengelolaan sampah terpadu tidak hanya menyangkut masalah kebersihan dan lingkungan, tetapi juga menyimpan potensi manfaat ekonomi dan sosial. Masuknya unsur teknologi, sumber daya manusia, sistem, hukum, sosial, dan finansial dalam suatu program pengelolaan sampah akan menjadikan sampah tidak lagi dianggap sebagai sumber masalah, namun dipandang sebagai sumber daya yang dapat diolah dan dikelola untuk memberikan manfaat bagi masyarakat, yaitu menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan produk yang memiliki nilai jual. Melihat potensi tersebut, Pemerintah Kota Depok telah menetapkan pengelolaan persampahan menjadi salah satu program utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang diajukan pada tahun 2006 (Oktamanjaya dalam Dewi, 2008). Program pengelolaan sampah yang dicanangkan Pemerintah Kota Depok dimplementasikan melalui Program Komposting Rumah Tangga. Program alternatif ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah persampahan di Kota Depok dengan cara mengelola sampah mulai dari skala rumah tangga. Program Komposting Rumah Tangga bersifat top down, artinya program disusun oleh Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk diimplementasikan di wilayah percontohan. Merujuk fenomena tersebut, maka
perlu diteliti efektivitas Program Komposting Rumah Tangga dengan melihat tingkat partisipasi peserta program dan hubungannya dengan perilaku mengelola sampah domestik sebagai indikator keberhasilan program. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Tinjauan terhadap kompleksitas permasalahan sampah kota beserta upaya pengelolaannya menunjukkan bahwa pengelolaan sampah tidak terbatas pada tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga merupakan tanggung jawab komunitas, khususnya rumah tangga, sebagai penyumbang terbesar 62 persen sampah Kota Depok (DKP, 2007). Partisipasi masyarakat sebagai sasaran program adalah salah satu indikator keberhasilan program karena suatu program pembangunan
tidak
akan
dapat
berjalan
tanpa
partisipasi
masyarakat.
Permasalahan utama yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini adalah efektivitas Program Komposting Rumah Tangga, permasalahan tersebut secara khusus dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga? 2. Bagaimana perilaku mengelola sampah domestik dihubungkan dengan tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga? 3. Bagaimana tingkat keberhasilan implementasi Program Komposting Rumah Tangga dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah. 2. Menganalisis perilaku mengelola sampah domestik dihubungkan dengan tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga. 3. Menganalisis tingkat keberhasilan implementasi Program Komposting Rumah Tangga dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan.
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Kota Depok dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Badan Lingkungan Hidup, masyarakat, akademisi serta penulis sendiri. Bagi pemerintah Kota Depok, penelitian ini dapat berguna sebagai masukan dalam penyusunan kerangka acuan untuk menentukan kebijakan dalam program lanjutan Komposting Rumah Tangga di kelurahan lain. Bagi masyarakat, khususnya komunitas RW Hijau, penelitian ini dapat memberikan gambaran keberhasilan program yang telah dilakukan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademisi sebagai referensi sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bagi penulisan ilmiah terkait. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu proses pembelajaran dan penerapan keilmuan.