BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencanangkan program reformasi birokrasi yang berlangsung secara bertahap. Adapun jiwa dari reformasi birokrasi ini adalah pelaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Coorperate Governance) yaitu penerapan sistem adminitrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel dengan didukung pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang handal dan terkini. Kunci perbaikan dari reformasi birokrasi adalah perbaikan proses bisnis yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja. Perbaikan proses bisnis diarahkan kepada penerapan otomatisasi serta pemanfaatan TIK. Diharapkan dengan adanya otomatisasi, akan tercipta proses bisnis yang efektif dan efisien sehingga ada peningkatan kualitas pelayanan terhadap Wajib Pajak (WP). Selain itu, proses bisnis perlu dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi kontak langsung antara pegawai DJP dengan WP untuk menghindari terjadinya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pelayanan publik dilaksanakan oleh serangkaian kegiatan yang melibatkan banyak unit teknis pelayanan sesuai dengan bidang tugas, pokok, dan fungsinya. Pelaksanaan pelayanan publik akan disebut efektif apabila seluruh rangkaian kegiatan tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan [1]. Salah satu upaya agar rangkaian kegiatan dapat diselesaikan tepat waktu adalah dengan memastikan koordinasi antar lini unit teknis pelayanan dapat berlangsung dengan baik. Untuk memastikan koordinasi berjalan baik, interoperabilitas antar unit teknis pelayanan juga harus baik. Interoperabilitas merupakan kemampuan suatu enterprise atau entitas untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif [2]. Baik buruknya interoperabilitas antar unit teknis pelayanan tentunya berdampak pada kelancaran arus informasi dalam rangka kegiatan pelayanan publik. Hal tersebut dapat terjadi
1
karena interoperabilitas yang baik memastikan suatu informasi dapat dipertukarkan antar entitas pemerintah, baik internal maupun eksternal organisasi [3]. Selain itu, interoperabilitas juga merupakan penggerak yang dapat membantu pemerintah dalam penggunaan teknologi untuk meningkatkan kinerja pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat [4]. Mengingat begitu pentingnya aspek interoperabilitas dalam kegiatan pelaksanaan pelayanan publik, sudah sewajarnya DJP untuk memperhatikan interoperabilitas antar unit teknis pelayanan dalam suatu rangkaian kegiatan pelayanan. Namun, sampai sekarang DJP belum pernah mengukur efektivitas pelayanan dengan melihat aspek interoperabilitas. Selama ini, efektivitas pelayanan DJP diukur dengan melakukan survey Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Atas paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa diperlukan kajian dan analisis untuk mengukur efektivitas pelayanan publik yang diselenggarakan DJP dengan melihat aspek interoperabilitas. Pelayanan yang diukur adalah layananlayanan unggulan DJP yang diselenggarakan di salah satu unit organisasi di bawah naungan DJP. Alat ukur yang digunakan menggunakan metode pengukuran interoperabilitas yang sudah ada dan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Hasil dari pengukuran akan disajikan dan dianalisis untuk ditarik kesimpulan agar dapat digunakan bagi DJP sebagai acuan perbaikan demi melayani WP lebih baik. 1.2 Perumusan masalah Dari latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini, yaitu sampai saat ini belum ada kajian dan analisis untuk mengukur efektivitas pelayanan publik yang diselenggarakan DJP dengan melihat aspek interoperabilitas antar unit teknis pelayanan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. 1.3 Keaslian penelitian Pengukuran kinerja pelayanan merupakan isu yang banyak didiskusikan dikalangan peneliti selama lebih dari tiga puluh tahun [5]. Beberapa penelitian terkait dengan usaha mengukur kinerja atau kualitas pelayanan adalah sebagai
2
berikut: 1. Nupikso (2013) [6] melakukan penelitian untuk mengetahui kinerja Monumen Pers Nasional Surakarta dengan melihat aspek kepuasan pengguna pelayanan publik melalui metode SERVQUAL dan IKM. 2. Siliwangi dan Vanany (2012) [7] melakukan penelitian untuk melakukan analisis kinerja proses bisnis dengan menggunakan metode ARIS, pendekatan RCA, simulasi, dan BCR pada unit kerja Information System Center (ISC) PT Telekomunikasi Indonesia. 3. Kaban (2011) [8] menggunakan metode SERVQUAL untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan pos. 4. Wijayanto dan Widowati (2011) [9] menggunakan Mystery Shooping (pembeli misterius) sebagai responden terlatih dan bertingkah laku selayaknya pelanggan biasa sehingga petugas pelayanan tidak mengetahui jika sedang di-survey. Penelitian tersebut dilakukan di toko Bandeng Juwana, Bandeng Presto dan Bandeng Bonafid Semarang. 5. Aurora dan Rahardja (2010) [10] menggunakan Balanced Scorecard sebagai tolak ukur kinerja pelayanan pada RSUD Tugurejo Semarang. Penelitian Nupikso (2013) [6] bertujuan untuk mengetahui kinerja Monumen Pers Nasional Surakarta dengan melihat aspek kepuasan pengguna. Penelitian Nupikso menggunakan metode SERVQUAL dan IKM. Hal ini berbeda dengan penelitian yang akan dikerjakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas layanan unggulan DJP dengan melihat aspek interoperabilitas. Penelitian yang akan dikerjakan berbeda dengan penelitian Siliwangi dan Vanany (2012) [7] baik dari metode penelitian maupun objek penelitian. Penelitian Siliwangi dan Vanany (2012) bertujuan menganalisis kinerja unit kerja ISC PT Telekomunikasi Indonesia dengan menggunakan metode ARIS sedangkan penelitian yang dikerjakan bertujuan untuk mengukur efektivitas layanan unggulan DJP dengan melihat aspek interoperabilitas. Perbedaan antara penelitian Kaban (2011) [8] dengan penelitian yang akan
3
dilakukan terdapat pada metode dan objek penelitian. Penelitian Kaban (2011) bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan layanan PT Pos dengan menggunakan metode SERVQUAL sedangkan penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengukur efektivitas layanan unggulan DJP dengan melihat aspek interoperabilitas. Penelitian Wijayanto dan Widowati (2011) [9] berbeda dengan penelitian yang akan dikerjakan. Penelitian Wijayanto dan Widowati menggunakan metode Mystery Shooping guna mengetahui faktor pengaruh keputusan konsumen dalam memilih toko penjual bandeng di Semarang sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan aspek interoperabilitas guna mengetahui efektivitas layanan unggulan DJP. Penelitian Aurora dan Rahardja (2010) [10] menggunakan Balanced Scorecard sebagai tolak ukur kinerja pelayanan pada RSUD Tugurejo Semarang sedangkan penelitian yang akan dikerjakan menggunakan pendekatan aspek interoperabilitas guna mengetahui efektivitas layanan unggulan DJP. Dari uraian tersebut, penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya baik secara ruang lingkup, metode, maupun objek penelitian. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah mendapatkan efektivitas pelaksanaan
kegiatan
layanan
unggulan
DJP
dengan
melihat
aspek
interoperabilitas. Pengukuran dilakukan di salah satu unit KPP dan instansi lain yang berkaitan asalkan terlibat dalam suatu rangkaian kegiatan pelayanan. Hasil pengukuran diharapkan dalam bentuk kuantitatif agar mudah saling dibandingkan dan dapat dijadikan acuan untuk perbaikan kualitas pelayanan. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Menjadi acuan pihak pemerintah/DJP untuk meningkatkan koordinasi unit pelaksana teknisnya dari sisi interoperabilitas guna mewujudkan kualitas
4
pelayanan yang memuaskan di mata masyarakat. 2. Bagi kalangan akademisi, menambah wawasan
atas implementasi aspek
interoperabilitas untuk mengukur efektivitas pelayanan publik.
5