BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak 4000 SM, manusia telah mengenal dan mengolah emas, berdasarkan penemuan arkeolog di Bulgaria. Pengolahan emas berlanjut hingga sekarang. Emas menjadi salah satu cadangan/investasi yang relatif stabil dibandingkan uang kertas atau logam. Emas menjadi salah satu logam berat dengan nilai ekonomis tinggi sehingga menarik untuk dieksplorasi (Watling, 2007). Kelimpahan relatif emas dalam kerak bumi diperkirakan sebesar 0,004 g/ton, termasuk sekitar 0,001 g/ton terdapat di perairan laut (Rusdiarso, 2007). Daerah eksplorasi emas di dunia banyak ditemukan di benua Afrika, Amerika Selatan, Asia termasuk Indonesia. Untuk Indonesia sendiri potensi endapan emas terdapat
dihampir
setiap
daerah,
seperti
di
Sumatra,
Kalimantan,
Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua (Darmono, 2009). Emas ditambang atau dieksplorasi secara terbuka atau tambang tertutup di kedalaman bumi. Emas di alam tidak pernah ditemukan sebagai material tunggal, tetapi keberadaanya selalu diikuti oleh keberadaan logam-logam lain. Emas terkandung dalam mineral-mineral seperti kalkopirit, pirit, pirhotit, dll. (Deschenes dan Ghali, 1988).
Beberapa teknik isolasi akhirnya berkembang
diantaranya metode sianida (Hiskey, 1985) dan metode amalgamasi dengan menggunakan merkuri (Lee, 1994). Metode ini terus dipakai sampai sekarang, utamanya metode amalgamasi karena sederhana dan murah (Watling, 2007). Namun proses isolasi tersebut menghasilkan zat yang berbahaya yaitu merkuri (dari proses amalgamasi) dan sianida (dari proses sianidasi). Merkuri dan sianida yang terlepas ke alam, masuk ke lingkungan perairan, termanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Kandungan logam berat tadi akan terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup termasuk manusia. Lama kelamaan akan mempengaruhi kesehatan tubuh manusia dengan merusak jaringan tubuh. Pada level kronik dapat menyebabkan kematian pada manusia.
1
2
Sebagai contoh kasus toksisitas merkuri yang diberitakan besar-besaran pasca perang dunia II di Jepang, disebut sebagai Minamata Disease (penyakit Minamata). Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa penduduk di sekitar kawasan tersebut mengkonsumsi ikan yang berasal dari laut sekitar teluk Minamata yang mengandung merkuri dari buangan sisa industri. Mereka mengalami gejala aneh mental dan cacat saraf, terutama pada anak-anak (Faust dan Aly., 1981) Kedua metode tersebut dinilai tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan metode lain yang lebih ramah lingkungan. Metode alternatif lainnya yaitu metode adsorpsi, metode ini murah, mudah dioperasikan, sederhana serta kapasitasnya besar (Thomas dan Crittenden, 1998). Teknik adsorpsi mempunyai keunggulan dibandingkan dengan teknik lain, antara lain biaya rendah dan tidak ada efek samping zat beracun. Banyak material yang dapat dimanfaatkan sebagai adsorben, diantaranya: zeolit, silika, lempung, bentonit, karbon aktif, magnetit dan sebagainya (Blais dkk., 2000). Salah satu material adsorben tersebut diatas adalah magnetit. Hanifa dkk. (2013) mengatakan bahwa penggunaan material magnetit (Fe3O4) sendiri telah banyak dikembangkan dalam berbagai bidang penyimpan informasi dengan densitas yang tinggi, pembentukan gambar dengan resonansi magnetik, sistem pengantaran untuk obat-obatan, kosmetik, pewarna, tinta, serta berperan dalam berbagai proses pemisahan, termasuk adsorpsi. Hampir seluruh aplikasi tersebut mensyaratkan partikel magnetik harus dalam kondisi stabil secara kimia, tidak mudah teroksidasi dan tidak membentuk agregat. Untuk mengatasi hal tersebut, maka partikel magnetit harus dilapisi atau dilindungi oleh senyawa lain yang bersifat inert (Salehizade, 2012). Untuk menjamin kestabilan kimia partikel magnetit, maka partikel magnetit dilapisi permukaannya dengan silika membentuk komposit magnetit silika. Partikel magnetit berperan dalam melakukan prekonsentrasi senyawa organik sebelum terjadi proses adsorpsi. Hal ini terjadi diduga karena sifat kepekaan magnetit yang kuat dari silika (Barlianti, 2009). Partikel silika dapat digunakan sebab memiliki gugus silanol yang dapat diaktivasi dengan berbagai
3
gugus fungsi, luas permukaan yang besar. Selain itu silika yang melapisi permukaan magnetit dapat melindungi magnetit dari pelarutan dalam kondisi asam. Lapisan silika bermuatan negatif menyebabkan peningkatan tolakan coulomb dan interaksi dipol magnetit terlapisi sehingga magnetit stabil (Kazemzadah dkk., 2011). Pelapisan juga menyebabkan magnetit stabil terhadap korosi, oksidasi dan agregasi spontan (Gubin dkk., 2005). Selain sebagai pelapis, penggunaan silika gel sebagai absorben untuk absorpsi juga sudah banyak diterapkan karena di samping memenuhi syarat sebagai absorben yang baik juga murah dan mudah didapatkan. Absorben silika gel dapat dibuat dari pengolahan abu sekam padi yang diperoleh dari pembakaran sekam padi. Sekam padi merupakan limbah pertanian yang banyak dihasilkan di Indonesia yang setiap tahun hampir sekitar 50 juta ton gabah kering dapat diproduksi dan dihasilkan di Indonesia sekitar 1,3-3,0 juta ton abu. Yang pemanfaatannya belum maksimal. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mengolah abu sekam padi sebagai sumber alam yang cukup berpotensi untuk menjadi bahan absorben yang efektif dan selektif (Narsito dkk., 2004). Silika gel merupakan salah satu padatan anorganik yang mempunyai situs aktif berupa gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) di permukaan serta sifat fisik seperti kestabilan mekanik, porositas dan luas permukaan. Adanya gugus OH yang membentuk ikatan hidrogen dengan gugus yang sama dari molekul lain menyebabkan silika dapat digunakan sebagai pengering dan fasa diam pada kolom kromatografi atau adsorben untuk senyawa organik. Kelemahan penggunaan silika gel sebagai adsorben adalah rendahnya efektifitasnya apabila digunakan untuk mengadsorpsi ion logam. Rendahnya efektifitas silika gel ini disebabkan oleh interaksi ion-ion dan permukaan silika agak lemah. Sifat keasaman yang rendah dari gugus-gugus silanol dan kemampuan mendonorkan elektron yang rendah dari atom oksigen di permukaan. Sehingga sebagai upaya untuk meningkatkan efektifitas adsorpsinya maka silika dimodifikasi dengan suatu gugus fungsi (gugus aktif) seperti -CH, SH, dan -NH2.
4
Proses modifikasi adalah dengan mengubah gugus -Si-OH menjadi -SiOM, dimana M adalah beberapa spesies baik sederhana ataupun kompleks selain H (Aguado dkk., 2009). Salah satu agen pemodifikasi yang dapat digunakan adalah 3-aminopropiltrimetoksisilan (APTMS). Penggunaan APTMS adalah untuk mendapatkan gugus amino atau -NH2 sebagai pengganti -Si-OH pada silika. Diharapkan gugus aktif -NH2 dapat teprotonasi dalam larutan sehingga dapat mengadsorpsi ion logam Au. Komposit magnetit dengan silika tersebut dapat dimodifikasi dengan bermacam-macam gugus fungsi sesuai keperluannya. Penelitian ini nantinya akan menggunakan 3-aminopropiltrimetoksisilan (APTMS). Komposit yang telah dimodifikasi ini akan digunakan sebagai adsorben dalam sistem monologam dan multilogam. Penelitian ini akan mengkaji adsorpsi Au(III) dalam sistem Au3+/Cu2+/Ni2+ dimana ion Cu(II) dan Ni(II) dan Au(III) merupakan ion logam yang terdapat dalam limbah tambang emas, limbah electroplating dan limbah elektronik, selain logam-logam lainnya seperti Ag(I), Zn(II) dan lain-lain (Lightfoot dkk., 2010). Diharapkan proses adsorpsinya tidak menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan serta memiliki daya adsorpsi yang besar terhadap Au(III) baik dalam sistem monologam dan sistem multilogam.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah : a. Membuat magnetit terlapis hibrida amino silika melalui proses sol-gel dengan menggunakan magnetit, 3-aminopropiltrimetoksisilan (APTMS) dan natrium silikat sebagai sumber silikat dari hasil pengolahan abu sekam padi. b. Mempelajari adsorpsi ion logam Au(III) pada magnetit terlapis hibrida amino silika (MHAS). c. Mengkaji selektivitas dan kapasitas adsorpsi ion logam Au(III) dalam campuran multilogam Au(III), Cu(II), dan Ni(II) pada magnetit terlapis hibrida amino silika (MHAS).
5
1.3 Manfaat penelitian Berdasarkan latar belakang maka manfaat dari penelitian adalah : a. Memberi kontribusi dalam meningkatkan nilai ekonomis abu sekam padi. b. Memberikan alternatif lain dalam mengekstrak emas dalam larutan. c. Memberi kontribusi pada upaya pengurangan pencemaran logam berat di lingkungan perairan. d. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kimia anorganik dan ilmu lingkungan.