BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Air memiliki peranan yang penting dalam menopang kehidupan manusia.
Banyak sekali kebutuhan manusia yang memanfaatkan air, baik itu air hujan, air permukaan, maupun airtanah. Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, air dimanfaatkan dalam bidang pertanian, industri, bahkan transportasi. Sebagian masyarakat D.I. Yogyakarta menggunakan air permukaan seperti air sungai untuk memenuhi kebutuhan, sebagian lagi menggunakan airtanah. Air permukaan lebih banyak menopang kebutuhan masyarakat pedesaan untuk pertanian dan aktivitas ekonomi lainnya. Sementara airtanah digunakan lebih luas dari air permukaan, terutama untuk memenuhi kebutuhan setiap rumah tangga. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Rhagunath (1987), bahwa airtanah, terutama airtanah bebas lebih banyak digunakan masyarakat luas, terutama karena persediaannya yang mencukupi dan relatif aman dari bakteri. Keberadaan air di bawah permukaan (subsurface water) memiliki hubungan erat dengan air permukaan (surface water). Apabila terjadi perubahan perilaku secara kuantitatif pada salah satunya, maka akan berpengaruh pada bagian air yang lain. Oleh karena itu, setiap kegiatan yang diduga berpengaruh terhadap perilaku air, maka perlu ditinjau keduanya (Rhagunath, 1987). Dewasa ini, telah berkembang luas kawasan perkotaan di D.I. Yogyakarta yang berarti banyak terjadi perubahan pola tata guna lahan. Tidak hanya melingkupi Kota Yogyakarta, tetapi meluas hingga kabupaten di sekitarnya, salah satu diantaranya adalah Kabupaten Sleman. Salah satu koridor perluasan kawasan perkotaan ini berada di Kecamatan Depok, tepatnya di sisi utara Universitas Gadjah Mada. Seiring dengan munculnya kawasan perkotaan ini, perlu diteliti pengaruhnya terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan intensitas kegiatan manusia (human activities), menurut Harto (1993), dapat menimbulkan perubahan sifat hidrologik secara perlahan-lahan ataupun secara mendadak.
1
Sebagai kawasan budidaya yang banyak membutuhkan air untuk irigasi, Yogyakarta melalui pemerintahannya di era penjajahan Jepang menginginkan dibangunnya saluran irigasi sepanjang sisi utara Kota Yogyakarta (saat ini) yang kemudian disebut sebagai Selokan Mataram (Kanal Yoshiro). Proyek irigasi ini dimulai sekitar tahun 1943-1944 dengan gagasan membuat saluran yang menghubungkan Sungai Progo dengan Sungai Opak, yakni menyuplai kebutuhan air irigasi dari Sungai Progo yang kemudian bermuara di Sungai Opak. Selain bersumber dari Sungai Progo, Selokan Mataram mendapat imbuhan air dari air hujan, air limpasan, rembesan (seepage), serta airtanah di sekitarnya.
M
Gambar 1.1. Sisa Area Budidaya Pertanian Utara Kota Yogyakarta yang Dilewati Selokan Mataram Menurut Citra Geo-eye. Seiring perkembangan waktu, kawasan budidaya pertanian yang dilewati oleh Selokan Mataram berkurang sedikit demi sedikit. Kawasan budidaya pertanian yang tersisa berada di sisi barat Kabupaten Sleman (sebelum jalur lingkar barat) dan sebagian sisi timur (setelah memotong jalur lingkar timur). Seperti yang terlihat pada citra Geo-eye (Gambar 1.1.), kawasan budidaya pertanian yang dilewati jalur Selokan Mataram dan berada di dekat Kota
2
Yogyakarta, yakni setelah memasuki jalur lingkar barat dan sebelum memotong jalur lingkar timur, sudah mengalami banyak perubahan menjadi area permukiman di tengah kawasan perluasan perkotaan. Salah satu kawasan terpadat hasil perluasan perkotaan yang dilewati Selokan Mataram, sebagaimana telah menunjukkan kenampakan fisik kekotaan berada di antara Kali Code dan Kali Pelang. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.2. permukiman yang muncul di kawasan tersebut diketahui berada di dekat Selokan Mataram, bahkan sebagian diantaranya hanya berjarak kurang dari 5 meter. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi fungsi selokan.
Gambar 1.2. Kawasan Perkotaan Utara Kota Yogyakarta yang Dilewati Selokan Mataram dari Kali Code hingga Kali Pelang Menurut Citra Geo-eye. Secara umum, airtanah di D.I. Yogyakarta bagian tengah, mengalir dari utara menuju ke selatan mengikuti water table, meski secara detil akan ada kondisi fisik lain yang lebih spesifik mempengaruhi aliran airtanah di lokasilokasi tertentu. Hal ini sesuai dengan pola aliran airtanah hasil penelitian Yudistira pada tahun 2013. Aliran airtanah mengikuti kontur daerah penelitian yang masih
3
termasuk wilayah satuan Gunungapi Merapi, sehingga secara umum mengarah ke selatan (Yudistira, 2013). Selokan Mataram saat ini diketahui tidak hanya melalukan air dari Sungai Progo, tetapi juga turut membawa air limbah dari masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di sekitar selokan. Aliran airtanah yang cenderung ke sisi selatan (ke lokasi yang lebih rendah) dan adanya polutan yang terbawa oleh air selokan, maka dikhawatirkan menyebabkan airtanah di sekitarnya juga turut terkena imbuhan dan atau rembesan dari air selokan tersebut sehingga turut terkontaminasi. Bersamaan dengan telah ditemukannya kegiatan yang diduga berpengaruh terhadap perilaku air, maka menurut Rhagunath (1987), peninjauan dan pengkajian keduanya, baik air Selokan Mataram maupun airtanah di sekitarnya perlu dilakukan. Salah satu cara mengkaji air Selokan Mataram dan airtanah dapat dilakukan dengan meneliti kualitas air. Salah satu metode untuk mengetahui kualitas air adalah dengan melakukan pengujian laboratorium untuk nilai DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), NO2 (nitrit) dan NO3 (nitrat).
1.2
Rumusan Masalah Selokan Mataram dibangun untuk memenuhi fungsi irigasi. Namun
demikian, seiring perkembangan waktu, lingkungan di sekitar selokan banyak berubah menjadi kawasan perluasan kota. Salah satu kawasan yang paling padat adalah daerah antara Kali Code dan Kali Pelang. Perubahan kondisi di sekitar selokan sebagai akibat meningkatnya aktivitas masyarakat seperti yang diutarakan Harto (1993) ini, dikhawatirkan memiliki andil dalam menimbulkan perubahan sifat hidrologik secara perlahan-lahan ataupun mendadak, terutama pada air Selokan Mataram dan airtanah di sekitarnya, baik kuantitas maupun kualitas airnya. Aliran air bawah tanah (airtanah) mengikuti pola water table. Sementara itu, Selokan Mataram bersifat influen, yaitu mampu memberi masukan air ke airtanah di sekitarnya. Air Selokan Mataram tidak hanya melalukan air dari Sungai Progo, tetapi juga turut membawa air limbah yang dibuang ke selokan, sehingga terdapat
4
kemungkinan aliran air selokan ke airtanah di sekitarnya juga turut membawa polutan-polutan dari air limbah tersebut. Guna mengetahui hal tersebut, maka penelitian mendalam mengenai pengaruh Selokan Mataram terhadap airtanah di sekitarnya dengan menguji parameter DO, BOD, COD, NO2, dan NO3 perlu dilakukan, dengan memperhatikan faktor-faktor yang turut mempengaruhi. Terkait hal tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut.
1) Bagaimana nilai DO, BOD, COD, NO2, dan NO3 air Selokan Mataram dan airtanah dari Kali Code hingga Kali Pelang? 2) Bagaimana pengaruh kualitas air Selokan Mataram terhadap kualitas airtanah di sekitarnya?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mengkaji nilai DO, BOD, COD, NO2, dan NO3 air Selokan Mataram dan airtanah dari Kali Code hingga Kali Pelang. 2) Mengkaji pengaruh kualitas air Selokan Mataram terhadap kualitas airtanah di sekitarnya.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna, diantaranya sebagai berikut. 1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam kajian potamologi dan hidrologi, khususnya dalam pemahaman mengenai pengaruh air permukaan terhadap airtanah atau sebaliknya. 2) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pengaruh sistem irigasi Selokan Mataram terhadap airtanah di sekitarnya dan sebagai bahan evaluasi sistem pengelolaan hidrologi perkotaan di utara Yogyakarta.
5
1.5
Tinjauan Pustaka A. Karakteristik Airtanah Akuifer (aquifer) merupakan formasi batuan yang dapat menyimpan dan melalukan air dalam jumlah cukup (Todd, 1980). Zona akuifer tidak jenuh (zona aerasi) adalah zona penyimpan airtanah dan berperanan penting dalam mengurangi kadar pencemaran air selain juga merupakan zona pengisian kembali airtanah. Sementara zona akuifer jenuh, pori-pori tanah kesemuanya telah terisi oleh air di bawah tekanan hidrostatik, atau lebih sering disebut sebagai zona airtanah. Batas atas dari zona jenuh dikenal sebagai muka airtanah (water table). Muka airtanah dapat diketahui dari ketinggian muka air sumur (Asdak, 2010). Berdasarkan pengukuran ketinggian muka air sumur ini, akan diketahui ada atau tidaknya fluktuasi permukaan airtanah. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi permukaan airtanah (akuifer bebas) menurut Seyhan (1977), yaitu: 1. Fluktuasi harian yang disebabkan evapotranspirasi yang terjadi pada akuifer bebas yang memiliki muka airtanah dekat permukaan tanah. 2. Fluktuasi musiman : a. Sebaran curah hujan. b. Fluktuasi jangka pendek yang dipengaruhi pasang. c. Fluktuasi aliran air sungai. 3. Pengisian kembali buatan/abstraksi, pengendalian (saluran air, parit) dan pekerjaan bangunan (misal: jalan) menyebabkan perubahan pada muka airtanah. 4. Fluktuasi sekuler atau ketidakteraturan dalam jangka waktu panjang akibat keragaman presipitasi sekuler. Tinggi muka airtanah bebas dipengaruhi oleh musim, sehingga bersifat dinamis. Tinggi muka airtanah dapat naik dan bersinggungan dengan permukaan tanah saat musim hujan, sehingga sebagian dari airtanah tersebut mengisi sungai di dekatnya. Sungai yang mendapat imbuhan air dari airtanah ini kemudian disebut sebagai sungai bertipe efluen. Saat
6
kemarau, muka airtanah turun, sehingga mataair tidak lagi keluar. Kondisi ini, di beberapa formasi geologi mendorong adanya rembesan air ke akuifer (airtanah) disebut sebagai sungai influen (Asdak, 2010).
B. Karakteristik Aliran Permukaan dan Sistem Irigasi Selokan Mataram Aliran permukaan adalah air hasil kelebihan infiltrasi dan atau dari kejenuhan tanah yang berada di atas permukaan tanah melalui parit, kanal, atau sungai. Menurut asalnya, saluran digolongkan menjadi saluran alam (natural) dan buatan (artificial). Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas disebut saluran terbuka. Semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi disebut saluran alam, mulai dari anak selokan kecil di pegunungan, selokan kecil, sungai kecil, dan sungai besar hingga muara. Secara alami, bagian dari setiap saluran tersebut memiliki karakteristik tersendiri, karena kemampuan purifikasi sistem saluran. Secara umum, terbagi menjadi 4 bagian/zona, yaitu zona bersih (clear zone), zona penguraian (decomposition zone), zona septik (septic zone), zona penjernihan (recovery zone), lalu kembali lagi pada zona bersih. Selain terdapat saluran yang terbentuk secara alami, juga terdapat saluran yang sengaja dibentuk oleh manusia disebut saluran buatan. Salah satunya adalah selokan. Sifat-sifat hidrolik saluran ini dapat diatur menurut peruntukan dan perencananya sehingga memenuhi persyaratan tertentu. Berbagai
keadaan
dalam
praktik
teknik
saluran
terbuka
buatan
memunculkan istilah yang berbeda-beda seperti talang (flume), got miring (chute), terjunan (drop), gorong-gorong (culvert), terowongan air terbuka (open-flow tunnel), serta saluran/canal (Chow, 1985). Pembagian saluran menurut Chow (1985), terbagi atas prismatic channel dan non prismatic channel, sehingga Selokan Mataram termasuk dalam prismatic channel. Saluran dibangun dengan penampang melintang dan kemiringan dasar saluran tetap. Penampang saluran (channel section) yang dimaksud adalah tegak lurus arah aliran, sedangkan penampang
7
vertikal saluran (vertical channel section) adalah penampang melintang vertikal melalui titik terbawah dari penampang saluran. Penampang saluran buatan dibangun berdasarkan bentuk geometris umum. Terdapat tujuh bentuk geometris yang umum dipakai, yaitu: persegi panjang, trapesium, segitiga, lingkaran, parabola, persegi panjang sisi dibulatkan, segitiga dasar dibulatkan. Untuk saluran berdinding tanah yang tidak dilapisi bentuk yang umum dipakai adalah trapesium, menyesuaikan stabilitas kemiringan dindingnya. Selokan
(ditch)
merupakan
saluran
irigasi
yang
berfungsi
menyalurkan air. Selokan Mataram merupakan saluran irigasi dengan dasar yang tidak bersemen (Dartoyo, 1990 dalam Isti Adiarti 2011). Dartoyo lebih lanjut menyatakan bahwa kehilangan air (menjadi rembesan) pada Selokan Mataram kurang lebih sebesar 25% dari sumber. Secara kuantitatif, rembesan tersebut berpengaruh terhadap imbuhan airtanah dibawahnya, yaitu
di
sekitar
selokan.
Berikut
merupakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi rembesan. Faktor-faktor utama yang diketahui memiliki efek pasti pada tingkat rembesan menurut Kraatz (1977), yaitu: 1. Karakteristik tanah pada wilayah yang dilalui saluran. 2. Kedalaman air pada kanal/saluran, penampang basah saluran dan kedalaman airtanah. 3. Banyaknya sedimen dalam air, kecepatan aliran dan lamanya saluran digunakan. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan. Bouwer (dalam Kraatz, 1977) menemukan hubungan antara rembesan dan kedalaman air pada saluran, kedalaman airtanah dan penampang basah dari saluran, sebagai berikut: 1. Rembesan meningkat seiring meningkatnya kedalaman air pada saluran. 2. Rembesan meningkat seiring bertambahnya selisih antara permukaan air pada saluran dengan muka airtanah. Ketika selisihnya lebih dari lima kali lebar saluran, rembesan mencapai batas atas atau disebut ‘kondisi tak terbatas’.
8
3. Distribusi rembesan sepanjang dasar dan sisi saluran bergantung pada posisi muka airtanah atau lapisan kedap air. Ketika muka airtanah dangkal, rembesan dari sisi saluran lebih besar dibandingkan rembesan dari dasar, begitu pula sebaliknya dengan muka airtanah yang dalam. Rembesan maksimum pada semua kasus terjadi pada pangkal lereng saluran, yaitu pada pertemuan antara dasar dan sisi saluran. 4. Kedalaman signifikan yang menyebabkan tanah berpengaruh pada rembesan diketahui sebesar lima kali dari lebar saluran. Secara lateral, ketika kedalaman saluran sepuluh kali dari lebarnya, pengaruh rembesan tidaklah signifikan. Material tersuspensi dalam saluran air dibawa oleh rembesan air ke pori-pori tanah dimana saluran dibangun. Jika air mengandung sejumlah besar material tersuspensi, tingkat rembesan dapat berkurang dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan sejumlah kecil sedimen dapat memiliki efek menutup pori selama jangka waktu tertentu. Jika kecepatan air berkurang, sehingga kapasitas air dalam mengangkut sedimen menurun, mengakibatkan terjadinya pengendapan material tersuspensi. Hal ini lambat laun membentuk lapisan tipis yang kedap sepanjang penampang basah saluran, yang mengurangi perembesan.
C. Kualitas Air Kualitas air (water quality) adalah tingkat kesesuaian air dalam pemenuhan kebutuhan tertentu bagi kehidupan manusia (Arsyad, 2010). Kualitas air di suatu tempat berbeda dengan tempat lain. Demikian dengan kualitas airtanah dan air permukaan juga tidak sama. Parameter yang dapat mengukur kondisi perairan terbagi menjadi parameter fisika, kimia, serta biologi. Parameter fisika di antaranya adalah cahaya, suhu, kecerahan dan kekeruhan, warna, konduktivitas, padatan total, padatan terlarut, padatan tersuspensi, dan salinitas. Menurut Effendi (2003), bahan-bahan yang terdapat di perairan dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu gas, unsur, bahan organik terlarut, bahan anorganik tersuspensi, dan
9
bahan organik tersuspensi. Gas terdiri atas nitrogen, ammonia, hidrogen sulfida, karbondioksida, serta metana. Sementara unsur atau elemen terdiri atas tembaga, besi, aluminium, kobalt, molibdenum, karbon, fosfor, nitrogen, sulfur, klor, fluor, iodin, boron, serta silikon. Elemen tersebut dapat teridentifikasi sebagai ion maupun senyawa organik dan anorganik kompleks. Bahan organik terlarut dijumpai seperti gula, asam humus, lemak, vitamin, tannin, asam amino, peptide, protein, pigmen tumbuhan, serta urea. Bahan anorganik tersuspensi, berupa koloid lumpur dan partikel tanah. Bahan organik tersuspensi sebagai contoh zooplankton, fitoplankton, bakteri, jamur, serta sisa tumbuhan maupun hewan yang telah mati. Kadar oksigen sebagai parameter kimia perairan, secara alami dijumpai dalam bentuk gas oksigen terlarut. Kadar oksigen ini dipengaruhi suhu, salinitas, turbulensi air, tekanan atmosfer (Jeffries dan Miles dalam Effendi, 2003). Kadar oksigen berfluktuasi secara harian atau menyesuaikan musim, dengan dipengaruhi oleh proses pencampuran, pergerakan massa air, respirasi, fotosintesis, juga adanya limbah yang masuk ke badan air. Oksigen yang menurun di bagian dasar perairan disebabkan oleh proses dekomposisi bahan organik yang membutuhkan oksigen terlarut. Sementara nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Apabila bahan organik yang mengalami dekomposisi mengandung banyak nitrogen, maka organisme tumbuh baik. Nitrogen tersebut juga sebagian dilepas ke perairan mengalami mineralisasi (Effendi, 2003).
D. Pencemaran Air Saat musim kemarau, jumlah air permukaan menurun signifikan hingga diikuti dengan penurunan kualitas air. Sementara airtanah mengalir lebih lambat, sehingga bisa lebih leluasa pemanfaatannya di musim kemarau. Hal ini menjadi salah satu penyebab kuat besarnya pemanfaatan airtanah oleh penduduk. Airtanah berhubungan erat dengan air permukaan. Sesuai hukum Darcy, apabila pengambilan airtanah semakin banyak dilakukan, maka akan
10
terjadi penurunan muka airtanah. Kondisi ini dapat memicu terjadinya rembesan air sungai ke akuifer. Apabila akuifer tersusun oleh tanah dengan permeabilitas besar, sementara itu beban pencemaran juga tinggi, pencemaran pada sungai dapat memberikan pengaruh pencemaran pada airtanah (Asdak, 2010). Pencemaran pada airtanah erat kaitannya dengan adanya perubahan komposisi kimia airtanah yang dipengaruhi faktor kimia, fisik, maupun biologi pada lingkungan akuifer. Batuan dan kondisi cuaca seperti temperatur termasuk dalam faktor fisik yang turut mempengaruhi airtanah. Selain itu, proses-proses kimia yang mempengaruhi kondisi airtanah adalah seperti pertukaran kation (cation exchange), penyerapan (adsorbtion), reaksi oksidasi-reduksi, pelarutan, pengendapan mineral serta percampuran air. Faktor biologi, terkait dengan aktivitas yang dilakukan manusia dan hewan turut mempengaruhi kondisi airtanah yang biasanya berkontribusi dalam mencemari airtanah. Besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut tergantung pada lamanya proses yang terjadi. Pencemaran
air
berkaitan
dengan
proses
masuknya
atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air akibat berbagai kegiatan manusia, mengakibatkan kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu, sehingga air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PP No 82 Tahun 2001). Terdapat banyak sumber pencemaran, baik yang berupa lokasi (point source) maupun sumber tersebar (non point source). Sumber pencemar yang terakhir dapat ditimbulkan dari sumber lokasi yang banyak, seperti pertanian (pupuk), limpasan dari permukiman, serta limpasan dari area perkotaan. Sebagian besar limbah yang ada namun seringkali tidak nampak karena telah menyatu dengan air limpasan adalah limbah cair. Karakteristik limbah cair ditentukan oleh berbagai parameter yang menunjukkan adanya komponen polutan yang terkandung dalam limbah tersebut. Terdapat 3 macam karakteristik limbah cair, yaitu fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik fisik limbah cair seperti padatan total, kekeruhan, daya hantar
11
listrik, bau, suhu, dan warna. Sementara itu, karakteristik kimiawi limbah cair dapat berupa parameter kimia organik (BOD, COD), parameter kimia anorganik (pH, logam berat, belerang, cyanida) dan parameter gas (N2, O2, CO2). Karakteristik biologi limbah cair diantaranya mikroorganisme patogen dan mikroorganisme non patogen. Detergen merupakan golongan dari molekul organik yang digunakan sebagai pengganti sabun untuk pembersih. Zat ini di dalam badan air menimbulkan buih dan selama proses aerasi, buih tersebut berada di atas permukaan gelembung udara dan relatif tetap. Sebelum tahun 1965 detergen ini disebut ABS (Alkyl Benzene Sulfonate). Zat ini menjadi penyebab masalah busa karena tahan terhadap penguraian/proses biologis. Setelah ABS tidak diperbolehkan, maka diganti dengan LAS (Linear Alkyl Sulfonate), dimana busa yang dihasilkan bisa diuraikan. Bahan dasar detergen adalah minyak nabati atau minyak bumi seperti senyawa hidrokarbon parafin dan olefin. Sumber utama limbah yang mengandung detergen berasal dari rumah tangga atau permukiman (Sugiharto, 1987). Limbah Domestik
Air (99,9%)
Padatan (0,1%)
Organik (70%)
Protein (65%)
Karbohidrat (25%)
Anorganik (30%)
Lemak (10%)
Grit
Garam/Salts
Logam
Gambar 1.3. Komposisi dan persentase komponen penyusun limbah domestik. (Sumber: Tebbut dalam Effendi, 2003).
12
Gambar 1.3. merupakan bagan komponen penyusun limbah domestik. Seperti yang terurai dari Gambar 1.3. limbah domestik tersusun atas 2 jenis, yaitu air dan padatan. Sebagian besar adalah air, sebagai pelarut utama, kemudian padatan yang akan terurai lagi sebagai bahan organik dan anorganik. Meski komposisinya tidak selalu pada angka tertentu, namun kurang lebih 70% merupakan bahan organik dan sisanya bahan anorganik. Bahan organik di antaranya tersusun dari protein, karbohidrat dan lemak. Sementara itu, bahan anorganik tersusun atas berbagai garam, grit, juga logam. Setelah bercampur menjadi satu, bahan-bahan tersebut kemudian tidak semuanya dalam keadaan berikatan secara utuh, sebagian sudah terurai sebagai akibat adanya berbagai proses kimia dan dekomposisi. Jasad renik menggunakan O2 air untuk mengoksidasi bahan organik, bahan buangan lainnya, serta gas melalui proses berikut (Gambar 1.4.). Bahan organik + O2 CO2 + NH3 + Energi + Bahan buangan Bakteri
Gambar 1.4. Rangkaian proses penguraian bahan organik. Bahan organik belum diolah yang masuk ke dalam badan air mengalami pembusukan oleh bakteri. Pembusukan yang terjadi memerlukan oksigen yang diambil dari dalam air. Apabila jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses pembusukan lebih besar daripada yang tersedia, maka oksigen dapat menurun drastis hingga mencapai nol. Kondisi perairan dengan kandungan oksigen mencapai nol menyebabkan kehidupan dalam air mati. Kebutuhan oksigen untuk proses penguraian digunakan satuan BOD (Biochemical Oxygen Demand) dalam mg/liter air kotor. Semakin besar BOD di sini menunjukkan semakin besarnya pengotoran dalam air. Pengotoran bisa berasal dari polutan atau limbah serta sampah yang masuk di badan air. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.5. mikroorganisme mulanya menggunakan bahan organik secara cepat untuk metabolisme serta pembentukan sel, sehingga menyebabkan BOD meningkat dalam 1-3 hari. Setelah bahan organik dapat diurai dari campuran air limbah, selanjutnya
13
kebutuhan oksigen menurun dan sel mencerna sisa yang ada. Secara umum, reaksi karbon berhenti setelah 20-30 hari dan bahan organik menjadi stabil. Tes BOD menggunakan waktu 5 hari mengingat selama waktu tersebut sebanyak 60% - 70% kebutuhan terbaik karbon dapat tercapai (BOD L).
BOD
Kebutuhan nitrogen
BOD LN
Kebutuhan karbon
BOD L
(mg/l)
BOD5
10
20
30
40
50
Waktu inkubasi dalam hari
Gambar 1.5. Kurva BOD air limbah pada suhu 200 C. Sumber: Sugiharto (1987). Bahan organik berupa N2 yang berasal dari urea dan protein dikonversi menjadi NH3 selama proses pembusukan. Setelah 12 hari bakteri nitrifikasi mengoksidasi ammonia dengan proses berikut (Gambar 1.6.). NH3 + 3/2 O2
H2O +HNO2
Nitrosomonas HNO2 + ½ O2
HNO3
Nitrobakter
Gambar 1.6. Proses nitrifikasi Fase kedua mempunyai nilai kebutuhan oksigen terbaik dan disebut sebagai BOD LN. Waktu mencapai BOD LN ini adalah 50 hari. Setelah
mengalami
berbagai
proses
kimia
dan
penguraian
(dekomposisi), kemudian adanya limbah yang terkandung dalam suatu badan air diidentifikasi dari berbagai parameter, seperti adanya padatan
14
total, BOD, COD, nitrogen dengan berbagai bentuk, ammonia, klorida, alkalinitas dan minyak atau lemak. Rincian kandungan dari masing-masing parameter
tersebut
kemudian
digunakan
sebagai
dasar
penentuan
pencemaran air yang terjadi akibat masuknya limbah domestik.
1.6
Penelitian Sebelumnya Ischak (2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Water Quality of Selokan
Mataram Irrigation Canal After Passing Through Sub-Urban Areas, Yogyakarta, Indonesia” mengidentifikasi air Selokan Mataram sebelum melewati kawasan sub urban, yaitu di utara Kota Yogyakarta, dapat diklasifikasikan sangat baik untuk tujuan irigasi, dan setelah melewati kawasan sub urban dapat diklasifikasikan baik hingga sangat baik. Pengaruh sampah dari kawasan sub urban pada kualitas air Selokan Mataram dalam kaitannya dengan fungsi irigasi adalah sangat kecil. Limbah hanya mengubah kelas kualitas dari air irigasi pada parameter persentase kandungan sodium, misalnya dari sangat baik menjadi baik. Persentase sodium yang terkandung dalam air Selokan Mataram sebelum melewati kawasan sub urban adalah 20% (sangat baik untuk fungsi irigasi) dan 21% setelah melewati kawasan sub urban Yogyakarta (baik untuk fungsi irigasi). Perubahan dalam persentase sodium ini relatif kecil. Penelitian berjudul “Kajian Karakteristik Muka Airtanah di Sekitar Selokan Mataram” yang dilakukan Isti Adiarti (2011) menghasilkan beberapa hal. Bentuk geometri saluran Selokan Mataram terbagi dalam 3 kategori, yaitu trapesium, persegi, dan trapesium modifikasi dan melalui berbagai penggunaan lahan, seperti permukiman, tegalan, serta sawah. Kondisi fisik bangunan Selokan Mataram dengan adanya kebocoran maupun pengendapan material yang terdapat di dasar selokan telah menyebabkan penurunan fungsi. Selokan Mataram ikut berperan dalam sistem penggelontoran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di sekitar Selokan Mataram, disimpulkan bahwa tipe aliran Selokan Mataram adalah influen, dengan kemampuan menaikkan tinggi muka airtanah di sekitarnya. Selain pasokan dari Selokan Mataram, kenaikan tinggi muka airtanah untuk daerah di sekitarnya turut dipengaruhi oleh penggunaan lahan.
15
Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Sebelumnya Peneliti
Judul
Ischak
Water
(2002)
Selokan
Tujuan
Quality
After
Canal Passing
Through Sub-Urban Areas,
1. Air Selokan Mataram sebelum melewati kawasan
air kanal irigasi Selokan pengukuran, dan
sub urban, yaitu di utara Kota Yogyakarta, dapat
Mataram
diklasifikasikan sangat baik untuk tujuan irigasi,
sebelum
dan pengamatan
setelah melewati kawasan langsung sub urban.
lapangan.
Yogyakarta, 2. Mengevaluasi kualitas air
Indonesia
Hasil
of 1. Mengidentifikasi kualitas Survei,
Mataram
Irrigation
Metode
di
dan setelah melewati kawasan sub urban dapat diklasifikasikan baik hingga sangat baik. 2. Pengaruh sampah dari kawasan sub urban pada
kanal Selokan Mataram
kualitas air Selokan Mataram dalam kaitannya
untuk
irigasi
dengan fungsi irigasi adalah sangat kecil. Limbah
setelah air kanal melewati
hanya mengubah kelas kualitas dari air irigasi
kawasan sub urban
pada parameter persentase kandungan sodium,
fungsi
misalnya dari sangat baik menjadi baik.
16
Lanjutan Tabel 1. Perbandingan Penelitian Sebelumnya Peneliti
Judul
Tujuan
Metode
Isti Adiarti Kajian Karakteristik 1. Mengetahui karakteristik Survei (2011)
Hasil data 1. Bentuk geometri saluran Selokan Mataram terbagi
Muka Airtanah di
Selokan
Sekitar
(meliputi kondisi geometri pengukuran, dan
trapesium
saluran,
penggunaan lahan, seperti permukiman, tegalan,
Mataram
Selokan
Mataram instansional,
kondisi
dalam 3 kategori, yaitu trapesium, persegi, dan
fisik pengamatan
Selokan Mataram, serta langsung
di
modifikasi
dan
melalui
berbagai
serta sawah. Kondisi fisik bangunan Selokan
fungsi Selokan Mataram lapangan.
Mataram dengan adanya kebocoran maupun
secara umum).
pengendapan material yang terdapat di dasar selokan telah menyebabkan penurunan fungsi.
2. Mengetahui
pengaruh
2. Tipe aliran Selokan Mataram adalah influen,
Selokan Mataram terhadap
dengan kemampuan menaikkan tinggi muka
muka airtanah dangkal di
airtanah di sekitarnya. Selain pasokan dari
daerah sekitarnya.
Selokan Mataram, kenaikan tinggi muka airtanah untuk daerah di sekitarnya turut dipengaruhi oleh penggunaan lahan.
17
Lanjutan Tabel 1. Perbandingan Penelitian Sebelumnya Peneliti Miftahul
Judul
Tujuan 1. Mengkaji
Metode
nilai
DO, Pengukuran,
Jannah
BOD, COD, NO2, dan pengambilan
(2014)
NO3
air
Hasil
Selokan sampel,
uji
Mataram dan airtanah laboratoirium, dari Kali Code hingga observasi Kali Pelang. 2. Mengkaji kualitas Mataram kualitas
langsung,
dan
pengaruh wawancara air
Selokan terhadap
airtanah
di
sekitarnya. Sumber: Telaah pustaka oleh peneliti
18
1.7
Kerangka Pemikiran Air permukaan lebih khusus lagi yaitu sistem sungai/saluran memiliki keterkaitan
dengan airtanah, begitu pula sebaliknya. Agihan airtanah diantaranya dipengaruhi oleh jenis akuifer termasuk proses-proses yang terjadi dalam akuifer, aliran airtanah, serta proses recharge atau pengisian airtanah. Airtanah mendapat imbuhan dari proses presipitasi, yaitu melalui proses lanjutan dari infiltrasi yang disebut dengan perkolasi, serta mendapat imbuhan dari simpanan yang berada di dalam saluran. Airtanah tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi airtanah di daerah sebelumnya (daerah yang lebih hulu). Kondisi airtanah dari sisi hulu turut mempengaruhi kondisi mula-mula airtanah yang terbawa oleh aliran airtanah (flownet). Melihat adanya interaksi tersebut, juga adanya aktivitas pembuangan limbah domestik oleh penduduk ke sistem saluran, akhirnya memunculkan
kekhawatiran adanya rembesan polutan dari saluran ke airtanah.
Airtanah yang terkena rembesan polutan dipengaruhi oleh pola aliran airtanah, sehingga distribusinya berbeda. Rembesan polutan ini akan mempengaruhi kualitas airtanah. Secara lebih ringkas, kerangka pemikiran diperjelas dalam bagan berikut ini (Gambar 1.7.).
Kualitas airtanah bebas utara Selokan Mataram
Aktivitas penduduk Sampah, limbah
Kualitas air Selokan Mataram
Kualitas airtanah bebas selatan Selokan Mataram
Gambar 1.7. Kerangka Pemikiran
19
1.8
Batasan Istilah Aliran permukaan adalah air hasil kelebihan infiltrasi dan atau dari kejenuhan tanah yang berada di atas permukaan tanah melalui parit, kanal, atau sungai (Indarto, 2010) Saluran terbuka adalah saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas (Chow, 1985) Tipe sungai influen (influent) adalah tipe sungai yang dapat memberikan rembesan air ke akuifer (airtanah), pada tipe sungai ini pencemaran yang terjadi di sungai dapat menyebabkan terjadinya pencemaran airtanah lewat rembesan (Asdak, 2010) Airtanah (groundwater) adalah air yang berada di bawah permukaan tanah pada zona jenuh air, dengan tekanan hidrostatis yang sama atau lebih besar dibandingkan dengan tekanan udara (Todd, 1980) Akuifer (aquifer) adalah formasi batuan yang dapat menyimpan dan melalukan air dalam jumlah cukup (Todd, 1980) Akuifer bebas (unconfined aquifer) adalah akuifer yang terletak di atas lapisan kedap air (impermeable zone) hingga batas antara zona jenuh air dan zona aerasi dimana muka airtanah (water table) berada (Todd, 1980) Muka airtanah (water table) adalah batas atas dari zona jenuh (Asdak, 2010) Kualitas air (water quality) adalah tingkat kesesuaian air dalam pemenuhan kebutuhan tertentu bagi kehidupan manusia (Arsyad, 2010) Pencemaran air (water pollution) adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PP No 82 Tahun 2001) Bahan Pencemar (pollutant) adalah bahan bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi, 2003)
20