BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timor-Leste merupakan salah satu negara yang banyak menyimpan sumber daya alam. Salah satu sumber daya alam tersebut adalah marmer. Marmer merupakan salah satu batuan metamorf yang terdiri dari mineral kalsit, yang terjadi dari proses metamorfosa regional atau rekristalisasi dari batu gamping, batuan ini kompak tanpa foliasi terbentuk karena kontak. (Ir. Dody Setya Graha; Batuan dan Mineral, hal 182). Ada beberapa lokasi di Negara Republik Demokratik De Timor-Leste (RDTL) sebagai tempat terbentuknya marmer yang tidak teridentifikasi keseluruhan. Di Daerah Laclo dan sekitarnya, District Manatuto (Timor-Leste) adalah salah satu lokasi yang memiliki marmer. Batuan metamorf adalah batuan yang telah berubah karena bertambahnya tekanan dan temperature (J.A. Katili dan Marks, 1963:90). Grout (1932, dalam Soetono dan Wartono Rahadjo, 1974) menyebutkan bahwa batuan metamorf adalah batuan yang mempunyai sifat-sifat nyata yang dihasilkan oleh proses metamorfisme. Perubahan dalam batuan metamorf adalah kristalisasi baru. Turner (1954, dalam Williams dkk., 1954: hal 161-162) menyebutkan bahwa batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami
perubahan mineralogik dan struktur oleh
metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat tanpa melalui fase cair. Dengan pendekatan melalui analisis citra Landsat 7 ETM+ untuk lebih mengetahui geomorfologi maupun geologi struktur dari lokasi pengamatan ini dan data-data sekunder lainnya sehingga dapat membantu dalam mengetahui penyebaran dari marmer itu sendiri. Untuk mencapai tujuan terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya sumber daya alam, maka pemilihan dan pemanfaatan sumber daya alam harus diperhitungkan. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mengidentifikasi kawasan yanag memiliki sumber potensi kekayaan alam dengan metode Penginderaan Jauh. Dipenulisan penelitian ini difokuskan pada pencitraan untuk lokasi yang banyak mengandung batuan berkandungan marmer. Mengingat marmer merupakan
1
batuan metamorf yaitu batuan yang mengalami perubahan danabatri sedimen kemalihan termik, karena golongan batuan, maka marmer mampu menyerap dan menyimpan panas sehingga oleh Landsat 7 ETM+ mampu dideteksi dengan pancaran gelombang elektromagnetik. Sehubungan dengan hal diatas maka perlu dilakukan suatu pemantauan area sumber daya alam yang potensial di Kabupaten Manatuto Khususnya di Laclo (Timor-Leste) dengan kekhususan pada marmer. Karena luasnya area tersebut maka dibutuhkan survey yang cukup lama dan biaya yang cukup mahal untuk mengidentifikasinya. Untuk itu diperlukan adanaya informasi tentang area yang memiliki kandungan marmer potensial. Informasi tersebut dapat diperoleh dengan salah satu cara yaitu melalui pengolahan dan analisis data satelit penginderaan jauh (inderaja) karena inderaja memberikan kemudahan dalam analisis spasial, berulang kontinyu, serta meliputi wilayah luas dengan biaya yang relatif murah dan cepat dibandingkan dengan survey terestris. Jadi identifikasi kawasan geologis yang berpotensial di Kabupaten Manatuto, Laclo (Timor-Leste) dengan penginderaan jauh diharapkan mempunyai ketelitian dan keakuratan yang tinggi untuk analisa informasi geologisnya, setidaknya sebanding dengan survey terestris yang dilakukan berulang sehingga dapat membantu pemerintah daerah membuat keputusan dalam menentukan kebijakan pengembangan potensi daerah. Peta Geologi dapat memberikan Informasi yang akurat tentang sebaran batuan metamorf serta gaya-gaya geologi yang terjadi di daerah penelitian. Oleh karena itu, diperlukan teknologi penginderaan jauh (Remote Sensing) untuk pemetaan geologi secara efektif dan efisien, terutama di daerah pegunungan kabupaten Manatuto, khususnya di Laclo, dimana daerah tersebut masih banyak dibutuhkan survey geologi untuk kepentingan pemecahan berbagai masalah dan penelitian. Dimana dengan bantuan data citra Landsat 7 ETM+ resolusi tinggi mampu menampilkan detail informasi geologi berupa sebaran batuan yang ada, khususnya batuan berkandungan marmer (batuan metamorf) yang ada. Kabupaten Manatuto merupakan salah satu wilayah yang memiliki berbagai struktur dan formasi batuan yang berada diwilayah tersebut. Dengan posisi kabupaten manatuto yang berada pada 8˚30’44’’S-126˚00’57’’ memungkinkan 2
daerah tersebut merupakan daerah pegunungan yang memiliki berbagai macam satuan batuan dan formasi yang berkaitan dengan ilmu geologi. Teknologi penginderaan jauh merupakan cara yang efektif untuk melakukan kajian tentang pemetaan geologi, dengan cara melakukan interpretasi dengan menggunakan citra satelit maka akan diperoleh beberapa klasifikasi sebaran batuan. Informasi klasifikasi sebaran batuan tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman yang membantu dalam menentukan satuan penyusun batuan berdasarkan morfologinya. Menganalisa keadaan morfologi yang terdapat dikawasan pegunungan kabupaten manatuto khususnya daerah laclo merupakan salah satu penelitian untuk mengetahui keadaan geologi dikawasan tersebut dan persebaran batuan yang ada. Citra yang digunakan adalah citra Landsat 7 ETM+ merupakan citra yang beresolusi tinggi yaitu memiliki resolusi spasial 30 m. Peta yang dihasilkan mempunyai skala besar sehingga dapat melihat sebaran batuan secara detail. Hal ini sangat sesuai untuk kajian pemetaan geologi di daerah penelitian tersebut. Keunggulan teknologi penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan suatu system yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan lokasi, kondisi, kecenderungan, pola, dan sebagainya, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan akurat bagi para pengambil keputusan di daerah penelitian. Dengan memanfaatkan kelebihan teknologi penginderaan jauh yang berupa liputannya yang luas dan berulang-ulang, ketelitian pengamatan yang tinggi dan biaya yang relatif murah untuk persatuan luas, memberikan kemungkinan untuk mengintegrasi tingkat keakurasian dan efisiensi dalam penyediaan data dan informasi geologi. Selain itu juga didukung oleh data citra Landsat 7 ETM+ yang digunakan dalam interpretasi secara visual. Citra Landsat 7 ETM+ yang memiliki resolusi spatial 30 m diharapkan mampu memperjelas kenampakan geologi yang ada meliputi batas litologi, morfologi, kelurusan (Lineaments) dan sebaran batuan yang ada. 1.2. Rumusan Masalah Sumber daya alam adalah salah satu aset yang paling utama dari suatu Negara. Dengan ini di negara Timor-Leste sendiri belum banyak sumber daya alam yang belum teridentifikasi secara menyeluruh. Pada penelitian ini, ada tiga permasalahan yang penulis anggap penting yaitu: 3
1. Bagaimana cara untuk Mengetahui penyebaran Batuan berkandungan Marmer. 2. Bagaimana cara mengolah data citra satelit Lansad 7 ETM+, sehingga dapat digunakan
untuk
memetakan
struktur
geologi
dengan
mengetahui
kenampakan di daerah penelitian dan kelurusan batuan yang ada diwilayah Laclo Manatuto. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penyebaran batuan berkandungan marmer di Laclo dan daerah sekitarnya melalui pendekatan data geomorfologi dan geologi struktur daerah setempat dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ 2. Untuk mengetahui luasan area yang mengandung marmer dan seberapa besar kandungan batuan marmer yang terdapat di daerah Laclo dan sekitarnya di kabupaten Manatuto (Timor-Leste). 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan teknik penginderaan jauh dan pemanfaatan citra landsat 7 ETM+ dalam mengetahui penyebaran geomorfologi dan geologi struktur di daerah penelitian, dan dapat memberikan informasi untuk mengetahui penyebaran batuan berkandungan marmer di daerah penelitian dan sekitarnya. 1.5. Telaah Pustaka 1.5.1. Sistem Penginderaan Jauh. Penginderaan
jauh
merupakan
suatu
ilmu
dan
seni
dalam
mendapatkan informasi mengenai suatu obyek, fenomena, atau wilayah melalui analisis data yang diperoleh tanpa kontak lansung dengan obyek, fenomena, atau wilayah yang dikaji tersebut (Lillesand dan kiefer, 1990). Sistem penginderaan jauh dilengkapi dengan sensor kamera yang merekam obyek
didalam,
sensor
tersebut
menangkap
sinyal
gelombang
elektromagnetik yang dipantulkan oleh obyek akibat dari pengaruh sinar matahari.
4
Gambar 1. Proses yang berlangsung di atmosfir selama gelombang menjalar ke permukaan bumi (Paine. 1981) Menurut Sutanto (1996). Komponen dan interaksi antara komponen dalam system penginderaan jauh dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) Sumber Tenaga, dalam penginderaan jauh harus ada sumber tenaga, baik sumber tenaga alamiah (pasif) maupun sumber tenaga buatan (system aktif). Tenaga ini mengenai obyek dipermukaan bumi yang kemudian di pantuikan ke sensor. Jumlah tenaga yang diterima oleh sensor tergantung pada jumlah tenaga asal ada karakteristik obyeknya. Semaking banyak tenaga yang diterima oleh sensor, maka semaking cerah wujud obyeknya pada citra. 2) Atmosfer, Sebelum mengenai obyek, energi yang dihasilkan sumber tenaga merambat melewati atmosfer. Atmosfer membatasi bagian spektrum elektomagnetik yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh. Pengaruh atmosfer merupakan fungsi panjang gelombang dan bersifat selektif terhadap panjang gelombang dan pengaruhnya atmosfer adalah fungsi dari panjang gelombang. Karena pengaruhnya yang selektif, inilah yang dinamakan dengan istilah jendela atmosfer yang memiliki bagi spektrum elektromagnetiknya dapat mencapai bum. Dalam jendela atmosfer adanya hambatan atmosfer, adalah suatu kendalah yang disebabkan oleh hamburan pada spektrum tampak dan serapan yang terjadi pada spektrum inframerah termal.
5
3) Interaksi antara tenaga dan Obyek, pada tiap obyek mempunyai karakteristik tertentu dalam memantulkan atau memancarkan tenaga ke sensor. Pengenalan obyek pada dasarnya dilakukan dengan menyidik karakteristik spectral obyek yang tergambar pada citra. Obyek yang banyak memancarkan atau memantulkan tenaga akan tampak cerah pada citra, sedangkan obyek pancarannya atau pantulannya sedikit gelap. Meskipun demikian, tidak sederhana juga terdapat obyek yang berlainan, akan tetapi mempunyai karakteristik spectral yang sam, sehingga dapat menyulitkan pengenalannya pada citra. Dalam hal tersebut dapat diatasi dengan menyidik karakteristik lain selain karakteristik spectral. Misalnya seperti: Bentuk, Ukuran dan Pola. 4) Sensor, berdasarkan proses perekamannya sensor dibedakan atas sensor fotografik dan sensor elektronik. Pada sensor fotografik proses perekamannya berlansung secara kimiawi. Tenaga elektromagnetik diterima dan direkam pada lapisan emulsi film yang bisa diproses akan menghasilkan foto. Akan tetapi berbeda dengan system fotografik, sensor elektronik menggunakan tenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik. Sinar elektrik yang direkam pada tiap magnetik ini kemudian dapat diproses menjadi data visual dan data yang biasa disebut citra. Beberapa kelebihan sistem fotografik dan sistem elektronik. Keuntungan sistem fotografik yakni: caranya sederhana, tidak mahal, resolusi spasialnya baik,dan integritas geometriknya baik. Tenaga yang datang dari obyek dipermukaan bumi diterima dan direkam oleh sensor. Tiap sensor mempunyai
kepekaan
tersendiri
terhadap
bagian
spektrum
elektromagnetik. Disamping itu juga kepekaan berbeda dalam merekam obyek terkecil yang masih dapat dikenali dan dibedakan terhadap obyek lain atau terhadap lingkungan sekitarnya. Kemampuan sensor untuk menyajikan gambaran obyek terkecil ini disebut resolusi spasial. Semaking kecil obyek yang dapat direkam oleh sensor menandakan semaking besar kualitas sensor tersebut, 5) Perolehan data dapat dilakukan dengan cara manual yakni dengan interpretasi visual, dan dapat pula dilakukan dengan cara numerik atau 6
cara digital yaitu dengan menggunakan komputer, foto udara umumnya diinterpretasi secatra manual, sedangkan data hasil penginderaan jauh secara elektronik dapat diinterpretasi secara manual maupun secara numerik, 6) Pengguna
Data,
dalam
komponen yang penting dalam
sistem
penginderaan jauh. Untuk kedalaman, kerincian dan kesesuaian terhadap kebutuhan pengguna sangat menentukan diterima atau tidak diterimanya data penginderaan jauh oleh para penggunanya. 1.5.2. Sistem Penginderaan Jauh Landsat 7 ETM+ Landsat 7 ETM+ diluncurkan pada tanggal 15 Desember 1988 dan merupakan satelit paling akhir dari program Landsat. Satelit Landsat 7 diluncurkan dengan ketinggian orbit 705 km. Tujuan utama Landsat 7 adalah untuk memperbaharui arsip citra satelit, dan menyediakan citra up-to-date dan bebas dari awan. Meskipun program ini dikembangkan oleh NASA, dari data Landsat 7 dikumpulkan dan didistribusi oleh USGS. Instrument utama Landsat 7 ialah Enhanched Thematic Mapper (ETM+). Satelit Landsat 7 diluncurkan dengan ketinggian orbit 705 km. Orbit yang rendah ini dipilih untuk membuat satelit secara potensial dapat dicari oleh pesawat ruang angkasa dan untuk meningkatkan resolusi tanah pada sensor. Setiap orbit membutuhkan kira-kira 99 menit dengan lebih dari 14,5 orbit dilengkapi setiap hari. Landsat 7 dirancang untuk dapat bertahan 5 tahun,
dan
juga
memiliki
kapasitas
untuk
mengumpulkan
dan
mentransmisikan hingga 532 citra setiap harinya. Masa satelit tersebut 1973 kg, memiliki panjang gelombang 4,04 meter dan diameter 2,74 meter.
7
Sumber: http://wikipedia.org/wiki/Landsat7Spesifikasi_Satelit Gambar 2. Satelit Landsat ETM+ Tabel 1.1 Tabel Karakteristik level Landsat 7 ETM+ Level
Karakteristik Level ini dapat dikatakan sebagai data mentahnya Landsat 7, dimana
OR
dalam data Landsat belum mengalami koreksi radiometrik dan geometric
1R
Produk pada level ini adalah level O-R yang telah mengalami koreksi radiometric Produk pada level ini adalah level I-R yang telah mengalami koreksi geometrik pada proyeksi tertentu. Terdapat 7 pilihan proyeksi yang biasa digunakan yaitu:
1G
v
Universal Transverse Mercator
v
Lambert Conformal Conic
v
Polyconic
v
Transverse Mercator
v
Polar Stereografik
v
Hotine Oblique Marcator A
v
Space Oblique Mercator (Sumber: Hardiyanti, 2001 dan Lillesand & Kieffer (1996)
8
Table 1.2 Karakteristik dan kegunaan Band Satelit Landsat ETM+ Panjang Band
Spektrum
Gelombang
Kegunaan
(µm) Tanggap terhadap penetrasi tubuh air 1
Biru
0,45 - 0,52
Mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah dan vegetasi
2
Hijau
0,52 – 0,60
Mengindera puncak pantulan vegetasi, perbedaan vegetasi dan nilai kesuburan Untuk memisahkan vegetasi
3
Merah
0,63 – 0,69
Memperkuat kontras kenampakan vegetasi dan non vegetasi Tanggap terhadap biomasa vegetasi dan
4
Inframerah dekat
0,76 – 0,90
identifikasi tanaman Memperkuat kontras tanaman, tanah dan air Menentukan jenis tanaman dan
5
Inframerah jauh
1,55 – 1,75
kandungan air Membantu menentukan kondisi kelembaban tanah
6 7 8
Inframerah thermal Inframerah sedang
10,4 – 12,5 2,08 – 2,35
Deteksi perubahan suhu obyek Analisis gangguan vegetasi Formasi batuan dan analisis bentuklahan Resolusi spasialnya relatif lebih tinggi
Pankromatik
0,50 – 0,90
Digunakan untuk aplikasi yang memerlukan akurasi tinggi
(Sumber: Hardiyanti, 2001 dan Lillesand & Kieffer (1996)
9
1.5.3. Karakteristik Citra Landsat 7 ETM+ 1.5.3.1.
Karakteristik Spasial
Karakteristik spasial ditandai dengan resolusi spasial yang digunakan sensor untuk mendeteksi obyek. Resolusi spasial adalah daya pilah sensor yang diperlukan untuk bisa membedakan obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi. Istilah lain yang umum digunakan untuk resolusi spasial adalah medan pandang sesaat (Intantenous Field of View /IFOV). Tabel 1.3 IFOV pada masing-masing Saluran No Saluran
IFOV
1-5,7
30 m x 30 m
6
60 m
8
15
(sumber : http://www.fwi.or.id/papua) 1.5.3.2.
Karakteristik Spektral
Karakteristik spektral terkait dengan panjang gelombang yang digunakan untuk mendeteksi obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi. Semaking sempit julat (range) panjang gelombang yang digunakan maka, semaking tinggi kemampuan sensor itu dalam membedakan obyek. 1.5.3.3.
Resolusi Temporal
Resolusi
temporal
adalah
kemampuan
suatu
sistem
untuk
merekam,ulang daerah yang sama. Satuan Resolusi temporal adalah jam atau hari. Satelit Lansad TM setiap 18 hari sekali untuk generasi 1, dan 16 hari sekali untuk generasi 2. Lansad 7 merupakan satelit dengan orbit yang selaras
10
matahari (sun synchronous), dan melintas di ekuator pada waktu lokal pukul 10:00 pagi. 1.5.3.4. Ketika
Interaksi Gelombang Elektromagnetik Dengan Obyek energi
matahari
mengenai
obyek
maka
terdapat
5
kemungkinan interaksi yang terjadi yaitu: Transmisi, absorpsi, refleksi, dan emisi. Tabel 1.4 Nama gelombang dan range panjang gelombang pada masing-masing saluran. No Saluran
Nama Gelombang
Range panjang gelombang (um)
1
Biru
0,45-0,52
2
Hijau
0,53-0,61
3
Merah
0,63-0,69
4
Inframerah dekat
0,78-0,90
5 6 7 8
Inframerah gelombang pendek Inframerah tengah Inframerah gelombang pendek Pankromatik
1,55-1,75 10,4-12,5 2,09-2,35 0,52-0,9
Sumber: Paine. 1981
11
Tabel 1.5 interaksi gelombang elektromagnetik dengan obyek Interaksi
Keterangan
Transmisi
Energi tersebut akan ditransmisikan (diteruskan) oleh obyek tersebut.
Absorpsi
Energi akan di serap oleh oyek tersebut.
Refleksi
Energi akan dipantulkan sempurna dengan sudut datan energi tersebut sama dengan sudut pantulnya oleh obyek. Panjang gelombang yang dipantulkan oleh obyek (bukan yang diserap) akan menindikasikan warna dari obyek tersebut.
Hamburan
Energi akan dihamburkan secara acak ke segala arah oleh obyek tersebut. Hamburan Rayleigh dan Hamburan Mie merupakan tipe hamburan yang paling sering terjadi di atmosfir.
Emisi
Energi yang telah diserap, akan dipancarkan lagi, biasanya pada panjang gelombang yang lebih panjang.
Sumber: (http://geografi161.blogspot.com/2008/10/penginderaan-jauh.html). Citra Lansad yang digunakan memiliki level 1G dengan menggunakan proyeksi Universal mercator, sehingga tidak melakukan koreksi geometri. 1.5.4. Pengolahan Data Citra penginderaan Jauh 1.5.4.1.
Koreksi Radiometrik
Pada koreksi radiometrik ini dibutuhkan atas dasar dua alasan, yaitu untuk memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki kualitas nilai-nilai piksel yang sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral obyek yang sebenarnya. Koreksi radiometrik citra merupakan suatu citra yang ditampilkan untuk memperbaiki kualitas visual citra berupa pengisian kembali baris yang kosong karena doup-out baris maupun masalah awal pemindahan (scanning star).
12
1.5.4.2.
Koreksi Geomertrik
Koreksi Geometri merupakan suatu transformasi yang memperbaiki hubungan spasial antara piksel-piksel yang terdapat dalam citra yang dikoreksi. Beberapa sumber yang dapat menyebabkan terjadinya distorsi geometri pada citra hasil liputan antara lain adalah: kesalahan pada alat, perubahan kecepatan akibat satelit bergerak secara elipsoid, perubahan attitude, dan perubahan attitude dan obyek ( seperti rotasi bumi dan kelengkungan bumi) (Sarjono Dipowirjo. Dkk, 1991). 1.5.4.3.
Kombinasi Band
Penyusunan citra komposit yang dimaksudkan untuk memperoleh gambaran visual yang lebih baik, sehingga pengamatan obyek, pemilihan sampel, dan aspek estetika citra dapat diperbaiki ( Danoedoro, 1996). Citra komposit adalah paduan citra dari beberapa saluran. Dalam teori warna dikenal adanya tiga warna dasar, yaitu: biru, hijau dan merah. Pada kombinasi dalam ketiga warna ini akan menghasilkan warna-warna lain. Untuk citra penginderaan jauh multispektral dan multitemporal setelah dikoreksi, yaitu koreksi radiometrik dan geometrik maka dilakukan interpretasi atau klasifikasi. Namun sebelum dilakukan interpretasi, baik secara manual maupun digital perlu dibuat kompositnya, yaitu dimana untuk menguji apakah setiap citra sudah sama karena proses geometrik maupun radiometrik dilakukan setiap citra sendiri-sendiri. Registrasi citra merupakan proses untuk membuat posisi lokasi dari setiap piksel pada beberapa citra saling sesuai satu sama lain. Registrasi dapat dilakukan pada citra multispektral, citra multitemporal, dan antara citra dengan peta. Dua citra dapat diregistrasi satu sama lain dengan cara melakukan registrasi setiap citra pada peta yang sama secara terpisah. Teknik ini dilakukan apabila diperlukan georeferencgin (Posisi citra disamakan dengan koordinat peta atau koordinat bumi). Apabila tidak diperlukan georeferencing registrasi dapat dilakukan terhadap citra lain yang digunakn sebagai referensi. Penyesuaian pada lokasilokasi titik-titik piksel dari suatu citra dalam basis koordinat peta (koordinat
13
lintang dan bujur) disebut geocoding. Hal pokok dalam proses registrasi adalah penentuan jarak spasial antara didefenisikan dalam bentuk jarak pergeseran (translasi) pemutaran (jarak rotasi), dan jarak skala (scala distance). Citra yang sudah terregistrasi tersebut, selanjutnya dapat diperoleh citra. 1.5.4.4.
Pemfilteran
Menurut Jensen (1996), karakteristik citra penginderaan jauh adalah adanya parameter yang disebut frekuensi spasial yang didefenisikan sebagai jumlah perubahan nilai keabuhan pada citra. Algoritma untuk membentuk penajaman disebut sebagai filter. Dalam teknik untuk matematika untuk memisahkan citra kedalam frekuensi komponen spasial disebut sebagai analisis fourier. Akan tetapi prakteknya tidak harus melalui transformasi fourier. Terdapat beberapa macam filter digital, tetapi dalam konteks penajaman citra terdapat dua filter utama yaitu : filter high pass dan filter low-pass. Keduanya menghasilkan efek yang berlawanan. Filter high pass menghasilkan citra dengan variasi nilai kecerahan yang besar dari piksel ke piksel, sedangkan filter low-pass justru berfungsi sebaliknya. Untuk kesederhanaan filter frekuensi rendah dievaluasi dari nilai keabuhan piksel input, BV ini dan piksel disekitar piksel input, serta nilai keabuhan piksel output baru, yang dalam hal ini adalah konvolusi. Ukuran mask atau karnel (n) biasanya 3 x 3, 5 x 5, 7 x 7, 9 x 9 dan seterusnya. Pemfilteran frekuensi tinggi. Filter frekuensi tinggi dihitung dengan mengurangi filter frekuensi tinggi dari dua kali nilai piksel dengan citra aslinya, HFF5,out=(2 x BV5) –LFF5, sout. Pada banyak kajian tentang geologi atau ilmu-ilmu kebumian, informasi yang sangat bernilai adalah tepi dan batas. Penajaman perlu dilakukan untuk menonjolkan kenampakan tepi, sehingga mudah dikenal. Chaves dan Beur, 1982 (dalam Jensen, 1986). Menyatakan bahwa ukuran
14
kernel atau topeng terboboti yang secara khas digunakan dalam filter penajaman tepi, merupakan fungsi kekasaran permukaan dan karakteristik sudut matahari saat data dikumpulkan, proses yang berdasarkan “pembeda dalam arah mendata” dari citra masukan dengan menggunakan persamaan, sebagai berikut: Rumus:Diff BVi +1j – Bvi,j+126 Persamaan ini diterapkan untuk setiap baris ke i pada citra atau setiap baris ke m menghasilkan citra derivatif atau pembeda utama. Simpangan baku dari citra ini dihitung dan dikalikan 2.3 menghasilkan nilai delta, maka ukuran dari krenel ini dapat dihitung dengan persamaan, sebagai berikut: Ukuran Kernel = 12-∆ Tabel 1.6 Hubungan Kekasaran Permukaan, ukuran kernel, dan Nilai Delta Delta (Mendekati)
Kekasaran Permukaan
Ukuran Kernel
<3
Sangat halus
9x9
4
Halus
5
Agak Halus
6
Halus / Kasar
7
Kasar / Halus
8
Agak kasar
9
Kasar
3x3
10
Sangat Kasar
1x1
1.5.4.5.
7x7 5x5
Penajaman kontras
Penajaman citra adalah bertujuan untuk meningkatkan mutuh citra, baik untuk memperoleh keindahan gambar maupun untuk kepentingan analisis citra. Penajaman citra pada data penginderaan jauh dilakukan sebelum interpretasi visual, dan juga untuk analisis kuantitatif. Yang dimaksudkan dengan operasi penajaman adalah untuk terekam pada citra.
15
Penajaman citra secara sederhana dapat diartikan mentransformasikan data kebentuk yang lebih ekspresif (purwadhi, 2001).
1.5.5. Geologi Menurut Munir (1996) Geologi menjelaskan mengenai berbagai aspek proses terbentuknya susunan, manusia, hewan, serta fungsi perantara bagi manusia. Struktur geologi adalah ilmu yang mempelajari batuan yang terformasi yang membentuk lapisan atas dari bumi. Untuk deformasi itu sendiri adalah suatu proses yang merubah bentuk atau ukuran dari batuan dan meninggalkan hasil yang permanen dibatuan. Kondisi dari struktur geologi yang dapat diamati atau dipelajari adalah pada proses patahannya pada kerak bumi yang dapat menimbulkan timbulnya struktur penyerta dalam batuan yaitu, seperti pelipatan, rekahan dan patahan-patahan kecil (dalam Harsolumakso Agus H. Sapiie Benjamin, 2001). 1.5.6. Geologi Regional Daerah Penelitian Geologi regional daerah penelitian telah banyak dibahas oleh peneliti terdahulu diantaranya yaitu: a) menurut Charton T.R. (2001) dalam jurnal dengan judul The Structure and tectonic significance of the Lolotoi, Laclubar and Aileu Metamorphic massif, East Timor. Keberadaan pulau Timor pada selatan sistem foerarc Banda Island yang berhadapan dengan margin bagian utara benua Australia pada palung Timor merupakan kelanjutan dari batimetri dan struktur palung pulau jawa yang terbentuk oleh sistem subdaksi banda arc. Pada Neogen pembentukan sunda arcang dibatasi oleh Indo-Australia ke selatan dan Eurasia dengan arah utara dan barat. Satuan metamorfisme yang terkontrol pada lokasi penelitian ada tiga satuan yaitu Laclubar massif, Lolotoi massif dan Aileu Complex. b) Menurut Brady and Grad,. 1981 dalam jurnal The structure and tectonic significance of the Lolotoi, Laclubar and Aileu Metamorphic massif, East Timor. Mengetahui 5 fase deformasi pada easter Aileu massif yaitu:
16
1. Tekanan ekstensi membentuk layer-layer paralel pada sekis tetapi tidak menampakan lipatan. 2. Klimaks deformasi pada aileu kompleks, yang rapat hingga membentuk patahan isoklin yang di determinasi oleh vargence. 3. Pembukaan mesoskopik hingga lipatan tertutup, yang menunjukkan palung lebih dominan ke arah timur 4. Menghasilkan lipatan terbuka kecil dengan trend N-S yang merupakan subparalel dengan fase ke tiga. 5. Menghasilkkan lipatan mesoskopik and makroskopik dengan strike dominan dengan berazimut 100º 1.5.7. Geomorfologi Regional Secara fisiografi, daerah Timor bagian Timur dibagi menjadi 3 satuan geomorfologi (UNESCAP, 2003) yaitu: 1) Rangkaian Pegunungan barat a. Pegunungan Ramelau, memanjang kuran lebih sepertiga dari TimorLeste bagian barat. Titik tertinggi dari pegunungan ini adalah Tatamailau 2963 mdpl. Topografi pegunungan Ramelau bergradasi ke arah pegunungan yang lebih rendah yang dipisahkan oleh bukit dan lembah sungai pada bagian barat dan timur. Puncak ini terletak 11 kilometer sebelah timur desa Atsabe Gleno. b. Pegunungan Aileu, memanjang dari distrik Ermera – Aileu hingga Manatuto. Titik tertinggi dari pegunungan ini adalah Gunung Olopana (1.762 mdpl). Rangkaian pegunungan ini merupakan pegunungan rendah yang dipisahkan oleh lembah berarah Timur Laut. 2) Rangkaian pegunungan Timur (dissected plato) Rangkaian pegunungan timur memanjang dari Manatuto hingga bagian Timur pulau. Titik tertinggi pegunungan ini adalah Gunung Matebian dengan ketinggian 2.315 mdpl. 3) Dataran Rendah Quelicai Dataran rendah Quelicai merupakan dataran rendah yang memisahkan sistem pegunungan Barat dan Timur dengan jarak 20-30 kilometer.
17
Pola struktural dari macam-macam pegunungan pada bagian barat, termasuk juga pegunungan Ramelau mengindikasikan bahwa bagian barat dari pulau terdiri atas sejumlah tren Timur Laut dari blok pegunungan yang memiliki ciri tersendiri yang dihasilkan dari gaya stres yang bekerja pada seting struktur yang sama. Sedangkan rangkaian pegunungan Timur tidak memiliki pola yang sistematik seperti dibagian Barat pulau (UNESCAP, 2003a). Timur Bagian Barat ( Kini dikenal sebagai Nusa Tenggara Timur) digolongkan dalam 5 satuan Fisiografi (Rosidi dkk, 1979) yaitu: pegunungan kasar, dataran tinggi, pegunungan bergelombang, fatu (Istilah gunung/batu yang dipakai oleh Rosidi dkk, 1979) dan dataran rendah. 1. Pegunungan Kasar. Pegunungan kasar terdapat di pantai utara dan tersusun dari batuan beku membentuk pegunungan yang cukup tinggi dengan salah satu puncaknya mencapai ketinggian 1.228 mdpl. Pegunungan berlereng terjal dengan lembah sempit, secara keseluruhan memberikan kenampakan permukaan kasar. Pola aliran yang berkembang pada satuan ini adalah pola aliran trellis, dimana setiap sungai yang berkembang pada satuan ini hampir sejajar dengan pola aliran yang membentuk tulang daun. Umumnya sungai yang ada merupakan sungai intermitten yaitu sungai yang mengalir pada saat musim penghujan. 2. Dataran Tinggi Dataran
tinggi
tersusun
batugamping
koral
yang
mengalami
pengangkatan dengan ketinggian berkisar antara 200-500 m. Satuan ini membentuk plato dengan permukaan yang kasar, hampir datar atau sedikit miring, dengan kelerengan terjal sampai sgsk landai. Pada satuan ini berkembang gejala topografi karst akan tetapi belum terlihat dengan jelas. 3. Pegunungan Bergelombang. Pegunungan bergelombang sebagian besar pulau Timor di tempati oleh satuan ini, yang terdiri dari rangkaian pegunungan berlereng landai sampai agak terjal tersusun oleh batuan yanga agak bersifat lempungan 18
atau batuan lainnya yang bersifat tidak padat dan mudah tererosi, serta sering dijumpainya, adanya gejala rayapan dan tanah longsor. Longsor pada pegunungan dan satuan ini umumnya terdapat pada puncakpuncak yang menonjol bila dibandingkan dengan daerah disekitarnya dan umumnya berupa batuan yang tahan terhadap erosi sehingga adanya tekuk pada lereng antara batuan ini dengan batuan lempungan yang terdapat disekitarnya terlihat sangat jelas. Puncak dan tonjolan ini dikenal dengan nama Fatu 4. Fatu Fatu yang artinya batu atau gunung. Satuan ini mudah di kenal karena kenampakan membentuk tonjolan yang berbeda dengan keadaan sekitarnya. Satuan ini tersusun oleh batuan yang tahan terhadap erosi, seperti batuan malihan, batu gamping atau batuan beku, ketinggian puncak-puncak fatu ini berbeda dengan salah satunya adalah Nuaf Mutis, 2427 mdpl dan merupakan puncak tertinggi di Timor bagian Barat. 5. Dataran Rendah. Terdapat di daerah muara sungai besar, sebagian merupakan rawa dan umumnya tergenang air pada saat pasang naik, termasuk dataran yang berada diantara perbukitan serta beberapa endapan sungai yang membentuk undak dengan ketinggian mencapai 45 meter diatas alas sungai. 1.5.8. Geomorfologi daerah penelitian Secara fisiografi, daerah penelitian termasuk dalam rangkaian pegunungan barat (UNESCAP, 2003a) yaitu rangkaian pegunungan barat yang meliputi: 1. Pegunungan Aileu, memanjang dari distrik Ermera – Aileu hingga Manatuto. Dengan titik tertinggi dari pegunungan ini adalah gunung Olapana dengan titik tertinggi 1.762 mdpl. Rangkaian pegunungan ini merupakan pegunungan rendah yang dipisahkan oleh lembah berarah Timur laut. 2. Rangkaian Pegunungan Timur (dissected Plato), rangkaian pegunungan Timur memanjang dari Manatuto hingga bagian Timur pulau. Titik 19
tertinggi pegunungan ini adalah Gunung Matebian dengan ketinggian 2.315 mdpl. 3. Dataran Rendah Quelicai. Dataran rendah Quelicai merupakan dataran rendah yang memisahkan sistem pegunungan Barat dan Timur dengan jarak 20-30 kilometer. 1.5.9. Batuan Metamorf Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari hasil proses metamorfisme, dimana terjadi perubahan atau alterasi; physical (struktur, tekstur) dan chemical (mineralogical) dari satu batuan pada temperatur dan tekanan tinggi dalam kerak bumi atau batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk yang lain, dapat berupa batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf sendiri telah mengalami proses atau perubahan mineralogy, tekstur maupun struktur sebagai akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi. Proses metamorfosa terjadi dalam fasa padat, tanpa mengalami gas cair, dengan temperature 200˚c - 6500˚c. Menurut Grovi (1931) perubahan dalam batuan metamorf adalah hasil rekristalisasi dan dari rekristalisasi tersebut akan terbentuk kristal-kristal batu, begitu pula pada teksturnya. Menurut H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adalah proses yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap kondisi fisika dan kimia dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya. Proses perubahan temperatur dan atau tekanan dari batuan yang telah ada sebelumnya akan berubah tekstur dan strukturnya sehingga membentuk batuan baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula. Contoh batuan tersebut adalah batu sabak atau slate yang merupakan perubahan batu lempung. Batu marmer yang merupakan perubahan dari batu gamping. Batu kuarsit yang merupakan perubahan dari batu pasir. Apabila semua batuanbatuan yang sebelumnya terpanaskan dan melele maka akan membentuk magma yang kemudian mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi batuan-batuan baru lagi. Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pembentukan batuan tersebut; 20
a) Komposisi mineral batuan asal. b) Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme c) Pengaruh gaya tektonik d) Pengaruh Fluida Pada pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan metamorf diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: a) Foliasi, struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat dari pengaruh tekanan diferensial (berbeda) pada saat proses metamorfisme. b) Non foliasi, struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan penjajaran mineral-mineral dalam batuan tersebut. 1.5.10. Marmer Batu marmer adalah batuan hasil dari proses metamorfosa atau malihan dari batu gamping. Pengaruh dari suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan terjadinya rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk foliasi maupun non foliasi. Akibat dari rekristalisasi struktur asal batuan maka membentuk tekstur baru dan keteraturan butir, marmer di Negara Timor-Leste kira-kira berumur 30-60 juta tahun atau berumur kuarter hingga tersier. Marmer selalu berasosiasi keberadaannya dengan batu gamping, dimana ada batu marmer juga selalu ada batu gamping. Sebaliknya setiap ada batu gamping tidak selalu ada marmer. Karena keberadaan marmer berhubungan dengan proses gaya endogen yang mempengaruhinya baik berupa tekanan maupun perubahan temperatur, penyebaran marmer tersebut cukup banyak, seperti dapat dilihat pada penggunaan marmer atau batuan alam tersebut biasa dikategorikan kepada dua (2) penampilan yaiti type ordinario dan tipe staturio. Tipe ordinario biasanya digunakan untuk pembuatan lantai tempat mandi, meja-meja, dinding dan sebagainya, sedangkan type staturio sering dipakai untuk tujuan seni dan patung.
21
Berdasarkan komponen mineral utama asal mula terjadinya marmer dibagi dalam dua jenis yaitu onyx dan marmer erde-antik. Onyx yaitu kristalin yang terbentuk dari larutan air dingin dan umumnya dijumpai di guagua batu gamping. Batuan jenis onyx ini memiliki pori-pori yang lebih lebar dibandingkan dengan marmer verde-antik. Oleh karenanya, batuan jenis ini jika telah diolah menjadi produk dapat tembus cahaya. Marmer verde-antik yaitu serpentin massif yang dipotong oleh urat-urat kuarsa. Pori-pori batuan sangat padat, sehingga tidak dapat ditembus cahaya terdapat berbagai corak trotol dan cream. Penggunaan marmer untuk keperluan eksterior lebih disukai yang mempunyai pola-pola warna yang lembut atau berwarna terang. Marmer di alam ada beberapa macam warna ada yang putih, abu-abu hitam, merah, dan cream. Belakangan marmer dipergunakan hanya dalam bentuk lempengan yang digosok/poles menjadi mengkilat tetapi dibentuk sedemikian rupa menjadi suatu kerajinan tangan. 1.5.11. Kegunaan Marmer Marmer biasanya digunakan sebagai kerajinan seperti prasasti marmer dan patung marmer. Marmer Putih telah digunakan dalam patung berharga sejak jaman klasik. Preferensi ini harus digunakan dengan kelembutan, isotopi relatif dan homogenitas, dan resistensi relatif terhadap penghancuran. Juga indeks bias rendah kalsit memungkinkan cahaya untuk menembus beberapa milimiter kebatu sebelum tersebar keluar, sehingga tampilan dari karakteristik lilin memberi “hidup” dari patung marmer yang dibuat. selain itu marmer juga digunakan sebagai bahan dalam konstruksi bangunan baik interior maupun ekstrior seperti lantai, dinding dan lain-lain.
22
Gambar 5. Marmer dan Onyx
Gambar 6. Marmer verde-antik
1.5.12. Macam macam Batuan Metamorf 1) Marmer Marmer
atau
batu
pualam
merupakan
batuan
hasil
proses
metamorfosa atau malihan dari batu gamping.
Gambar 7. Marmer 2) Marmer merah. Warna yang cenderung terkesan vocal, membuat jenis batu ini menjadi batu marmer favorit masyarakat. Batu ini pun sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan untuk mempercantik bangunan. Hingga saat ini jenis batu marmer merah masih digunakan sebagai bahan elemen interior dan eksterior.
23
Gambar 8. Marmer merah
3) Sekis mika. Batuan sekis memiliki warna abu-abu dan mengkilap putih, dengan komponen mineralnya yaitu mika, merupakan metamorf foliasi. Pada deretan batuan sekis mika ini terdapat aliran sungai yang merupaakan arah aliran subsekuen karena sungainya sejajar dengan arah straight. Pada strukturnya terdapat rekahan yang telah terisi oleh mineral kuarsa yang masuk ke celah-celah rekahan tersebut. Sekis mika berfoliasi lemah terhadap komponen mika dan kuarsa. Sekis Schistosity atau foliasi jelas sekali; terdiri dari lapisan segregasi kuarts dan feldspar dan mineral pipih seperti biotit dan muskovit; hasil metamorfisme regional tingkat tinggi atau metamorfisme kinetik bertekanan tinggi.
Gambar 9. Sekis mika 4) Sekis Hijau 24
Batuan sekis hijau (metamorf) merupakan satuan batuan tertua sebagai basement yang berumur Trias (TrS) terdapat di bagian timur daerah penyelidikan. Luas penyebarannya ukup luas.
Gamabr 10. Sekis Hijau 5) Sekis Biru. Fasies Blueschist atau sekis biru yang mengandung mineral sodic biru amp hibol, glaukopan besama dengan mineral lawstonite.
Gambar 11. Sekis Biru 6) Gneis. Gneis adalah typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada saat batuan sedimen atau batuan beku yang terpendam pada tempatyang dalam mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi. Struktur gneisik, berbutir kasar; schistosity tidak
baik karena
banyaknya mineral kuarts dan feldspar lebih banyak dari pada mineral pipih; hasilmetamorfisme regional fasies tinggi dari batuan asal granit atau batuan lain yang banyak mengandung kuarts dan feldspar.
25
Gambar 12. Gneis 7) Flit (phyllite) Flit berwarna hitam terdapat pada dinding sungai yang terjal. Batuan ini terbentuk selama proses penunjaman serta merupakan batuan metamorf
berderajat
rendah.
Berbutir
halus,
memperlihatkan
schistosity, mulai tampak lapisan segregasi; pada bidang foliasi ada kilap muskovit dan klorit, berasal dari batuan yang sama dengan bahan pembentuk slate, tetapi butir-butirnya lebih kasar; hasil metamorfisme regional tingkat yang lebih tinggi.
. Gambar 13. Filit 8) Agate. Agate adalah mikrokristalin berbagai kuarsa (Silika), ditandai oleh kehalusan yang gandum dan kecerahan warna. Meski agates dapat ditemukan di berbagai jenis batu, mereka klasik terkait dengan gunung berapi batu tetapi dapa umum di beberapa batu metamorfik dan lainnya chalcedonies. 26
Gambar 14. Agate 9) Nefrit. Nefrit adalah permata, berbagai amphibole, bersama dengan giok-giok dikenal nama. (Jadiet je pyroxene.) Warna giok adalah bayam hijau tua, mineral memiliki kekerasan sekitar 7 derajat skala Mohs, seperti kuarsa, tetapi lebih sulit karena struktur mikrokristalin.
Gambar 15. Nefrit 10) Hornfels. Hornfels ( Jerman, yang berarti “hornstone ) setelah sering hubungan dengan batu glacial “puncak” tanduk di Alps, menjadi batu yang sangat keras dan dengan demikian lebih mungkin untuk menolak tindakan glacial dan tanduk berbentuk seperti bentuk punak matterhorn)
adalah
kelompok
peruntukan
untuk
serangkaian
metamorf kontak batuan yang telah dipanggang dan indurated oleh panas menggangu masa beku dan telah diberikan besar, keras, dan splintery. 27
Hornfels berstruktur hornfelsic, hasil metamorfisme termal apabila mineral penyusunnya kuarts maka hornfels kuarts ini disebut quartzite (Kuartsit), sedangkan bila penyusunnya mineral kalsit maka hornfels kalsit, ini disebut marble atau marmer (batu pualam). Perlu dikeahui pula bahwa kuarsit dan marmer dapat juga terjadi oleh metamorfisme regional.
Gambar 16. Hornfels 11) Asbes. Asbes merupakan mineral yang berbentuk serat-serat yang mudah terpisah. Ukuran sebuah serat-serat sangat kecil dan halus.
Gambar 17. AsbeS 1.5.13. Penelitian Sebelumnya Dianovita, 2004 dalam skripsinya memanfaatkan citra radar JERS-I SAR untuk menyadap informasi struktur geologi, studi kasus di lapangan Minyak Prabumulih. Dalam penelitian ini, digunakan penajaman citra untuk memperjelas kenampakan geologi yang difokuskan pada struktur geologi dan
28
unit batuan. Tahap interpretasi batuan (litologi) dan interpretasi struktur geologi dengan pendekatan geomorfologi maupun morfologi berdasarkan sifat resistensi, permeabilitas batuan dan pola aliran. Hasil berupa peta geologi hasil interpretasi citra JERS-I SAR sebagian kabupaten Muarenin dan kabupaten Ogan Komering Ulu skala 1:250.000. Inda
Crystiana,
2001
dalam
skripsinya
memanfaatkan
citra
RADARSAT untuk survey geologi dalam rangka identifikasi awal jebakan minyak bumi, studi kasus dikabupaten Blora, Bojonegoro dan sekitarnya. Metode yang digunakan adalah interpretasi visual dan digital struktur geologi yang berupa bentukan antiklinal, sinklinal, sesar normal, sesar geser, sesar turun dan lipatan. Sedangkan untuk satuan batua yang dapat diidentifikasi yaitu formasi lidah, formasi Mundu, Formasi Ledok, Formasi Wonocolo, Formasi Bulu, Formasi Ngrayong dan Formasi Tawun. Dalam proses pengolahan, dilakukan fusi citra
RADARSAT dan Lansad TM dengan
konversi transformasi HIS-RGB (Intensity Hue Saturation-Red-Green-Blue) dan teknik multiplicative. Hasil penelitian berupa peta struktur geologi skala 1 : 50.000, peta stratigrafi daeraah penelitian dengan skala 1 : 50.000 dan peta daerah yang berpotensi sebagai jebakan mminyak bumi 1.5.14. Kerangka Pemikiran Pada
pemanfaatan
teknik
penginderaan
jauh
ini
terus
mengalami
perkembagan, hingga saat ini teknik penginderaan jauh tidak hanya digunakan untuk pemanfaatna fenomena dipermukaan bumi akan tetapi juga dimaanfaatkan untuk indentifikasi, fenomena dibawah permukaan bumi. Salah satu pemanfaatan fenomen dibawah permukaan yang telah dilakukan ialah indentifikasi struktur geologi. Dalam indentifikasi fenomena dibawah permukaan bumi khususnya Penyebaran batuan berkandungan marmer dan struktur geologi tidak dapat langsung diketahui dari foto udara. Struktur geologi merupakan
bentuk suatu struktur
dari batuan yang
ditimbulkan oleh suatu proses. Struktur ini terbentuk karena dengan adanya pelenturan-pelenturan pada permukaan bumi yang ditimbulkan oleh gaya-gaya akibat
29
pengaruh pengerakan bumi. Akibat dari gaya-gaya yang menyimpan batuan tersebut mengakibatkan batuan menjadi rerak-retak, terlipat dan atau tersesarkan dari kedudukan semulah. Hasil ahkir dari tersingapan dipermukaan bumi. Singkapan batuan ini menjadi sangatlah penting, karena kenampaan geologis daerah tersebut dapat diketahui. Dengan adanya penggunaan data penginderaan jauh dapat membantu pengenalan kondisi geologi
karena mencakup area yang lebih luas, sehingga
memungkinkan dilakukan analisis skala regional. Informasi geologi mampu disadap melalui citra penginderaan jauh, yaitu jenis batuan , informasi batas, stratigrafi (dalam hal ini singkapan atau pelapisan batuan) dan struktur geologinya. Dimana jenis batuan dan batasnya dapat dikenali dari rona yang dihasilkan, selain itu juga lembah dan bentuk igir juga akan memberikan informasi tingkat resistensi batuan. Batuan yang resistensi
biasanya mempuyai igir yang runcing dengan igir yang
sempit. Struktur berlapis dapat dikenali dari adanya selang seling dari batuan yang tampak resisten membentuk bukit
yang memanjang dan batuan lunak yang
membentuk lembah-lembah. Pada struktur geologi, dalam hal struktur lipatan, dapat diketahui dari kedudukan pola singkapan dan pelapisann batuan. Berdasarkan kenampakan dalam penginderaan jauh. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai kunci pegangan untuk mengindentifikasi penyebaran batuan berkandungan marmer yaitu, pola aliran, relief, kelurusan, perlipatan dan warna. Kualitas citra untuk keberhasilan interpretasi sangatlah dibutuhkan, untuk itu penanganan data penginderaan jauh sebelumnya digunakan adalah diperlukan. Karakteristik kenampakan pada citra dalam bentuk piktorial atau bentuk numerik dipengaruhi oleh interaksi antara sumber energi, perjalana energi melalui atmosfer, interaksi energi dengan kenampakan dimuka bumi, dan sensor. Pada singkapan-singkapan batuan ialah kunci suatu pengenalan suatu fenomena geologis pada suatu daerah. Singkapan-singkapan dapat menujukan kenampakan pelapisan batuan maupun struktur geologi.
30
Dalam tahap interpretasi geologi citra meliputi interpretasi batuan (litologi) dan interpretasi stuktur geologi. Strukur geologi adalah bentuk suatu struktur dari batuan yang ditimbulkan oleh suatu proses. Sturktur ini terbentuk karena dengan adanya peraturan pada permukaan bumi yang ditimbulkan oleh gaya-gaya akibat pengaruh pengerakan bumi. Akibat dari gaya-gaya yang menyimpan batuan tersebut mengakibatkan batuan menjadi retak-retak, terlipat dan atau tersesarkan dari kedudukan semulah. Hasil ahkir dari tersingkapan dipermukaan bumi. Singkapan batuan ini menjadi sangatlah penting, karena kenampuan geologis daerah tersebut dapat diketahui. Citra landsat 7 ETM+ sebagai sumber data primer dalam penelitian ini, Sebelum melakukan interpretasi visual pada citra, pada awalnya perlu dilakukan pemorsesan citra. Dimaksudkan untuk mengolah data mentah menjadi data yang siap dipakai karena perluh diolah terlebih dahulu supaya, dapat mempermudah dalam interpretasi struktur geologi dan sebaran batuannya. Dalam pengolahan tersebut yang meliputi koreksi radiometrik dan koreksi Geometrik, pemfilteran, dan penajaman citra untuk memperoleh kualitas citra yang baik untuk interptretasi struktur geologi. Pemfilteran yang diterapkan pada citra memiliki konsekuensi perubahan informasi spasial terutama nilai kecerahan. Kesulitan dalam dalam mempelajari pemfilteran ini adalah terdapatnya keragaman jenis filter dan bentuk variasi koefisien yang ada pada masing-masing filter. Filter yang diterapkan adalah filter high pass. Pemfilteran dilakukan dengan melakukan uji coba filter frekuensi tinggi dan pemilihan tipe filter terbaik untuk penajaman kenampakan geologi. Filter yang digunakan dalam penelitian ini ialah filter high pass karena mampu meningkatkan kontras nilai bringhtness value (BV), sehingga mampu menjamankan batas tepi antara objek pada citra. Jenis filter yang digunakan ialah filter direcional dan undirectional. Pemfilteran dilakukan dengan melakukan uji coba masing-masing filter pada citra, hingga diperoleh filter yang benar-benar mampu menampilkan formasi geologi yang dibutukan dengan baik. Dalam melakukan penajamaan citra
Landsat untuk
meningkatkan mutu citra dengan meningkatkan kontras yang tampak pada ujud gambaran citra.
31
1.5.15. Bagan kerangka Pemikiran
Pemanfaatan Citra Landsat 7 ETM+
Pengolahan Citra Satelit Landsat 7 ETM+, untuk menentukan parameter lahan dan untuk mengidentifikasi zona yang mengandung marmer
Menentukan parameter lahan dan kemudian di overlay
Ciri-ciri dan manfaat pendekatan Geomorfologi dan Geologi Struktur untuk identifikasi batuan yang berkandungan marmer
Proses Terjadinya Batuan Marmer
Peta dan SIG Penyebaran 1.5.11 Alir Penelitian BatuanDiagram Berkandungan Marmer
32
1.5.16. Diagram Alir Penelitian Studi Pustaka Geologi Peta Geologi
Citra Landsat 7 ETM+
Regional dan Geomorfologi
Informasi Struktur Geologi dan
Peta Topografi Lembar Manatuto, Skala 1: 25.000
Pengolahan citra digital Koreksi Radiometrik
Digitasi
Litologi Kombinasi Band Penajaman Citra
Interpretasi Visual dengan Screen digitizer berdasarkan Relief, pola aliran, kelurusan, karakteristik spectral, dan pola perlapisan .
Dipilih kombinasi band yang terbaik
DEM
Peta tentative batuan berkandungan marmer
33