BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor yang semakin penting karena memberi manfaat ekonomi bagi penduduk. Dampak yang ditimbulkan pariwisata terhadap perekonomian bukan hanya berasal dari pengeluaran wisatawan tetapi juga dari penciptaan lapangan pekerjaan serta pengembangan sarana dan prasarana. Pariwisata secara global menyumbang 9% gross domestic product (GDP) atau USD 6 triliun, menciptakan 120 juta pekerjaan langsung dan 125 juta pekerjaan tak langsung di bidang pariwisata (WEF, 2013). Di suatu negara, pariwisata berdampak terhadap peningkatan produksi barang kebutuhan wisatawan; tumbuhnya usaha jasa layanan pariwisata dan jasa akomodasi; peluang pekerjaan bagi masyarakat lokal; peningkatan pendapatan masyarakat lokal; meningkatnya aksesibilitas jalan dan jasa transportasi; dan bertambahnya layanan utilitas air bersih, listrik, dan telekomunikasi. Manfaat pariwisata cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan permintaan pariwisata dunia. Dari tahun 1995 sampai tahun 2014, jumlah kedatangan wisatawan dunia mempunyai tren meningkat (UNWTO, 2015). DKI Jakarta telah ditetapkan sebagai salah satu dari 50 destinasi wisata nasional oleh pemerintah Indonesia (Kemensetneg, 2011). Kemudian, konsep perencanaan pariwisata di area tersebut ditetapkan di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 yang disusun melalui pendekatan komprehensif berkaitan dengan seluruh aspek, termasuk elemen sosial-ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan (Pemprov DKI Jakarta, 2012). Pola pemanfaatan ruang untuk jalur wisata terdiri dari tiga jalur, yaitu jalur barat, jalur tengah dan jalur timur. Jalur barat meliputi Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta, Kota Tua, Gajah Mada-Hayam Wuruk, Taman Merdeka, Kebun Jeruk, Thamrin-Sudirman, Senayan, Kebayoran, Tanah Abang. Jalur tengah meliputi Menteng-Kuningan,
Hal | 1
Ragunan-Jagakarsa. Jalur timur meliputi Ancol Kelapa Gading, Kemayoran, Kalapa Gading-Pulo Gadung, Jatinegara-Manggarai, Senen-Pasar Baru-Lapangan Banteng-Gambir, Taman Mini Indonesia Indah, dan Cibubur-Condet. Dari ke tiga jalur tersebut, terdapat delapan objek wisata unggulan, yaitu: (1) Taman Impian Jaya Ancol, (2) Taman Mini Indonesia Indah, (3) Kebon Binatang Ragunan, (4) Monumen Nasional, (5) Museum Nasional, (6) Museum Satria Mandala, (7) Museum Sejarah Jakarta, dan (8) Pelabuhan Sunda Kelapa (Disparbud, 2012). Namun DKI Jakarta menghadapi persoalan utama yang dapat memengaruhi pengembangan daya saing pariwisata Jakarta, yakni kemacetan lalu lintas sebesar (53,77%), disusul masalah banjir (19,13%) dan kesejahteraan masyarakat (5,52%) (Puskapol UI, 2012). Sumber daya alam dan lingkungan hidup di Jakarta mempunyai 5 persoalan, yaitu: (1) peningkatan konsumsi bahan bakar minyak; (2) peningkatan produksi sampah; (3) banjir dan sistem drainase yang kurang baik; (4) tingkat pencemaran tinggi; dan (5) belum optimalnya penataan ruang dan peruntukan lahan. Rendahnya kualitas lingkungan hidup menjadi lebih buruk karena pengaruh kesenjangan ekonomi, selain itu, jumlah dan pertumbuhan penduduk tidak sebanding dengan daya tampung wilayah, dan rendahnya sikap positif tentang kesehatan dan pencemaran lingkungan (BPLHD, 2013). Masalah penting lain yang dihadapi DKI Jakarta adalah dalam lima tahun, rata-rata pertumbuhan kunjungan wisatawan DKI Jakarta hanya mencapai 1,2%. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan kunjungan wisata nasional sebesar 2,02% (BPS, 2011), dan lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan kunjungan wisatawan dunia sebesar 6,51% (UNWTO, 2011). Di samping itu, DKI Jakarta juga menemui masalah dalam mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata sebesar 7% sampai 8% (Pemprov DKI Jakarta, 2012). Untuk itu, rata-rata pertumbuhan 1,2% tersebut tergolong masih sangat rendah. Rendahnya petumbuhan jumlah wisatawan DKI Jakarta disebabkan rendahnya daya saing destinasi wisata. Salah satu batasan daya saing destinasi wisata adalah kemampuan penyediaan barang dan jasa yang lebih baik dibanding
Hal | 2
dengan destinasi wisata lain (Murphy, Pritchard, dan Smith, 2000). Daya saing destinasi wisata sangat penting karena pada tingkat lebih luas, aspek ini berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi (Alina dan Catalina, 2009). Kurangnya kualitas dan daya saing pelayanan di dalam kota Jakarta menyebabkan buruknya citra destinasi wisata kota tersebut, hal ini sesuai dengan pendapat Murphy, Pritchard, dan Smith (2000) bahwa kualitas pelayanan merupakan elemen penting dari citra dan daya saing kawasan pariwisata. Studi empiris menyatakan bahwa citra pariwisata merupakan indikator penting dari tinggi rendahnya kualitas pelayanan kawasan pariwisata (Lee, 2009). Daya saing destinasi wisata DKI Jakarta rendah juga disebabkan oleh kualitas pelayanan sumber daya manusia yang kurang memuaskan. Kemacetan lalu lintas kota yang terjadi dikarenakan oleh pelayanan aksesibilitas yang tidak memenuhi kebutuhan penduduk dan wisatawan. Banyaknya polusi di wilayah kota Jakarta karena tidak tegasnya pelaksanaan peraturan pembangunan termasuk peraturan lingkungan hidup. Lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat kurang terlibat dalam peningkatan daya saing kawasan pariwisata dan iklim usaha pariwisata. Untuk mewujudkan kawasan pariwisata yang mempunyai daya saing secara berkelanjutan,
diperlukan
keseimbangan
pengembangan
permintaan
dan
penawaran. Menurut Organsisasi Pariwisata Dunia atau United Nations World Tourism Organization, pariwisata berkelanjutan didefinisikan sebagai suatu pengembangan pariwisata yang seimbang antara aspek lingkungan, ekonomi, sosial budaya dari pengembangan pariwisata, sehingga dapat menjamin manfaat jangka panjang bagi masyarakat (UNWTO, 2007). Daya saing dan keberlanjutan sebuah kawasan pariwisata ini mempunyai hubungan timbal balik yang saling mendukung iklim usaha dan keberlanjutan lingkungan (WEF, 2014; Alina dan Catalina, 2009; Kline, 2007) serta berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat (Ritchie dan Crouch, 2000; Dwyer dan Kim, 2003; Gomezelj dan Mihalic, 2008; Hassan, 2000; Yoon, 2002; Goffi, 2013). Umumnya usaha mencapai keseimbangan pengembangan permintaan dan penawaran secara berkelanjutan dihadapkan pada persoalan konflik kepentingan.
Hal | 3
Pemenuhan permintaan yang lebih besar dari kapasitas penawaran dapat mengancam keberlanjutan lingkungan, tetapi penawaran
dengan sedikit
permintaan dapat mengancam pendanaan keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan pariwisata yang seimbang antara permintaan dan penawaran. Alur pengembangan pariwisata nasional dan kawasan pariwisata daerah dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Pengembangan Pariwisata Nasional dan Kawasan Pariwisata Daerah Persoalan terkait dengan kawasan pariwisata DKI Jakarta adalah rendahnya daya tarik wisata, kurangnya kualitas aksesibilitas, sumber daya manusia, penegakan hukum, pemasaran, kesadaran lingkungan, pelayanan kelembagaan, dan pembinaan iklim usaha. Kompleksitas persoalan yang dihadapi memerlukan solusi yang tepat agar daya saing dan keberlanjutan lingkungan kota terjaga. Tanpa perencanaan pengembangan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi DKI Jakarta sebagai destinasi wisata, dikhawatirkan daya saing akan melemah sehingga menurunkan keberlanjutan lingkungan dan kawasan itu sendiri. Hal | 4
Persoalan yang ada di DKI Jakarta sebagian besar berada di wilayah kota. Kepulauan Seribu memiliki karakter daya tarik wisata yang tidak mencerminkan DKI Jakarta sebagai kota bisnis dan pariwisata. Kepulauan Seribu memiliki karakter yang sangat jauh berbeda, yaitu sebagai destinasi wisata kepulauan ataupun wisata bahari. Oleh karena itu, sebagai langkah perencanaan pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kota Jakarta, diperlukan satu model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan yang di masa mendatang diharapkan dapat menjadi salah satu model pengembangan kawasan pariwisata bagi kota-kota lain di Indonesia. 1.2 Pemilihan Lokasi Penelitian Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pada kriteria penentuan lokasi penelitian kawasan pariwisata sebagai berikut: (1) mendukung tercapainya tujuan penelitian, dapat melakukan verifikasi informasi dan memberi nilai tambah pengembangan kawasan pariwisata; (2) ketersediaan, kesesuaian, dan kelengkapan data yang dibutuhkan. (3) sumber data dapat terdefinisikan dengan baik sesuai kebutuhan data; (4) ketersediaan sampel cukup besar dan bervariasi sehingga dapat dipilih secara objektif untuk mendukung pengembangan model penelitian; (5) adanya faktor daya saing di lokasi kawasan pariwista; (6) terdapat potensi daya tarik wisata yang mewakili karakter suatu daerah; (7) mempunyai jumlah kunjungan wisatawan relatif besar; (8) adanya kebijakan iklim usaha pariwisata dari pemerintah; (9) adanya kebijakan daya saing dan keberlanjutan lingkungan dari pemerintah; (10) kawasan pariwisata yang mempunyai karakter bisnis dan pariwisata. Berdasarkan kriteria tersebut, bila ditinjau dari seluruh 50 DPN dan 222 KPPN di Indonesia, kawasan pariwisata DKI Jakarta khususnya dalam kota Jakarta dipilih sebagai lokasi penilitian berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
Hal | 5
(1) kota Jakarta memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, sehingga diharapkan dapat mencakup sebagian besar kriteria komponen pariwisata yang ada di Provinsi DKI Jakarta dan kota lain di Indonesia; (2) kota Jakarta mewakili potensi daya tarik provinsi DKI Jakarta sehingga lokasi penelitian tidak termasuk Kepulauan Seribu mempunyai karakter bisnis dan pariwisata. Kepulauan Seribu mempunyai karakter daya tarik wisata kepulauan dan wisata bahari yang sangat berbeda dengan mayoritas daya tarik wisata Provinsi DKI Jakarta; (3) hasil penelitan berdasarkan kriteria yang dimiliki kota Jakarta diharapkan dapat dijadikan model untuk dicontoh di berbagai kota berkarakter bisnis dan pariwisata di Indonesia. Dilihat dari sudut pandang metode penelitian, lokasi penelitian yaitu kota Jakarta dipilih secara purposive agar tujuan penelitian dapat tercapai. 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang linkup penelitian meliputi wilayah, substansi dan pembahasan dalam penelitian ini. 1) Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah kawasan pariwisata Jakarta yaitu Taman Impian Jaya Ancol, Kota Tua Jakarta, Kelapa Gading, Monumen Nasional, Pasar Tanah Abang, dan Senayan City, Kota Kasablanka, Taman Mini Indonesia Indah, Kebun Binatang Ragunan, dan Situ Babakan. 2) Ruang lingkup substansi penelitian ini adalah kepariwisataan terkait dengan strategi pengembangan kawasan pariwisata. 3) Ruang lingkup pembahasan difokuskan pada analisis pengembangan satu model strategi pengembangan kawasan pariwisata. Pembahasan meliputi
identifikasi
berpengaruh
signifikan
dan
analisis
terhadap
faktor-faktor
peningkatan
penting
daya
yang
saing
dan
keberlanjutan kawasan pariwisata berdasarkan perspektif pemangku kepentingan, yaitu pengunjung dan pakar pariwisata. Tahap terakhir
Hal | 6
adalah mengembangkan model strategi pengembangan kawasan pariwisata di dalam kota sebagai destinasi bisnis dan pariwisata. Selanjutnya, implementasi atau pelaksanaan model strategi tersebut diserahkan kepada pihak pengelola kawasan pariwisata dan Pemprov DKI Jakarta. 1.4 Definisi dan Konsep Pengembangan Kawasan Pariwisata yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan Definisi Pengembangan Kawasan Pariwisata Yang Berdaya Saing Dan Berkelanjutan adalah pengembangan kawasan pariwisata yang bertujuan untuk menyediakan produk dan jasa pariwisata yang mampu bersaing secara efektif di pasar pariwisata (Hassan, 2000; Ritchie dan Crouch, 2000, Dwyer dan Kim, 2003; WEF, 2013), memiliki nilai lebih untuk wisatawan dan potensial wisatawan, bermanfaat bagi keberlanjutan komunitas sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan (Lundberg, 2011; ETB, 1987). Konsep daya saing banyak diadaptasi dari teori ekonomi untuk industri atau perusahaan (Porter, 1980, 1990; Alina dan Catalina, 2009) yang mendefinisikan daya saing secara umum sebagai kemampuan bersaing perusahaan atau industri atau negara secara berkelanjutan untuk meningkatkan produk dan proses dalam rangka menciptakan keunggulan bersaing. Untuk pariwisata, daya saing destinasi wisata adalah kemampuan penyediaan barang dan jasa yang lebih baik dibanding destinasi lain (Murphy, Pritchard, dan Smith, 2000). Definisi lain adalah daya saing adalah faktor-faktor yang mempu menciptakan penambahan nilai produk (Alina dan Catalina, 2009; Dwyer dan Kim, 2003). Sementara itu, definisi pengembangan berkelanjutan adalah “pengembangan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri” (WCED, 1987). Pengembangan
pariwisata
berkelanjutan
adalah
pengembangan
yang
memerhatikan hubungan 3 komponen lingkungan kegiatan pariwisata, yaitu: pengunjung, penduduk, dan lingkungan tempat wisata (ETB, 1991) yang
Hal | 7
bermanfaat bagi keberlanjutan komunitas sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan (Lundberg, 2011; ETB, 1987). Sejumlah studi lain telah pula memberikan konsep daya saing destinasi pariwisata (Hassan, 2000; Ritchie dan Crouch, 2000; Buhalis, 2000; Govers, Go, dan Kumar, 2007; Gomezelj dan Mihalic, 2008; Dwyer dan Kim, 2003; WEF, 2013). Studi terdahulu umumnya meneliti masalah indikator daya saing dan keberlanjutan lingkungan. Namun suatu konsep model daya saing dan berkelanjutan lingkungan yang dihasilkan secara empiris dan menghasilkan model yang memiliki bobot elemen yang terukur dengan pengujian dan validasi masih sangat sedikit. Hasil studi terdahulu bukan merupakan suatu model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan dari hasil analisis manfaat, peluang, biaya, dan risiko berdasarkan penilaian pakar pariwisata terkait pemasaran, pengembangan produk, dan lingkungan. Selain itu, model yang telah ada tidak mempunyai urutan prioritas strategi alternatif pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Variabel dalam disertasi ini disusun berdasarkan variabel-variabel yang ada pada studi terdahulu (Hassan, 2000; Ritchie dan Crouch, 2000; Buhalis, 2000; Govers, Go, dan Kumar, 2007; Gomezelj dan Mihalic, 2008; Dwyer dan Kim, 2003; WEF, 2013). Para pakar pariwisata sangat membantu dalam merancang, menyeleksi, menilai variabel daya saing dan keberlanjutan kawasan pariwisata yang dapat memperkuat daya saing dan keberlanjutan kawasan pariwisata yang berdampak pada manfaat keberlanjutan komunitas sosial, ekonomi, budaya penduduk, dan lingkungan (Lundberg, 2011; ETB, 1987). Dari sisi permintaan, pengunjung membutuhkan lingkungan tempat wisata yang memiliki kualitas pelayanan kawasan pariwisata yang secara terus menerus ditingkatkan. Elemen kualitas pelayanan tempat wisata terdiri atas daya tarik wisata, prasarana dan sarana, dan sumber daya manusia. Kualitas pelayanan tempat fisik wisata memberi pengaruh kepada citra yang berimplikasi pada pengembangan daya saing pariwisata (UN-WTO, 2004). Namun pengembangan kawasan pariwisata dari sisi daya saing atas permintaan saja tidak cukup karena harus diimbangi oleh keberlanjutan lingkungan kawasan dan komunitas sosial,
Hal | 8
ekonomi, budaya. Sehingga, diperlukan penelitian yang menggabungkan keseimbangan
sisi
permintaan
dan
penawaran.
Agar
dapat
menjamin
pengembangan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan, penelitian disertasi ini dirancang sebagai penelitian gabungan: (1) penelitian permintaan; dan (2) penelitian keseimbangan permintaan dan penawaran. Pada persiapan penelitian tahap pertama, diskusi kelompok terfokus diselenggarakan untuk mengidentifikasi elemen daya saing dan keberlanjutan kawasan pariwisata berdasarkan studi daya saing dan keberlanjutan destinasi pariwisata terdahulu yang diikuti oleh sektor pemerintah, swasta, dan pakar bidang pariwisata. Identifikasi elemen model daya saing berdasarkan permintaan pengunjung terdiri atas: 1) Daya tarik wisata, 2) Prasarana dan sarana, 3) Sumber daya manusia, 4) Kualitas pelayanan kawasan pariwisata, 5) Citra kawasan pariwisata, dan 6) Daya saing usaha pariwisata. Pada persiapan penelitian tahap kedua, kelompok diskusi terfokus diselenggarakan lagi dengan materi konsep pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan keberlanjutan, studi terdahulu, dan hasil penelitian tahap pertama. Hasil kelompok diskusi terfokus berupa identifikasi klaster tujuan, klaster aspek, klaster masalah, klaster solusi dan klaster strategi dari kerangka kerja ANP. Klaster tujuan berisi tujuan penelitian. Klaster masalah terdiri atas masalah-masalah yang dihadapi kawasan pariwisata setiap aspek. Klaster solusi terdiri atas solusi yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah seitap aspek. Klaster aspek terdiri atas: -
Objek dan daya tarik wisata,
-
Aksesibilitas,
-
Sumber daya manusia,
-
Regulasi,
-
Pemasaran, Hal | 9
-
Lingkungan,
-
Kelembagaan, dan
-
Iklim usaha,
Untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan, dibutuhkan strategi. Definisi strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai tujuan yang diinginkan unit bisnis (Kotler dan Keller, 2012), keunggulan bersaing (Porter, 2007), berupa keputusan penawaran produk atau jasa di pasar tertentu (Mintzberg, 1994). Dalam konteks pariwisata, strategi adalah alat
yang sangat penting untuk
mencapai tujuan terwujudnya
pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing di pasar pariwisata. Dalam penelitian ini, klaster strategi terdiri atas strategi alternatif, yaitu : 1) Peningkatan kualitas sumber daya manusia, 2) Peningkatan komitmen pemangku kepentingan, 3) Peningkatan kualitas pelayanan prima, 4) Peningkatan pemasaran, dan 5) Pengembangan pariwisata berkelanjutan. Elemen model penelitian tahap pertama dan kedua digunakan untuk menyusun pertanyaan dan hipotesis penelitian. Metode penelitian campuran kemudian akan dibahas pada Bab III. Sedangkan pengaruh elemen dan atribut masing-masing tahap penelitian dibahas pada Bab V dan Bab VI. 1.5 Kerangka Pemikiran Berdasarkan kebijakan pengembangan pariwisata nasional, diperlukan pengembangan kawasan pariwisata daerah yang seimbang antara permintaan dan penawaran, sehingga konflik kepentingan pengembangan kawasan pariwisata dapat diatasi. Baik permintaan maupun penawaran pengembangan kawasan pariwisata daerah memerlukan manajemen dari pemerintah maupun swasta. Citra
pariwisata
meliputi
keberlanjutan
lingkungan,
keamanan
dan
keselamatan, kebersihan dan kesehatan, pemasaran, dan preferensi harga. Untuk mendukung iklim usaha pariwisata dan permintaan pengembangan kawasan
Hal | 10
pariwisata, dibutuhkan kemudahan izin usaha, dana usaha pariwisata, kerja sama pariwisata, sarana dan prasaran usaha pariwisata, informasi dan promosi usaha pariwisata. Sisi penawaran pariwisata meliputi daya tarik wisata alam, buatan, dan budaya. Untuk mendukung pengembangan kawasan pariwisata, diperlukan sarana dan prasarana transportasi udara, laut, dan darat. Sedangkan untuk mendukung penawaran kualitas pelayanan kawasan pariwisata, sangat perlu dikembangkan sumber daya manusia termasuk kompentensi, sikap, keramahan, etika, dan kesopanan. Salah satu cara meningkatkan SDM adalah memerhatikan pengembangan jumlah dan mutu sekolah ataupun kursus pariwsata. Dalam pengembangan kawasan pariwisata daerah, diperlukan model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Baik masalah maupun usulan solusinya dapat dikelompokkan ke dalam delapan aspek, yaitu objek dan daya tarik wisata, aksesibilitas, SDM, regulasi, pemasaran, lingkungan, kelembagaan, dan iklim usaha. Ditinjau dari segi penawaran, Jakarta merupakan pusat kebudayaan dan pusat wisata buatan. Dari aksesibilitas atau transportasi nasional dan internasional, kawasan-kawasan pariwisata di Jakarta menjadi salah satu pusat singgah wisatawan. Sumber daya manusia merupakan aspek yang memengaruhi peningkatan permintaan dan penawaran kawasan pariwisata. Pelestarian dan keberlanjutan pengembangan kawasan pariwisata dijaga dengan penerapan regulasi lingkungan. Pemasaran sebagai unsur penentu permintaan menjadi aspek kunci peningkatan citra dan kunjungan wisatawan. Kelembagaan dan iklim usaha juga mendukung kelangsungan pengembangan kawasan pariwisata. Dengan demikian, kawasan-kawasan pariwisata DKI Jakarta ini mempunyai fungsi sebagai salah satu model kawasan pariwisata di dalam kota dengan berbagai masalah sarana dan prasarana, lingkungan hidup, sumber daya manusia, dan kualitas atraksi wisata dan citra. Peningkatan kebijakan dan pengembangan kawasan pariwisata memerlukan strategi utama dan pendukung. Model hasil penelitian secara lebih luas diharapkan menjadi peluang replikasi model pengembangan kawasan pariwisata untuk kota-kota lain yang mempunyai
Hal | 11
karakter dan permasalahan yang mirip dengan kota Jakarta yaitu sebagai kota bisnis dan pariwisata. Kota yang saat ini telah mempunyai persoalan ataupun dikemudian hari diprediksi akan mempunyai persoalan yang mirip dengan persoalan kota Jakarta seperti kurangnya ketersediaan prasarana dan prasarana, rendahnya kesadaran lingkungan hidup, dan rendahnya komitmen pemangku kepentingan (stakeholder) diharapkan dapat menerapkan model hasil penelitian ini. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2030 DKI Jakarta yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012, kawasan pariwisata mempunyai pengaruh penting dalam aspek pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, dan daya dukung lingkungan hidup, serta keamanan. Strategi penataan ruang antara lain pengembangan kawasan pariwisata dalam skala regional, nasional, dan internasional dengan membangun prasarana bertaraf internasional dan revitalisasi kawasan Kota Tua, kawasan wisata belanja, kawasan pariwisata terbuka untuk umum. Berkenaan dengan kualitas lingkungan, meskipun telah diatur dalam Peraturan Bersama Gubernur DKI Jakarta, Kepala Kepolisian, Kepala Kejaksaan, dan Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa tentang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu, masih dijumpai masalah lingkungan hidup di kota Jakarta yang kurang mendukung pengembangan pariwisata. Peningkatan jumlah wisatawan dapat mengakibatkan pertambahan jumlah bangunan pendukung pariwisata, berkurangnya resapan air, peningkatan polusi udara, peningkatan jumlah sampah, kemacetan lalu lintas, pertambahan lingkungan kumuh, banjir karena pencemaran lingkungan. Bila hal ini tidak ditangani dengan baik, dikhawatirkan akan menurunkan citra Jakarta sebagai destinasi wisata, termasuk kawasan-kawasan wisata di dalamnya yang pada gilirannya akan melemahkan daya saing dan menghambat pertumbuhan kunjungan wisata.
Hal | 12
Menurut teori pertukaran sosial (social excange theory), pembangunan akan diterima masyarakat apabila mempunyai dampak postitif, dengan kata lain, manfaat yang diterima lebih besar dibanding pengorbanan atau biaya yang dikeluarkan. Masyarakat cenderung menolak dampak negatif dan menerima dampak positif pariwisata (McGehee dan Andereck, 2004; Wang dan Pfister, 2006). Agar pengembangan suatu kawasan pariwisata mempunyai manfaat berkelanjutan, terlebih dahulu diperlukan model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Berdasarkan keberlanjutan permintaan dan penawaran dalam pengembangan kawasan pariwisata, diperlukan pengembangan permintaan dan penawaran secara simultan. Pengembangan kawasan pariwisata yang hanya berorientasi pada peningkatan permintaan yang menghasilkan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan tetapi dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Di sisi lain, pengembangan kawasan pariwisata yang hanya menitikberatkan pada penawaran dalam jangka panjang
mengakibatkan
pengeluaran untuk penawaran lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang dalam jangka panjang memengaruhi keberlanjutan lingkungan kawasan dan keberlanjutan manfaat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan permintaan dapat dilakukan dengan peningkatan daya saing, sedangkan pengembangan
penawaran
dilakukan
dengan
peningkatan
keberlanjutan
lingkungan. Agar dapat diperoleh hasil yang optimal, dalam strategi pengembangan
kawasan
pariwisata
harus
melibatkan
daya
saing
dan
keberlanjutan secara simultan.
Hal | 13
Sumber : Analisis Sendiri
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Kebutuhan Model Strategi Pegembangan Kawasan Pariwisata yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan
1.6 Perumusan Masalah Prinsip pengembangan daya saing pariwisata yang berkelanjutan antara lain adanya keberlanjutan penggunaan elemen-elemen daya saing, yang terdiri atas sumber daya alam dan budaya, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan sumber daya manusia, partisipasi para pemangku kepentingan, lingkungan hidup, pemasaran, kelembagaan, regulasi, dan pemenuhan kebutuhan masyarakat, serta kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Berdasarkan elemen daya saing tersebut, dibuat kajian dalam satu model komprehensif dan saling terkait sebagai dasar rekomendasi pengembangan kawasan-kawasan pariwisata di Jakarta.
Hal | 14
Sebagian penelitian berfokus pada faktor utama yang memengaruhi daya saing destinasi wisata. Namun, penelitian model daya saing destinasi mempunyai penekanan yang berbeda dan tanpa pengujian yang tepat (Goffi, 2013). Masih sedikit model pengembangan daya saing kawasan-kawasan pariwisata di dalam sebuah destinasi pariwista perkotaan dengan berbagai kompleksitas elemen dan kendalanya yang dilakukan. Salah satunya adalah model indeks daya saing pariwisata antar negara dikembangkan oleh World Economic Forum (2013) berisi peringkat daya saing 140 negara yang dimutakhirkan setiap dua tahun. Oleh karena itu, penelitian disertasi ini dalam rangka pengembangan satu model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan berdasarkan perspektif permintaan dan penawaran dari pemerintah dan swasta dalam sebuah kota besar seperti Jakarta. Kemudian, untuk menentukan strategi pengembangan kawasan pariwisata yang melibatkan variabel yang kompleks, dibutuhkan satu penyederhanaan sistem yaitu dengan pemodelan, sebuah model yang dapat mengakomodasi kompleksitas variabel. Model dapat dijadikan contoh untuk kasus lain yang mempunyai variabel sama meskipun untuk lokasi yang berbeda. Misalnya, model strategi pengembangan kawasan pariwisata DKI Jakarta dapat berperan sebagai contoh model bagi kawasan pariwisata di daerah lain di Indonesia yang memiliki atau akan memiliki persoalan yang sama, seperti masalah objek dan daya tarik wisata, aksesibilitas, sumber daya manusia, regulasi, pemasaran, lingkungan hidup, kelembagaan, dan iklim usaha, demikian pula kota yang mempertimbangkan masalah sikap penerimaan masyarakat terhadap dampak pembangunan kawasan pariwisata. Sikap tersebut berhubungan dengan teori pertukaran sosial untuk pariwisata, yaitu pengembangan kawasan pariwisata diterima oleh masyarakat karena pengorbanan lebih sedikit dibandingkan dengan besarnya manfaat positif dan ditolak oleh masyarakat karena pengorbanan lebih banyak dibandingkan manfaat positifnya.
Hal | 15
Gambar 1.3 Hubungan Pariwisata Jakarta, Daya Saing dan Model Simbolik Agar lebih banyak manfaat bagi kesejahteraan masyarakat, diperlukan peningkatan
faktor-faktor
daya
saing
kawasan
pariwisata.
Perencanaan
pengembangan sebuah kawasan pariwisata berkaitan langsung dengan teori pengembangan daya saing pariwisata. Dukungan pengembangan daya saing dan keberlanjutan kawasan pariwisata diperlukan dalam rangka meningkatkan manfaat positif pengembangan kawasan pariwisata. Dalam sebuah model strategi pengembangan, diperlukan identifikasi dan analisis terhadap variabel yang secara signifikan memengaruhi pengembangan sebuah model strategi pengembangan kawasan yang berdaya saing dan berkelanjutan. Variabel tersebut dapat diidentifikasi antara lain berdasarkan pendapat pengunjung dan pakar pariwisata yang kemudian dibuat hasil analisa yang dapat digunakan pada strategi pengembanan kawasan pariwisata lain yang mempunyai variabel yang sama. Beberapa literatur lain telah memperkenalkan konsep model daya saing destinasi wisata (Hassan, 2000; Heath, 2002; Ritchie dan Crouch, 2000; Dwyer dan Kim, 2003; Gomezelj dan Mihalic, 2008; Yoon, 2002). Sebagian besar penelitian berfokus pada efektifitas dan efisiensi peningkatan daya saing suatu destinasi wisata agar dapat menciptakan produk yang kompetitif sehingga dapat bersaing di pasar nasional dan global. Elemen-elemen daya saing seharusnya sasuai dengan permintaan pasar yang beragam (Gunn, 2002; Inskeep, 1991) yang berkaitan dengan perencanaan, pengembangan, dan keberlanjutan. Sisi permintaan dan penawaran menimbulkan persoalan kepentingan yang harus dipecahkan oleh Hal | 16
para pemangku kepentingan. Permasalahannya adalah bagaimana agar kedua sisi tersebut seimbang dan berlangsung terus menerus dalam memberikan dampak positif pendapatan masyarakat dan meminimalkan dampak negatif kerusakan lingkungan. Solusi dari persoalan tersebut diambil sebagai dasar penyusunan strategi pengembangan destinasi wisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Kerangka pemikiran yang berdasarkan literatur di atas menjelaskan bahwa pengembangan destinasi wisata adalah usaha mempertemukan permintaan dengan penawaran dan mengatasi masalah yang timbul secara berkelanjutan. Oleh karena itu, pada tahap pertama, permintaan wisatawan dan penawaran kawasan pariwisata perlu diketahui, kemudian pada tahap kedua ditentukan strategi pengembangan agar kawasan mampu memiliki daya saing dan berkelanjutan. Apabila disederhanakan, berdasarkan kerangka pemikiran, perumusan masalah dapat digambarkan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah perumusan masalah yang akan diteliti berdasarkan permintaan menurut perspektif pengunjung kawasan-kawasan pariwisata yaitu : a. peningkatan daya tarik wisata berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kawasan pariwisata; b. peningkatan sarana dan prasarana berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kawasan pariwisata; c. peningkatan sumber daya manusia berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kawasan pariwisata; d. peningkatan kualitas pelayanan pariwisata berpengaruh terhadap citra kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan; e. peningkatan kualitas pelayanan kawasan pariwisata berpengaruh terhadap daya saing usaha pariwisata; f. peningkatan citra kawasan pariwisata berpengaruh terhadap daya saing usaha pariwisata.
Hal | 17
Gambar 1.4 Perumusan Masalah Tahap kedua adalah perumusan masalah yang akan diteliti berdasarkan keseimbangan permintaan dan penawaran menurut perspektif pemangku kepentingan. Perumusan masalah tahap kedua terkait dengan 8 aspek penting dalam
pengembangan
kawasan
pariwisata
yang
memerlukan
strategi
pengembangan yaitu : a. peningkatan kualitas sumber daya manusia; b. peningkatan komitmen pemangku kepentingan; c. peningkatan kualitas pelayanan prima; d. peningkatan pemasaran; e. pengembangan pariwisata berkelanjutan. Pengembangan kawasan pariwisata yang sesuai dengan kosep pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing tersebut harus melibatkan analisis kriteria manfaat, peluang, biaya dan risiko. Terkait dengan kriteria ini, diperlukan peningkatan komitmen pemangku kepentingan. Sedangkan untuk meningkatakan manfaat antara lain diperlukan peningkatan pemasaran. Strategi tersebut penting dikarenakan tujuan pengembangan kawasan pariwiasata selain produk pariwisata harus mampu bersaing secara efektif di pasar pariwisata tetapu juga harus memiliki manfaat berkelanjutan terhadap perekonomian. Disamping itu pengembangan kawasan pariwisata juga memperhatikan keberlanjutan komunitas
Hal | 18
sosial, budaya dan lingkungan yang sangat berkaitan dengan strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengembangan pariwisata berkelanjutan. 1.7 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian Tahap I. Dalam pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan: a. Apakah daya tarik wisata berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan kawasan pariwisata? b. Apakah sarana dan prasarana berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan kawasan pariwisata? c. Apakah sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan kawasan pariwisata? d. Apakah kualitas pelayanan kawasan pariwisata berpengaruh positif terhadap peningkatan citra kawasan pariwisata? e. Apakah kualitas pelayanan kawasan pariwisata berpengaruh positif terhadap daya saing usaha pariwisata? f. Apakah citra kawasan pariwisata berpengaruh positif terhadap daya saing usaha pariwisata? Yang dimaksud dengan berpengaruh positif dalam penelitian ini adalah satu atribut berpengaruh terhadap atribut lain dalam pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Pertanyaan penelitian Tahap II. Dalam keputusan strategi pengembangan kawasan parwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan : a. Pada prioritas ke berapa dan berapa besarnya pengaruh peningkatan kualitas sumber daya manusia terhadap alternatif strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan? b. Pada prioritas ke berapa dan berapa besarnya pengaruh peningkatan komitmen
pemangku
kepentingan
terhadap
alternatif
strategi
Hal | 19
pengembangan
kawasan
pariwisata
yang
berdaya
saing
dan
berkelanjutan? c. Pada prioritas ke berapa dan berapa besarnya pengaruh peningkatan kualitas pelayanan prima terhadap alternatif strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan? d. Pada prioritas ke berapa dan berapa besarnya pengaruh peningkatan pemasaran
terhadap
alternatif
strategi
pengembangan
kawasan
pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan? e. Pada prioritas ke berapa dan berapa besarnya pengaruh pengembangan pariwisata berkelanjutan terhadap alternatif strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan?
1.8 Hipotesis Penelitian Dari sisi permintaan, hipotesis diusulkan dan model struktural diuji untuk menentukan pengaruh daya tarik wisata, prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia terhadap kualitas pelayanan kawasan pariwisata. Daya tarik wisata menarik untuk dikunjungi karena memengaruhi kualitas kawasan pariwisata. Sediaan sumber daya alam, buatan, dan budaya yang ada memengaruhi penyediaan produk berupa jasa atau pelayanan daya tarik wisata. Prasarana, sarana pariwisata dan transportasi yang tersedia memengaruhi kualitas pelayanan kawasan pariwisata dalam hal kemudahan wisatawan melakukan perjalanan wisata. Prasarana dan sarana merupakan produk pelayanan yang mendukung kualitas pelayanan dari sisi kemudahan wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata. Sumber daya manusia memberi pengaruh terhadap kualitas pelayanan terutama di dalam kawasan pariwisata. Jasa pariwisata dilayani langsung oleh sumber daya manusia. Kualitas pelayanan kawasan pariwisata yang holistik adalah terintegrasinya kualitas pelayanan daya tarik wisata, sarana dan prasarana, serta sumber daya
Hal | 20
manusia. Dengan kata lain, kualitas pelayanan kawasan pariwisata dalam hal ini bukan hanya kualitas pelayanan sumber daya manusia saja tetapi kualitas pelayanan kawasan pariwisata dalam arti yang lebih luas yaitu kualitas pelayanan daya tarik wisata, prasarana dan sarana, aksesibilitas, dan sumber daya manusia. Kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pengunjung termasuk kualitas daya tarik wisata yang ingin dikunjungi, aksesibilitas sampai dengan pelayanan sumber daya manusianya. Pelayanan kawasan pariwisata yang terintegrasi memengaruhi daya saing usaha pariwisata dan citra. Diduga semakin berkualitas pelayanan kawasan pariwisata, semakin tinggi daya saing usaha dan citra pariwisata. Secara umum daya saing usaha dipengaruhi oleh citra produknya. Dalam konteks kawasan pariwisata, daya saing usaha pariwisata dipengaruhi oleh citra produk wisata yang disediakan oleh kawasan pariwisata. Kerangka kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.5.
Gambar 1.5 Kerangka Kerja Penelitian Hipotesis Tahap I adalah sebagai berikut: H1:
Daya tarik wisata berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan kawasan pariwisata.
H2:
Sarana dan prasarana berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan kawasan pariwisata.
Hal | 21
H3:
Sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan kawasan pariwisata.
H4:
Kualitas pelayanan kawasan pariwisata berpengaruh positif terhadap citra kawasan pariwisata.
H5:
Kualitas pelayanan kawasan pariwisata berpengaruh positif terhadap daya saing usaha pariwisata.
H6:
Citra kawasan pariwisata berpengaruh positif terhadap daya saing usaha pariwisata.
Kawasan pariwisata dapat berdaya saing dan berkelanjutan bila didukung oleh solusi masalah yang dihadapi oleh aspek-aspek: objek dan daya tarik wisata, aksesibilitas,
sumber
daya
manusia,
regulasi,
pemasaran,
lingkungan,
kelembagaan, dan iklim usaha. Setiap aspek mempunyai masalah dan usulan solusinya. Untuk mencapai tujuan penelitian, dalam rangka memberikan solusi masalah yang dihadapi sesuai dengan masing-masing aspek, diperlukan strategi alternatif. Strategi alternatif peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan komitmen pemangku kepentingan, peningkatan kualitas pelayanan prima, peningkatan pemasaran, dan pengembangan pariwisata berkelanjutan bertujuan untuk mencapai pengembangan kawasan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Agar tujuan pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan dapat diwujudkan, diduga ada urutan prioritas dan persentase bobot strategi alternatif. Hipotesis Tahap II adalah sebagai berikut: H7:
Ada bobot strategi alternatif peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan komitmen pemangku kepentingan, peningkatan kualitas pelayanan
prima,
peningkatan
pemasaran,
dan
pengembangan
pariwisata berkelanjutan terhadap pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Hal | 22
1.9 Keaslian Penelitian Penelitian
terdahulu
terkait
dengan
penelitian
ini
adalah
model
pengembangan daya saing destinasi wisata yang melibatkan 3 faktor utama, yaitu: sumber daya alam dan buatan, faktor pendukung, dan komitment terhadap lingkungan hidup. Seluruh model yang terdahulu melibatkan ketiga hal tersebut dengan perbedaan pada pengelompokan elemen daya saing pariwisata. Ritchie dan Crouch (2000) mengembangkan model daya saing destinasi pariwisata yang mempunyai elemen lengkap. Model dikembangkan berdasarkan elemen daya saing yang ada pada Strategi Bersaing oleh Porter (1996) seperti faktor pendukung dan sumber daya, manajemen, kebijakan, perencanaan dan pengembangan, kualifikasi dan perkuatan faktor penentu, lingkungan mikro keunggulan komparatif, dan lingkungan makro keunggulan kompetitif. Elemen-elemen model strategi pengembangan daya saing lengkap dan kompleks. Namun, strategi keunggulan bersaing dari model ini bersifat sangat umum tidak spesifik terhadap satu kawasan pariwisata. Model Ritchie dan Crouch hanya mempunyai satu arah pengembangan dan tidak membahas besarnya hubungan antar elemen daya saing terhadap model pengembangan daya saing destinasi wisata yang dibentuk. Pada saat yang hampir besamaan, dilakukan pemodelan daya saing destinasi wisata oleh Hassan (2000) yang menekankan masalah komitmen keberlanjutan lingkungan sebagai salah satu dari empat elemen daya saing pariwisata. Keempat elemen tersebut adalah permintaan, keunggulan komparatif, struktur industri, dan komitmen terhadap lingkungan hidup. Keempat elemen hanya mempunyai satu arah
dukungan
serentak
kepada
daya
saing
pasar
pariwisata.
Model
pengembangan daya saing destinasi wisata ini juga bersifat umum tanpa mengukur besarnya nilai kontribusi keempat elemen terhadap daya saing pasar. Demikian pula, di dalam setiap elemen tidak ditemukan nilai kontribusi dan besarnya hubungan antar sub elemen daya saing pariwisata terhadap model pengembangan daya saing destinasi wisata yang pada gilirannya dapat digunakan untuk menentukan strategi pengembangan daya saing destinasi wisata.
Hal | 23
Berdasarkan model pengembangan daya saing destinasi wisata Dwyer dan Kim (2003), terdapat 2 kelompok elemen yaitu sumber daya dan manajemen. Sumber daya meliputi alam, warisan budaya, sumber daya buatan, faktor pendukung. Manajemen meliputi manajemen pemerintah dan industri. Baik kelompok sumber daya maupun manajemen dipengaruhi oleh kondisi situasional dan permintaan. Pada setiap kelompok, terdapat hubungan timbal balik antar elemen yang kemudian mendukung terbentuknya daya saing destinasi wisata. Namun pada model tersebut, tidak dijelaskan besarnya nilai kontribusi kelompok dan elemen-elemen daya saing dalam masing-masing kelompok tidak mempunyai nilai kontribusi terhadap daya saing destinasi wisata. Setiap elemen daya saing mempunyai prioritas sama sehingga strategi pengembangan destinasi wisata dapat dilakukan tanpa prioritas Model pengembangan daya saing destinasi pariwisata Gomezelj dan Mihalic (2008) diadaptasi dari model Dwyer dan Kim (2003). Pada model ini, terdapat hubungan 2 kelompok elemen pembetuk model. Kelompok pertama terdiri atas elemen sumber daya alam dan budaya, sumber daya buatan, dan sumber daya pendukung. Kelompok kedua terdiri atas elemen manajemen destinasi wisata, kondisi permintaan, kondisi situasional. Hubungan timbal balik antar elemen terjadi di masing-masing kelompok dan tanpa memiliki peringkat prioritas elemen pengembangan daya saing destinasi wisata. Model daya saing pariwisata dalam bentuk tabel yang mempunyai elemen paling lengkap adalah model World Econoic Forum (WEF, 2013). Model tersebut digunakan untuk menghasilkan indeks daya saing pariwisata suatu negara. Setiap elemen daya saing memiliki skor tetapi tidak menjelaskan hubungan antar elemen. Model WEF bersifat sangat umum dalan membandingkan daya saing antar negara namun keakuratan skor indikator daya saing dapat menjadi perdebatan. Salah satu contoh adalah skor aspek kebudayaan Indonesia lebih rendah dibanding skor kebudayaan Singapura, sementara diketahui bahwa ragam budaya Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan ragam budaya Singapura. Meski begitu, indeks daya saing WEF penting karena dapat dijadikan acuan peringkat daya saing pariwisata
Hal | 24
antar negara dengan kelemahan bahwa skor indikatornya tidak objektif dan dapat diperdebatkan. Model struktural strategi daya saing destinasi wisata (Yoon, 2002) ditentukan bedasarkan variabel dampak pengembangan pariwisata, sikap terhadap lingkungan, identitas tempat wisata, preferensi pengembangan atraksi wisata, dan dukungan terhadap daya saing destinasi wisata. Metode yang digunakan adalah sebuah metode kuantitatif yaitu structural equation modeling. Hasil analisis menyatakan bahwa ada hubungan positif antara persepsi pemangku kepentingan terhadap manfaat dampak pariwisata dengan pengembangan atraksi wisata, ada hubungan positif antara sikap pemangku kepentingan dengan pengembangan atraksi wisata, dan ada hubungan positif antara identitas tempat wisata dengan pengembangan atraksi wisata. Elemen daya saing yang mempunyai nilai kontribusi terbesar terhadap pengembangan atraksi wisata adalah dampak pengembangan pariwisata disusul oleh sikap terhadap lingkungan, dan identitas tempat wisata. Hasil penelitian berfokus pada pengembangan atraksi wisata untuk mendukung strategi daya saing wisata. Penelitian Yoon tidak menganalisis berbagai aspek, permasalahan, solusi dan strategi pengembangan daya saing kawasan pariwisata. Strategi pengembangan daya saing destinasi wisata berkaitan dengan aspek kuantitatif dan aspek kualitatif yang kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Dua metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif SEM pada tahap pertama, dan metode kualitatif ANP pada tahap kedua penelitian. Kelemahan metode kuantitatif SEM dapat ditutupi dengan metode kuanlitatif ANP. Penelitian tahap pertama digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis elemen pengembangan daya saing kawasan pariwisata berdasarkan perspektif pengunjung yang mencerminkan pelayanan yang diharapkan oleh sisi permintaan yang hasilnya digunakan sebagai masukan penelitian tahap kedua. Penelitian tahap kedua untuk mengidentifikasi dan menganalisis aspek, baik kuantitatif maupun kualitatif yang mencakup sisi permintaan dan penawaran berdasarkan evaluasi pakar pariwisata. Penelitian ini juga menentukan besarnya nilai relatif elemen
Hal | 25
daya saing kawasan pariwisata dalam membentuk model yang akan dihasilkan. Penelitian ini menganalisis berbagai aspek, permasalahan, solusi dan strategi pengembangan daya saing kawasan pariwisata. Aspek bersifat kuantitatif dan kualitatif yang kompleks dianalisis dalam penelitian ini untuk membangun model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian ini mengisi kesenjangan penelitian (research gap) terkait besarnya nilai kontribusi setiap elemen atau indikator daya saing serta nilai kontribusi setiap alternatif strategi dalam perumusan model strategi pengembangan kawasan pariwisata dengan mengambil kasus spesifik yang belum pernah ada yaitu pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif SEM dan metode kualitatif ANP. Pemilihan strategi dengan pendekatan alternatif strategi pengembangan kawasan pariwisata dengan metode pengambilan keputusan multi kriteria ANP. Sedangkan kriteria diambil berdasarkan indeks daya saing pariwisata WEF dan elemen-elemen penelitian terdahulu tersebut.
1.9 Kebaruan Penelitian Kebaruan penelitian (novelty) terletak pada pengembangan satu model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan bekelanjutan berdasarkan keseimbangan sisi permintaan dan penawaran. Disamping itu, model strategi ini memiliki elemen-elemen pengembangan kawasan pariwisata yang terukur sehingga memudahkan pengambil keputusan dalam menentukan strategi utama. Strategi pengembangan dapat dipilih untuk model maupun bagian model yang telah mempertimbangkan dampak manfaat, peluang, biaya dan risiko pengembangan kawasan pariwisata. Penelitian dilakukan dengan prosedur dan metode yang relatif baru, yaitu metode kuantitatif Structural Equation Modeling (SEM) dan metode kualitatif Analytic Network Procces (ANP). Penelitian ini dilakukan di dalam kota yang terkenal sebagai kota bisnis dan pariwisata. Masalah yang diteliti bersifat aktual dan strategis yaitu tentang
Hal | 26
peningkatan daya saing kawasan pariwisata di dalam kota yang padat penduduk dan
sebagai
satu
kota
pusat
transportasi
nasional.
Hasil
penelitian
mempertimbangkan elemen-elemen daya saing yang kompleks baik berdasarkan kajian literatur, perspektif wisatawan, penilaian profesional, evaluasi akademisi, perspektif asosiasi pariwisata sehingga metode yang digunakan mampu menganalisis kompleksitas variabel peningkatan daya saing sebuah kawasan pariwisata. Untuk memperoleh kebaruan, diperlukan penelitian state of the art yang didefinisikan sebagai penelitian sesuai dengan perkembangan seperti perangkat, prosedur, proses, teknik yang modern pada waktu tertentu (Merriam webster, 2015) serta memiliki tinjauan pustaka dan analisis penelitian menggunakan data primer dan desk-top survey (Avellino, 2012; Le, 2014). Dalam penelitian ini, teknik dan prosedur pengambilan data permintaan pasar adalah teknik purposive sampling untuk metode penelitian Structural Equation Modeling (SEM) yang relatif baru dan mulai sering digunakan untuk bidang pariwisata. Kemudian, dilakukan wawancara mendalam serta diskusi terfokus untuk metode penelitian kualitatif Analytic Network Procces (ANP). Untuk menganalisis data penelitian, digunakan perangkat keras komputer, dan perangkat lunak LISREL 8.81 untuk analisis SEM dan perangkat lunak Super Decision versi 2.0 untuk analisis ANP; kedua perangkat lunak tersebut relatif masih baru. Dengan kata lain, prosedur dan proses penelitian sesuai dengan metode penelitian yang saat disertasi ini disusun masih relatif baru. Selain itu, dokumen-dokumen yang dijadikan referensi meliputi hasil penelitian berupa disertasi, tesis, skripsi, buku, jurnal, laporan, dan statistik. Model pengembangan daya saing dan keberlanjutan destinasi pariwisata terdahulu tidak menunjukkan urutan prioritas pengembangan, uji kecocokan model, dan uji hubungan antar variabel. Di samping itu, model terdahulu kurang dapat diaplikasikan untuk menentukan strategi
pengembangan kawasan
pariwisata. Persoalan lain adalah masih sedikit model yang memberikan nilai pada elemen pengembangan kawasan pariwisata. Besarnya nilai elemen daya saing sangat diperlukan dalam mendapatkan urutan prioritas dalam menentukan
Hal | 27
strategi dan kebijakan pengembangan kawasan pariwisata. Masih sedikit model pengembangan daya saing destinasi wisata perkotaan yang memiliki pembobotan variabel latennya (Budi, 2015). Dengan identifikasi nilai kontribusi elemen model pengembangan kawasan pariwisata, para pemangku kepentingan dapat berkerjasama secara sinergis berdasarkan
urutan
elemen
pengembangan
yang
perlu
lebih
dahulu
dikembangkan. Banyak penelitian hanya berfokus secara parsial pada penawaran seperti ekowisata, potensi, daya tarik wisata, aksesibilitas, dan fasilitas pendukung sediaan destinasi wisata. Banyak pula penelitian pariwisata yang berfokus pada permitaan dan faktor pendukungnya seperti pemasaran intensif, kepuasan wisatawan. Masih jarang penelitian yang menggabungkan permintaan yang melibatkan kompleksitas variabel laten dan penawaran yang melibatkan kompleksitas atribut kualitatif. Pada umumnya, penelitian terdahulu menghasilkan model pengembangan daya saing pariwisata yang mempunyai variabel dan sub variabel relatif sedikit dan kadang tanpa urutan prioritas variabel untuk strategi pengembangannya. Padahal, urutan prioritas elemen model pengembangan kawasan pariwisata dapat berubah apabila melibatkan dampak manfaat, peluang, biaya dan risiko (benefits, opportunities, costs, risks atau BOCR). Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan model untuk menentukan strategi pengembangan suatu kawasan pariwisata yang berdaya saing di dalam sebuah
kota
bisnis
dan
pariwisata
secara
berkelanjutan
dengan
mempertimbangkan BOCR. Penelitian ini juga secara terintegrasi melibatkan sisi permintaan dan penawaran, tidak seperti penelitian terdahulu yang sebagian besar hanya melihat dari sisi permintaan, atau penawaran, atau berfokus pada elemen kuantitatif atau elemen kualitatif. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan pada tahun 1970 sampai 1980 berfokus pada manajemen (WTO, 1973), identifikasi fase pengembangan (Thurot,1973;
Miossec,1977),
kawasan
berdasarkan
karakter
wisatawan
(Plog,1973), daur hidup kawasan pariwisata (Butler, 1980), dan persyaratan pengembangan (Reime dan Hawkins, 1979). Dari tahun 1981 sampai 1990 sebagai contoh, penelitian hanya memfokuskan pada konsep batas kegiatan dalam Hal | 28
kawasan pariwisata (Gormsen, 1981), konsep pemgembangan berkelanjutan (WCED,1987), identifikasi jenis usaha pariwisata indonesia (UU No. 9, 1990), dan pengembangan kawasan ekowisata (Ceballos-Lascurain, 1990). Periode tahun 1991 sampai tahun 2000, sebagai contoh, berfokus pada konsep keberlanjutan kawasan pariwisata (ETB,1991), keberhasilan kerjasama agrowisata (Cooper, Fletcher, Gilbert, Shepherd and Wanhill,1998), perencanaan kawasan pariwisata oleh pemerintah pusat dan daerah, swasta (UN-WTO, 1994; Butler,1996), keunggulan bersaing bidang bisnis (Porter,1990), daya saing dan lingkungan (Poon, 1993), atribut fasilitas, aksesibilitas, kualitas pelayanan, harga, citra, lingkungan, daya tarik wisata (Go & Govers,1999), efek skala dan lokasi pariwisata terhadap (Nuryanti, 1998) manfaat pariwisata terhadap perekonomian (Prideaux,2000; Murphy, Pritchard &Smith (2000). Selanjutnya, dari tahun 2001 sampai tahun 2010, penelitian berfokus pada daya saing destinasi wisata (Ritchie dan Crouch, 2000; Dwyer dan Kim, 2003; Gomezelj dan Mihalic, 2008; Hassan, 2000; Yoon, 2002; Dwyer , 2003), peran iklim usaha terhadap pengembangan pariwisata (Kline, 2007), pelayanan wisatawan lintas budaya (Lu, et al, 2007), strategi pemasaran taman nasional (Meilani, 2008), evaluasi atribut daya saing wisata (Crouch, 2008), uji citra dan efek pelayanan destinasi terhadap kunjungan masa mendatang (Lee, 2009), perilaku penduduk terhadap keberlanjutan komunitas pariwisata (Choi & Murray,2010), strategi pemasaran parwisata berdasarkan sumber daya dan kemampuan pemasaran (Wu, et.al., 2010). Selanjutnya, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015, penelitian hanya berfokus pada indeks daya saing pariwisata antar negara (WEF, 2013), misalnya kerjasama kawasan rekreasi kunci keberhasilan (Binotto & Akahoshi, 2013), model struktural pengembangan daya saing kawasan pariwisata Jakarta (Budi, 2015), strategi pengembangan daya saing kawasan Kota Tua Jakarta (Budi, 2015), model pengembangan citra kawasan pariwisata Jakarta (Budi, 2015), dan wisata belanja Jakarta (Budi, 2015). Bagan perkembangan penelitian dari tahun 1970 sampai tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 1.6.
Hal | 29
Sumber : Hasil Analisis Sendiri
Gambar 1.6 State of The Art Penelitian Suatu state of the art review tentang keberlanjutan pariwisata berfokus pada pengembangan, keberlanjutan pariwisata, penerapannya pada lingkungan manusia dan lingkungan fisik. Suatu proses state of the art tinjauan pengetahuan dan penelitian hendaknya berfokus pada perbedaan, persoalan, aplikasi dan kekurangannya (Butler, 2007). Untuk mendapatkan penelitian yang state of the art, penilitian harus mencakup perkembangan terkini tentang topik yang relevan, menentukan kontribusi penelitian, menentukan novelty penelitian, memastikan tidak ada duplikasi dan plagiarisme, dan menggunakan sumber jurnal (Dharmawan, 2015). Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini berfokus pada perkembangan terkini dari topik yang relevan, menentukan kontribusi penelitian berupa
pengembangan
model,
menentukan
kebaruan
model
strategi
pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Dalam mencapai tujuan penelitian, dipastikan tidak ada duplikasi, plagiarism penelitian
Hal | 30
dan dengan merujuk pada sumber jurnal, prosiding, buku, dan sumber luar jaringan maupun dalam jaringan. Tabel 1.1 Rencana Pelaksanaan Penelitian Langkah
Koleksi Data
Analisis Data
Langkah I
Desk Research :
Analisis Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka Model Pengembangan Daya Saing Kawasan Pariwisata.
Referensi artikel jurnal, disertasi, tesis, skripsi, laporan statistik
Gambaran umum lokasi penelitian termasuk kawasan pariwisata
Data artikel jurnal, tesis, skripsi, laporan, statistik, rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan
Tinjauan pustaka, perbandingan, perbedaan, kekurangan konsep daya saing kawasan sebagai destinasi wisata Analisis deskriptif data terkoleksi untuk gambaran umum lokasi penelitian
Langkah II
Survei Lapangan
Pemodelan struktural daya saing kawasan pariwisata berdasarkan sisi permintaan, yaitu perspektif pengunjung
Koleksi data profil dan tingkah laku responden menggunakan teknik purposive sampling dengan instrumen kuesioner
Pemodelan struktural daya saing kawasan pariwisata berdasarkan sisi permintaan yaitu perspektif pengunjung
Koleksi data menggunakan teknik purposive sampling dengan instrumen kuesioner
Hubungan dan kontribusi antar variabel laten (tak teramati) dan indikatornya
Uji model struktural, t-test, Goodness of Fit (GOF)
Data dan penyajian data siap dianalisis
Analisis hasil dan pembahasan model struktural SEM
Langkah III
Survei Lapangan
Multiple Criteria Decision Making
Pemodelan dengan metode ANP strategi pengembangan kawasan pariwisata
Kepada para pakar dengan wawancara mendalam (in depthinterview) dan kuesioner
Digunakan Analitic Network Process (ANP)
Analisisi Benefits, Opportunities, Cost, and Risk (BOCR) strategi pengembangan kawasan pariwisata
Data dan penyajian data siap di analisis
Digunakan analisis ANP BOCR
Langkah IV
Gabungan Langkah I, II, III
Pengambilan Keputusan
Penentuan strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan
Penggabungan hasil dan Pembahasan Langkah I, II dan III
Pengambilan keputusan kriteria prioritas strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan
Langkah V
Pengambilan keputusan
Metode ANP BOCR
Kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan
Data hasil multi kriteria Langkah IV
Hasil peringkat prioritas kriteria strategi
Analisis Deskriptif dan Multivariat Analisis deskriptif profil dan tingkah laku konsumen yaitu wisatawan sebagai responden
Sumber : Adaptasi dari Le (2014)
Hal | 31
Penelitian dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitan utama disertasi ini, dengan 5 langkah pengumpulan data dengan masing-masing tujuan untuk : (1) tinjauan literatur; (2) pemodelan struktural SEM; (3) pemodelan dengan metode ANP BOCR; (4) pengambilan keputusan strategi utama, dan; (5) pengambilan kesimpulan dan saran.
1.11 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan satu model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Sedangkan secara khusus penelitian ini ditujukan untuk : (a) menentukan pilihan strategi yang paling optimal dalam rangka mengembangkan daya saing dan keberlanjutan kawasan pariwisata; (b) mamahami pengaruh dan keterkaitan elemen-elemen pengembangan kawasan pariwisata sebagai kriteria dalam menentukan alternatif strategi utama dan strategi pendukung. Untuk mencapai tujuan umum dan khusus penelitian tersebut, maka tujuan anatara disusun yaitu : (1) menganalisis permintaan pengunjung terhadap daya tarik wisata, sarana dan prasarana, sumber daya manusia yang mempengaruhi kualitas pelayanan kawasan, citra kawasan dan daya saing usaha pariwisata; (2) mengidentifikasi aspek-aspek pengembangan kawasan pariwisata berdasarkan keseimbangan permintaan dan penawaran; (3) melakukan analisis masalah, usulan solusi masalah dan skenario strategi standar, realists, optimistis, dan pesimistis; (4) pengambilan keputusan strategi utama dan strategi pendukung yang paling baik dan optimal bagi terwujudnya kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan.
1.12 Manfaat Penelitian Penelitian memberikan kontribusi teoritis dan praktis pengembangan kawasan pariwisata. Penelitian memberikan manfaat pada pengetahuan teoritis, yaitu memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan satu model strategi
Hal | 32
pengembangan kawasan pariwisata, sebagai koreksi terhadap teori peningkatan daya saing destinasi wisata yang telah ada pada literatur. Hal ini dicapai dengan menguji secara empiris berdasarkan perspektif wisatawan dan penilaian para pakar pariwisata tentang aspek-aspek pengembangan daya saing kawasankawasan pariwisata dalam suatu kota berkarakter kota tujuan bisnis dan pariwisata. Dari sudut pandang teoritis: (1) sebagai salah satu acuan pengembangan ilmu pengetahuan; (2) sumbangan teori tentang model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Dari sudut pandang praktis: (1) sebagai referensi perencanaan dan pengembangan daya saing destinasi wisata yang berdaya saing dan berkelanjutan; (2) menjadi sumber yang reliabel bagi para praktisi untuk perencanaan strategis dan penyusunan program demi memperkuat daya saing destinasi wisata; (3) sebagai acuan penyempurnaan kebijakan pengambangan kawasan pariwisata dalam kota, pembinaan sosial, budaya, ekonomi, hukum, lingkungan hidup, dan kelembagaan, sehingga dapat mendukung daya saing dan keberlanjutan kawasan pariwisata.
Hal | 33