BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan di bidang kehutanan khususnya dalam kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu pekerjaan lapangan dengan resiko pekerjaan yang tinggi. Hal ini disebabkan karakteristik kerja bidang pemanenan kayu memiliki tingkat bahaya pekerjaan berupa adanya penggunaan gergaji rantai (chainsaw) sebagai alat operasi penebangan dan banyaknya sortimen log yang diproduksi yang dapat menyebabkan terjadinya resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berpengaruh pada kondisi fisik pekerja dalam jangka panjang (timbulnya cacat/kelainan). Yovi (2007) menyebutkan bahwa pekerjaan di bidang kehutanan merupakan jenis pekerjaan berbahaya yang memiliki berbagai kendala seperti lingkungan kerja yang sulit, pekerjaan fisik yang berat (yang sering melebihi batas kapasitas kerja pekerja hutan), dan resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Berbahayanya kerja hutan dapat terlihat dari tingginya persentasi kecelakaan pada kegiatan pemanenan yang mencapai 70% dari seluruh kecelakaan yang terjadi, 15% pada kegiatan pembinaan hutan, 5% pada pembuatan jalan, dan 10% karena sebab lainnya (Gani 1992). Berdasarkan data Depnaker (1999) dalam ILO (2002) menunjukkan bahwa angka kecelakaan kerja di sektor kehutanan (khususnya kegiatan penebangan kayu) menduduki peringkat keempat setelah sektor pertanian, peternakan, tekstil, dan garmen. Kecelakaan kerja yang terjadi tidak terlepas dari adanya kelalaian pekerja dalam melaksanakan tugasnya, namun faktor keselamatan dan kesehatan pekerja terkadang merupakan aspek yang masih sering terabaikan karena pihak perusahaan cenderung lebih mementingkan pencapaian target produksi dan terselesaikannya pekerjaan tepat waktu tanpa memperhatikan kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja. Para pekerja kehutanan, khususnya di bidang pemanenan kayu berhak mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja dalam melaksanakan tugasnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), setiap
2
perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih serta mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses yang berbahaya karena menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan sistem manajemen K3. Kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai kerugian, baik kerugian ekonomi, waktu kerja yang terbuang, kerusakan alat, kelainan atau cacat, bahkan kematian. Menurut Birds (1967) dalam Suardi (2005) menyatakan bahwa setiap satu kecelakaan berat disertai oleh sepuluh kejadian ringan, 30 kejadian yang menimbulkan kerusakan harta benda, dan 600 kejadian-kejadian hampir celaka. Bila dilihat dari segi ekonomi, biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat kecelakaan kerja dengan membandingkan biaya langsung dan tak langsung adalah 1:550. Suma’mur (1977) menjelaskan bahwa biaya langsung meliputi kompensasi dan biaya perawatan bagi orang yang terkena kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung meliputi biaya kerusakan peralatan dan biaya atas menurunnya produksi akibat ketidakhadiran pekerja yang mengalami kecelakaan. Kerugian besar yang ditimbulkan akibat dampak kecelakaan kerja pada perusahaan menunjukkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja menjadi hal yang perlu diperhatikan. Peran pemerintah dalam usaha meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan tercantum dengan adanya peraturan perundangan mengenai K3, antara lain: Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1978 mengenai Keselamatan Kerja dalam Penebangan dan Pengangkutan, serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa pengusaha wajib menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja/buruh di tempat kerja. Kurangnya pemahaman pekerja dan pihak perusahaan terhadap pentingnya K3 akan berdampak langsung pada rendahnya kompetensi penerapan K3 yang meliputi aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude)
3
akibatnya terjadi kesenjangan antara peraturan yang telah dibuat pemerintah dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Analisis kompetensi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi
pekerja kehutanan bidang pemanenan kayu di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, diharapkan dapat dapat membantu pelaksanaan penyusunan dan pengimplementasian kebijakan K3 yang dilakukan oleh pihak manajemen KPH Bogor melalui Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). 1.2 Perumusan Masalah Upaya penerapan dan pemahaman terhadap pentingnya K3 bagi pihak perusahaan dan pekerja di bidang pemanenan kayu, khususnya dalam kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja, dan kecelakaan kerja. Terdapatnya unsur unsafe action dan unsafe condition pada kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan menjadikan pentingnya tingkat kesadaran pihak perusahaan dan pekerja dalam mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja. Unsafe action merupakan berbagai macam tindakan yang tidak aman dan berbahaya bagi pekerja antara lain bekerja dengan tidak sesuai standar operasional prosedur yang dapat menimbulkan terjadinya resiko kecelakaan, sedangkan unsafe condition merupakan berbagai macam kondisi yang tidak aman dan berbahaya bagi pekerja, antara lain tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan standar untuk mencegah terjadinya resiko kecelakaan kerja. Rawannya tingkat keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja di bidang penebangan, penyaradan, dan pengangkutan akibat terdapatnya unsur unsafe action dan unsafe condition menjadikan analisis untuk mengukur kompetensi penerapan K3 di suatu perusahaan pemanenan kayu perlu dilakukan, dengan mengidentifikasi persepsi pekerja yang mencakup tiga aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude), sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan.
4
Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan yang akan diteliti, yaitu: 1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi pekerja terhadap
kompetensi penerapan K3 sesuai penilaian berdasarkan standar (control based assessment)? 2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antar aspek kompetensi pekerja sebagai dasar untuk menentukan strategi peningkatan aspek kompetensi yang berhubungan erat dengan penyusunan kebijakan K3? 3. Unsur unsafe action dan unsafe condition apa saja yang mempengaruhi keselamatan dan kesahatan pekerja di tempat kerja? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis tingkat aspek kompetensi (knowledge, skill, dan attitude) pekerja terhadap penerapan K3 di lokasi pemanenan kayu yang meliputi kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan dengan membandingkan dan menguji tingkat perbedaan persepsi antara persepsi pekerja (self assessment) terhadap penilaian objektif yang dilakukan (control based assessment) dan menguji hubungan antar aspek kompetensi pekerja (knowledge, skill, attitude) untuk menentukan aspek kompetensi
yang perlu ditingkatkan yang
berhubungan erat dalam penyusunan kebijakan K3. 2. Menyempurnakan metode penelitian analisis kompetensi penerapan K3 yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan lokasi KPH yang berbeda. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian berupa analisis kompetensi penerapan K3 pada pekerja kehutanan bidang pemanenan kayu dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyusun dan mengimplementasikan kebijakan K3 di KPH Bogor agar pelaksanaan pengelolaan hutan dapat sesuai dengan standar yang berlaku. Berdasarkan salah satu prinsip pengelolaan hutan lestari menurut FSC (Forest Stewardship Council) pemenuhan hak-hak pekerja wajib dilaksanakan, salah
satunya berupa pengadaan alat pelindung diri (APD) untuk mencegah terjadinya 5
resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Pekerjaan di bidang kehutanan yang memiliki tingkat resiko kecelakaan tinggi (pemanenan
kayu)
meliputi
kegiatan
penebangan,
penyaradan,
dan
pengangkutan. 2. Pekerja yang bergerak di bidang kegiatan pemanenan kayu (mandor lapangan, operator chainsaw, penyarad, dan supir truk). 3. Aspek kompetensi pekerja (knowledge, skill, attitude) terhadap penerapan K3 dalam kegiatan pemanenan kayu.