BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Muta‟ali (2012) menjelaskan bahwa pengembangan wilayah adalah salah
satu upaya pemanfaatan sumberdaya wilayah untuk dimanfaatkan sebesarbesarnya demi kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Berasal dari bahasa Sanskerta, pariwisata berarti kegiatan perjalanan penuh, yaitu berangkat dari tempat asal ke satu atau beberapa tempat tujuan dan kembali ke tempat asal (Kodyat dalam Syahid, 2015). Pariwisata merupakan salah satu sektor yang dikembangkan oleh daerah dalam upaya mencapai kemakmuran masyarakat luas. World Tourism Organization dalam Bhattacharya dan Sankar (2007) menjelaskan bahwa pariwisata merupakan industri masyarakat yang berkembang paling pesat yang mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi banyak orang secara langsung maupun tidak langsung. Pariwisata juga disebut-sebut sebagai sektor yang memberikan efek berganda paling tinggi di hampir seluruh negara di dunia. Besarnya peran pariwisata sebagai penyumbang perekonomian dan pengembangan wilayah mendorong terjadinya eksploitasi sumberdaya khususnya lingkungan. Umumnya, lingkungan secara ilmiah memiliki daya dukung terbatas atau yang disebut dengan carrying capacity. Pariwisata berkelanjutan merupakan salah satu prinsip pengembangan yang muncul sebagai respon pencegahan kerusakan
lingkungan
akibat
eksploitasi
sumberdaya
dalam
rangka
pengembangan wilayah. Muta‟ali (2012) menjelaskan bahwa dalam menjalankan prinsip berkelanjutan, aspek penting dan prasayarat utama yang harus diperhatikan adalah kapasitas daya dukung lingkungan dan daya tampung wilayah. Pemerintah Indonesia (2010) menyatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi kedua dalam ranah kepariwisataan nasional setelah Pulau Bali. Selain faktor keragaman objek wisata yang dimiliki DIY, pariwisata
daerah juga didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang memadai. Pengembangan pariwisata DIY menunjukkan hasil yang baik terbukti dari semakin meningkatnya keluaran produk sektor pariwisata serta pendapatan asli daerah sektor pariwisata. Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (2013) mencatat bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran menempati posisi pertama sebagai penyumbang terbesar produk domestik regional bruto (PDRB) provinsi yaitu sebesar lima miliar rupiah. Dinas Pariwisata DIY mengungkapkan bahwa PAD sektor pariwisata mengalami peningkatan dari tahun 2008 – 2012 sebesar 96% dengan rata-rata peningkatan 19,13% per tahun. Kontribusi pendapatan daerah sektor pariwisata kepada PAD DIY sebesar Rp. 153.174.399.477,- pada tahun 2012 (Dinas Pariwisata DIY, 2013). Peningkatan kontribusi sektor pariwisata ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya pembangunan sarana dan prasarana pendukung pariwisata. Produk industri sekaligus sarana pendukung utama pariwisata adalah hotel. Hotel termasuk ke dalam salah satu jasa penunjang pariwisata yang menawarkan penginapan dan makanan serta pelayanan dan fasilitas lainnya dengan pembayaran secara harian (BPS Kota Yogyakarta, 2013). Lawson dalam Pribadi (2009) mendefinisikan hotel sebagai sarana tempat tinggal umum untuk wisatawan dengan memberikan pelayanan jasa kamar, penyedia makanan dan minuman serta akomodasi dengan syarat pembayaran. Dinas Pariwisata DIY (2013) menjelaskan bahwa keberadaan hotel dan jasa penginapan lainnya digunakan oleh pemerintah sebagai salah satu indikator majunya pariwisata lokal. Badan Pusat Statistik DIY (2014) merekam pertumbuhan hotel di DIY pada 2009 – 2013 mencapai angka 25% dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,7% per tahun. Seperti yang dinyatakan oleh Dinas Pariwisata DIY, adanya pertumbuhan jumlah hotel DIY mengindikasikan adanya pertumbuhan pariwisata daerah. Pertumbuhan jumlah hotel DIY disebabkan oleh perkembangan pariwisata daerah, sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan pariwisata dan jumlah hotel DIY mempengaruhi satu sama lain.
Seiring dengan berkembangnya pariwisata dunia, hotel tidak lagi berperan sebagai penyedia jasa penginapan atau makanan saja. Hotel bintang adalah hotel yang telah memenuhi persyaratan/kriteria sebagai hotel bintang sesuai ketentuan/persyaratan dari Direktorat Jenderal Pariwisata (BPS Kota Yogyakarta, 2013). Hotel bintang menawarkan fasilitas dan pelayanan yang lengkap serta berkualitas yang dibutuhkan oleh wisatawan. Hotel bintang biasanya dilengkapi dengan fasilitas yang disewakan untuk umum, tidak hanya pada penyewa kamar, sehingga tidak jarang hotel-hotel bintang dijadikan sebagai destinasi wisata masyarakat lokal. Perkembangan pariwisata dunia mempengaruhi perluasaan fungsi hotel bintang salah satunya sebagai tempat penyelenggaraan acara atau event tertentu seperti pameran, konser, pertunjukkan, hingga konferensi. Fasilitas hotel bintang seperti balai pertemuan, ruang rapat, dan restoran melengkapi fungsi hotel sebagai tempat diselenggarakan acara atau biasa disebut venue. Hotel berperan besar dalam terselenggaranya wisata konvensi atau yang biasa disebut MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions). Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (2011) melalui warta ekspor edisi bulan Juli telah menetapkan DIY sebagai salah satu dari sepuluh destinasi wisata MICE di Indonesia. Prinsip pariwisata berkelanjutan mengedepankan kelestarian kualitas lingkungan. Pembangunan hotel merupakan salah satu upaya untuk mendorong tumbuhnya pariwisata wilayah. Ketersediaan sumber air bersih merupakan hal penting yang menjaga keberadaan sebuah hotel agar tetap dapat beroperasi. Dari sudut pandang pengembangan pariwisata, keberadaan hotel merupakan salah satu upaya untuk menarik wisatawan untuk berkunjung ke wilayah tersebut. Perkembangan
pariwisata
DIY
yang
meningkat
setiap
tahunnya
juga
membutuhkan peningkatan dukungan infrastruktur wilayah. Daya dukung pariwisata (tourism carrying capacity) dinyatakan dalam hal terbatasnya sumberdaya alam dan lingkungan yang tersedia dalam mewadahi aktivitas hotel. Kebutuhan akan lahan yang luas serta sumber air bersih yang banyak menyebabkan timbulnya dampak lingkungan, sosial, dan budaya dari
pembangunan hotel di wilayah DIY. Paripurno dalam Mustaqim1 (2015) menjelaskan, mengenai dampak pembangunan hotel, bahwa pengambilan air tanah secara berlebihan yang terjadi di Kota Yogyakarta karena sejumlah hotel bintang menyedot air sembarangan. Penyedotan sembarangan ini terjadi akibat buruknya pengelolaan air hotel yang akhirnya mengganggu ketersediaan air di sumur milik warga sekitar. Di sisi lain, hotel bintang tersebut tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pasokan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) akibat keterbatasan kemampuan. Sengketa lahan pembangunan hotel seringkali terjadi antara warga sekitar dengan pemilik hotel. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan di tengah-tengah masyarakat. Pembangunan hotel bintang yang menggunakan gaya arsitektural tertentu yang tidak sesuai dengan wajah kota juga menjadi salah satu bahan perdebatan. Beberapa dampak inilah yang mendasari dikeluarkannya Peraturan Walikota Yogyakarta No. 77 tahun 2013 tentang pengendalian pembangunan hotel. Perwal ini biasa disebut upaya moratorium izin pembangunan hotel2. Beberapa peraturan lain juga dibuat untuk mencegah timbulnya dampak pembangunan hotel yang lebih luas. Salah satunya adalah Peraturan Walikota Yogyakarta No. 4 tahun 2014 tentang kewajiban hotel yang ada di Kota Yogyakarta untuk menggunakan dan berlangganan air PDAM. Reaksi dari disahkannya moratorium izin pembangunan hotel di Kota Yogyakarta datang dari berbagai pihak. Beberapa pihak mempertanyakan latar belakang pembuatan peraturan walikota atau perwal yang membahas tentang moratorium izin pembangunan hotel ini karena belum ada perhitungan yang jelas berkaitan dengan kemampuan hotel dalam menampung wisatawan yang berkunjung ke DIY. Pengembangan pariwisata DIY, khususnya ke arah wisata
1
Ahmad Mustaqim, “Hasil Penelitian, Pembangunan Bangunan Komersial di DIY Berdampak Panjang”, Kabar Kota, diakses dari http://kabarkota.com/berita-1990-hasil-penelitianpembangunan-bangunan-komersial-di-diy-berdampak-panjang.html, diakses tanggal 2 Maret 2015 2 Politik Indonesia, “Pemerintah Kota Yogyakarta Moratorium Pendirian Hotel Baru”, http://politikindonesia.com/index.php?k=nusantara&i=50648-Pemkot-Yogyakarta-MoratoriumPendirian-Hotel-Baru, diakses tanggal 3 September 2015
konvensi atau MICE, membutuhkan dukungan berupa penambahan jumlah sarana dan prasarana seperti hotel bintang. Terdorongnya pembangunan hotel bintang ke arah luar kota, seperti ke Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, menyebabkan munculnya anggapan bahwa moratorium izin pembangunan hotel tidak efektif untuk menghindari dampak lingkungan, sosial, dan budaya yang mengancam DIY. Di samping itu, berbagai
pertanyaan
yang muncul akibat pengesahan moratorium izin
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta mendorong terlaksananya penelitian ini. Hotel bintang, sebagai sarana pendukung pariwisata daerah, memiliki batasan pengembangan dilihat dari dua sisi, eksternal dan internal. Keberadaan hotel sebagai penyedia jasa akomodasi, destinasi wisata, dan tempat penyelenggaraan MICE mendorong pariwisata DIY untuk terus berkembang menuju arah yang positif. Di sisi lain, keberadaan sumberdaya alam yang terbatas menjadi hambatan bagi pembangunan dan pengelolaan hotel bintang. Pengesahan peraturan pemerintah dilakukan untuk mencegah timbulnya masalah seperti kerusakan lingkungan, kemacetan dan kelangkaan air bersih. Penghitungan kemampuan sumberdaya alam dilakukan untuk mengimbangi laju pertumbuhan hotel bintang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peluang pembangunan hotel bintang di masa depan setelah melihat pertumbuhan yang signifikan serta melihat banyaknya respon yang ditujukan berkaitan dengan pertumbuhan tersebut. Salah satu respon yang dimaksud yaitu pengesahan peraturan walikota berkaitan dengan moratorium izin pembangunan hotel dan kewajiban hotel bintang memakai jasa PDAM.
1.2
Pertanyaan Penelitian Danube Competence Center (2015) membagi faktor pembentuk daya
dukung pariwisata menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor ini secara langsung berkaitan dengan peran hotel bintang dalam mendukung pariwisata daerah. Hotel bintang sebagai jasa penyedia akomodasi pariwisata, seperti tempat
tinggal, makan, minum dan hiburan lainnya. Di sisi lain, hotel bintang juga menggunakan sumberdaya alam untuk menopang kegiatan sehari-harinya. Dengan pertumbuhan hotel bintang yang pesat setiap tahunnya, peneliti ingin mengetahui keadaan sebenarnya dari wilayah yang mengalami pertumbuhan jumlah hotel bintang tersebut dari sisi pemenuhan permintaan kamar dan kesesuaian pembangunan fasilitas hotel bintang. Melalui perumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Seberapa
besar
kemampuan
suatu
kawasan
perkotaan
dalam
mengakomodasi kegiatan hotel bintang yang ada? 2.
Bagaimana prospek pembangunan hotel bintang di suatu kawasan perkotaan?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut: 1.
Untuk mengidentifikasi kemampuan Kawasan Perkotaan Yogyakarta sebagai kawasan yang mewadahi pembangunan dan kegiatan hotel bintang.
2.
Untuk mengidentifikasi prospek pembangunan hotel bintang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian akademik dilakukan untuk memberikan kontribusi berupa ilmu
pengetahuan kepada berbagai pihak. 1.
Bagi pemerintah, penelitian ini dilaksanakan karena ketidakjelasan latar belakang penetapan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan moratorium pembangunan hotel. Berbagai pihak meminta penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan atas moratorium izin pembangunan hotel yang dilakukan oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pemerintah setempat, khususnya Kota Yogyakarta, mengenai kemampuan hotel bintang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta dalam mewadahi wisatawan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan dan informasi sehingga masyarakat, khususnya kepada pemilik dan pengelola hotel, mampu berpartisipasi dalam mengawasi kebijakan dan langkah yang diambil oleh pemerintah.
3.
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan referensi kepada pihak yang terlibat dalam dunia ilmu pengetahuan, seperti dosen dan mahasiswa, khususnya bagi akademisi yang bergelut dalam ilmu perencanaan wilayah dan kota.
1.5
Batasan Penelitian
1.
Fokus Hotel bintang adalah hotel yang telah memenuhi persyaratan/kriteria
sebagai hotel bintang sesuai ketentuan/persyaratan dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Hotel bintang yang menjadi fokus penelitian ini mencakup hotel bintang 1 sampai dengan 5. Penelitian ini mengidentifikasi prospek pembangunan hotel bintang yang ditinjau dari daya dukung pariwisata, yang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. 2.
Temporal Identifikasi prospek pembangunan hotel bintang memperhatikan peluang
yang mungkin terjadi di masa depan. Batasan waktu penelitian ini mengacu pada Rencana Induk Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta yang berlangsung hingga tahun 2025. 3.
Lokasi Kawasan amatan penelitian ini adalah Kawasan Perkotaan Yogyakarta
(KPY) yang termasuk dalam provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administrasi, KPY mencakup 3 kabupaten/kota yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten
Sleman, dan Kabupaten Bantul, yang terdiri dari 18 kecamatan. Lokasi KPY dalam dicermati melalui peta berikut ini.
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia, 2010, Dinas Pekerjaan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta, 2012 dan Survei Lapangan, 2015
1.6
Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan peneliti, prospek pembangunan hotel di Kawasan
Perkotaan Yogyakarta belum pernah diteliti sebelumnya. Sudah banyak penelitian yang mengangkat topik mengenai hotel, pariwisata, dan daya dukung lingkungan, tetapi belum ada yang membahas mengenai prospek pembangunan hotel. Ada beberapa penelitian sebelumnya yang meneliti di lokasi Kawasan Perkotaan Yogyakarta, namun belum ada yang membahas mengenai topik yang dibahas pada penelitian ini.
Pariwisata merupakan topik yang cukup populer di kalangan peneliti, khususnya di kalangan akademisi. Beberapa penelitian yang membahas prospek pariwisata sudah beberapa kali dilakukan. Trenggonowati (1991) dan Islami (2014) pernah meneliti tentang prospek pariwisata di dua lokasi yang berbeda. Trenggonowati (1991) meneliti tentang masalah dan prospek pariwisata di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. Penelitian ini berfokus kepada pariwisata daerah dengan lokasi penelitian di Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan alat analisis berupa statistik. Kesimpulan penelitian tersebut adalah masih diperlukan tambahan atraksi kebudayaan di sore dan malam hari untuk menarik wisatawan agar mau menghabiskan waktunya dan menginap di daerah ini. Aspek kebersihan dan keamanan destinasi
wisata juga perlu tetap dijaga untuk
mendorong
keberlangsungan pariwisata di Surakarta. Penelitian mengenai prospek pariwisata di Gunung Kidul (Islami, 2014) bertujuan untuk mengkaji prospek pariwisata berkelanjutan Gua Grubug dan Gua Jomblang. Dengan menggunakan metode deduktif kualitatif, penelitian ini menghasilkan temuan yaitu prospek pengembangan pariwisata Gua Grubug dan Gua Jomblang sangat bagus jika pemangku kepentingan tetap melakukan antisipasi penanganan masalah yang akan timbul setanggap dan sebijak mungkin (Islami, 2014). Kedua penelitian ini mempunyai batasan dan lokus yang berbeda serta menghasilkan temuan yang juga berbeda. Dibandingkan dengan kedua penelitian terdahulu ini, penelitian Prospek Pembangunan Hotel Bintang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta dinilai masih relevan karena, meskipun memiliki topik penelitian yang sama, namun memiliki fokus dan lokasi yang berbeda. Penelitian di bidang pariwisata tidak hanya dilakukan oleh akademisi saja, tetapi juga pihak swasta yaitu PT. Central Data Mediatama Indonesia (CDMI) yang melakukan studi mengenai prospek dan peluang bisnis hotel berbintang di lima kota besar di Indonesia 2011 – 2015. CDMI (2010) menyusun buku ini dengan tujuan untuk menunjukkan kota mana saja yang masih mempunyai prospek untuk dibangun hotel baru. Buku ini ditunjukkan kepada para
pengembang real estate serta pihak perbankan sebagai acuan untuk memberikan pinjaman. Lima kota besar yang diteliti yaitu Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar, dan Bali. Kota Yogyakarta tidak termasuk ke dalam pembahasan yang dilakukan oleh CDMI. Proyeksi yang dilakukan oleh CDMI dilakukan untuk tahun 2011 – 2015, hal ini berbeda dengan peneliti yang memulai proyeksi dari tahun 2015. Penelitian mengenai hotel pernah dilakukan oleh Antariksa (2015) mengenai dampak perkembangan hotel terhadap perkembangan kawasan sekitarnya di Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode deduktif kualitatif yang menghasilkan temuan yaitu perkembangan fisik kawasan di sekitar hotel dipengaruhi oleh kelas hotel, waktu terjadinya pertumbuhan hotel, serta fungsi kawasan pada keempat klaster berbeda. Meskipun topik yang diangkat memiliki kesamaan, namun metode dan temuan yang diharapkan memiliki perbedaan yang besar. Perbandingan antara beberapa penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti membuktikan bahwa „Prospek Pembangunan Hotel Bintang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta‟ merupakan penelitian yang masih relevan untuk dilakukan.
1.7
Sistematika Penelitian Penelitian ini disusun dalam enam bab dengan sistematik penulisan yaitu :
1.
BAB I yaitu PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.
2.
BAB II yaitu TINJAUAN PUSTAKA, terdiri dari tinjauan pustaka tentang hotel sebagai fasilitas pariwisata, kriteria hotel bintang, pariwisata, prospek dan landasan teori.
3.
BAB III yaitu METODE PENELITIAN, terdiri dari pendekatan penelitian, unit analisis dan unit analisis, variabel penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data dan hambatan penelitian.
4.
BAB IV yaitu GAMBARAN UMUM WILAYAH, terdiri dari karakteristik pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, gambaran umum Daerah Istimewa Yogyakarta, perkembangan hotel bintang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta, dan responden penelitian di Kawasan Perkotaan Yogyakarta.
5.
BAB V yaitu HASIL DAN PEMBAHASAN, terdiri dari identifikasi kemampuan Kawasan Perkotaan Yogyakarta sebagai kawasan yang mewadahi pembangunan dan kegiatan hotel bintang, identifikasi prospek pembangunan hotel bintang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta dan temuan penelitian.
6.
BAB VI yaitu KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, terdiri dari kesimpulan penelitian dan rekomendasi.