1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya alam (SDA) dan pelestarian fungsi lingkungan hidup makin dikembangkan melalui antara lain peningkatan kesadaran masyarakat yang ditandai oleh menguatnya partisipasi aktif masyarakat, terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kekhasan SDA tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah, serta modal pembangunan nasional pada masa yang akan datang. Mengenai pengelolaan SDA, para ahli menyatakan bahwa salah satu sistem pengelolaan SDA yang dikembangkan komunitas petani di banyak negara di Asia adalah sistem agroforestri tradisional. Sementara di Indonesia, salah satu diantaranya dikenal sebagai repong damar1 yang dikelola komunitas petani di Pesisir Krui, Lampung Barat (Lubis 1997; Michon dkk 2000). Menurut para ahli tersebut, repong damar merupakan sistem pengelolaan lahan dan/atau bentuk pertanian yang berkelanjutan. Disebut demikian, karena repong damar merupakan sistem agroforestri tradisional yang secara ekosistem dikembangkan rumahtangga petani sedemikian rupa, sehingga memiliki keragaman tanaman, dimensi sosial ekonomi dan ekologis yang mendukung bagi keberlanjutannya. Selama ini terdapat sejumlah ahli yang meneliti repong damar di Pesisir Krui tersebut. Lubis (1997) meneliti “Repong Damar: Kajian tentang Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan Lahan Hutan di Pesisir Krui”. Penelitian tersebut mempelajari hubungan antara aspek-aspek ekonomis, sosial, kultural, dan ekologis terhadap keputusan petani Krui dalam pengelolaan hutan rakyat (repong damar). Tim Studi CIFOR, Watala dan Universitas Indonesia (1999) meneliti tentang “Pengelolaan Repong Damar dan Ekonomi Rumahtangga di Pesisir Krui, Lampung Barat”. Selanjutnya, Michon dkk (2000) dalam studinya yang berjudul “Repong di Pesisir Krui, Lampung” melaporkan secara mendalam 1
Repong damar adalah istilah lokal masyarakat Krui, Lampung Barat untuk menyebut bentangan areal agroforest damar atau kebun damar (Michon dkk, 2000)
2
berbagai dimensi repong, baik secara ekologis (termasuk keragaman hayati), ekonomis, dan sosial-budaya (termasuk sistem penguasaan lahan). Hal serupa dilakukan
juga
oleh
Pramono
(2000)
dalam
penelitiannya
tentang
“Ketergantungan Masyarakat Repong Damar di Pesisir Krui, Lampung Barat”, yang melaporkan karakteristik rumahtangga petani pengelola repong damar, khususnya dari aspek demografi sosial, penguasaan lahan serta aspek ekonomi rumahtangga. Terdapat sejumlah penelitian lain tentang repong. Wijayanto (2001) meneliti secara kuantitatif hubungan antara sejumlah variabel dari berbagai faktor dominan (sosial budaya, ekonomi-bisnis dan ekologi) yang mempengaruhi sistem keberlanjutan pengelolaan repong damar. Adapun Fikarwin (1996) dalam studinya mengenai “Reduplikasi dan Koalisi Internal Rumahtangga, Proses Adaptasi Terhadap Perubahan Sistem Produksi dan Pasarisasi di Penengahan Krui Lampung Barat”, melaporkan bahwa dalam proses pengelolaan repong damar, telah terbentuk pola pembagian kerja antara anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan, bahwa laki-laki banyak melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan produktif di bidang pertanian, sementara perempuan lebih banyak melakukan kegiatan produksi konsumsi. Kecuali pada penelitian Pramono (2000) dan Wijayanto (2001), pada penelitian selainnya kurang menjelaskan informasi berkenaan aspek gender dalam aktivitas pengelolaan repong. Padahal, sebagaimana yang dilaporkan oleh Boserup (1970) dalam Mugniesyah (2007) menyatakan bahwa secara umum, lakilaki dan perempuan dalam rumahtangga petani bertanggung jawab dalam pengelolaan usahatani mereka yang bersifat subsisten; bahkan Dankelman (2001) dalam Mugniesyah (2007) menyatakan bahwa perempuan pada rumahtangga di pedesaan berperan sentral dalam manajemen dan penggunaan sumberdaya alam pada tingkat lokal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Hal tersebut, dimungkinkan karena sebagaimana dinyatakan Mugniesyah (2007), rumahtangga petani merupakan entitas yang kompleks, yang terdiri atas laki-laki dan perempuan dari beragam generasi, akses dan kontrol mereka terhadap pengelolaan sumberdaya alam berhubungan dengan sistem kekerabatan dimana keluarga (rumahtangga) petani tersebut menjadi anggotanya.
3
Berdasarkan penjelasan di atas, diperlukan penelitian tentang analisis gender dalam pengelolaan repong damar di kalangan masyarakat Krui, Lampung Barat karena selama ini studi gender pada rumahtangga petani pengelola agroforestri tradisional lebih banyak dilakukan di Pulau Jawa dengan sistem kekerabatan rumahtangga petani yang tergolong bilateral sebagaimana dilakukan Mugniesyah dan Mizuno (2001, 2003). Kedua peneliti melaporkan bahwa di kalangan rumahtangga petani lahan kering di Cianjur, Jawa Barat, laki-laki dan perempuan memiliki akses dan kontrol yang setara terhadap lahan usahatani huma-talun (agroforestri tradisional), karenanya keduanya memiliki kontribusi relatif setara, khususnya dalam curahan waktu, pengambilan keputusan, serta ekonomi rumahtangga. Hal yang sama dikemukakan Suharjito (2002) dalam penelitiannya tentang “Pengelolaan Kebun-Talun Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Sosial Kultural dan Ekologi Masyarakat Pertanian Lahan Kering di Sukabumi, Jawa Barat”, yang melaporkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kontribusi yang sama di dalam penentuan strategi adaptasi keluarga/ rumahtangga baik dalam hal pengaturan tenaga kerja, penguasaan sumber-sumber mata pencaharian, dan pengaturan alokasi sumberdaya ekonomi keluarga/ rumahtangga. Penelitian “Analisis Gender dalam Rumahtangga Petani Repong Damar” ini menjadi penting, untuk memperoleh informasi dinamika gender dalam pengelolaan repong damar pada sistem kekerabatan masyarakat Krui di Lampung Barat yang memiliki sistem kekerabatan patrilineal, lahan pertanian diwariskan hanya kepada anak laki-laki tertua atau “sai tuha bakas” yang umumnya dilakukan setelah kelahiran cucu laki-laki pertama dari anak laki-laki sulung (Lubis, 1997; Michon dkk, 2000). Namun demikian, sebagai pewaris tunggal harta keluarga, anak laki-laki sulung berkewajiban menyediakan rumah dan memberi nafkah adik laki-laki (menikah dan/atau belum menikah), serta saudara perempuan yang belum menikah. Dengan demikian, penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya, khususnya dalam hal dinamika gender pada rumahtangga petani yang berbentuk keluarga inti dan keluarga luas pada sistem kekerabatan patrilineal. Di samping itu, penelitian ini juga penting untuk mengidentifikasi ada tidaknya permasalahan atau isu gender dalam pengelolaan
4
repong damar yang berguna bagi pelaksanaan program pembangunan SDA yang responsif gender sebagaimana diamanatkan oleh Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang keharusan mengintegrasikan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam program pembangunan, serta oleh kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. 1.2
Rumusan Masalah Penelitian Umum diketahui bahwa rumahtangga petani itu heterogen, baik dalam hal
sumberdaya
rumahtangga
maupun
karakteristik
individu
dari
anggota
rumahtangganya. Dalam konteks masyarakat Krui yang mengelola repong damar, bagaimanakah karakteristik individu dan sumberdaya rumahtangga dan/atau keluarga luas mereka? Menurut Moser (1993) dalam Mugniesyah (2007), peranan gender dalam rumahtangga dan masyarakat dibedakan ke dalam tiga kategori yang disebutnya sebagai triple roles (tiga peranan), yaitu peranan reproduktif, produktif dan pengelolaan masyarakat. Di lain pihak, Moser (1993) dalam Mugniesyah, Puspitawati, dan Windarti (2003) dan Wigna (2003) menyatakan bahwa teknik analisis gender dapat digunakan untuk menganalisis ada tidaknya kesetaraan gender dalam rumahtangga, baik dalam hal
alokasi peranan kekuasaan,
kesejahteraan dan beban kerja dalam melaksanakan ketiga peranan tersebut. Sehubungan dengan itu, bagaimanakah alokasi peranan dan kekuasaan diantara anggota rumahtangga petani repong damar -laki-laki dan perempuan- dalam ketiga kategori peranan tersebut? Menurut Surbakti dkk (2001) dalam Mugniesyah, Puspitawati, dan Windarti (2003), ada empat faktor utama untuk mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender, yakni: akses, kontrol, partisipasi dan manfaat. Sehubungan dengan itu, apakah anggota rumahtangga dan/atau keluarga luas petani repong damar laki-laki dan perempuan, memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan pengelolaan repong damar? Selanjutnya, di pihak lain selama ini pemerintah mengintroduksikan beragam program pengembangan SDA dan lingkungan termasuk di dalamnya program penyuluhan pertanian yang berhubungan dengan budidaya tanaman pangan maupun kehutanan. Sehubungan dengan itu, apakah
5
anggota rumahtangga petani repong damar, laki-laki dan perempuan, juga berpartisipasi dalam beragam program tersebut? Apakah akses dan kontrol, serta partisipasi mereka terhadap sumberdaya dan pengelolaan repong damar menfasilitasi mereka untuk memperoleh manfaat, baik sosial maupun ekonomi? Menurut temuan CIFOR, Watala dan Universitas Indonesia (1999), terdapat perbedaan tipe lahan repong dan fase produktif repong damar. Sehubungan dengan itu, apakah ada hubungan antara tipe lahan repong dan fase produktif repong damar dengan akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dari anggota rumahtangga petani, laki-laki dan perempuan, pengelola repong damar? Temuan tersebut juga melaporkan kecenderungan meningkatnya pola pencaharian nafkah ganda di kalangan rumahtangga petani pengelola repong damar, ditunjukkan oleh adanya mereka yang bekerja di sektor non pertanian, seperti dagang, pegawai pemerintah, dan sektor jasa lainnya. Dengan demikian, terdapat heterogenitas sumberdaya rumahtangga dan/atau keluarga luas menurut status umur repong dan pola pencaharian nafkah. Sehubungan dengan itu, apakah ada hubungan antara heterogenitas rumahtangga dan/atau keluarga luas tersebut dengan keempat faktor gender dalam pengelolaan repong damar tersebut di atas (akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat)? Para ahli menyatakan bahwa pengelolaan repong damar menghasilkan sistem usahatani berkelanjutan secara ekologis, namun sejalan dengan perjalanan waktu dan perubahan sosial yang mengikutinya, diduga terdapat permasalahan yang dihadapi anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan repong damar. Sehubungan dengan itu, permasalahan apa sajakah yang mereka hadapi dalam mengelola repong damar dewasa ini? 1.3
Tujuan Penelitian Mengacu pada perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, sebagai berikut: 1.
Profil rumahtangga, khususnya karakteristik individu dan sumberdaya rumahtangga dan/ atau keluarga luas petani pengelola repong damar.
6
2.
Akses dan kontrol anggota rumahtangga dan/atau keluarga luas petani repong damar, laki-laki dan perempuan, terhadap sumberdaya lahan dan aktivitas dalam pengelolaan repong damar.
3.
Partisipasi anggota rumahtangga dan/atau keluarga luas petani repong damar, laki-laki dan perempuan, dalam beragam program pembangunan, baik yang berhubungan dengan program pengelolaan SDA umumnya, maupun repong damar pada khususnya.
4.
Manfaat yang diperoleh anggota rumahtangga dan/atau keluarga luas petani repong damar, laki-laki dan perempuan, atas akses dan kontrol mereka terhadap pengelolaan repong damar.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek-aspek gender dalam rumahtangga petani pengelola repong damar, khususnya dari faktor-faktor fisik (bentuk lahan dan fase produktif) repong damar dan faktor sumberdaya rumahtangganya.
6.
Permasalahan yang dihadapi oleh anggota rumahtangga petani, laki-laki dan perempuan, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan repong damar.
1.4
Kegunaan Penelitian
1.
Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep dan teori dalam konteks gender dan pembangunan pada umumnya, khususnya dalam memahami fenomena pengelolaan repong damar pada masyarakat Krui di Lampung Barat.
2. Bagi Pemda Tingkat II Lampung Barat, khususnya Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat dan Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Barat, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan dalam penyusunan program penyuluhan bagi pemberdayaan rumahtangga petani pengelola repong damar yang responsif gender. 3.
Bagi pihak lain, khususnya para peneliti bidang studi gender dan pembangunan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan informasi awal bagi studi gender dalam pengelolaan SDA pada umumnya, khususnya agroforestri di wilayah lainnya di Indonesia.