BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bendungan merupakan bagian utama dari keberadaan waduk, dimana bangunan ini berfungsi untuk membendung aliran sungai sehingga diperoleh suatu jumlah tampungan air sungai. Rembesan pada bendungan tanah yang tidak terkendali dapat menyebabkan terjadinya keruntuhan pada bendungan, baik berupa overtopping ataupun piping. Overtopping, yaitu keruntuhan bendungan yang diakibatkan oleh meluapnya air melalui puncak bendungan karena debit inflow yang besar melebihi kapasitas tampung spillway dalam mengalirkan debit banjir yang terjadi sehingga mengakibatkan meluapnya air waduk di atas mercu bendungan. Sedangkan keruntuhan bendungan dapat juga diakibatkan oleh mengalirnya air melalui lubang-lubang pada tubuh/pondasi bendungan yang sering disebut dengan piping, dalam prosesnya air rembesan dengan perlahan akan membawa material penyusun tubuh bendungan sehingga lama-kelamaan akan mempengaruhi stabilitas tubuh bendungan. Selain rembesan yang terjadi baik yang diakibatkan oleh overtopping ataupun piping, kejadian hujan yang cukup tinggi didaerah hulu bendungan juga dapat menyebabkan penambahan volume pada bendungan yang menjadi pemicu terjadinya keruntuhan pada bendungan yang memiliki kondisi yang tidak stabil. Kejadian bencana akibat keruntuhan bendungan pernah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia dan negara lain. Pada tanggal 27 Maret 2009 terjadi keruntuhan tubuh Situ Gintung di wilayah Cirendeu, Tangerang, Banten yang menimbulkan 91 orang meninggal, 120 hilang, ratusan terluka, dan puluhan bangunan rumah serta infrastruktur rusak berat. Pada tanggal 27 November 1967 pada bagian cover dam Bendungan Sempor yang sedang dibangun jebol, menimbulkan korban jiwa sebanyak 127 orang dan nama-nama yang meninggal dicantumkan pada batu nisan di plaza bendungan. Pada tanggal 9 Oktober 1963 terjadi overtopping di atas puncak Bendungan Vaiont di Italia sehingga 1
2
bendungan itu runtuh. Banjir besar yang disebabkan oleh runtuhnya bendungan ini menelan korban jiwa tidak kurang dari 2.600 orang. Bendungan Teton di Idaho Amerika Serikat setinggi 93 m runtuh pada tanggal 5 Juni 1976, mengakibatkan empat belas orang meninggal. Peristiwa runtuhnya bendungan ini terjadi pada saat pertama pengisian air waduk saat air dalam waduk telah hampir penuh. Bencana akibat keruntuhan bendungan tersebut menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan yang parah pada permukiman dan infrastruktur-infrastruktur yang dilaluinya. Selain itu, keruntuhan bendungan memiliki kecepatan terjang yang cukup tinggi sehingga menyebabkan penduduk tidak sempat menghindar dan pada akhirnya terbawa hanyut dan meninggal. Pada tanggal 28-30 Juli 1998 Kota Samarinda mengalami bencana banjir yang cukup parah dengan genangan air menggenangi Kota Samarinda setinggi 2-3 m selama 1 (satu) minggu yang mengakibatkan kerugian material dan non material serta korban jiwa. Kejadian tersebut diakibatkan oleh jebolnya tanggul Bendungan Lempake (biasanya masyarakat setempat menyebutnya sebagai Waduk Benanga) yang berada di DAS Lempake, Sungai Karang Mumus, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur. Tanggul jebol yang diakibat oleh adanya curah hujan yang cukup tinggi di daerah hulu selama beberapa jam serta kondisi bendungan yang mengalami rembesan akibat piping pada bagian tanggul bagian kanan bendungan. Bendungan Lempake yang telah berumur lebih dari 30 tahun, pada awalnya merupakan bendung yang memiliki fungsi utama untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, namun lebih dari sepuluh tahun terakhir telah dimanfaatkan untuk menampung air dari hulu DAS Karang Mumus sebelum masuk ke kota Samarinda (bendungan), akan tetapi fungsinya belum optimal karena kondisi bendungan yang tidak terpelihara dengan baik.Ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 Bendungan Lempake dan Gambar 1.2 Kondisi Tanggul Bendungan Lempake
3
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum – Prop. Kalimantan Timur)
Gambar 1.1 Bendungan Lempake
B
A
A
SUNGAI KARANG MUMUS
B
Rembesan
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum – Prop. Kalimantan Timur)
Gambar 1.2 Kondisi Tanggul Bendungan Lempake
4
Selain itu kondisi existing Bendungan Lempake saat ini, pada daerah hulu Bendungan Lempake marak dilakukan pembukaan lahan untuk eksploitasi tambang batu bara yang akan mempercepat pendangkalan dasar Bendungan Lempake, sehingga umur bendungan akan cepat tercapai dari yang direncanakan karena faktor sedimentasi dari hulu. Kondisi bangunan spillway dan tubuh tanggul pada beberapa titik mengalami kebocoran pada sayap kanan dan kiri pelimpah utama dan sayap kiri pelimpah darurat. Masalah longsoran juga telah terjadi beberapa waktu seperti : longsoran yang terjadi pada + 150 m di hilir dari pelimpah utama, area seluas + 40 x 50 m telah mengalami kerusakan longsor, pada dasar sungai terjadi sembulan tanah akibat adanya dorongan tanah pada bidang gelincir. Beberapa kerusakan yang terjadi pada Bendungan Lempake dapat dilihat pada gambar-gambar berikut :
Bocoran pada Di Dinding Sayap Hilir Pelimpah Utama Bagian Kanan
Beberapa Lokasi Pusaran Air Di Hulu Pelimpah Utama Bendungan Lempake
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum – Prop. Kalimantan Timur)
Gambar 1.3 Kondisi Existing Bocoran Pada Bendungan Lempake
5
Lubang Di Bawah Dinding Sayap Hulu Pelimpah Utama
Salah Satu Lubang Di Bawah Rumah Pintu Akibat Gerusan Rembesan Dari Hulu
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum – Prop. Kalimantan Timur)
Gambar 1.4 Kondisi Existing Lubang Pada Tanggul Bendungan Lempake
Pemukiman Warga (Rumah Semi Permanen) Yang Berlokasi Tepat Di Hilir Kaki Tanggul Bendungan Lempake
Longsoran Bukit Di Hilir Bendungan Lempake Mendesak Tebing Sungai Karang
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum – Prop. Kalimantan Timur)
Gambar 1.5 Existing Kondisi Hilir Bendungan Lempake
Masalah lain yang dihadapi oleh Bendungan Lempake ini, adanya pertumbuhan penduduk di daerah hilir bendungan, sehingga jika terjadi keruntuhan bendungan di bagian hilir akan mengakibatkan bencana yang cukup fatal.
1.2. Tujuan Penelitian Keruntuhan bendungan baik alam maupun buatan dapat menyebabkan perambatan gelombang banjir yang sangat cepat ke bagian hilir bendungan. Akibatnya banjir ini dapat menggenangi kawasan yang banyak terdapat permukiman, fasilitas umum, dan daerah pertanian sehingga mempunyai potensi
6
menimbulkan kerugian harta benda, hancurnya infrastruktur yang ada, bahkan korban jiwa. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melakukan simulasi pemodelan hidraulik akibat keruntuhan bendungan berdasarkan kejadian banjir yang terjadi di Kota Samarinda pada tahun 1998.
1.3. Manfaat Yang Diharapkan Dari hasil simulasi hidraulik keruntuhan bendungan dan kejadian banjir pada tanggal 28 Juli 1998 maka dapat : 1. mengidentifikasi karakteristik kondisi bendungan yang ada, jika terjadi keruntuhan bendungan, 2. mengetahui debit puncak banjir, elevasi muka air banjir maksimum, dan kecepatan aliran sehingga pada masa mendatang apabila terjadi perulangan kejadian bencana serupa maka daerah-daerah yang berpotensi terkena dampak banjir dapat diidentifikasi, 3. diharapkan bahwa metode simulasi yang digunakan dapat diaplikasikan sebagai upaya mitigasi daerah rawan bencana banjir bandang akibat keruntuhan bendungan sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana tindak darurat dan sistem peringatan dini dalam kerangka mitigasi bencana akibat keruntuhan bendungan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serta penduduk yang tinggal di bagian hilir bendungan tersebut.
1.4. Lokasi Penelitian Lokasi titik awal simulasi direncanankan berada pada bendungan, sedangkan titik akhir simulasi adalah pada pertemuan antara Sungai Karang Mumus dengan Sungai Mahakam yang disajikan pada Gambar 1.6 Lokasi Penelitian
7
Bendungan Lempake
Lokasi P Sungai Karang Mumus
Bendungan Lempake
(Sumber : Website Bappeda Kota Samarinda, 2010)
Gambar 1.6 Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini, Sungai Karang Mumus memiliki luas DAS 321.574 km2, panjang alur utama Sungai Karang Mumus 47.48 km, sedangkan jarak Bendungan Lempake (waduk Benanga) sampai ke muara Sungai Karang Mumus sepanjang + 17 km. Secara umum kondisi topografi daerah pengaliran Sungai
8
Karang Mumus berbukit-bukit dan juga terdapat daerah datar khususnya di alur Sungai Karang Mumus yang berada dalam kota Samarinda. DAS Karang Mumus dengan luas
321.574 km2, luas 137.754 km2
sebagian berada pada wilayah Kota Sarnarinda terutama pada bagian tengah dan hilir. Sebagian Wilayah hulu DAS Karang Mumus (DAS Lempake 192.329 km2) berada pada Kabupaten Kutai Kertanegara. Hulu DAS Karang Mumus terletak di Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kertanegara terutama wilayah Desa Badak Mekar, Tanah Datar, dan sebagian besar Kecamatan Samarinda Utara. Ini dapat dilihat pada Gambar 1.7 DAS Karang Mumus. Bentuk yang lebih sesuai dengan karakteristik DAS Karang Mumus adalah bentuk kipas di bagian hulu. DAS Karang Mumus mempunyai orde sungai 4. Dengan bentuk dan orde sungai tersebut, debit puncak banjir relatif besar dengan perjalanan banjir dari anak-anak sungai berbeda-beda waktunya.
9
Y = 9.970.000
DAS Lempake A = 192.329 km2
MUARA BADAK
Y = 9.965.000
DAS Karang Mumus Hilir A = 129.56 km2 SIMPANG BADAK BONTANG
TANAH RATA
RAPAK SERDANG
KARANGMUMUS ULU
Y = 9.960.000 PONDOK LABU
Kmpg Dayak PAMPANG DALAM
KARANGMUMUS ILIR
BATU BESAUNG
MUANG LAMA
SAMARINDA SAMARINDA ILIR
SAMARINDA ILIR SUNGAI LANTUNG
MUARA PAMPANG
Kmpg Muang
BANGSAL SEPULUH
BAYUR
Y = 9.955.000 PINANG SERIBU
BETAPUS
BENANGA JOYOMULYO
G. LAMPU
BATU CERMIN
GUNTUNG LAI
BELIMAU G. BATU CERMIN SIKOREJO LEMPEKE JAYA
SAMARINDA
LEMPEKE
GUNUNG KAPUR
LEMPEKETEPIAN
PURWODADI KEBON AGUNG SEMPAJA G. TANGGA RIMBAWAN
Y = 9.950.000 BANYU BIRU
GUNUNGLINGAI TALANG SARI
JAWA BARU
MUNGIREJO
AIR HITAM GUNUNG KALAWA
SUPIDA DUA TEMINDUNG
BATUK LUMPANG
SAMARINDA
SUNGAI PINANG DALAM SUPIDA SATU SUNGAI PINANG LUAR
BUGIS
SOLONG
SIDOMULYO
Y = 9.945.000
KARANGMUMUS SUNGAI DANIA
(Sumber : PT. METTANA Engineering Consultant, 2010)
Gambar 1.7 DAS Karang Mumus
X = 535.000
AIR PUTIH
X = 530.000
X = 510.000
SUPIDA TIGA
X = 525.000
SIDODADI
10
1.5. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut ini: 1.
Tinjauan dibatasi pada aspek hidrologi dan hidraulika.
2.
Debit banjir untuk simulasi banjir dibatasi pada banjir tanggal 28 Juli 1998 DAS Karang Mumus Hulu (DAS Lempake) sebagai catchment area.
3.
Ruas Sungai Karang Mumus yang ditinjau adalah dari Sta 0010 (batas hilir) sampai dengan Sta 2485 (batas hulu) dengan panjang sungai total 17.06 km dan lokasi bendungan berada di Sta 2487.5.
4.
Model geometri bendungan sesuai dengan observasi lapangan dan referensi yang terkait.
5.
Simulasi pemodelan dilakukan dengan software HEC-RAS versi 4.1.0 yakni sebagai berikut: a. Simulasi aliran banjir pada kondisi sungai asli tanpa terjadi keruntuhan bendungan; b. Simulasi yang memodelkan aliran banjir pada kondisi keruntuhan bendungan akibat terjadinya piping pada tanggul sebelah kanan bendungan; c. Simulasi berdasarkan QPMF aliran banjir pada kondisi keruntuhan bendungan akibat terjadinya piping pada tanggul sebelah kanan bendungan.
1.6. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan penulis, kajian dan penelitian mengenai kejadian keruntuhan bendungan belum pernah dilakukan sebelumnya. Tetapi pada lokasi penelitian telah dilakukan kajian mengenai stabilitas tubuh bendungan pada pekerjaan FS. Bendungan Karang Mumus yang dilakukan oleh rekanan Dinas Pekerjaan Umum Bidang Sumber Daya Air Propinsi Kalimantan Timur. Dimana stabilitas Bendungan Lempake dapat dilihat pada Tabel 1.1 Stabilitas Keamanan Bendungan Lempake berikut :
11
Tabel 1.2 Stabilitas Keamanan Bendungan Lempake Kondisi Pembebanan End of Construction Muka Air Normal Muka Air Pertengahan Muka Air Banjir Surut Cepat
Parameter kuat geser
Gaya gempa
total efektif efektif efektif efektif
50% 100% 100% 50% 50%
gempa 1.84 1.93 1.79 2.80 1.72
Nilai Angka Keamanan Udik Hilir w/o gempa gempa w/o gempa 2.17 1.98 2.38 3.20 1.51 2.17 2.64 1.60 2.31 4.18 1.72 2.06 2.09 1.81 2.21
(Sumber : PT. METTANA Engineering Consultant, 2010)
Dalam penelitian ini akan disimulasikan banjir akibat keruntuhan bendungan di alur Sungai Karang Mumus secara 1 (satu) dimensi dengan data masukan parameter keruntuhan tertentu untuk memperoleh hidrograf outflow banjir dari rekahan yang dianggap mewakili kondisi sebenarnya pada saat kejadian banjir titik kontrol yang telah ditetapkan. Diasumsikan keruntuhan bendungan ini diakibatkan oleh piping yakni terjadi rembesan pada tanggul sebelah kanan bendungan. Dalam penelitian ini juga akan dilakukan simulasi dengan skenario variasi durasi dan nilai
n’Manning yang berbeda untuk
mengetahui sensitifitas debit puncak terhadap parameter keruntuhan.
1.7. Batasan Masalah Kompleksnya
permasalahan
dan
beragamnya
faktor-faktor
yang
berpengaruh dalam penyelesaian penelitian ini serta berkenaan dengan kendala penelitian khususnya ketiadaan informasi atau data yang mencukupi, maka beberapa tetapan dan asumsi telah diterapkan, antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian hidraulik dilakukan pada bagian tanggul sebelah kanan Bendungan Lempake dan bagian hilir Bendungan Lempake; 2. Pasca kejadian tahun 1998, diasumsikan perubahan topografi relatif kecil sehingga kondisi topografi pasca kejadian dianggap relatif sama dengan sebelum kejadian;
12
3. Tidak meninjau adanya bangunan-bangunan melintang pada alur sungai dibagian hilir bendungan; 4. Simulasi banjir tidak memperhatikan transpor sedimen di sungai; 5. Selama simulasi diasumsikan tidak terjadi perubahan bentuk tampang lintang sungai; 6. Pemodelan keruntuhan bendungan menggunakan pemodelan keruntuhan bendungan yang diakibatkan oleh kejadian piping; 7. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang didapatkan
dari Laporan pekerjaan FS. Bendungan Karang Mumus Kota Samarinda (PT. METTANA Engineering Consultant, 2010) dan dari Laporan pekerjaan Review
Desain
Normalisasi
Consindotama,2009).
Sungai
Karang
Mumus
(PT.
Vitraha