BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penjadwalan diperlukan ketika beberapa pekerjaan harus diproses pada suatu mesin tertentu yang tidak bisa memproses lebih dari satu pekerjaan pada saat yang sama. Penjadwalan yang baik akan memaksimumkan efektivitas pemanfaatan setiap sumber daya yang ada, sehingga penjadwalan merupakan kegiatan yang penting dalam perencanaan dan pengendalian produksi. Tahap perencanaan dan tahap implementasi dari sebuah penjadwalan merupakan masalah yang sangat kompleks. Baker (1974), membagi masalah penjadwalan berdasarkan pola aliran proses menjadi flow shop dan job shop. Pada sistem produksi flow shop, masing- masing job memiliki routing yang sama dan semua semua job diproses melalui lini produksi yang sama. Sedangkan sistem produksi job shop memiliki karakteristik sebagai penjadwalan n job pada m mesin, dan setiap job memiliki routing masing- masing yang berbeda.
Menurut Baker (1974), pada penjadwalan job shop terdapat 3 jenis jadwal, yaitu jadwal semi aktif, jadwal aktif dan jadwal non-delay. Banyak penelitian yang membahas masalah penjadwalan job shop, antara lain Giffler dan Thompson (1960) dalam Baker (1974) mengembangkan Algoritma Jadwal Aktif dengan asumsi setiap stasiun kerja hanya terdiri atas satu mesin dan job yang dijadwalkan terlebih dahulu adalah job dengan saat selesai paling awal (completion time terkecil). Algoritma Jadwal Aktif belum memperhatikan duedate. Padahal dalam praktek, kriteria pemenuhan duedate merupakan suatu kriteria yang sering digunakan dalam penjadwalan karena pemenuhan duedate akan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen, yang merupakan salah satu kunci keberhasilan bisnis dalam kondisi pasar yang kompetitif. Masalah penjadwalan dengan memperhatikan parameter duedate telah banyak dilakukan, tetapi hanya dilakukan pada penjadwalan job shop dengan mesin tunggal, seperti yang dilakukan oleh Ras (2002) yang membahas model penjadwalan batch multi- item berstruktur multi- level pada job shop dinamis dengan kriteria minimasi total actual flow time. Dalam praktek, sangat
1
mudah dijumpai stasiun kerja di sebuah sistem manufaktur memiliki jumlah mesin lebih dari satu. Stasiun kerja yang memiliki lebih dari satu mesin bisa disebut sebagai stasiun kerja dengan kelompok mesin. Kelompok mesin tersebut dapat bersifat paralel atau heterogen. Kelompok mesin paralel didefinisikan sebagai sekumpulan mesin pada sebuah stasiun kerja dengan fungsi dan kualitas output yang sama, yang memiliki kesamaan waktu proses dalam memproses suatu job tertentu. Sementara itu, kelompok mesin heterogen didefinisikan sebagai sekumpulan mesin pada sebuah stasiun kerja dengan fungsi dan kualitas output sama, tetapi memiliki waktu proses yang berbeda dalam memproses suatu job tertentu. Contoh kelompok mesin heterogen, yaitu : sebuah sistem manufaktur memiliki stasiun kerja bubut yang terdiri dari beberapa mesin bubut dengan ukuran yang berbeda, sehingga untuk melakukan proses yang sama terhadap sebuah benda kerja yang sama maka waktu proses yang dibutuhkan disetiap mesin berbeda.
Penjadwalan job shop dengan kelompok mesin telah dikembangkan oleh Puryani (2003). Puryani (2003) membahas masalah model penjadwalan job shop yang memiliki kelompok mesin di masing- masing stasiun kerja dengan kriteria minimasi makespan, dimana digunakan algoritma branch and bound dan algoritma Jadwal Aktif.
Penelitian yang dilakukan Puryani (2003) belum memfokuskan pengembangan model penjadwalan batch pada sistem produksi job shop. Penelitian mengenai model penjadwalan batch telah dilakukan oleh Kurniawan (2003) dan Nurainun (2007). Kurniawan(2003) membahas model penjadwalan batch yang terdiri atas beberapa single item dengan kriteria minimasi total flow time pada sistem produksi flow shop m mesin. Sedangkan Nurainun (2007) membahas model penjadwalan batch untuk multi item dengan kriteria minimasi total actual flow time pada sistem produksi flow shop tiga tahap dengan kelompok mesin heterogen. Batch atau lot adalah sejumlah part yang diproduksi dengan satu kali setup mesin. Produk-produk dalam satu batch memiliki ongkos setup nol atau sangat kecil sehingga dapat diabaikan (Morton, 1993).
Penjadwalan
produksi
dengan
menggunakan
sistem
batch
dilakukan
untuk
meminimumkan biaya setup mesin karena dengan satu kali setup mesin digunakan untuk
2
memproses part dalam satu batch. Jumlah dan ukuran batch dapat ditentukan setiap saat untuk mencapai kriteria performansi tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk menjadwalkan batch pada penjadwalan job shop dengan kelompok mesin heterogen untuk meminimasi total actual flow time.
1.2
Perumusan Masalah
Pada lingkungan Just In Time (JIT), ongkos yang harus ditanggung oleh sistem produksi apabila terjadi keterlambatan pemenuhan order diasumsikan sangat besar. Sehingga pada kondisi demikian keterlambatan sama sekali tidak diperbolehkan.
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah akan membuat model penjadwalan batch pada sistem produksi job shop yang memiliki kelompok mesin pada masing- masing stasiun kerja dengan kriteria performansi minimasi total actual flow time, karena pemenuhan duedate akan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model penjadwalan batch pada sistem produksi job shop dengan kelompok mesin heterogen untuk meminimasi total actual flow time. Variabel- variabel keputusan dalam model tersebut adalah jumlah batch, ukuran batch dan urutan pemrosesan batch.
1.4
Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa setiap job tidak memiliki routing alternatif.
1.5
Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: -
Routing dan waktu proses setiap part diketahui dan bersifat deterministik.
-
Waktu common setup untuk setiap batch pada setiap mesin diketahui.
3
-
Common Due date diketahui.
-
Sebuah mesin tidak bisa memproses lebih dari satu operasi pada saat yang bersamaan, dan sebuah operasi tidak dapat dikerjakan pada lebih dari satu mesin pada saat yang bersamaan.
-
Tidak boleh terjadi interupsi, yaitu setiap batch mulai diproses maka harus dikerjakan hingga selesai.
-
Mesin- mesin tidak mengalami kerusakan (breakdown).
-
Saat kirim part adalah saat batch selesai diproses dimesin terakhir.
-
Ukuran batch yang satu tidak harus sama dengan batch yang lain.
-
Waktu transportasi dari dan ke lantai produksi serta antar mesin diabaikan.
-
Setiap pekerjaan akan segera dijadwalkan begitu mesin yang dibutuhkan untuk memprosesnya siap (menganggur).
1.6
Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini dilakukan dengan sistematika sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Bab ini berisi gambaran umum permasalahan serta posisi penelitian terhadap penelitian terdahulu. Bagian ini diawali dengan penjelasan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, asumsi dan sistematika penulisan.
Bab II
Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tinjauan terhadap teori-teori dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
Bab III Metodologi Penelitian Bab ini membahas langkah- langkah penelitian dan pengembangan model penjadwalan batch pada sistem produksi job shop dengan kelompok mesin heterogen untuk meminimasi total actual flow time. Bab IV Pengujian dan Analisis Bab ini berisi pengujian terhadap model yang dikembangkan dan analisis terhadap performansi model yang dihasilkan.
4
Bab V
Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan penelitian berdasarkan hasil pengujian terhadap model yang dikembangkan dan saran-saran untuk kemungkinan pengembangan penelitian lanjutan.
5