BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Bab I ini akan memaparkan mengenai latar belakang penelitian, masalah penelitian, persoalan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian yang dilakukan. 1.1 Latar Belakang Konsumen dalam memilih produk tentu saja diawali dengan menilai kualitas produk tersebut terlebih dahulu. Menurut Schiffman dan Kanuk (2000), kualitas suatu produk dihubungkan dengan bermacam-macam atribut yang ada di dalam produk. Atribut dari kualitas produk menurut Prasetijo dan Ihalauw (2003) terdiri dari atribut intrinsik
dan atribut ekstrinsik.
Atribut intrinsik adalah karakteristik fisik dari produk yang berfungsi untuk memengaruhi konsumen terhadap brand, sedangkan atribut ekstrinsik adalah karakteristik yang terkait dengan produk tetapi bukan dari aspek fisiknya yang berfungsi untuk memengaruhi konsumen terhadap brand (Parvin dan Chowdhury, 2006). Yang termasuk atribut intrinsik
antara lain ukuran,
warna, bentuk, penampilan, dan kandungan zat tertentu di dalam produk, sedangkan yang termasuk atribut ekstrinsik antara lain harga, nama brand, nama perusahaan, iklan, kemasan, segel, dan country of origin (Abdalkrim dan AL-Hrezat, 2013; Brucks et al., 2007; Idoko et al., 2013). Penilaian konsumen terhadap kualitas yang didasarkan pada atribut intrinsik produk disebut sebagai Intrinsic Perceived Quality, sedangkan apabila didasarkan pada atribut ekstrinsik disebut sebagai Extrinsic Perceived Quality (Bernues et al, 2003; Verlegh dan Steenkamp, 1999). 1
Menurut Parvin dan Chowdhury (2006), penilaian konsumen terhadap atribut-atribut produk akan berpengaruh terhadap kekuatan atau kelemahan suatu brand. Semakin konsumen memiliki penilaian yang positif terhadap perceived quality suatu produk, baik intrinsik maupun ekstrinsik, maka brand akan semakin kuat (Srivastava dan Shocker, 1991). Kemudian, ketika konsumen membeli sebuah produk yang memiliki brand yang kuat (Brand Strength), maka konsumen akan cenderung puas dibandingkan dengan membeli produk dengan brand yang lemah atau tidak memiliki brand (Nam et al., 2011). Brand yang kuat akan memberikan manfaat kepada konsumen, baik manfaat ekonomik, fungsional, maupun psikologis. Khusus mengenai manfaat psikologis, selama produk yang berada di dalam pasar memiliki brand yang kuat, maka selama itu pula konsumen yang sudah membeli dan mengonsumsi produk tersebut akan cenderung berada pada kondisi puas (Retention of Satisfaction). Penelitian-penelitian mengenai intrinsic/ Extrinsic Perceived Quality telah dilakukan oleh para peneliti untuk mengetahui sejauh mana variabel tersebut berpengaruh terhadap konsumen. Idoko et al. (2003) dalam penelitiannya pada minuman alkohol menunjukkan bahwa harga, nama perusahaan, iklan, segel, dan kandungan alkohol berpengaruh signifikan terhadap niat beli konsumen. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Brucks et al.(2011) menunjukkan bahwa harga dan nama brand merupakan atribut yang digunakan oleh konsumen dalam menilai kualitas suatu produk. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Veale et al. (2006) menunjukkan bahwa country of origin, harga, dan kandungan lemak merupakan indikator dari kualitas yang diharapkan konsumen terhadap produk minuman anggur dan keju. Penelitian Hussain et al. (2011) menunjukkan bahwa terdapat
2
pengaruh yang positif antara nama toko, nama brand, dan harga terhadap image sebuat restoran. Selanjutnya, secara garis besar terdapat tiga hasil penelitian mengenai intrinsic/ Extrinsic Perceived Quality, yaitu pertama, hanya variabel Intrinsic Perceived Quality yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel lain yang diteliti (Espejel dan Fandos, 2009). Kedua,
hanya variabel
Extrinsic Perceived Quality yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel lain yang diteliti (Veale et al., 2006), dan ketiga, intrinsic dan Extrinsic Perceived Quality berpengaruh terhadap variabel lain (Karaatli dan Veryzer, 2012). Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian yang dilakukan perlu melibatkan dua variabel yaitu intrinsic dan Extrinsic Perceived Quality supaya lebih menyeluruh. Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa perceived quality merupakan salah satu variabel yang menyebabkan suatu brand menjadi kuat (Brand Strength). Menurut Wood (2000), Brand Strength merupakan suatu ukuran yang berhubungan pada tingkat keterikatan konsumen dengan brand tertentu. Lassar et al. (1995) mendefinisikan Brand Strength sebagai penilaian konsumen terhadap keunggulan brand suatu produk dibandingkan dengan brand yang lain. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Harianto (2006) mengenai pengaruh perceived quality terhadap kekuatan brand produk elektronik Sony menunjukkan bahwa perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap kekuatan brand Sony. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Cui (2011) pada produk sepatu menunjukkan bahwa perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap kekuatan brand. Jadi, ketika produk dipersepsi memiliki kualitas baik oleh konsumen maka brand dari produk tersebut akan kuat. 3
Pemilihan suatu brand oleh konsumen tidak selalu didasarkan pada pertimbangan rasional tetapi dalam banyak hal lebih didasarkan pada pertimbangan emosional seperti gengsi dan pandangan sosial (Tjiptono, 2005). Dengan memenuhi kebutuhan emosional tersebut maka konsumen akan memeroleh kepuasan. Banyaknya pilihan brand yang ada di pasar dapat menjadikan konsumen kesulitan dalam memilih. Oleh karenanya brand yang kuatlah yang akan dipilih konsumen dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Selama brand yang dipilih kuat atau mengalami penguatan, maka konsumen akan cenderung bangga dan puas memilikinya. Namun ketika brand menjadi lemah atau mengalami pelemahan, maka konsumen akan cenderung tidak puas bahkan meninggalkannya. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya kepuasan dalam diri konsumen memiliki waktu tertentu (Retention of Satisfaction) yang dapat terus bertahan ataupun dapat hilang tergantung dari kekuatan brand di pasar. Penelitian- penelitian terdahulu mengenai pengaruh kekuatan brand terhadap kepuasan konsumen seperti yang dilakukan oleh Nam et al. (2011) dan Moradi et al. (2014) hanya melihat dari sudut pandang apakah konsumen puas atau tidak, namun belum menyentuh pada Retention of Satisfaction. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian yang mengarah pada Retention of Satisfaction yang adalah perasaan yang tetap bertahan dalam individu konsumen setelah membandingkan harapan dengan kinerja aktual produk, sampai akhirnya mengalami perubahan karena pengaruh situasi tertentu. Fenomena bisnis yang terjadi berdasarkan data dari Internet World stats (2014) memperlihatkan bahwa sampai dengan 31 Desember 2013, seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur Internet, pengguna Internet di Indonesia mencapai 55 juta users dan merupakan jumlah pengguna Internet terbesar di Asia Tenggara. Kondisi tersebut menyebabkan 4
penjualan barang-barang elektronik terutama laptop dan komputer tablet (sabak) mengalami peningkatan yang besar (Rochmi, 2013). Seperti yang dikemukakan oleh GfK Asia (2012), bahwa Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang mengadopsi teknologi Internet merupakan negara pengguna laptop dan sabak terbesar di Asia Tenggara, dimana total penjualan laptop dan sabak pada periode Januari sampai September 2012 mencapai 2,76 juta unit atau sebesar USD 1,24 milyar mengalami peningkatan sebesar 37% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. Lebih lanjut mengenai komputer sabak, Adiwaluyo (2013) mengemukakan bahwa sepertiga market share sabak di Asia Tenggara berada di Indonesia, dimana hal ini berarti satu dari tiga sabak yang dijual di negara-negara di Asia Tenggara terjual di Indonesia. Oleh karena itu, diperkirakan pada tahun 2013 penjualan sabak di Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 20 sampai 30% dibandingkan tahun 2012 (Suara Pembaharuan, 2013). Market leader pada tingkat dunia untuk produk sabak saat ini masih dipegang oleh Apple dengan produknya yang bernama Ipad dengan total market share tahun 2012 sebesar 55.81%, kemudian disusul oleh Samsung dengan produknya Samsung sabak sebesar 19,33% (IDC, 2013). Namun sebaliknya, pada tingkat lokal yaitu di Indonesia, Samsung sabak mampu memegang posisi sebagai market leader dengan market share sebesar 47% pada kuartal ke tiga tahun 2012, dan diprediksi pada akhir tahun akan mampu memegang market share sebesar 50% (Darandono. 2012). Keberhasilan Samsung di pasar sabak tidak terlepas dari inovasi produk yang dilakukan terus menerus, seperti variasi ukuran layar dan teknologi di dalamnya (Kompas, 2012). Lebih lanjut menurut Kompas, Samsung Galaxy Tab menggunakan sistem operasi Android, sistem ini memiliki keunggulan antara lain seperti open source, harga terjangkau, terkoneksi dengan seluruh 5
layanan Google, dan memiliki banyak aplikasi dari beragam vendor. Dengan keunggulan-keunggulan tersebut, Samsung mengklaim bahwa sabak dengan sistem operasi Android yaitu Galaxy Tab dan Galaxy Note lebih diterima dan paling laku dipasaran (Baihaki, 2012; Kristo, 2013). Bahkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Frontier Consulting Group (2014) pada tahun 2013 dan semester pertama 2014, menunjukkan bahwa Samsung Galaxy Tab menjadi top brand untuk kategori produk sabak. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini didasarkan pada realitas bisnis yaitu fenomena keberhasilan Samsung Galaxy Tab menjadi market leader di pasar sabak di Indonesia. Keberhasilan Samsung Galaxy Tab menjadi market leader akan diteliti dari sisi kekuatan brand (Brand Strength) yang dipengaruhi oleh intrinsic dan Extrinsic Perceived Quality sehingga berdampak pada Retention of Satisfaction. 1.2 Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah penelitiannya adalah aktifitas pemasaran yang dilakukan oleh Samsung melalui atribut intrinsik dan ekstrinsik produk, membawa Samsung menjadi market leader produk sabak di Indonesia. Namun keberhasilan ini belum diketahui dampaknya terhadap kekuatan brand Samsung (Brand Strength) dan retensi kepuasan pelanggan (Retention of Satisfaction). 1.3 Persoalan Penelitian Berdasarkan masalah penelitian maka persoalan penelitian yang akan dikaji adalah 1. Apakah Intrinsic Perceived Quality berpengaruh terhadap Brand Strength? 6
2. Apakah Extrinsic Perceived Quality berpengaruh terhadap Brand Strength? 3. Apakah Brand Strength berpengaruh terhadap Retention of Satisfaction? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh Intrinsic Perceived Quality terhadap Brand Strength. 2. Untuk mengetahui pengaruh Extrinsic Perceived Quality terhadap Brand Strength. 3. Untuk mengetahui pengaruh Brand Strength terhadap Retention of Satisfaction 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menjelaskan penilaian konsumen mengenai kualitas intrinsik dan ekstrinsik produk, Brand Strength, dan Retention of Satisfaction khususnya pada produk Samsung sabak.
7
2. Manfaat Praktis a. Bagi pemasar: dapat memahami dan menyediakan indikator intrinsik dan ekstrinsik yang menjadi penentu kualitas produk guna membangun brand yang kuat demi kepuasan yang tetap bertahan dalam diri konsumen. b. Bagi konsumen: mengetahui kualitas intrinsik dan ekstrinsik produk dalam memilih brand yang kuat demi memeroleh retensi kepuasan.
8