BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Salah
satu
permasalahan
pendidikan
yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat
pelajaran,
perbaikan
sarana
dan
prasarana
pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum
menunjukkan
peningkatan
yang
berarti.
Sebagian sekolah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan. Untuk mencapai mutu pendidikan seperti yang diharapkan, dibutuhkan berbagai faktor pendukung seperti : kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai, dana yang cukup untuk pembiayaan dan penyelenggaraan pendidikan, budaya organisasi yang mendukung pendidikan, budaya dan lingkungan yang kondusif, dan terutama sumberdaya guru yang memiliki tingkat
kinerja
tinggi
dalam
melaksanakan
tugas
pokoknya secara profesional. 1
Sanjaya
(2006),
menyatakan
bahwa
kinerja
mengajar dari setiap guru berpengaruh bagi proses pendidikan. Bahkan Kunandar (2007), mengemukakan kinerja
guru
merupakan
faktor
utama
yang
menentukan kualitas pendidikan. Hal ini disebabkan karena
guru
merupakan
ujung
tombak
yang
berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar dalam proses belajar mengajar. Makna
kinerja
dalam
hubungannya
dengan
tugas profesional seorang guru yakni prestasi atau hasil kerja yang diperlihatkan oleh seorang guru berdasarkan motivasi
dan
persepsinya
dalam
merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi kinerja seorang guru antara lain : Motivasi kerja, Kesejahteraan kerja, Pengalaman kerja, kepemimpinan kepala sekolah, jenjang pendidikan dan lain-lain. Dari faktor-faktor ini, ada tiga faktor yang ingin penulis angkat dalam penelitian ini yaitu, faktor kepemimpinan kepala
sekolah,
jenjang
pendidikan
guru
dan
kesejahteraan guru. Dalam mengemban tugasnya, kepala sekolah bersama-sama dengan para guru dan karyawan bekerja sebagai satu tim, dan bukan kerja individual, sehingga kepemimpinan
merupakan
salah
satu
faktor
keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama. Dengan kepribadian yang dimilikinya, kepala sekolah harus 2
mampu
menggerakkan
para
guru
untuk
dapat
meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu kepemimpinan seorang kepala sekolah perlu mengadopsi dimensi perilaku timbang rasa
(consideration)
(initiating
structure),
dan
perilaku
sehingga
struktur
semua
tugas
potensi
yang
dimiliki para guru dan karyawan dapat berfungsi secara optimal. Perilaku timbang rasa berujuk pada gaya kepemimpinan demokratis, sedangkan perilaku struktur tugas
merujuk
pada
gaya
kepemimpinan
otoriter.
Perilaku kepemimpinan kepala sekolah adalah sesuatu yang sukar di ramalkan, karena harus berhadapan dengan berbagai pihak dan dalam berbagai macam situasi. Jadi seorang kepala sekolah harus pandai memilih dimensi perilaku kepemimpinan yang sesuai di dalam praktek kepemimpinannya. Oleh karena itu perilaku kepemimpinan kepala sekolah dikatakan bisa mempengaruhi kinerja seorang guru, hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kusmedi (2003) pada SMP Negeri Ambarawa, hasil analisis menunjukan bahwa perilaku kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru. Hasil Penelitian Kusmedi sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manuhutu (2005) pada SMAN dan SMA Swasta di Kota Soe . Akan tetapi
hasil
menunjukan
penelitian bahwa
Ming
(Kusmedi,
kepemimpinan
kepala
2003) sekolah 3
tidak member kontribusi secara signifikan pada kinerja guru. Temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Fachmy
(1990),
hubungan
menemukan
yang
bahwa
signifikan
tidak
antara
ada
perilaku
kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja mengajar guru SMP Negeri di Aceh Utara. Faktor berikut yang mempengaruhi kinerja guru adalah jenjang pendidikan. Sebagai seorang pengajar ilmu pengetahuan, guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi,
sertifikasi
pendidik,
sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujdkan
tujuan
pendidikan
nasional.
Belum
optimalnya mutu guru selama ini menurut Sudarminta (Munawir, 2011) antara lain tampak dari gejala-gejala berikut
:
(1)
lemahnya
penguasaan
bahan
yang
diajarkan; (2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan lapangan yang diajarkan; (3) kurang efektifnya cara pengajaran; (4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; (4) lemahnya
motivasi
dan
dedikasi
untuk
menjadi
pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru;
(6)
kurangnya
kematangan
emosional,
kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap sebagian besar
guru
sehingga,
dari
kepribadian
mereka
sebenarnya tidak mencerminkan sebagai pendidik. 4
Kebanyakan
guru
dalam
hubungan
dengan
murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; Sementara itu (Sudjana, 2000) menjelaskan
rendahnya
pengakuan
masyarakat
terhadap profesi guru disebabkan oleh faktor berikut : (1) adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun
dapat
berpengetahuan;
menjadi (2)
guru
kekurangan
guru
terpencil,
memberikan
peluang
seseorang
yang
mempunyai
tidak
asalkan
untuk
di
ia
daerah
mengangkat
keahlian
untuk
menjadi guru; (3) banyak guru yang belum menghargai profesinya,
apalagi
berusaha
mengembangkan
profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya, sehingga wibawa guru semakin merosot. Melihat kendala-kendala diatas maka jenjang pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam pembelajaran atau peningkatan mutu
pendidikan.
Karena
semakin
tinggi
jenjang
pendidikan yang ditempuh maka semakin banyak ilmu dan
pengalaman
yang
diperoleh
untuk
bisa
diimplementasikan dalam menjalan tugas profesinya sebagai seorang guru. Dengan jenjang pendidikan yang tinggi diharapkan kinerja kerja seorang guru semakin meningkat. Oleh karena itu usaha untuk meningkatkan 5
kinerja guru salah satu komponen yang berperan adalah meningkatkan jenjang pendidikan guru tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Subari (2004) Mengatakan Jenjang Pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja mengajar guru. Namun Samtono (2002) dalam penelitiannya memperoleh pendapat
hasil
diatas
yang yaitu
bertentangan jenjang
dengan
pendidikan
dua tidak
mempunyai pengaruh yang positif dengan kinerja guru dengan taraf signifikan = 5 %. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi kerja (Kinerja) adalah besar kecilnya imbalan. Makin tinggi
imbalan
maka
makin
tinggi
kesungguhan,
komitmen dan produktivitas kerja (kinerja) Supriadi (1998) (dalam Guterres, 2012). Imbalan atau upah yang diterima seseorang dalam melaksanakan tugasnya erat kaitan dengan tingkat kesejahteraan seseorang. Oleh karena
itu
seorang
tingkat
akan
kesejahteraan
turut
yang
mempengaruhi
dirasakan
kinerja
orang
tersebut. Semakin tinggi imbalan yang diterima, ia akan semakin motivasi
sejahtera
sehingga
berprestasi
dan
akan
meningkatkan
kinerjanya
dalam
melaksanakan tugas profesi. kesejahteraan merupakan usaha
untuk
membantu
individu-individu
dan
kelompok-kelompok dalam mencapai tingkat hidup serta
kesehatan
yang
memuaskan,
lebih
lanjut 6
mengatakan bahwa kesejahteraan berupa pemenuhan kebutuhan material dan spiritual seseorang Wilensky dan Lebeaux (dalam Guterres, 2012). Hal ini membuat sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan
perlu
memperhatikan tingkat kesejahteraan guru sehingga membuat guru semakin termotivasi untuk bekerja sehingga kinerja mengajarnya semakin meningkat. Hal diatas didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harsanto (2003) mengatakan bahwa kesejahteraan guru berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap
kinerja
guru
di
yayasan
penyelenggaraan ilahi. Temuan tersebut sejalan dengan penelitian Muhamad (2010) menyatakan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kesejahteraaan dengan
kinerja
mengajar
guru
SD
di
Kecamatan
Gedungjati Kabupaten Grobogan. Namun penelitian diatas bertentangan dengan hasil penelitian Sujuanto (2003) menemukan bahwa tidak ada pengaruh faktor kesejahteraan terhadap kinerja guru-guru SD non D2 di Kecamatan Kota Kudus. Demikian juga hasil penelitian Sunarto (2004) menunjukan bahwa tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kesejahteraan guru dengan kinerja guru binaan SEQIP dan non SEQIP di Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Namun berdasarkan pengamatan peneliti pada SD digugus I Kecamatan Poso Pesisir Selatan tidak sesuai
dengan
kenyataan-kenyataan
yang
diatas. 7
Seperti kepala sekolah tidak obyektif dalam melakukan supervisi
kepada
guru-guru,
kepala
sekolah
juga
kurang tegas kepada guru-guru yang lebih senior dari dirinya. Untuk jenjang pendidikan secara umum terlihat sama, misalnya guru dengan jenjang pendidikan D2 dengan S1 sama saja kinerjanya apalagi perbandingan jumlah guru D2 dan S1 sama banyaknya. Sedangkan berkaitan dengan kesejahteraan, masih banyak guru yang kesejahteraannya kurang, sehingga banyak guru yang mencari pekerjaan sampingan diluar jam mengajar seperti menjadi petani, maupun pedagang. Hal ini didukung pula oleh pernyataan yang dikemukakan oleh salah seorang pengawas yang berada di Kantor cabang Dinas P dan K Kecamatan Poso Pesisir selatan sebagai berikut : “Dalam usaha untuk meningkatkan kinerjanya, guru-guru yang berada di SD gugus I kecamatan Poso Pesisir Selatan telah melakukan penyetaraan kualifikasi strata I (S1) sebanyak 50% dari 43 orang guru yang ada, akan tetapi kinerja kerja dari guruguru tersebut belum begitu optimal. Sedangkan untuk perilaku kepemimpinan kepala sekolah, kurang transparan dalam mengelola manajemen sekolahnya, seperti kurang komunikasi dengan guru, dan jarang melakukan pengawasan terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru .”
Dari apa yang dikatakan oleh pengawas tersebut bisa dilihat ada usaha dari guru untuk meningkatkan pengetahuannya lewat studi lanjut kejenjang yang lebih tinggi, dengan harapan semakin banyak ilmu yang 8
dipelajari akan semakin meningkatkan kinerja guru bersangkutan. Untuk perilaku kepemimpinan kepala sekolah, menunjukkan ada kepala sekolah yang tidak dipersiapkan secara khusus mengakibatkan kurangnya pemahaman
kepala
sekolah
terhadap
tugas-tugas
pokoknya, juga hal-hal yang terjadi di luar system pendidikan sangatlah rendah, cenderung tidak memiliki kapasitas antisipatif serta pola hubungan mereka dengan
bawahan
cenderung
otoriter
(kurang
melibatkan guru-guru dalam mengelola manajemen sekolah, hal ini menyebabkan rendahnya kemampuan mereka dalam memotivasi bawahannya dalam hal ini guru, sehingga kinerja kerja dari gurupun rendah. Berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dilapangan dan berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh
perilaku
kepemimpinan
kepala
sekolah,
jenjang pendidikan dan kesejahteraan terhadap kinerja guru pada SD di gugus I kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso”. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan
beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara
perilaku
kepemimpinan
kepala
sekolah 9
terhadap kinerja guru di SD gugus I Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso? 2. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara jenjang pendidikan terhadap kinerja guru di SD
gugus
I
Kecamatan
Poso
Pesisir
Selatan,
Kabupaten Poso? 3. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kesejahteraan terhadap kinerja guru di SD gugus I Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka
penelitian ini bertujuan : 1. Untuk
mengetahui
adakah
pengaruh
perilaku
kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di SD gugus I Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso. 2. Untuk
mengetahui
adakah
pengaruh
jenjang
pendidikan terhadap kinerja guru di SD gugus I Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso. 3. Untuk mengetahui adakah pengaruh kesejahteraan terhadap kinerja guru di SD gugus I Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoretis 10
Manfaat teoritis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bila hasil penelitian ini menunjukan ada pengaruh positif
dan
signifikan
antara
perilaku
kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kusmedi
(2003)
dan
Manuhutu
(2005),
yang
menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara perilaku kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru. Namun jika tidak ditemukan pengaruh yang positif dan signifikan antara perilaku kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru, maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ming (Kusmedi,
2003)
dan
Fachmy
(1990),
yang
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara perilaku kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru. 2. Bila
hasil
penelitian
menunjukan
adanya
pengaruh positif dan signifikan antara jenjang pendidikan dengan kinerja guru, maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sujianto,
2003,
Subari
(2004),
yang
menemukan hasil bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara jenjang pendidikan dengan kinerja guru. Namun bila tidak ditemukan pengaruh positif dan signifikan antara jenjang 11
pendidikan dengan kinerja guru maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Samtono (2002), yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang positif antara jenjang pendidikan dengan kinerja guru. 3. Bila hasil penelitian ini menunjukan ada pengaruh positif dan signifikan antara kesejahteraan dengan kinerja guru maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Harsanto (2003) dan Muhamad (2010), yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kesejahteraan dengan kinerja guru. Namun jika tidak ditemukan pengaruh
yang
kesejahteraan
positif
dan
dengan
signifikan
kinerja
antara
guru,
maka
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sujuanto (2003) dan Sunarto (2004),
yang
pengaruh
menyatakan
positif
dan
bahwa
tidak
signifikan
ada
antara
kesejahteraan dengan kinerja guru.
1.4.2. Manfaat Praktis a. Sebagai masukan bagi kepala sekolah dalam usaha meningkatkan
perannya
sebagai
pemimpin,
sehingga visi dan misi sekolah dapat tercapai.
12
b.
Sebagai
masukan
bagi
guru
dalam
usaha
meningkatkan kinerjanya, sehingga lebih baik dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. c. Sebagai masukan bagi Dinas Pendidikan dalam memberikan pertimbangan dan pembinaan pada satuan pendidikan dilingkungannya
13