BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan nasional pada dasarnya diselenggarakan untuk masyarakat di
seluruh wilayah dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat. Hanya saja kecederungan sentralisasi perencanaan dan pengelolaan sumber daya pembangunan terbukti tidak mendorong pengembangan potensi sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi masyarakat di daerah. Oleh karena itu perlu ada sistem pembangunan yang bisa menciptakan stabilitas makro ekonomi dan tercapainya efisiensi kinerja perekonomian daerah dan mencegah berbagai bentuk ketimpangan pembangunan antar daerah dan antar wilayah di Indonesia dengan asumsi bahwa pembangunan di daerah akan lebih cepat dan ekonomis bila dikerjakan oleh sumber daya manusia dari daerah itu sendiri (Darwin, 2012:5). Agar posisi perencanaan dan pengelolaan pembangunan daerah dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan, pemerintah daerah harus mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) semaksimal mungkin sehingga PAD bisa menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan pertimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan di daerah, semakin besar pula kebutuhan akan dana yang dihimpun oleh pemerintah daerah. Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam persiapan pelaksanaan otonomi darah dan distribusi daerah, yang merupakan salah satu komponen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), adalah belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan (Devas, 1989:14).
1
2
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang berasal dari Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah (BUMD), Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan Daerah yang sah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 juga menjelaskan tentang perimbangan keuangan pemerintah Pusat dan Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan penerimaan berupa Dana Perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Pendapatan Daerah, yang berupa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan
pemerintah
dan
pembangunan
daerah,
untuk
meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pajak. Pajak Daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dimana pajak daerah terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu pajak provinsi dan pajak kota/kabupaten terdiri dari: 1. Pajak Provinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok 2. Pajak Kota/Kabupaten a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan
3
d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor perdesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dimana jenis pajak Kota/Kabupaten ini memiliki persentase potensi yang besar dalam meningkatkan PAD, seperti pada tahun 2014 pajak hotel memiliki persentase potensi 100,64%, pajak restoran memiliki persentase potensi sebesar 101,71%, pajak hiburan memiliki persentase potensi sebesar 90,51%, pajak reklame memiliki persentase potensi sebesar 98,51%, pajak penerangan jalan memiliki persentase potensi sebesar 100,71%, pajak air tanah memiliki persentase potensi sebesar 86,78% dan PBB perdesaan dan Perkotaan memiliki persentase potensi sebesar 103,49%. Berdasarkan jenis Pajak Daerah diatas, yang menjadi pembahasan adalah Pajak Hiburan, pajak hiburan memiliki potensi yang cukup besar dalam meningkatkan penerimaan daerah, dimana pajak hiburan ini terbagi menjadi dua yaitu pajak hiburan rutin dan pajak hiburan insidentil. Maka dalam penyelenggaraan pajak hiburan tersebut Pemerintah Daerah melalui Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung harus mengawasi proses pelaksanaan pajak hiburan ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Daerah yang telah ditetapkan. Berikut adalah tabel data potensi dan ketetapan rata-rata pajak hiburan rutin dan insidenti tahun 2014:
4
Tabel 1.1 Data Potensi Pajak Hiburan Rutin Tahun 2014
No
Jumlah (Rp)
Nama Ayat 1 Bioskop
21,217,344,414.00
2 Diskotik
109,425,402.00
3 Karaoke
8,305,575,168.00
4 Klub Malam
906,170,919.00
5 Permainan Bilyard
260,519,906.00
6 Permainan Bowling
24,778,500.00
7 Permainan Ketangkasan Anak
2,653,075,763.00
8 Panti Pijat/Refleksi
2,533,070,697.00
9 Kebugaran/Fitness
1,444,923,489.00
Jumlah
37,454,884,257.00
Sumber: DISYANJAK Kota Bandung Tabel 1.2 Data Potensi dan Ketetapan Rata-rata Pajak Hiburan Insidentil Tahun 2014
No.
Nama Wajib Pajak
1
Be Mall
2
GOR C-Tra
3
GOR Pajajaran
4
Exam Hermawan Kickfest/PPI
5
KR Tirtalega
Jumlah Total Realisasi (Rp)
Rata-rata Ketetapan (Rp)
1,995,000
166,250
12,878,000
1,073,167
2,014,250
167,854
75,000,000
6,250,000
27,000
2,250
5
6
Landmark
1,778,400
148,200
7
PT. Asikom
58,846,000
4,903,833
8
Stadion Siliwangi
17,493,000
(2,499,000)
9
Balai Pengelolaan Taman Budaya
4,990,500
415,875
10
Sasana Budaya
14,049,600
1,170,800
11
Piset Mall
1,039,500
86,625
12
PT. Para Bandung/Hotel Trans
116,013,500
9,667,792
13
PT. Berlian Sakti Persada/Haris
23,367,500
1,947,292
14
Grand Hotel Preanger
500,000
41,667
15
Trans Studio
2,000,000
166,667
16
PT. Lotte Mart
35,805,000
2,983,750
17
GOR Saparua
7,904,000
658,667
261,000
217,667
18
Bikasoga Sumber : DISYANJAK Kota Bandung
Hanya saja sering terjadi permasalahan yang timbul pada saat pelaksanaan pajak hiburan, seperti : 1. Belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan, 2. Kurangnya kesadaran wajib pajak terhadap kewajiban pajaknya, 3. Denda yang relatif
kecil yaitu 2% sehingga wajib pajak berani
menangguhkan pembayaran, 4. Banyaknya kecurangan dalam pembayaran pajak, dan 5. Kurangnya pemahaman pembayaran pajak memalui sistem online.
6
Dinas Pelayanan Pajak Kota mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyelenggaraan pajak hiburan. Dinas Pelayanan Pajak Kota dituntut untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam melaksanakan pajak hiburan tersebut pemerintah tentunya mendapatkan permasalahan. Oleh karena itu, petugas yang berwenang dalam pelaksanaan pajak hiburan ini harus meningkatkan kinerjanya, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang timbul. Apabila permasalahan tersebut dapat diatasi, tentunya akan meningkatkan penerimaan daerah, sehingga dapat membiayai pembangunan daerah (Yosefin, 2013:13) Banyaknya tugas yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Pajak kota Bandung dalam mengelola pajak hiburan, seperti salah satunya dalam upaya mensosialisasikan kepada wajb pajak terhadap prosedur dan sanksi pembayaran pajak tentunya bukan hal mudah, karena itu mahasiswa perlu untuk mengetahui lebih dalam apa saja yang harus dilakukan oleh Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung dalam mengelola pajak hiburan di kota Bandung. Hal ini yang menjadikan penulis memilih “TINJAUAN ATAS PENGENAAN DAN PERHITUNGAN SERTA PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN PADA DINAS PELAYANAN PAJAK KOTA BANDUNG” sebagai objek menarik untuk dijadikan laporan tugas akhir. 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, permasalahan yang diangkat
untuk dibahas pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tata cara pengenaan, perhitungan dan pemungutan pajak hiburan pada Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung. 2. Apa saja faktor penghambat pelaksanaan pajak hiburan pada Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung. 3. Bagaimana target realisasi pajak hiburan tahun 2010-2014 pada Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung.
7
1.3
Maksud dan Tujuan Laporan Tugas Akhir Adapun maksud dan tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana tata cara pengenaan, perhitungan dan pemungutan pajak hiburan pada Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung. 2. Mengetahui apa saja faktor penghambat dalam pengenaan
dan
pemungutan pajak hiburan pada Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandug. 3. Mengetahui bagaimana target realisasi pajak hiburan tahun 2010-2014 Pada Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung.
1.4
Kegunaan Laporan Tugas Akhir Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh sejumlah manfaat sebagai
berikut: 1. Bagi penulis Hasil penelitian diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan penulis tentang mekanisme pengenaan dan pemungutan pajak hiburan di Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung. 2. Bagiak ademik Sebagai dasar pemahaman lebih lanjut terhadap teori yang telah diperoleh, sehingga dapat lebih mengerti dan memahami mekanisme pengenaan dan pemungutan pajak hiburan di Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung. 3. Bagi perusahaan Sebagai masukan bagi pemerintah mengenai mekanisme pengenaan dan pemungutan pajak hiburan di Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung. 4. Bagi pihak lain (masyarakatumum) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi menambah literatur yang dapat digunakan sebagai acuan penelitian sejenis lebih lanjut.
8
1.5
Lokasi dan Waktu Kerja Praktik
Untuk memperoleh data yang obyektif sebagaimana yang diperlukan dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis melakukan penelitian di Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung Jl. Wastukencana No.2 pada tanggal 27 Mei 2015 sampai dengan selesai.