1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis ekonomi di Indonesia yang terjadi pada tahun 1997, merambat ke berbagai aspek kehidupan. Kegiatan ekonomi yang melemah akibat depresiasi pada nilai tukar dan inflasi yang sangat tinggi, tidak hanya menyebabkan keadaan ekonomi yang semakin memburuk, tetapi juga memaksa banyak sektor ekonomi
lainnya menurunkan kapasitas bahkan menghentikan usahanya. Keadaan ini, mengakibatkan bertambahnya pengangguran yang pada saatnya akan memicu peningkatan angka kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Menurut data Balai Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1997-1998 terjadi pertumbuhan ekonomi yang negatif yaitu dari 4,70% menjadi -13,13% sedangkan persentase kemiskinan Indonesia pada tahun 1996-1998 mengalami kenaikan sebesar 31% . Pada tahun 2008 saat Indonesia memperbaiki keadaan ekonomi, lagi-lagi Indonesia terkena dampak dari krisis global sehingga pertumbuhan ekonominya tumbuh negatif dari 6,35% menjadi 6,01% (Data BPS), namun Indonesia telah menyiapkan diri untuk menghadapi krisis maka dampak krisis global tidak mempengaruhi keadaan ekonomi secara signifikan. Dalam upaya mencari solusi untuk menghindari krisis yang akan mempengaruhi keadaan ekonomi Indonesia, maka perlu adanya pemanfaatan pada sektor-sektor
ekonomi,
terutama
sektor
riil.
Menurut
Wibisono,
sejak
diberlakukannya kebijakan suku bunga tinggi dari Bank Indonesia (BI) terjadi kontradiksi pada sektor riil dan sektor moneter. Tingginya BI Rate menyebabkan sektor finansial menikmati keuntungan sehingga per Mei 2006, dana perbankan yang tersimpan dan tidak tersalurkan ke sektor riil mencapai Rp 393 triliun, yang kemudian hanya digunakan untuk berinvestasi di sektor finansial berupa SBI dan instrumen lain. Dari pernyataan tersebut, perbankan banyak yang lebih memilih untuk membeli SBI bukan menginvestasikan dananya di sektor riil. Kemunculan
2
bank syariah harusnya mampu mendukung investasi tersebut dalam bentuk pembiayaan mudharabah.
Mencermati masalah perekonomian di Indonesia diperlukan adanya
instrumen ekonomi untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 237.641.000 jiwa dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 1.410.982,00 (Data BPS tahun 2010), dari data tersebut
maka
terdapat
potensi
dana
yang dapat
dimanfaatkan.
Cara
memanfaatkan potensi dana tersebut dapat menggunakan instrumen keuangan berbasis sosial yaitu zakat, infak dan wakaf. yang
Terdapat instrumen sosial islam
yang diharapkan mampu membantu
meningkatkan perekonomian negara adalah instrumen sosial wakaf uang. Menurut Magda Ismail Abdel Mohsin (2008) “Wakaf uang dapat diartikan sebagai penyerahan sejumlah uang tunai oleh wakif (penyumbang wakaf) dan dedikasi dari manfaat (keuntungan) wakaf uang secara perpetuity (abadi) untuk didistribusikan kepada tujuan dari kegiatan amal”.1 Potensi wakaf uang sangat menjanjikan, namun belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pengelola wakaf sehingga manfaatnya belum optimal. Prof. M.A Manan sebagai pakar ekonomi telah mengembangkan instrumen wakaf ini di Bangladesh, yaitu pada Social Investment Bank Limited (SIBL) dan Islamic Bank Bangladesh Limited (IBBL). Bangladesh telah mampu memanfaatkan instrumen wakaf produktif ini di berbagai sektor investasi, sehingga hasil investasi wakaf uang dapat dialokasikan untuk kepentingan ummat. Model yang dipraktekan oleh kedua bank syariah tersebut dikenal sebagai Deposit Product Model. Bahwa wakif bisa memanfaatkan uang mereka ke dalam Cash Waqf Account di bank tersebut. Oleh wakif akan diberikan daftar untuk Mawquf’alaih (penerima wakaf). Bank sebagai Nazhir akan menginvestasikan dana wakaf yang terkumpul kepada pihak ketiga dalam bentuk kontrak mudharabah. Keuntungan bagi hasil dari kontrak ini setelah dikurangkan biaya administrasi untuk bank, akan didistribusikan untuk penerima wakaf uang seperti 1
Magda Ismail Abdel Mohsin. “Cash Waqf A New Financial Product Model Aspect Of Shariah Principles on its Commercialization.” (Malaysia: Faculty Economics and Muamalat Universiti Sains Islam Malaysia, 2008)
3
bantuan kepada masjid, yatim piatu, fakir dan miskin sebagaimana telah
ditentukan sejak awal oleh wakif. Model wakaf ini sangat besar peranannya dalam
membangun sektor riil.
Sebagai salah satu instrumen wakaf produktif, wakaf uang merupakan
hal baru di Indonesia. Selama ini wakaf selalu diidentikan dengan aset tetap dan
tidak bergerak. Namun, sejak MUI mengeluarkan fatwa pada tanggal 11 Mei
2002Tentang Wakaf Uang dengan didukung oleh penyusunan Undang-Undang
No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf , di Indonesia mulai berlaku sistem wakaf berbasis uang tunai. Hal ini bertujuan agar setiap orang dapat melakukan wakaf
uang. Jika diilustrasikan, jumlah muslim yang mau berwakaf terdapat 14 juta jiwa,
dengan asumsi rata-rata penghasilan Rp 1.500.000,00 sampai Rp 15.000.000,00 per bulan. Kemudian dibuat tabel proyeksi dari potensi wakaf uang yang terdapat di Indonesia. Tabel 1.1 Proyeksi Pengumpulan Wakaf Uang di Indonesia No Jumlah Penduduk Penghasilan Wakaf Total bulanan 1
5.000.000 jiwa
Rp 1.500.000-Rp 3.000.000 Rp
5.000
Rp 25 milyar
2
4.000.000 jiwa
Rp 3.000.000-Rp 6.000.000 Rp 10.000
Rp 40 milyar
3
3.000.000 jiwa
Rp 6.000.000-Rp 9.000.000 Rp 50.000
Rp 150 milyar
4
2.000.000 jiwa
Rp 9.000.000-Rp15.000.000 Rp 100.000
Rp 200 milyar
Total
Rp 415 milyar (Diolah oleh Penulis)
Proyeksi sederhana di atas, menunjukkan besarnya potensi wakaf setiap tahun, tentu saja potensi ini akan terwujud apabila disertai manajemen dan sistem pengelolaan yang baik. Proyeksi tersebut merupakan proyeksi dari pengumpulan dana wakaf selama satu bulan. Dana wakaf tersebut kemudian diproduktifkan dan menghasilkan return yang kemudian akan digunakan untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Sesuai kenyataan yang terjadi, investasi wakaf uang akan lebih baik pemanfaatannya dalam sektor riil produktif yang ada dalam negeri. Sesuai dengan prinsip manajemen wakaf uang dalam perspektif islam, yaitu diinvestasikan secara mudharabah atau musyarakah, tapi prinsip utama yang tidak bisa dilanggar
4
adalah tetapnya pokok wakaf sedangkan yang dapat disalurkan adalah hasil dari investasinya. Proses pengalokasian manajemen wakaf uang dapat dibagi ke dalam
3 proses yaitu, pengumpulan (collecting), investasi (investment), dan alokasi (allocation). Dua tahap pertama berhubungan dengan para investor dan pengguna
dana, sedangkan untuk tahap yang ketiga langsung berhubungan dengan orang yang berhak menerima hasil penggunaan dana wakaf. Mannan (2001) menyatakan wakaf uang dapat dialokasikan untuk
mendukung beberapa aktivitas dalam menyediakan fasilitas pribadi atau fasilitas umum. Wakaf dibuat untuk fasilitas umum misalnya jembatan atau jalan.
Sedangkan fasilitas pribadi, wakaf uang digunakan untuk membeli sesuatu dan kemudian dibeli oleh yang membutuhkan untuk digunakan sebagai kepentingan pribadi.2 Masyita (2001) menyatakan alokasi wakaf uang dapat dialokasikan ke 5 sektor ; Rehabilitasi untuk kaum dhuafa, pendidikan dan kebudayaan, bantuan untuk korban bencana alam, fasiitas sosial, kesehatan dan kebersihan. Maysita juga menyatakan, jika wakaf uang dikelola secara profesional maka akan menghasilkan keuntungan yang besar, oleh karena itu, wakaf uang dapat digolongkan sebagai instrumen yang dapat mengentaskan kemiskinan3. Menurut Masyita (2001) model Sertifikat Wakaf uang dapat disalurkan dalam 3 jalur investasi, yaitu Microfinance, Portofolio syariah dan investasi langsung dengan menggunakan teknik analisis Sitem Model Dinamis. Pada hakikatnya jika Wakaf uang ditanamkan dalam bentuk deposito di bank syariah maka dana tersebut akan sampai kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan yang diberikan, selain itu Lembaga Wakaf akan mendapatkan bagi hasil dari hasil pengelolaan dananya.4 Wakaf uang memiliki dampak pada perekonomian cukup besar, berdasarkan kepada Nasution (2005), wakaf uang yang potensial di Indonesia 2
Mannan,M.A. .Sertifikat Wakaf Tunai Sebuah Inovasi Istrumen Keuangan Islam. (Depok: CIBER dan PKTTI UI, 2001) 3 Dian Masyita. Rancangan Awal Model Sertifikat Wakaf Tunai Sebagai Salah Satu Instrumen Pengentasan Kemiskinan dengan Menggunakan Model Sistem Dinamis. (Bandung: Institut Teknologi Bandung, 2001) 4 Ibid
5
dapat mencapai 3 milyar per tahun. Jumlah tersebut sangat signifikan, jika dana ini dikelola untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan akan dapat dialokasikan
untuk kepentingan sosial. Pada akhirnya, akan membantu program pemerintah mengurangi angka kemiskinan, selain itu pengelolaan wakaf uang juga dalam
dapat memeratakan pendapatan dan mengurangi angka pengangguran.5 Sebagai instrumen keuangan sosial yang bertujuan untuk membantu dalam mengurangi angka kemiskinan di Indonesia maka keberadaan instrumen
ini menjadi sangat penting, karena angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi, perlu mendapat perhatian dan langkah-langkah yang kongkrit, kesenjangan yang
yang tinggi antar penduduk, dan sejumlah bencana yang banyak terjadi di Indonesia mengakibatkan terjadinya defisit APBN, sehingga diperlukan kemandirian
dalam
pengadaan
public
goods.
Menurut
Dian
Masyita,
pengembangan wakaf uang memiliki nilai ekonomi yang strategis. Dengan dikembangkannya wakaf uang, maka akan didapatkan sejumlah keunggulan, diantaranya adalah sebagai berikut; Pertama, wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi orang kaya dan memiliki tanah yang luas, sehingga program wakaf uang memudahkan bagi pemberi wakaf. Kedua, melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanahtanah kosong dapat diusahakan dengan cara dimanfaatkan dengan pembangunan gedung, lahan pasar, atau aktifitas produktif lainnya. Ketiga, dana dari wakaf uang juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam. Keempat, pada gilirannya, umat Islam dapat mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus tergantung kepada anggaran pendidikan Negara yang semakin lama semakin terbatas. Kelima, dana wakaf uang bisa memberdayakan usaha kecil yang masih dominan di Indonesia. Dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para pengusaha tersebut dan bagi hasilnya dapat digunakan untuk kepentingan sosial. Keenam, dana wakaf dapat membantu perkembangan bank-bank syariah,
5
Nasution,Mustafa E. “Wakaf Tunai dan Sektor Volunteer Strategi Untuk Mensejahterakan Masyarakat dan Melepaskan Ketergantungan Hutang Luar Negeri.” (Jakarta: Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, 2001)
6
keunggulan dana wakaf selain bersifat abadi atau jangka panjang, dana wakaf adalah dana termurah yang seharusnya menjadi incaran bank syariah.
Di Indonesia, terdapat lembaga wakaf nasional, yaitu Badan Wakaf
Indonesia, selain itu ada juga lembaga wakaf yang dikelola masyarakat dan ormas
Islam juga sudah banyak yang muncul, salah satunya adalah Waqf Fund Management dan Tabung Wakaf Indonesian (TWI). Dengan adanya lembaga yang fokus dalam mengelola wakaf, maka diharapkan wakaf uang memberikan
kontribusi dalam mengatasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa Indonesia.
Sebagai wakaf produktif, wakaf uang memiliki kelebihan yaitu menjadi
alternatif pembiayaan investasi di sektor riil yang sedang dibutuhkan di Indonesia saat ini. Mustafa Edwin Nasution, Wakil Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengatakan wakaf uang memiliki instrumen mobilisasi dana secara signifikan karena nominalnya jauh lebih rendah dan bervariasi dibandingkan wakaf aset fisik seperti tanah dan gedung. Wakaf uang mudah dikelola dan dikembangkan menjadi wakaf produktif karena memiliki banyak alternatif penempatan investasi, baik dalam portofolio keuangan domestik atau global. Wakaf yang berhasil dihimpun di Badan Wakaf Indonesia pada periode 2007-2011 dapat tercermin dari grafik di bawah ini. Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan Dana Wakaf Periode 2007-2011
Jumlah Wakaf Uang Rp2.000.000.000,00 Rp1.500.000.000,00 Rp1.000.000.000,00 Rp500.000.000,00 Rp0,00 2007
2008
2009
2010
2011
(Sumber: Data Keuangan Badan Wakaf Indonesia, data diolah kembali)
7
Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga pengelola wakaf yang ada di Indonesia, menurut laporan keuangan BWI pada 28 Februari 2010 dan 30
Juni 2010 dana wakaf uang yang terkumpul melalui proses collecting sebesar Rp 880.884.770 pada Februari 2010, kemudian dikelola dan dikembangkan melalui
rekening giro pada LKS PWU dan deposito mudharabah 1 tahun ARO di Bank Syariah Mandiri. Kemudian pada 30 Juni 2010 tercatat wakaf uang yang terkumpul adalah Rp 1.426.505.238, kemudian dikelola dan dikembangkan pada
LKS
PWU
salah satunya pada
Bank Syariah Mandiri dengan cara
menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Pada
akhirnya, bank syariah akan menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pembiayaan dengan sistem bagi hasil. Pada kasus ini, Bank Syariah Mandiri menggunakan dana wakaf untuk meningkatkan volume pembiayaannya, terutama pembiayaan produktif yang berbasis bagi hasil. Dengan menggunakan metode regresi linier akan didapatkan besarnya pengaruhnya, sehingga menjadi sebuah nilai estimasi di masa depan, karena dana wakaf, pembiayaan musyarakah dan pembiayaan mudharabah akan diketahui hubungannya. Dengan mengetahui hubungan tersebut, berikutnya maka akan menjadi acuan bagi manajer investasi wakaf untuk menginvestasikan dananya secara optimal, baik dalam investasi langsung ataupun investasi yang tidak langsung. Dari uraian latar belakang tersebut penulis kemudian menyusun sebuah tugas akhir dengan judul “PENGARUH JUMLAH WAKAF UANG TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI” 1.2 Batasan Masalah Sehubungan dengan peneilitian yang dilakukan oleh penulis dan berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini mengidentifikasi beberapa masalah yang terjadi sesuai fenomena yang ada. 1. Apakah Simpanan Wakaf di Bank Syariah Mandiri mempengaruhi pembiayaan mudharabah di Bank Syariah Mandiri?
8
2. Apakah Simpanan Wakaf di Bank Syariah Mandiri mempengaruhi
pembiayaan musyarakah di Bank Syariah Mandiri?
3. Bagaimana potensi wakaf di Indonesia dapat dikembangkan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian bagi penulis adalah, 1. Mengetahui hubungan antara simpanan wakaf di Bank Syariah
Mandiri dan volume pembiayaan mudharabah di Bank Syariah
Mandiri. 2. Mengetahui hubungan antara simpanan wakaf di Bank Syariah Mandiri dan volume pembiayaan musyarakah di Bank Syariah Mandiri. 3. Mengetahui potensi wakaf di Indonesia dan alur pengelolaannya.
1.4 Manfaat Penelitian Bagi penulis 1. Menambah wawasan bagi penulis tentang wakaf uang dan skema investasi wakaf uang. 2. Menambah wawasan dan pengalaman sebelum masuk ke dunia kerja. Bagi Badan Pengelola Wakaf 1. Memberikan saran dan rekomendasi atas investasi yang telah dan akan dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia. 2. Meningkatkan produktifitas wakaf uang. 3. Pengembangan dana wakaf untuk menjadi instrumen sosial dalam menurunkan angka kemiskinan. Dunia Pendidikan Sebagai tambahan referensi khususnya Program Studi Keuangan Syariah Bagi