BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan perbankan syariah di Indonesia tidak akan terlepas dari peranan dan kebijakan Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat melaksanakan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diamanatkan pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank dalam
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. Dalam rangka memenuhi tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia memiliki tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Dalam rangka mendukung tugas dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah. Dalam rangka pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah, Bank Indonesia melakukan Operasi Moneter Syariah (OMS) untuk mempengaruhi kecukupan likuiditas perbankan syariah. OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka (OPT) dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. Kebijakan Bank Indonesia untuk mengatasi kelebihan likuiditas yang dialami oleh bank syariah dikeluarkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dahulu dikenal sebagai Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Jika bank syariah mengalami kekurangan atau kelebihan likuiditas jangka pendek dapat memanfaatkan Pasar Uang antarbank Syariah (PUAS) yang menggunakan instrumen PUAS, yang antara lain Sertifikat Investasi Mudharabah
Antarbank (SIMA) (Andi
Soemitra:2009). Munculnya SBIS disambut baik oleh dunia perbankan syariah karena dianggap dapat menyerap likuiditas dengan baik. Selain itu SBIS sama sekali
1
tidak mempunyai risiko karena dikeluarkan langsung oleh pemerintah. SBIS dapat digunakan oleh bank syariah sebagai alternatif penyimpanan kelebihan dana yang
tidak digunakan untuk pembiayaan. Bila suatu saat bank syariah mempunyai kesulitan dalam menyalurkan dana, perbankan syariah dapat menempatkan
dananya pada SBIS supaya tidak terjadi overlikuiditas dengan jangka waktu yang pendek dan imbal hasil yang tinggi. 6.447
5.408
2.395
2.824
3.076
2.358 1.761
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Nop-11
Jumlah Pembelian SBIS
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, data diolah kembali.
Gambar 1.1 Jumlah Pembelian SBIS oleh BUS dan UUS (Milyar Rupiah) Disambutbaiknya SBIS oleh perbankan syariah di Indonesia tampak terlihat pada gambar 1.1 diatas. Walaupun sempat mengalami penurunan pembelian pada tahun 2007, pembelian SBIS oleh bank umum syariah dan unit usaha syariah tetap mengalami trend positif, dan mencapai angka Rp 6.447 milyar pada tahun 2011. Selain SBIS, instrumen moneter yang disediakan Indonesia untuk mengatasi kelebihan likuiditas yang dimiliki oleh bank syariah adalah penempatan dana pada PUAS dengan menggunakan Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (SIMA). SIMA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BUS atau UUS yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah. Pengembangan transaksi SIMA menjadi sangat penting dalam
2
membantu efektivitas transmisi kebijakan moneter dan meningkatkan daya tahan sistem keuangan.
Tabel 1.1 Volume Transaksi SIMA (dalam Milyar Rupiah)
Tahun
Imbal Hasil
Volume Transaksi
2008
10.49%
10
2009
6.15%
18
2010
5.80%
60
Okt-2011
5.25%
40
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, data diolah kembali
Kondisi idealnya SIMA berfungsi dengan baik sebagai sarana pengelolaan likuiditas untuk implementasi kebutuhan moneter dan mendukung peran perbankan syariah membiayai pertumbuhan ekonomi. Namun sampai saat ini meskipun dalam tabel 1.1 diatas volume transaksi SIMA mengalami beberapa kenaikan, namun jumlah tersebut masih dirasakan kurang dari yang seharusnya. Erwin gunawan Hutapea menegaskan bahwa sekarang masih banyak bank syariah yang kelebihan likuiditas dan kekurangan likuiditas itu sulit untuk bertemu dan tampak masih kurang aktif dalam melakukan instumen moneter tersebut. Rata-rata volume transaksi SIMA sebesar Rp154,14 miliar per hari pada 2010 lebih banyak dilakukan antara bank umum syariah (BUS) atau unit usaha syariah (UUS) dengan bank-bank konvensional. Dari 11 BUS dan 23 UUS, BI mencatat tercatat hanya 60% yang pernah bertransaksi SIMA. Dari jumlah tersebut hanya 6-7 bank per hari yang berpartisipasi aktif di SIMA. Porsi penanamannya sendiri untuk SIMA dalam tiga tahun terakhir bank konvensional terus meningkat, dari 37% di tahun 2008, 49% 2009 dan 65% pada 2010. Dengan kondisi tersebut, jika hanya 60% bank syariah yang pernah bertransaksi SIMA, maka imbal hasil dari instrumen moneter tersebut tidak terlalu besar. Sehingga bank syariah akan cenderung lebih memilih menyalurkan dananya ke investasi lain. Selebihnya, pengembangan transaksi SIMA tersebut
3
menjadi sangat penting, karena berkembangnya pasar uang syariah akan membantu efektivitas transmisi kebijakan moneter dan meningkatkan daya tahan
sistem keuangan.
Kehadiran SBIS dan SIMA dapat memberikan alternatif pilihan untuk
bank syariah guna menyalurkan dana yang ia himpun. Namun demikian bank syariah sebagai lembaga intermediary harus berperan sebagai penghubung antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, khususnya
dalam bentuk penyaluran dana ke sektor rill dalam bentuk pembiayaan guna terwujudnya keadilan sosial ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan dan
kekayaan serta terbukanya kesempatan kerja yang luas. Dalam segi penyaluran dana terhadap pembiayaan untuk sektor rill, meskipun perbankan syariah memiliki FDR yang lebih dari 90% tiap tahunnya, tetapi telah lama menjadi permasalahan bagi perbankan syariah bagaimana menggantikan produk pembiayaan berpola jual beli dengan produk pembiayaan bagi hasil sebagai produk utama dari sistem operasi perbankan syariah. Walau pada prinsipnya jual beli dalam syariah itu halal, namun hanya merupakan produk sekunder bank syariah. Sedangkan produk primer yakni pembiayaan dengan prinsip bagi hasil belum mendapatkan proporsi sepantasnya.
20.000.000.000 18.000.000.000 16.000.000.000 14.000.000.000 12.000.000.000 10.000.000.000 8.000.000.000 6.000.000.000 4.000.000.000 2.000.000.000 -
Murabahah Salam Istishna Ijarah
Mudharabah Musyarakah Qardh 2008
2009
2010
Oktober 2011
Sumber : Laporan keuangan bulanan Bank Syariah Madiri, data diolah kembali.
Gambar 1.2 Komposisi Pembiayaan yang Diberikan Bank Syariah Mandiri (dalam Ribu Rupiah)
4
Seperti terlihat pada grafik diatas, meskipun secara keseluruhan
pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah Mandiri mengalami kenaikan, porsi
pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang merupakan produk pembiayaan bagi hasil masih jauh dibawah porsi pembiayaan murabahah yang notabene adalah
produk pembiayaan jual beli. Bagi hasil merupakan pembeda yang sangat mencolok antara sistem
operasional yang dijalankan bank syariah dengan sistem bank konvensional. Bagi
hasil pula lah yang menjadi penyelamat perbankan syariah dari krisis ekonomi global baik pada tahun 1997, 2009 maupun krisis global yang bermula dari
Yunani pada tahun 2010 lalu. Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah mengoreksi kelemahan yang ada pada sistem konvensional. Dengan diberlakukannya sistem bagi hasil, dalam masa krisis tidak ada pihak yang lebih diuntungkan dari yang lain. Kerugian ditanggung bersama sementara pada saat perekonomian baik, masing-masing pihak sama-sama mempunyai peluang keuntungan yang lebih baik. Dengan melihat berbagai keunggulan yang ditawarkan oleh sistem bagi hasil tersebut, saharusnya perbankan syariah tidak ragu untuk menyalurkan dana yang ia himpun kedalam produk-produk pembiayaan bagi hasil. Pada teorinya, dengan dimilikinya berbagai alternatif investasi oleh bank syariah akan mempengaruhi jumlah pembiayaan yang dilakukan bank syariah terhadap pembiayaan, dalam hal ini pembiayaan dengan sistem bagi hasil. Besar kecilnya tingkat SBIS dan SIMA dapat mempengaruhi porsi penempatan dana yang dilakukan perbankan syariah dalam instrumen tersebut. Keputusan bank syariah dapat berubah jika imbal hasil yang diberikan berubah. Semakin besar imbal hasil yang diberikan maka semakin besar pula penempatan dana dalam intrumen yang bersangkutan dan akan mengurangi porsi pembiayaan yang akan disalurkan kepada masyarakat, sehingga akan terlihat tarik menarik keputusan bank dalam penyaluran pembiayaan yang dilakukan dan penempatan dana pada SBIS maupun pada SIMA. Tetapi teori yang ada tidak selalu sama dengan fakta dilapangan. Terdapat perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Fikri Ausyah, M.Si,
Farah Sabila
5
Khasani, Novianto dan Abdullah Syakur yang mengatakan bahwa SBIS berpengaruh negatif signifikan terhadap pembiayaan, berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Panji Sapoetra pada tahun 2011 yang menghasilkan kesimpulan bahwa SBIS tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan bagi
hasil. Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, penulis merasa tertarik
untuk mengambil topik mengenai pembiayaan, penempatan dana pada SBIS dan
SIMA. Dengan mengambil sampel dari pembiayaan bagi hasil yang dilakukan oleh Bank Syariah mandiri, penulis mencoba menuangkan permasalahan ini
dengan judul “Pengaruh SBIS dan SIMA Terhadap Pembiayaan Bagi Hasil pada Bank Syariah Mandiri” 1.2
Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1
Rumusan Masalah Dari permasalahan yang ada maka dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut : 1. Apakah SBIS berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil? 2. Apakah SIMA berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil? 3. Apakah SBIS, dan SIMA berpengaruh secara simultan terhadap terhadap pembiayaan bagi hasil? 1.2.2
Batasan Masalah Penelitian ini difokuskan pada batasan-batasan:
1. Penelitian ini difokuskan pada variable SBIS dan SIMA yang diduga mempengaruhi pembiayaan bagi hasil. 2. Periode penelitian ini dibatasi jangka waktu bulanan dari bulan Desember 2008 hingga Oktober 2011 dengan menggunakan laporan keuangan bulanan yang diterbitkan Bank Syariah Mandiri.
6
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh SBIS terhadap pembiayaan
bagi hasil. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh SIMA terhadap pembiayaan
bagi hasil.
3. Untuk mengetahui pengaruh, SBIS, dan SIMA secara simultan terhadap
pembiayaan bagi hasil.
1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Dapat memperoleh dan mengetahui bagaimana pengaruh, SBIS dan SIMA terhadap tingkat pembiayaan bagi hasil. 2. Bagi Mahasiswa Dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitianpenelitian berikutnya, khususnya dalam masalah, SBIS dan SIMA terhadap pembiayaan bagi hasil. 3. Bagi Praktisi Dapat memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai, SBIS dan SIMA dan pembiayaan bagi hasil. 4. Bagi Bank Syariah Mandiri Merupakan suatu informasi dan saran yang sangat penting dalam menentukan kebijakan terhadap penentuan besarnya pembiayaan bagi hasil terkait pengaruh dari SBIS dan SIMA.
7