BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kawasan Pantai Utara Jakarta merupakan kawasan strategis bagi DKI
Jakarta, baik sebagai ibukota provinsi sekaligus sebagai ibukota negara. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari arah laut, dengan berbagai aktivitas masyarakat dan pembangunan yang sangat beragam, termasuk objek-objek vital yang ada di kawasan tersebut. Mengacu pada UndangUndang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Pasal 10 Ayat 1) yang mengatur bahwa setiap provinsi berwenang untuk menetapkan Kawasan Strategis Provinsi maka berdasarkan RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030, Pantura Jakarta ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi. Hal ini sejalan dengan UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 26 Ayat 4) yang mengatur penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang tata ruang, sumber daya alam dan lingkungan hidup, pengendalian penduduk dan pemukiman, transportasi,
industri,
perdagangan
dan
pariwisata,
sebagai
kewenangan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kawasan Pantai Utara (Pantura) pada awalnya dikategorikan sebagai Kawasan Andalan, yaitu kawasan yang mempunyai nilai strategis dipandang dari sudut pandang ekonomi dan perkembangan kota, berdasarkan Keppres Nomor 17 tahun 1994. Upaya untuk mewujudkan fungsi Kawasan Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan Andalan, dapat dilakukan melalui reklamasi pantai utara sekaligus menata ruang daratan pantai yang ada secara terarah dan terpadu, merupakan nomenklatur dari ditetapkannya Keppres Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Peraturan ini dibedakan dengan peraturan untuk substansi reklamasi yang sama pada Kawasan Andalan lainnya di pantai utara, yang berada di wilayah Tangerang (yaitu Keppres Nomor 73 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga, Tangerang), termasuk untuk wilayah lainnya yaitu Keppres Nomor 114 tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur dan Keppres Nomor 1 tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri.
BAB I PENDAHULUAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
Menindaklanjuti kebijakan Pemerintah Pusat tentang pengembangan dan penataan di Kawasan Andalan Pantura Jakarta, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Pasal 28 dan 29 dari Perda tersebut dimaksud mengatur pembentukan Badan Pelaksana Reklamasi (BPR) Pantura Jakarta yang diberikan tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan reklamasi, mengelola tanah hasil reklamasi dan mengkoordinasikan penataan kembali kawasan daratan Pantai Utara Jakarta. BPR Pantura Jakarta kemudian dibentuk pada tahun 1997, yang bertugas selama beberapa tahun, sebelum kemudian dibubarkan pada tahun 2009. Saat ini, tugas BP Reklamasi Pantura Jakarta dialihkan kepada Asisten Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai caretaker. Dalam perkembangan terkini, Pemerintah Pusat menerbitkan Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur). Cakupan kawasan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 yang menetapkan kawasan Jabodetabekpunjur sebagai kawasan strategis nasional, yang oleh karenanya
diperlukan
perencanaan
tata
ruang,
pemanfaatan
ruang
dan
pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Penetapan ini terkait dengan arahan kawasan strategis nasional sebagai kawasan ekoregion. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, maka Keppres Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, khususnya yang terkait dengan penataan ruang dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini memberi efek pada peraturan di tingkat daerah, khususnya yang terkait dengan penataan kawasan Pantura Jakarta, yaitu Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Pada
dasarnya
Perpres
Nomor
54
tahun
2008
memuat
tentang
pembangunan Kawasan Pantura melalui reklamasi, yang terintegrasi dengan area revitalisasi pada daratannya. Pada Keppres Nomor 52 tahun 1995, reklamasi dapat dilakukan dengan memperpanjang daratan. Sedangkan, Perpres Nomor 54 tahun 2008 mengatur reklamasi harus dilakukan dengan membentuk pulau, di mana ada kanal lateral berjarak ± 200-300 meter di antara daratan dengan pulau reklamasi, tergantung dari zonasinya.
1-2
BAB I PENDAHULUAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
Oleh karena itu dalam pelaksanaannya diperlukan perencanaan ulang (penataan ruang) kawasan Pantura Jakarta yang mencakup pulau reklamasi dan revitalisasi daratan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Pasal 10 Ayat 1, kawasan strategis provinsi perlu ditetapkan melalui suatu peraturan daerah dan oleh karenanya Kawasan Pantura Jakarta sebagai salah satu kawasan strategis provinsi sebagaimana ditetapkan dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030 perlu disusun landasan hukumnya dalam bentuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura sebagai revisi Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun1995. Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap pengembangan kawasan Teluk Jakarta,
telah
mendorong
untuk
dilakukannya
pembahasan-pembahasan
perencanaan antara pihak Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan sektoral serta masyarakat dan dunia usaha. Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta selain diharapkan akan menjadi acuan bagi semua perencanaan di kawasan Pantura Jakarta, juga dapat tumbuh sebagai green city yang memadukan eco city dan waterfront city yang bersifat mandiri menuju resilience city sebagai solusi yang diharapkan paling mampu mengakomodasi berbagai kepentingan, antara lain lingkungan hidup, ekonomi dan sosial serta keamanan bagi semua para pemangku kepentingan atau stakeholders yang terlibat di Pantura Jakarta. Kebijakan tata ruang nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan arahan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UndangUndang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan dokumen KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) Teluk Jakarta Tahun 2010, serta amanat yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 merupakan acuan dalam penetapan peraturan dalam rangka penataan kawasan Pantura Jakarta. Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur menetapkan Pantura sebagai bagian dari Kawasan Strategis Nasional dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 menetapkan Pantura Jakarta sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP). Dalam konteks ini maka peraturan yang pernah diterbitkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang penataan dan reklamasi Pantura Jakarta, yaitu Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 1995, harus direvisi sesuai dengan regulasi terbaru. 1-3
BAB I PENDAHULUAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
1.2
Maksud, Tujuan dan Sasaran Maksud dan tujuan kegiatan Penyempurnaan Naskah Akademis Kawasan
Strategis Pantura adalah untuk melakukan pengayaan materi teknis yang nantinya menjadi masukan untuk Raperda Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta sehingga dihasilkan rumusan Raperda Kawasan Strategis Pantura yang komprehensif dan telah mempertimbangkan kepentingan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup. Sasaran dari tujuan tersebut ialah dengan memperdalam dasar-dasar hukum, kondisi eksisting, dan analisis terkait pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. 1.3
Kedudukan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Kegiatan penataan ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
merupakan amanat dan penjabaran dari Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 yang menetapkan Pantura sebagai Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta di mana secara spesifik Kawasan Strategis Provinsi dimaksud harus dituangkan dalam bentuk RTR (Rencana Tata Ruang). Rencana tata ruang Kawasan Strategis Pantai Utara memiliki kekhususan yaitu dilengkapi dengan pengelolaan dan pengusahaan terutama untuk revitalisasi daratan pantai lama DKI Jakarta. Rencana Umum
Rencana Rinci
RDTR Pulau RPJP Nasional
RTRW Nasional
RTR Kawasan Strategis Nasional
RPJM Nasional
RPJP Propinsi
RTRW Provinsi
RTR Kawasan Strategis Provinsi
RPJM Propinsi
RTRW Kabupaten RPJP Kabupaten/Kot a RTRW Kota RPJM Kabupaten/Kot a
RDTR Kabupaten RTR Kawasan Strategis Kabupaten
RDTR Kota RTR Kawasan Strategis Kota
Gambar 1- 1 Kedudukan RTR Kawasan Strategis Pantura dalam Sistem Perencanaan Nasional Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009 1-4
BAB I PENDAHULUAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
Dalam Sistem Penataan Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kawasan Strategis Provinsi merupakan salah satu bentuk rencana rinci dari RTRW Provinsi. Kedalaman RTR Kawasan Strategis Pantura ini lebih rinci dari RTRW Provinsi DKI Jakarta, namun masih lebih makro dibandingkan dengan RDTR DKI Jakarta. Kedudukan Rencana Tata Ruang Strategis Pantai Utara Jakarta dalam Sistem Perencanaan Nasional dapat tergambar dalam Gambar 1-1. 1.4
Ruang Lingkup Pekerjaan Materi Teknis yang merupakan Laporan Akhir kegiatan penataan ruang
Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta ini meliputi ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.4.1 Ruang lingkup materi. Bagian ini akan meliputi hal-hal terkait kebijakan dan substansi teknis penataan ruang terkait Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara, yang terdiri atas : a. Kebijakan penataan ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. b. Karakteristik wilayah perencanaan dan sekitarnya. c. Analisis pengembangan wilayah perencanaan. d. Tujuan, kebijakan, dan strategi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta e. Rencana Struktur Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta f.
Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
g. Penetapan Kawasan yang Diprioritaskan Penanganannya h. Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta i.
Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
j.
Rencana Revitalisasi di Kawasan Darat
k. Rencana Pengelolaan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta l.
Kelembagaan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Pengembangan
Kawasan
Strategis
Provinsi
Pantai
Utara/Reklamasi
mempertimbangkan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah yang berbatasan langsung,
diantaranya
Kecamatan
Penjaringan,
Kecamatan
Pademangan,
Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing untuk mewujudkan keterpaduan rencana tata ruang dan arahan pemanfaatan ruang dalam rangka revitalisasi pantai lama.
1-5
BAB I PENDAHULUAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
1.4.2 Ruang lingkup wilayah. Pada bagian ini akan dijabarkan ruang lingkup wilayah dalam penataan ruang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, yang terdiri atas : a. 5 Kecamatan di Jakarta Utara, yang merupakan bagian dari Naskah Akademis Rencana Detail Tata Ruang DKI Jakarta yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta. b. Pesisir dan laut di kawasan Teluk Jakarta di wilayah DKI Jakarta yang menjadi fokus lingkup wilayah kajian dalam penyusunan Materi Teknis dan Draft Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Kawasan Reklamasi mencakup kawasan perairan laut Teluk Jakarta yang diukur dari garis Pantai Utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan di dalamnya terdapat kawasan pengembangan lahan baru melalui pembangunan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi. Kawasan Strategis Provinsi ini merupakan bagian wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara. Wilayah perencanaan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta berada di perairan laut Teluk Jakarta dengan koordinat 106o43’10”BT, 6o22’55”LS – 106o57’40” BT, 5o47’30”LS, dengan batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. b. Sebelah barat
berbatasan
dengan Kecamatan Kosambi Kabupaten
Tangerang. c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara. Peta wilayah kerja mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 1995 tentang Reklamasi Kawasan Pantai Utara Jakarta ditunjukkan pada Gambar 1-2.
1-6
BAB I PENDAHULUAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
Gambar 1- 2 Peta wilayah perencanaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta Sumber : Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta 8/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
1.5
Metode Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Kegiatan penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara
Jakarta dilakukan dengan menggunakan berbagai metode sebagai berikut:
1.5.1 Koordinasi sumber data spasial Koordinasi sumber data spasial dilakukan dalam rangka penyusunan peta dasar. Hal-hal yang diperlukan dalam rangka dalam penyusunan peta dasar adalah: a. peta garis pantai. b. hipsografi [kontur, titik ketinggian, batimetri, titik kedalaman]. c. perairan [sungai, danau, dan lain-lain]. d. nama rupabumi [toponimi dan anotasi]. e. batas wilayah administrasi. f.
transportasi dan utilitas.
g. bangunan dan fasilitas umum. h. tutupan lahan [land-cover]).
1.5.2 Koordinasi perencanaan Koordinasi perencanaan stakeholder ini dilakukan melalui Focus Group
Discussion (FGD), workshop dan rapat kerja, serta diskusi. Berikut ini merupakan uraian koordinasi perencanaan stakeholder: 1-7
BAB I PENDAHULUAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
a. Rapat koordinasi dilaksanakan di Bappeda DKI Jakarta dipimpin oleh Kepala Bappeda dengan instansi selain Bappeda yaitu Biro Tata ruang dan Lingkungan Hidup, Biro Hukum, Dinas Penataan Kota, Dinas Kelautan, Perikanan dan Ketahanan Pangan, Dinas Perhubungan dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta. b. Seminar dan FGD dilakukan dengan melibatkan SKPD-SKPD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, unsur swasta, unsur akademisi, dan unsur profesi lainnya.
1.5.3 Analisis Analisis terhadap kebijakan pemerintah, data dan dokumen perencanaan, arahan dan rencana pembangunan di Kawasan Strategis Provinsi Pantura Jakarta, sebagaimana secara khusus akan diuraikan pada Bab 4 dalam Laporan ini.
1.5.4 Penyusunan rencana tata ruang Penyusunan rencana struktur ruang dan pola ruang merupakan salah satu dari hasil utama pembahasan, analisis dan tujuan dilakukannya penataan ruang.
1.5.5 Penyusunan peta perencanaan Penyusunan peta perencanaan hasil kajian merupakan hasil akhir di mana struktur ruang dan pola ruang telah dituangkan di dalamnya, berikut peta keseluruhan perencanaan pembangunan di Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. 1.6
Dasar Hukum Penyusunan rencana tata ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut : a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria; b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025; d. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; e. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; f. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
1-8
BAB I PENDAHULUAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
g. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; h. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; i. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan; j. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup k. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus; l. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; m. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; n. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; o. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah; p. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; q. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan; r. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; s. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai; t. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Ijin Lingkungan; u. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur; v. Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; w. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta; x. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung; y. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai; z. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; aa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; bb. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbaya dan Racun; 1-9
BAB I PENDAHULUAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
cc. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta; dd. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas; ee. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Peraturan Daerah; ff. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030; gg. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi; dan hh. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 1.7
Sistematika Laporan Penyusunan Naskah Akademis Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Pantura Jakarta disusun dengan sistematika sebagai berikut : Bab 1
Pendahuluan.
Bab 2
Kebijakan Penataan Ruang terkait Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3
Karakteristik wilayah perencanaan dan sekitarnya.
Bab 4
Analisis pengembangan wilayah perencanaan.
Bab 5 Tujuan, Kebijakan Dan Strategi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Bab 6
Rencana Struktur Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 7
Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 8
Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 9 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Bab 10 Rekomendasi Konsep Penanganan Revitalisasi Pada Kawasan Daratan Pantai Utara Jakarta Bab 11 Rencana Pengelolaan awasan Strategis Pantai Utara Jakarta Bab 12 Kelembagaan awasan Strategis Pantai Utara Jakarta
1-10
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERKAIT RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA
2.1
Kebijakan Nasional terkait Penataan Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
2.1.1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ruang wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik. Untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan daerah agar tak menimbulkan kesenjangan antar daerah. Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang
terhadap
pentingnya
penataan
ruang
mendorong
diperlukan
penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Posisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada pada kawasan rawan bencana memerlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan. Secara spesifik disebutkan bahwa kewenangan pemerintah daerah provinsi dalam penyelengggaraan penataan ruang, sebagaimana diatur Pasal 10 Ayat (1) UU No. 26 Tahun 2007, meliputi pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta terhadap
pelaksanaan
penataan
ruang
kawasan
strategis
provinsi
dan
2-1
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
kabupaten/kota. Selanjutnya adalah, pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kerjasama penataan ruang antar provinsi, dan pemfasilitasan kerjasama penataan ruang antar kabupaten/kota. Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi, pemerintah daerah provinsi menetapkan kawasan strategis provinsi, perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi, pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi dan pengendalian pemanfaatan kawasan strategis provinsi. Selanjutnya pada Pasal 14 menyatakan bahwa perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang dimana secara berhirarki rencana tata ruang terdiri atas rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. Rencana rinci tata ruang terdiri atas rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; rencana tata ruang kawasan strategis provinsi;dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Dinyatakan bahwa rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapak blok dan subblok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang
mengatur
tentang
persyaratan
pemanfaatan
ruang
dan
ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum. Lingkup rencana tata ruang provinsi sesuai Pasal 15 undang-undang dimaksud di atas mencakup darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi. Selanjutnya, muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan. Dalam rangka
2-2
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
pelestarian lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 persen dari luas daerah aliran sungai. Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antar wilayah, antar fungsi kawasan, dan antar kegiatan kawasan. Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi diatur dengan peraturan menteri di mana rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk penataan ruang kawasan strategis provinsi. Selanjutnya, Pasal 24 mengatur bahwa rencana rinci tata ruang ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi, dan ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang diatur dengan peraturan Menteri. Perencanaan tata ruang wilayah kota, rinciannya perlu ditambahkan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. Pasal 29 menyebutkan ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat di mana proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Distribusi ruang terbuka hijau publik pada pasal 30 disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau diatur dengan peraturan Menteri. Pemanfaatan ruang wilayah nasional dan provinsi dilakukan dengan perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis; perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan
kawasan
strategis.
Dalam
rangka
pelaksanaan
kebijakan
strategis
operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis ditetapkan kawasan budidaya yang dikendalikan dan kawasan budidaya yang didorong pengembangannya. Pelaksanaan pembangunan dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara terpadu. Pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang dan standar kualitas lingkungan serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pengendalian Pemanfaatan Ruang pada Pasal 35 menyebutkan pengendalian 2-3
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. 2.1.1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan pelaksanaan reklamasi tidak mengalami perubahan sehingga pengaturannya masih sama seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007. Kawasan Strategis Pantura Jakarta juga harus menyediakan sempadan pantai seperti yang tertera dalam Pasal 31 yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan
lain.
Penetapan
batas
sempadan
pantai
mengikuti
ketentuan
perlindungan terhadap gempa dan atau tsunami, perlindungan pantai dari erosi atau abrasi, perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya, perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta, pengaturan akses publik, serta pengaturan untuk saluran air limbah. Dalam pasal 34 ayat (1) dijelaskan bahwa reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan manfaat dan atau nilai tambah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. Pada ayat (2) disebutkan bahwa pelaksanaan reklamasi wajib untuk menjaga dan memperhatikan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat, keseimbangan antara kepentingan pemanfaaan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material. 2.1.2 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan dan keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional.
2-4
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhirarki; dan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung; kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya; dan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional. Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Kebijakan pengembangan kawasan budidaya meliputi perwujudan dan peningkatan
keterpaduan
dan
keterkaitan
antar
kegiatan
budidaya;
dan
pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional meliputi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional; peningkatan
fungsi
pengembangan
dan
kawasan
untuk
peningkatan
pertahanan
fungsi
dan
kawasan
keamanan
dalam
negara;
pengembangan
perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional; pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa; pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer, dan ramsar; dan pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan. Penetapan Kawasan Strategis Nasional dilakukan berdasarkan kepentingan pertahanan
dan
keamanan;
pertumbuhan
ekonomi;
sosial
dan
budaya;
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan/atau fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Berdasarkan Lampiran X Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Penetapan Kawasan Strategis Nasional No. 19 2-5
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
ditetapkan bahwa Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur termasuk Kepulauan Seribu sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan ekonomi. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional; c. memiliki potensi ekspor; d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi; f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
2.1.3 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Pengaturan penataan ruang diselenggarakan untuk mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang, untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh aspek penyelenggaraan penataan ruang. Pengaturan penataan ruang disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya. Pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah provinsi meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, dan arahan peraturan zonasi sistem provinsi yang ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi; serta ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif serta petunjuk pelaksanaan pedoman bidang penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan gubernur. Selain penyusunan dan penetapan peraturan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan lain di bidang penataan ruang sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan perencanaan tata ruang diselenggarakan untuk menyusun rencana tata ruang sesuai prosedur; menentukan rencana struktur ruang dan pola 2-6
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
ruang yang berkualitas; dan menyediakan landasan spasial bagi pelaksanaan pembangunan
sektoral
dan
kewilayahan
untuk
mencapai
kesejahteraan
masyarakat. Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis dilakukan
untuk
mengembangkan,
melestarikan,
melindungi
dan/atau
mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan dalam mendukung penataan ruang wilayah. Kawasan strategis terdiri atas kawasan yang mempunyai nilai strategis yang meliputi kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan; kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya; kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Prosedur penetapan rencana tata ruang kawasan strategis provinsi meliputi a. pengajuan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi dari Gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; b. penyampaian rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi; c. persetujuan bersama rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi antara Gubernur dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang didasarkan pada persetujuan substansi dari Menteri; d. penyampaian rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi kepada Menteri Dalam Negeri untuk di evaluasi; dan e. penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi oleh Gubernur. Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan
ruang.
Izin
pemanfaatan
ruang
diberikan
untuk
menjamin
pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas. Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan/zona berdasarkan rencana tata ruang.
2-7
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
2.1.4 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Puncak dan Cianjur Peraturan Presiden 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi Puncak Cianjur (Jabodetabekpunjur) merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah menetapkan Kawasan Jabodetabekpunjur sebagai Kawasan Strategis Nasional yang memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Tujuan penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur adalah untuk: a. mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan panataan ruang antar daerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan dengan memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan ketahanan; b. mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam mengelola kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan serta menanggulangi banjir; dan c. mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif dan efisien berdasarkan
karakteristik
wilayah
bagi
terciptanya
kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Gambar 2- 1 Peta Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. .
Sasaran penyelenggaraan penataan ruang kawasan Jabodetabekjur sesuai dengan Peraturan Presiden ini adalah untuk : 2-8
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
a. Terwujudnya kerjasama penataan ruang antar pemerintah daerah melalui sinkronisasi
pemanfaatan
kawasan
lindung
dan
budidaya
untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas penduduk dan sinkronisasi pengembangan prasarana dan sarana wilayah secara terpadu dan kesepakatan anterdaerah untuk mengembangkan sektor prioritas dan kawasan prioritas menurut tingkat kepentingan bersama. b. Terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora dan fauna dengan ketentuan bahwa tingkat erosi tidak mengganggu, tingkat peresapan air hujan dan tingkat pengaliran dan tingkat pengaliran air permukaan menjamin tercegahnya bencana banjir dan ketersediaan air sepanjang tahun bagi kepentingan umum, kualitas air menjamin kesehatan lingkungan, situ berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sumber air baku dan sistem irigasi, pelestarian flora dan fauna menjamin pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan tingkat perubahan suhu dan kualitas udara tetap menjamin kenyamanan kehidupan lingkungan. c. Tercapainya optimalisasi fungsi budidaya dengan ketentuan bahwa kegiatan budidaya tidak melampaui daya dukung dan ketersediaan sumber daya alam dan energi, kegiatan usaha pertanian berskala besar dan kecil menerapkan teknologi pertanian yang memperhatikan konservasi air dan tanah, daya tampung bagi penduduk selaras dengan kemampuan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta dapat mewujudkan jasa pelayanan yang optimal, pengembangan kegiatan industri menunjang kegiatan ekonomi lainnya, kegiatan pariwisata tetap menjamin kenyamanan dan keamanan masyarakat, serasi dengan lingkungan, serta membuka kesempatan kerja dan berusaha yang optimal bagi penduduk setempat dalam kegiatan pariwisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk, dan tingkat gangguan pencemaran lingkungan yang serendah rendahnya dari kegiatan transportasi, industri dan pemukiman melalui penerapan baku mutu lingkungan hidup. d. Tercapainya keseimbangan antara fungsi lindung dan fungsi budidaya. Pada
pasal
Jabodetabekpunjur
3
dijelaskan
memiliki
peran
bahwa sebagai
Penataan acuan
Ruang bagi
Kawasan
penyelenggara
pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air dan tanah, upaya menjamin ketersediaan air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur seperti yang tertera dalam Pasal 4, memiliki fungsi 2-9
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
sebagai pedoman bagi semua pemangku kepentingan yang terkait langsung ataupun tidak langsung dalam penyelenggaraan penataan ruang secara terpadu di kawasan
Jabodetabekpunjur,
melalui
kegiatan
perencanaan
tata
ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kebijakan penataan ruang
kawasan
Jabodetabekpunjur
adalah
mewujudkan
keterpaduan
penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam rangka keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup. Rencana struktur ruang terdiri atas sistem pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana. Dalam pasal 11 dijelaskan bahwa sistem pusat permukiman merupakan hirarki pusat permukiman sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan sistem jaringan prasarana meliputi sistem transportasi darat, laut dan udara, sistem penyediaan air baku,sistem pengelolaan air limabah, sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, sistem drainase dan pengendalian banjir, sistem persampahan, sistem jaringan tenaga listrik dan sistem jaringan telekomunikasi yang direncanakan secara terpadu antardaerah dengan melibatkan
partisipasi
masyarakat
serta
memperhatikan
fungsi
dan
arah
pengembangan pusat pusat permukiman. Rencana pola ruang terdiri atas rencana distribusi ruang untuk kawasan lindung dan kawaan budidaya. Ruang untuk kawasan lindung dikelompokan dalam Zona Non Budidaya (Zona Non Budidaya 1 disebut N1 dan Zona Budidaya disebut N2). Ruang untuk kawasan Budidaya dikelompokkan dalam Zona Budidaya (B) terdiri dari B1 sampai B7 dan Zona Penyangga (P) terdiri dari P1 sampai P5 (Pasal 11). Pengelolaan kawasan lindung (zona N) di mana N1 terdiri atas kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan dengan kemiringan 40%, sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan sekitar danau/waduk/situ, kawasan sekitar mata air, rawa, kawasan pantai berhutan bakau dan kawasan rawan bencana alam geologi, pemanfaatan ruang zona N1 diarahkan untuk konservasi air dan tanah dalam rangka : a. Mencegah abrasi, erosi, amblesan, bencana banjir dan sedimentasi. b. Menjaga fungsi hidrologi tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, air permukaan. c. Mencegah dan/atau mengurangi dampak akibat bencana alam geologi. N2 terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan kawasan cagar budaya harus dapat menjaga fungsi lindung. Pemanfaatan ruang zona N dilaksanakan dengan cara mempertahankan dan menjaga fungsi zona N (Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27). 2-10
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Di kawasan sempadan pantai dilarang menyelenggarakan (a) pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam kecuali yang dimaksudkan bagi kepentingan umum yang terkait langsung dengan ekosistem laut, (b) pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian fungsi pantai, dan (c) pemanfaatan ruang yang mengganggu akses terhadap kawasan sempadan pantai. Di kawasan pantai berhutan
bakau
dilarang
melakukan
perusakan
hutan
bakau
dan/atau
menyelenggarakan pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan/atau tempat berkembng biaknya berbagai biota laut di samping pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya di sekitarnya (Pasal 30). Zona Penyangga (Zona P) menurut definisi pada ketentuan umum adalah zona pada kawasan budidaya di perairan laut yang karateristik pemanfaatan ruangnya ditetapkan untuk melindungi kawasan budidaya dan/atau kawasan lindung berada di daratan dari kerawanan terhadap abrasi pantai dan instrusi air laut. Pemanfaatan Zona Penyangga atau Zona P diatur dengan ketentuan : a. Pemanfaatan ruang Zona P2 dilaksanakan melalui upaya penyelenggaraan reklamasi dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% (empat puluh persen) dan/atau konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter b.
sampai
dengan
menunjukan
garis
kedalaman
yang laut
menghubungkan 8
(delapan)
titik-titik
terluar
yang
meter
dan
harus
mempertimbangkan karateristik lingkungan (Pasal 42 Ayat (2) huruf b).
Gambar 2- 2 Peta Zona P2 dalam ketentuan penataan ruang Kawasan Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. .
2-11
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
c. Pemanfaatan ruang Zona P3 dilaksanakan melalui upaya-upaya yang diarahkan untuk : (a) menjaga fungsi Zona B1 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai dan tidak mengganggu fungsi pusat pembangkit tenaga listrik, muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran. (b) penyelenggaraan
reklamasi
secara
bertahap
dengan
tetap
memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukan kedalaman laut 8 (delapan) meter, kecuali pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan
jarak
dapat
diminimalkan,
dan
harus
mempertimbangkan karateristik lingkungan, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan; (Pasal 42 Ayat 3).
Gambar 2- 3 Peta Zona P3 dalam ketentuan penataan ruang Kawasan Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. .
(c) Pemanfaatan ruang Zona P5 dilaksanakan dengan (a) menjaga fungsi Zona B6 dan/atau Zona B7 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai dan tidak mengganggu muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran, usaha perikanan rakyat; dan (b) penyelenggaraan reklamasi secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 45% (empat puluh lima persen) dengan jarak dari titik surut terendah sekurangkurangnya
200
(dua
ratus)
meter
sampai
dengan
garis
yang
menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukan kedalaman laut 8
2-12
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
(delapan) meter, dan harus mempertimbangkan karateristik lingkungan (Pasal 42 Ayat 5).
Gambar 2- 4 Peta Zona P5 dalam ketentuan penataan ruang Kawasan Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. .
2.1.5 Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan
Jakarta
Bogor
Depok
Tanggerang
Bekasi
Puncak
Cianjur
(Jabodetabekpunjur), pada pasal 72, mengatur bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Presiden ini maka hal-hal yang terkait dengan penataan ruang yang sebelumnya diatur oleh Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, dinyatakan tidak berlaku lagi. Di luar penataan ruang itu, khususnya tentang kelembagaan penyelenggaraan reklamasi Keputusan Presiden tersebut masih tetap berlaku. Peraturan tersebut antara lain menyatakan bahwa wewenang dan tanggung jawab Reklamasi Pantai Utara Jakarta berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Untuk dapat terlaksananya reklamasi Pantura perlu dibentuk Badan Pengendali dan Badan Pelaksana. Pada Pasal 9 menyatakan bahwa areal hasil reklamasi Pantura diberikan status Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Di samping itu penyelenggaraan Reklamasi Pantura wajib memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan pelabuhan, kepentingan kawasan pantai berhutan bakau, kepentingan nelayan dan fungsi-fungsi lain yang ada di Kawasan Pantura.
2-13
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
2.2
Kebijakan Daerah Provinsi DKI Jakarta terkait Penataan Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
2.2.1 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah di Provinsi DKI Jakarta ditetapkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012. Visi dan misi pembangunan daerah di Provinsi DKI Jakarta diarahkan untuk mewujudkan visi Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
yang
aman,
nyaman,
produktif,
berkelanjutan, sejajar dengan kota-kota besar dunia, dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Untuk mewujudkan visi pembangunan di Provinsi DKI Jakarta maka misi yang dirumuskan adalah sebagai berikut : a. Membangun prasarana dan sarana kota yang manusiawi. b. Mengoptimalkan produktivitas kota sebagai kota jasa berskala dunia. c. Mengembangkan budaya perkotaan. d. Mengarusutamakan pembangunan berbasis mitigasi bencana. e. Menciptakan kehidupan kota yang sejahtera dan dinamis. f.
Menyerasikan kehidupan perkotaan dengan lingkungan hidup. Selanjutnya, tujuan penataan ruang daerah ditujukan di wilayah Provinsi DKI
Jakarta ke depan adalah : a. Terciptanya ruang wilayah yang menyediakan kualitas kehidupan kota yang produktif dan inovatif. b. Terwujudnya pemanfaatan kawasan budidaya secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan 12.500.000 (dua belas juta lima ratus ribu) jiwa penduduk yang persebarannya diarahkan sebanyak 9,2% (sembilan koma dua persen) di Kota Administrasi Jakarta Pusat, 18,6% (delapan belas koma enam persen) di Kota Administrasi Jakarta Utara, 24,1% (dua puluh empat koma satu persen) di Kota Administrasi Jakarta Timur, 22,6% (dua puluh dua koma enam persen) di Kota Administrasi Jakarta Selatan, 25,3% (dua puluh lima koma tiga persen) di Kota Administrasi Jakarta Barat, 0,2% (nol koma dua
persen)
di
Kabupaten
Administrasi
Kepulauan
Seribu
serta
meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkotaan. c. Terwujudnya pelayanan prasarana dan sarana kota yang berkualitas, dalam jumlah yang layak, berkesinambungan, dan dapat diakses oleh seluruh warga Jakarta. d. Terciptanya fungsi kawasan khusus yang mendukung peran Jakarta sebagai ibukota negara secara optimal. e. Terwujudnya keterpaduan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di bawah 2-14
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
permukaan tanah dan di bawah permukaan air dengan mempertimbangkan kondisi kota Jakarta sebagai kota delta (delta city) dan daya dukung sumber daya alam serta daya tampung lingkungan hidup secara berkelanjutan. f.
Terwujudnya keterpaduan penataan ruang dengan wilayah berbatasan.
g. Terwujudnya penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. h. Tercapainya penurunan resiko bencana. i.
Terciptanya budaya kota Jakarta yang setara dengan kota-kota besar di negara maju.
j.
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman dan gangguan. Untuk menciptakan ruang wilayah sebagaimana yang dituangkan dalam
tujuan RTRW DKI Jakarta 2030 tersebut, maka salah satu kebijakan yang ditetapkan
adalah
dengan
peningkatan
pertumbuhan
ekonomi
di
sektor
perdagangan, jasa, industri kreatif, industri teknologi tinggi, dan pariwisata. Selain itu, juga terdapat kebjakan untuk penetapan kawasan strategis ekonomi dan kawasan strategis sosial budaya. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam beberapa strategi, yang salah satunya adalah menetapkan kawasan strategis di beberapa kawasan, termasuk Kawasan Pantura Jakarta. Kawasan Pantura ditetapkan sebagai Kawasan Strategis untuk kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Selain sebagai kawasan strategis, dalam struktur ruang Jakarta, Sub Kawasan Tengah Pantura juga ditetapkan sebagai pusat kegiatan primer provinsi. Penetapan kawasan strategis, memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah: a. meningkatkan
kemampuan
pelayanan,
manajemen,
sistem
jaringan
komunikasi, sarana dan prasarana dalam memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh globalisasi ekonomi serta kemampuan dan kepekaan mengenal
iklim
investasi
yang
terjadi
pada
tingkat
nasional
dan
internasional; b. memantapkan kawasan yang diprioritaskan dengan penjabaran yang lebih cermat tentang prioritas lokasi dan skema pengembangannya untuk mengakomodasi dampak globalisasi ekonomi dan mendorong Jakarta sebagai kota jasa yang mengutamakan sistem pelayanan, jaringan komunikasi dan kemitraan skala nasional dan internasional dengan
2-15
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
melibatkan pemangku kepentingan (investor dan pihak yang terkait) pada proses pengembangan kawasan bersangkutan; c. meningkatkan kapasitas tampung kawasan strategis terhadap kegiatan perdagangan dan jasa serta campuran perumahan secara vertikal yang dalam pengembangan mengacu pada standar perencanaan bangunan internasional dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas ruang sesuai kemampuan daya dukung lingkungan; d. menentukan alokasi ruang bagi sektor informal dan golongan usaha skala kecil secara terintegrasi dengan pengembangan sektor formal besar dari berbagai jenis aktifitas perekonomian; dan e. menata kawasan strategis menjadi lokasi yang kondusif untuk berinvestasi bagi penanaman modal dalam negeri dan asing, didukung dengan prasarana dan sarana yang memadai. Pada Kawasan Strategis Pantura Jakarta, pengembangan areal reklamasi dan kawasan daratan pantai dilakukan secara terpadu yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan perencanaan. Pelaksanaan reklamasi, harus memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan pelabuhan, kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan, dampak terhadap banjir rob dan kenaikan permukaan laut serta sungai, kepentingan dan fungsi lain yang ada di kawasan Pantura. Penyelenggaraan reklamasi Pantura Jakarta diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi siap bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan penataan kembali kawasan daratan Pantura Jakarta. Penataan kembali kawasan daratan Pantura, diarahkan bagi tercapainya penataan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna, peningkatan kualitas lingkungan dan perumahan, pelestarian bangunan bersejarah, kelancaran lalu lintas, dan peningkatan fungsi sistem pengendalian banjir baik itu banjir rob dan kenaikan muka laut/sungai. Penyelenggaraan reklamasi serta pengelolaan tanah hasil reklamasi dan penataan kembali kawasan daratan Pantura Jakarta, dilaksanakan secara terpadu melalui kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, masyarakat, dan dunia usaha. Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta harus menjamin beberapa hal, diantaranya: a. terpeliharanya ekosistem dan kelestarian kawasan hutan lindung, hutan bakau, cagar alam dan biota laut; b. pemanfaatan pantai untuk kepentingan umum; c. kepentingan perikehidupan nelayan; d. kelestarian bangunan dan lingkungan bersejarah; e. kepentingan dan terselenggaranya kegiatan pertahanan keamanan negara;
2-16
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
f. terselenggaranya pengembangan sistem prasarana sumber daya air secara terpadu; g. tidak memberikan tambahan resiko banjir di daerah hulunya baik akibat rob, kenaikan permukaan laut/sungai; h. terselenggara/ berfungsinya objek/instalasi/fasilitas vital di kawasan Pantura dengan memperhatikan aspek-aspek ekologis lingkungan. Selain itu, pengembangan kawasan Pantura, harus memperhatikan aspek sebagai berikut: a.
peningkatan fungsi pelabuhan;
b.
pengembangan kawasan ekonomi strategis;
c.
pengembangan areal Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya untuk pusat wisata, pusat perdagangan/jasa, dan pelayaran rakyat secara terbatas;
d.
dilaksanakan serasi dengan penataan dan pengelolaan Kepulauan Seribu;
e.
pemanfaatan ruang rekreasi dan wisata dengan memperhatikan konservasi nilai budaya daerah dan bangsa serta kebutuhan wisata nasional dan internasional; dan
f.
didukung dengan pengembangan prasarana dan sarana perkotaan secara terpadu Pengembangan kawasan Pantura, dibagi menjadi beberapa sub-kawasan
dengan memperhatikan kondisi kawasan daratan Pantura dan perairan di sekitarnya. Sub-kawasan tersebut merupakan satu kesatuan perencanaan yang dikembangkan dengan sistem infrastruktur terpadu. Sistem prasarana sumber daya air di Kawasan Reklamasi Pantura sebagaimana disebutkan dalam
pasal 105
merupakan bagian dari sistem prasarana sumber daya air makro dan jalur perpanjangan saluran dan sungai yang melalui kawasan daratan pantai. Untuk mencegah banjir yang mungkin terjadi pengembangan kawasan Pantura harus mengembangkan sistem jaringan drainase dan sistem pengendalian banjir yang direncanakan secara teknis termasuk waduk penampungan air dengan rasio minimal per pulaunya sebesar 5% (lima persen). Waduk penampungan air tersebut berfungsi sebagai ruang terbuka. Penyediaan air bersih di kawasan Pantura dijelaskan dalam Pasal 106, dapat dilakukan dengan cara-cara ramah lingkungan dan berkelompok dengan memanfaatkan alternatif sumber air baku baru dan dilengkapi dengan sistem jaringan perpipaan secara terpadu. Pengelolaan penyediaan air bersih, dapat dilaksanakan secara mandiri dengan mengembangkan sistem penyediaan air bersih yang ada dan/atau membangun sistem pengolahan teknologi yang baru. Pengembangan kawasan Pantura harus diawali perencanaan reklamasi yang disusun secara cermat dan terpadu sekurang-kurangnya mencakup rencana 2-17
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
teknik reklamasi; rencana pemanfaatan ruang hasil reklamasi; rencana rancang bangun; rencana penyediaan prasarana dan sarana; analisis dampak lingkungan; rencana kelola lingkungan; rencana pemantauan lingkungan; rencana lokasi pengambilan bahan material; rencana pembiayaan; dan rencana pengelolaan air bersih dan air limbah serta pengendalian banjir. Pengembangan dan perencanaan reklamasi, dilakukan berdasarkan arahanarahan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 108, yaitu: a. Pengendalian potensi kerusakan yang berwujud dalam fenomena kenaikan muka air laut, penurunan air tanah dan muka tanah, perluasan daerah genangan, abrasi dan erosi, sedimentasi, intrusi air laut, polusi air dan udara serta persoalan lain yang berhubungan dengan pemanfatan lahan, air permukaan dan air tanah. b. Reklamasi dilakukan dalam bentuk pulau yang ditentukan berdasarkan studi yang lebih rinci dengan memperhitungkan masa perancangan, keandalan tanggul
dan
perlindungan
pesisir,
resiko
banjir,
tindakan
mitigasi,
perlindungan hutan bakau, serta jalur lalu lintas laut, pelayaran dan pelabuhan. c. Dalam perencanaan reklamasi tercakup rencana pengelolaan secara mandiri prasarana pulau reklamasi yang meliputi prasarana tata air, air bersih, pengolahan limbah dan
sampah,
serta sistem pengerukan
sungai/kanal. d. Setiap pulau reklamasi menyediakan ruang terbuka biru untuk waduk dan danau yang berfungsi sebagai penampungan air sementara ketika hujan, persediaan air untuk beberapa kebutuhan harian sumber air yang mungkin untuk dikembalikan ke dalam lapisan aquifer, tempat hidupnya beberapa flora dan fauna, serta untuk rekreasi. e. Ruang perairan di antara pulau reklamasi dimanfaatkan untuk membantu penanggulangan banjir. f.
Penyediaan angkutan umum massal yang menghubungkan antar pulau reklamasi dan dengan daratan Jakarta. Penataan kembali daratan Pantura mencakup kegiatan relokasi kawasan
industri dan pergudangan ke wilayah sekitar DKI Jakarta melalui koordinasi dengan pemerintahan sekitar; revitalisasi lingkungan dan bangunan bersejarah; perbaikan lingkungan,
pemeliharaan
kawasan
permukiman
dan
kampung
nelayan;
peremajaan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan; peningkatan sistem pengendalian banjir dan pemeliharaan sungai untuk mengantisipasi banjir akibat rob dan meluapnya air sungai; perbaikan manajemen lalu lintas dan penambahan jaringan jalan; relokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum 2-18
BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
melalui penyediaan rumah susun; pelestarian hutan bakau dan hutan lindung; perluasan dan peningkatan fungsi pelabuhan;
pengembangan pantai untuk
kepentingan umum. Pembiayaan kegiatan penataan kembali daratan Pantura, dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan/atau dari hasil usaha pengelolaan tanah hasil reklamasi. 2.2.2 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta Kebijakan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah untuk mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam rangka keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup. Sesuai dengan ketentuan peralihan Pasal 251 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 yang menyebutkan “pelaksanaan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, maka secara prinsip substansi Peraturan Daerah Nomor 8 tahun1995 ini penataan ruangnya sudah “teranulir” oleh adanya Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2012. 2.2.3. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kebijakan mengenai rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi mengatur beberapa ketentuan yang perlu diterapkan di kecamatan-kecamatan yang terkait dengan Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Kecamatan yang berada di bagian pesisir Jakarta Utara seperti Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, dan Kecamatan Cilincing harus membangun tanggul laut sebagai salah satu upaya pencegahan kenaikan muka air laut dan bencana seperti tsunami. Selain itu, Kecamatan Cilincing perlu menerapkan rencana prasarana energi berupa pengembangan jaringan pipa penyediaan bahan bakar (gas/minyak) di Kelurahan Sukapura, Rorotan, Semper Timur, Cilincing, Marunda, Kalibaru, hingga kawasan reklamasi. Pembangunan jalan arteri juga akan dilakukan di Kecamatan Pademangan menuju Kawasan Strategis Pantura Jakarta.
2-19
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA
Kawasan Pantura Jakarta berlokasi di bagian utara DKI Jakarta meliputi kawasan perairan di Teluk Jakarta yang termasuk wilayah DKI Jakarta dan berbatasan dengan kawasan daratan pantai yang ada. Secara administratif Kawasan Pantura Jakarta termasuk wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara. Secara keseluruhan, kawasan Pantura DKI Jakarta akan mencakup kawasan perairan, di mana 5.218 ha di antaranya yang direncanakan akan dikembangkan sebagai daratan baru melalui reklamasi dalam bentuk pulau-pulau yang terpisah dari daratan Provinsi DKI Jakarta. Secara keseluruhan kawasan perairan tersebut berbatasan dengan garis pantai utara Provinsi DKI Jakarta sepanjang ±32 km, di bagian barat berbatasan dengan Pantai Utara Kabupaten Tangerang dan di bagian timur berbatasan dengan Pantai Utara Kabupaten Bekasi. Kawasan pantai yang ada di utara Provinsi DKI Jakarta meliputi bagian wilayah Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, dan Kecamatan Cilincing. Lokasi
Kawasan
Strategis
Pantai
Utara
Jakarta
di
Teluk Jakarta
menjadikannya sebagai akses antara kawasan daratan dengan Kepulauan Seribu dan berbagai kegiatan dan aktivitas yang melalui atau berada di Laut Jawa. Oleh karenanya, Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta juga berfungsi sebagai
transhipment point untuk moda transportasi laut dan darat pada skala yang lebih luas dari kota Jakarta. Di kawasan ini terdapat berbagai kegiatan transportasi, seperti pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan Sunda Kelapa, Marina Ancol, rencana terminal MRT, jalan tol, dan jaringan jalan arteri lainnya. Beberapa kegiatan utama yang telah berlangsung di kawasan bagian utara DKI Jakarta, di antaranya PLTU/PLTGU Muara Karang, PLTU Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, dermaga dan TPI Muara Angke, kawasan Marunda, kawasan rekreasi Taman lmpian Jaya Ancol, dan lainnya. Di wilayah bagian barat terdapat Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Lindung Angke Kapuk, dan Hutan Wisata Kamal, sedang di beberapa wilayah terdapat bangunan dan obyek peninggalan sejarah yang dilestarikan sebagai cagar budaya, antara lain Kampung Luar Batang di Kelurahan Penjaringan, Kampung Si Pitung di Kelurahan Marunda, Gereja Tugu di Kelurahan Semper Barat, kawasan kota lama/tua seperti Stasiun Kota, Museum Fatahilah, dan sebagainya. 3-1
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
3.1
Karakteristik Fisik
3.1.1 Geologi Kawasan di bagian utara Jakarta berada pada dataran Pantai Utara Jawa yang membentang dari barat hingga timur, yang secara morfologis merupakan kipas aluvial Bogor. Oleh karenanya, bentang alam daratannya yang datar ditentukan oleh endapan sungai yang tertahan di muara Sungai Ciliwung dan sungai-sungai lainnya. Secara geologis, Pantai Utara Jakarta disusun oleh batuan sedimen marin sebagai batuan dasar dan di atasnya diendapkan batuan aluvial pantai dan sungai. Pengendapannya merupakan transisi fluviatil (darat) dan laut dangkal. Bentuk pantai pada Pantai Utara Jakarta merupakan teluk lebar dan luas yang terbuka ke arah utara. 3.1.1.1
Geomorfologi
Kondisi geomorfologi kawasan Utara Jakarta adalah sebagai berikut (AMDAL Regional Reklamasi dan Revitalisasi Pantura Jakarta, 2001): a. Satuan geomorfologi dataran pantai Satuan geomorfologi dataran pantai letaknya memanjang sepanjang Pantai Utara Jakarta. Satuan geomorfologi dataran pantai merupakan daerah dengan kelerengan datar hingga landai (1%-3%). Litologi yang menempati satuan tersebut adalah endapan pasir dan lempung serta sebagian ditempati rawa-rawa. Pola aliran sungai yang berkembang umumnya sub-dendritik dengan arus yang tidak begitu kuat. b. Satuan geomorfologi fluvial Satuan geomorfologi fluvial terletak di bagian selatan dari satuan geomorfologi dataran pantai, memanjang dari Barat ke Timur. Satuan ini umumnya berupa dataran dan tidak begitu terpengaruh oleh proses interaksi dengan laut. Litologinya terdiri dari lempung dan kerikil ( gravel) yang merupakan hasil transportasi endapan volkanik. Pola aliran sungainya adalah sub-paralel hingga paralel. Kawasan Pantura Jakarta terletak pada satuan geomorfologi dataran pantai. Dengan demikian, topografi di kawasan tersebut relatif datar, sehingga potensi terjadinya gerakan tanah adalah sangat kecil. Kondisi litologi mengindikasikan bahwa di kawasan tersebut terdapat tanah/batuan yang relatif lunak. Arus sungai yang tidak cukup besar menunjukkan bahwa erosi oleh air sungai juga tidak besar dan sedimentasi adalah intensif. Menurut Hollings (1976), kawasan Pantura Jakarta berada pada Zona 4 dengan potensi gempa sedang.
3-2
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
3.1.1.2
Stratigrafi
Stratigrafi daerah Pantai Utara Jakarta tersusun oleh endapan kuarter dengan ketebalan mencapai lebih dari 100 m (PPGL, 1996). Endapan tersebut dibedakan menjadi satuan batuan yang terdapat di daerah daratan dan yang terdapat di laut atau lepas pantai Teluk Jakarta. Di daerah daratan satuan batuannya dapat dibedakan menjadi endapan volkanik, endapan sungai, endapan rawa, endapan pematang pantai, endapan laut, dan terumbu karang (Situmorang, 1997), dengan penjelasan sebagai berikut: a.
Endapan volkanik terdiri dari dua tipe, yaitu lempung lanauan tuf/Tuf Banten (vB) dan endapan volkanik kipas aluvial (vF). Tuf Banten (vB) terdiri dari tuf putih hingga putih kekuningan, berisi pumice, dan lunak. Endapan volkanik kipas aluvial (vF) terdiri dari lempung tufaan kaku dan sticky dengan kerikil yang tersebar. Lempung berwarna abu-abu sampai abu-abu muda dan lapukannya berwarna merah hingga coklat mirip dengan tanah laterit. Kerikil berukuran halus-sedang (1-2 cm), membundar tanggung, terpilah buruk.
b.
Endapan sungai terdiri dari dua jenis endapan yaitu endapan tua (OC) dan muda (F, FR, FM, FMR). Endapan sungai tua (OC) membentuk channelchannel dengan ketebalan 10 m dan terdiri dari pasir, lempung, dan lanau. Pasir merupakan yang dominan pada endapan ini, berukuran sedang-kasar, berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, membundar tanggung, terpilah sedang-buruk, dan lepas-lepas. Lempung coklat dan lanau umumnya terdapat di bagian atas endapan. Endapan sungai muda merupakan endapan dataran banjir dan channel. Endapan sungai muda berupa channel tersebar di Sungai Citarum, Kali Bekasi, dan Sungai Cisadane. Endapan dataran banjir didominasi oleh lempung dengan bagian bawah lanau dan pasir, berwarna abu-abu dengan tebal 10 m dan menutupi endapan rawa dan endapan laut.
c.
Endapan rawa terdiri dari endapan rawa (R) dan endapan laut dan rawa (MR). Endapan rawa tersusun oleh lempung, lanau yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu, berwarna coklat sampai abu-abu gelap dan ketebalannya dapat mencapai 8 m.
d.
Endapan pematang pantai (b) terdapat di bagian Timur Laut, Tengah, dan Barat Laut dengan ketebalan 1-3 m. Endapan ini berwarna abu-abu, lepaslepas, berukuran sedang-kasar, terpilah sedang. Fauna yang umum dijumpai adalah foraminifera dan moluska.
e.
Endapan laut terdiri dari endapan laut (M) dan endapan laut dan rawa (MR). Endapan laut mempunyai ketebalan maksimum 16,7 m, tersusun dari pasir,
3-3
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
lempung, dan lanau. Lapisan teratas umumnya pasir, dialasi oleh selang seling pasir dan lempung. Pasir berukuran sedang-halus, terpilah baik. Di bagian bawah, lanau dan lempung dominan dan banyak terdapat laminasi dengan ketebalan 1-3 cm. f.
Terumbu karang (K) merupakan koloni koral yang menyusun sebagian besar pulau-pulau di lepas pantai Jakarta (Kepulauan Seribu). Di Pulau Nusa, sebelah Barat Muara Pecah, terumbu karang memperlihatkan warna putih keruh, padat dan kompak dengan bagian teratas terdiri dari fragmen terumbu karang bercampur dengan fauna laut. Di daerah lepas pantai Teluk Jakarta terdapat sedimen permukaan dasar
laut yang terdiri dari (PPGL, 1995) : a.
Endapan pasir lumpuran, pada kedalaman laut antara 17-29 m. Umumnya didominasi oleh pasir berukuran sedang sampai dengan halus, sedangkan pasir kasar sampai kerikil hanya berkisar kurang dari 10%. Komposisi mineral dari satuan ini terdiri dari mineral hitam, kuarsa, karbonat, limonit, dan mineral lempung serta mengandung cangkang.
b.
Endapan lumpur pasiran, merupakan transisi antara endapan pasir lumpuran dan endapan lumpur. Endapan lumpur pasiran di dapat pada kedalaman 15 m.
c.
Endapan lumpur, menempati 70% dari keseluruhan endapan di Teluk Jakarta dengan kedalaman laut bervariasi yaitu bisa terdapat di perairan yang dangkal atau di perairan yang dalam sekalipun. Endapan ini tersebar hampir merata terutama di bagian Timur Teluk Jakarta, diduga dipengaruhi oleh muara Sungai Citarum.
d. Endapan pasir. Kondisi umum tanah daerah lepas pantai di bawah permukaan dasar laut diperoleh dari data seismik. Berdasarkan data seismik dari PPGL (1995), di bawah lapisan penutup (ketebalan +10 m) terdapat
channel-channel yang diduga merupakan sungai-sungai purba. Sedimen pengisi sungai-sungai purba ini terdiri dari pasir dan kerikil dengan ketebalan yang dapat mencapai 50 m, dan di beberapa tempat kedalamannya dapat mencapai 54 m. Penyebaran sungai-sungai purba tersebut berarah hampir Utara - Selatan atau Barat daya - Timur Laut dan sungai-sungai tersebut berasal dari sungai-sungai yang ada sekarang seperti Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung, Kali Ampe, Kali Blencong, dan Sungai Citarum. Kondisi di bawah permukaan secara rinci ditunjukkan oleh data pemboran, antara lain oleh Sengara, dkk (1997) serta Dinas Pertambangan DKI Jakarta - LPM
3-4
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
ITB (1997a). Sengara, dkk (1997) menggambarkan tipikal kondisi tersebut sebagai berikut : bagian teratas terdiri dari lempung laut yang lunak dengan ketebalan 7-10 m; lempung ini didasari oleh lanau lempungan yang kaku dengan ketebalan bervariasi antara 5-10 m; lapisan lempung yang kaku ini menutupi lapisan pasir lanauan yang padat dengan ketebalan 8-20 m; di bawah lapisan pasir atau pada kedalaman di bawah 30-40 m terdapat lempung aluvial yang mempunyai plastisitas tinggi dan sangat kaku. Berdasarkan data pemboran dari Dinas Pertambangan DKI Jakarta - LPM ITB (1997), kondisi bawah permukaan di daerah lepas pantai Teluk Jakarta terdiri dari endapan laut di bagian atas, yang dialasi oleh endapan pantai. Endapan laut terdiri dari lempung, lanau, dan pasir halus dengan ketebalan bervariasi antara 1019 m. Endapan pantai terdiri dari lempung lanauan, lanau lempungan, pasir lempungan, dan pasir dengan variasi ketebalan antara 7-15 m. 3.1.1.3 Hidrogeologi Untuk kondisi air tanah, cekungan air tanah Jakarta (populer dengan nama CAT Jakarta) termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung, dengan luas CAT mencapai 1.439 km2. Batas cekungan di sebelah selatan kira-kira terletak di sekitar Depok, di sebelah barat dan timur masing-masing Kali Cisadane dan Kali Bekasi, sementara batas di sebelah utaranya adalah Laut Jawa. Sistem akuifer CAT Jakarta bersifat‘multi layers’yang dibentuk oleh endapan Kuarter dengan ketebalan mencapai sekitar 250 m. Ketebalan akuifer tunggal (single aquifer layer) antara 1,0-5,0 m, terutama berupa lanau sampai pasir halus. Air tanah pada endapan kuarter mengalir pada sistem akuifer ruang antar butir. Di daerah dekat pantai, seperti Kawasan Pantai Utara Jakarta, umumnya didominasi oleh air tanah payau atau asin yang berada di atas air tanah tawar kecuali di daerah yang disusun oleh endapan sungai lama dan pematang pantai. Akuifer produktif umumnya dijumpai mulai sekitar kedalaman 40 m di bawah muka tanah setempat (bmt) mencapai kedalaman maksimum sekitar 150 m bmt. Hingga saat ini, pembagian sistem akuifer yang dianut oleh berbagai studi air tanah di CAT Jakarta adalah sebagai berikut : a.
Sistem akuifer tidak tertekan (kedalaman 0-40 m bmt), disebut sebagai Kelompok Akuifer I.
b. Sistem akuifer tertekan atas (kedalaman 40-140 m bmt), disebut sebagai Kelompok Akuifer II. c.
Sistem akuifer tertekan bawah (kedalaman 140-250 m bmt), disebut sebagai Kelompok Akuifer III.
3-5
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Ketersediaan air tanah. Ketersediaan air tanah untuk wilayah DKI Jakarta dapat dikelompokkan menjadi (JCDS, 2011) : a. Air tanah pada Sistem Akuifer Tidak Tertekan (Kedalaman <40 m bmt). Jumlah ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan di CAT Jakarta berasal dari imbuhan vertikal (di bagian utara) dan aliran horizontal di bagian selatan menuju daerah pemanfaatan air tanah utama. Hasil penghitungan menunjukkan jumlah ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan di daerah pantai rata-rata 7,5 m³/detik dan di bagian selatan 17,8 m³/detik. Dengan demikian total ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan di CAT Jakarta sebesar 25,3 m³/detik atau sekitar 800 juta m³/tahun. b. Air Tanah pada Sistem Akuifer Tertekan (Kedalaman 40-250 m bmt). Jumlah ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tertekan atas dan tertekan bawah pada kondisi alamiah, diperoleh berdasarkan penghitungan yang menerapkan model simulasi air tanah (groundwater flow simulation
model). Air tanah dikatakan pada kondisi alamiah jika kondisi hidrolika air tanah tersebut relatif tidak terganggu karena pemanfaatan air tanah relatif sangat kecil. Dengan meningkatnya jumlah pemanfaatan air tanah, kondisi hidrolika akan berubah sejalan dengan turunnya kedudukan muka air tanah sebagai akibat pemanfaatan tersebut. Model simulasi aliran air tanah ini pada prinsipnya meniru sistem aliran air tanah di alam, yang didasari oleh penghitungan dengan menerapkan persamaan Darcy dan kontinuitas (Schmidt, 1985). Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada kondisi alamiah (natural state), yakni pada sebelum periode 1900 (Qabs = 0), terhitung aliran air tanah yang masuk ke dalam sistem akuifer CAT Jakarta (Qin) sebesar 37 juta m³, seimbang dengan aliran yang keluar (Qout). Aliran air tanah (Qin) berasal dari sistem akuifer tidak tertekan, sementara Qout menuju sungai-sungai di daerah pemantauan. Pada penghitungan ini, muka air tanah terhitung (calculate groundwater head) bersesuaian dengan hasil pengukuran (observed groundwater heads) dengan anisotropi (Kv/Kh) sebesar 1/5000. Anisotropi tersebut sesuai dengan evaluasi deskripsi hasil pengeboran lama yang umumnya mencapai 150 m di bawah muka laut (bml). Dengan mempertimbangkan jumlah air tanah yang masuk (Qin) dari selatan, yakni sekitar 15 juta m³/tahun, maka total ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tertekan di CAT Jakarta mencapai 52 juta m³/tahun. Pengambilan air tanah pada CAT Jakarta saat ini hampir melebihi setengah aliran air tanah yang masuk ke dalam akuifer menengah dan dalam, kondisi 3-6
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
demikian dapat dikategorikan sudah memasuki zona kritis hingga rusak. Berdasarkan data Badan Geologi, DESDM, Neraca Air Tanah Jakarta saat ini adalah potensi air tanah (dalam) 52 juta m3/thn, sedangkan pengambilan air tanah (dalam) 21-juta m3/tahun (40%). Kualitas air tanah. Dari segi kualitas, degradasi kualitas air tanah terjadi terutama di daerah-daerah yang semakin dekat dengan batas pantai. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta dalam pemantauan kualitas air tanah dangkal pada tahun 2007 yang meliputi 75 Kelurahan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan hasil pemantauan bahwa pencemaran air tanah terutama disebabkan oleh limbah domestik dan buruknya sanitasi lingkungan. Status mutu air tanah DKI Jakarta tahun 2007 adalah 12% tercemar berat, 20% tercemar sedang, 45% tercemar ringan, dan 25% kategori baik, sedangkan untuk pencemaran coliform mencapai 55%. Pencemaran Air tanah di DKI Jakarta hampir merata di seluruh wilayah. Parameter total padatan terlarut (TDS) di wilayah tertentu, seperti Jakarta Barat dan Jakarta Utara, konsentrasi parameter TDS pada titik tertentu telah melebihi baku mutu. Rentang tertinggi dicapai oleh titik pemantauan di wilayah Jakarta Barat yaitu batasan tertinggi 2.570 mg/L pada titik 310 (Kelurahan Tegal Alur) dan untuk wilayah Jakarta Utara konsentrasi tertinggi 2.570 mg/L terdapat di titik 501 (kelurahan Rorotan). Parameter kekeruhan air sumur di DKI Jakarta umumnya masih dalam kondisi baik, hanya terdapat beberapa titik yang telah melebihi batas baku mutu yaitu titik 103 (Kelurahan Kwitang) Jakarta Pusat, titik 313 (Kelurahan Tambora) Jakarta Barat, titik 508 (Kelurahan Penjagalan Barat) dan titik 511 (Kelurahan Pluit) Jakarta Utara. Kualitas fisik khususnya parameter TDS dan kekeruhan di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat lebih buruk dibandingkan dengan wilayah lain yang cenderung masih relatif bagus kualitasnya.
3-7
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 3- 1 Kisaran kualitas fisik air tanah di DKI Jakarta Tahun 2007-2008.
Sumber : BPLHD DKI Jakarta.
Tabel 3- 2 Kualitas air tanah di DKI Jakarta Tahun 2004-2007.
Sumber : BPLHD DKI Jakarta.
3.1.1.4
Hidrologi
Untuk karakteristik air permukaan, terdapat 13 sungai dan kanal buatan yang mengalir membelah kota Jakarta, di mana 10 di antaranya bermuara di Teluk Jakarta, yaitu S. Mookervaart, S. Angke, S. Grogol, S. Pesanggrahan, S. Krukut, S. Kalibaru Barat, S. Ciliwung, S. Kalibaru Timur, S. Cipinang, S. Sunter, S. Buaran, S. Jatikramat, dan S. Cakung. Sungai-sungai tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan antara lain digunakan untuk usaha perkotaan, air baku untuk air minum, perikanan, dan lain-lain. Fungsi utama dari jaringan sungai dan kanal tersebut adalah sebagai sarana drainase. Kondisi sungai ini umumnya sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi. Akibatnya, jika hujan tinggi terjadi di hulu, permukaan air sungai dengan cepat meluap, yang pada gilirannya akan mengancam daerah rendah di Jakarta terutama daerah Jakarta Utara. Guna
3-8
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
mengantisipasi kemungkinan terjadinya banjir, beberapa sungai dipadukan dalam sistem pengendalian banjir, yaitu saluran pengendali banjir (floodway) Cengkareng Drain, Kanal Banjir Barat, Cakung Drain, dan Kanal Banjir Timur. Kondisi sungai-sungai yang melintas di wilayah Provinsi DKI Jakarta diuraikan pada tabel dan gambar berikut : Tabel 3- 3 Kondisi sungai di DKI Jakarta Tahun 2009
No.
Nama Sungai
Panjang Sungai
Panjang Sungai yang Dimodelkan (m)
1. A B C 2. 3. 4.
Sungai Cakung Sungai Cakung Lama Cakung Drain Cakung Bawah Sungai Sunter Hilir Banjir Kanal Timur (BKT) Sungai-sungai yang masuk ke BKT Sungai Cipinang Sungai Sunter Sungai Buaran Sungai Jatikramat
A B C D
E 5
7
Sungai Cakung Sungai Sentiong Sungai Ciliwung Lower Ciliwung Banjir Kanal Barat (BKB)
8 9 10 11 12 13 14 15
Sungai Krukut Sungai Grogol Sungai Sekretaris Sungai Sepak Sungai Pesanggrahan Sungai Angke Mookervart Cengkareng Drain
6
A B
Qdesign
Limpasan
Tr
m3/ detik
Titik Patok (RS)
15.691 9.796 6.048 17.334 23.323
9.824 9.796 6.048 17.334 23.323
25 25 25 25 100
22,1 129,7 31 159,3 657,5
1 s/d 140
33.120 38.031 5.792 13.849
6.381 14.821 3.313 2.624
25 25 25 25
79,3 131,4 62,7 77,8
22.937 30.944 112.477 13.767 17.230
2.884 4.607 89.968 12.974 17.230
25 25 50 25 100
83,4 72,8 440 24,6 699,8
31.288 35.270 9.845 17.053 76.263 83.934 13.051 6.935
14.352 13.277 19
25 25 25 25 25 25 25 100
163,2 30,1 56,2 66,3 198,9 239,5 88,4 376
126 s/d 132 23 s/d 31 38 s/d 44 73 s/d 109 76 s/d 96 197 s/d 223 4 s/d 55 wbc 7-110 s/d wbc4-16 0 s/d 29 0 s/d 25 3 s/d 19 0 s/d 32 0 s/d 98 140 s/d 434 0 s/d 24 72 s/d 93
51.011 38.490 8.830 6.935
Panjang (m)
1 s/d 34 0 s/d 72 -
Sumber : Review Masperplan Pengendalian Banjir dan Drainase Provinsi DKI Jakarta, 2009.
Sungai yang melintasi wilayah Jakarta Utara adalah Sungai Cakung, Banjir Kanal Timur, Banjir Kanal Barat, dan Cengkareng Drain.
3-9
9.823,62 2.333,69 6.193 -
202 138 891 492 -
2,8 14.352 3.033 3.157 29.437 20.205 1.939,89 1.877
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 1 Peta Sungai yang Mengalir di DKI Jakarta Sumber : Paparan Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012 .
Pada umumnya situ-situ dan beberapa waduk di wilayah DKI Jakarta difungsikan sebagai situ dan waduk retensi untuk me-recharge daerah. Berdasarkan studi Western Java Environmental Management Project (WJEMP) yang dilaksanakan pada tahun 2005 oleh Nippon Koei bekerja sama dengan Kwarsa Hexagon, telah diidentifikasi terdapat sekitar 149 situ yang terletak di wilayah DKI Jakarta, yang terdiri dari 134 situ eksisting dengan luas sebesar 374,8 ha dan sekitar 15 situ potensial dengan luas sebesar 19,4 ha, sehingga total area untuk keseluruhan yaitu sebesar 394,2 ha. Kualitas air permukaan. Pencemaran terhadap air sungai di DKI Jakarta semakin meningkat. Kecenderungan dari tahun 2004 sampai 2007 menunjukkan kualitas yang semakin buruk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik serta sampah padat yang dibuang ke sungai. Lokasi pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BPLHD DKI Jakarta tersebar di 67 titik dari 13 sungai yang mengalir di DKI Jakarta, meliputi perbatasan DKI Jakarta sampai Jawa Barat, hilir dan muara yang ada di Provinsi DKI Jakarta, dengan peruntukan air baku air minum, perikanan, dan peternakan dan peruntukan pertanian dan usaha perkotaan. Kondisi situ/waduk di DKI Jakarta secara umum tidak terawat dengan baik, seperti banyak sampah yang menumpuk sepanjang pinggiran situ, masuknya limbah cair dari rumah tangga, pertanian dan industri dan kurangnya fungsi ekologis situ. Status mutu air situ/waduk di DKI Jakarta pada tahun 2007 adalah 83% tercemar berat dan 17% tercemar sedang. Kecenderungan kualitas air
3-10
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
situ/waduk di DKI Jakarta dari tahun 2004 sampai tahun 2007 menunjukkan penurunan kualitas yang cukup signifikan. Tabel 3- 4 Kualitas air sungai di DKI Jakarta Tahun 2004-2007.
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2007.
Tabel 3- 5 Kualitas air situ/waduk di DKI Jakarta Tahun 2004-2007
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2007.
Berikut adalah waduk dan situ yang terdapat di Wilayah Jakarta Utara: Tabel 3- 6 Situ dan Waduk di Jakarta Utara No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Waduk/Situ
Situ Rawa Kendal Waduk Don Bosco Waduk Kemayoran Waduk Marunda Waduk Muara Angke Waduk Pegangsaan Dua Waduk Pluit Waduk Sunter Selatan Waduk Sunter Timur 1A Waduk Sunter Timur 1B Waduk Sunter Timur 2 Waduk Sunter Timur 3 Waduk Sunter Utara Waduk Teluk Gong Waduk Tol Sedyatmo TOTAL Sumber : Jakarta Dalam Angka 2013.
Luas Area (Ha) Rencana
Realisasi
27.5 2 11.3 56 0.5 2.1 80 43 7 8 25 13 32 2 28 337.4
10 2 11.3 31.2 0.5 2.1 80 43 7 8 13 32 2 237.1
3-11
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
3.1.2 Potensi Rawan Bencana Alam 3.1.2.1
Gempa Bumi dan Likuifaksi
Daerah DKI Jakarta bukanlah daerah bebas gempa, di dalam zonasi gempa yang dibuat oleh Beca Carter Hollings (1976) daerah ini termasuk dalam Zona 4, yang mempunyai potensi gempa sedang; dan hal ini juga berlaku untuk daerah Pantai Utara Jakarta. Salah satu bencana yang dapat terjadi sebagai akibat dari gempa bumi adalah terjadinya likuifaksi, yaitu pembuburan tanah yang berbutir seragam dalam kondisi jenuh air, seperti pasir halus atau lanau; di mana guncangan gempa mengakibatkan hilangnya kekuatan tanah tersebut. Di daerah Pantai Utara Jakarta terdapat jenis-jenis tanah yang dapat mengalami likuifaksi. Menurut Dinas Pertambangan DKI Jakarta dan PT. Binasiamindo Kharisma (1997) di Jakarta Utara terdapat lapisan pasir pada kedalaman 1-6 m yang rawan terhadap terjadinya likuifaksi. 3.1.2.2
Amblesan dan Perosokan Tanah
Lapisan lempung lunak di daerah ini mempunyai kompresibilitas yang sangat tinggi, sehingga sangat rawan terhadap terjadinya amblesan dan perosokan sebagai akibat pembebanan oleh material reklamasi dan bangunan-bangunan di atasnya. Terjadinya amblesan bukan hanya mengakibatkan rusaknya bangunan dan prasarana, misalnya jalan, namun juga dapat mengakibatkan terjadinya cekungan topografi yang menjadi daerah banjir dan genangan. Dari studi penurunan tanah yang dilakukan oleh beberapa peneliti selama ini, diidentifikasi ada beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah, yaitu : pengambilan air tanah dalam yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat faktor penurunan tanah ini, tiga faktor pertama (terutama masalah
penggunaan
air
tanah
dalam)
dipercaya
berkontribusi
dalam
menyebabkan penurunan tanah di wilayah-wilayah Jakarta Utara. Penurunan tanah dapat menyebabkan perubahan struktur, kerusakan struktur, pembalikkan drainase (saluran
jalan
air),
dan
meningkatkan
kemungkinan
terjadinya
bencana
banjir.Berdasarkan studi JCDS (2011), penurunan tanah pada periode tahun 20002010 bervariasi dari 0,9 s/d 17,9-cm/tahun (rata-rata 5,0-cm/tahun), dengan penurunan maksimal di Cengkareng Barat (CEBA: 9,9-cm/tahun, T002: 9,7cm/tahun), Muara Baru (MUBA: 17,9-cm/tahun, MUTI: 11,7-cm/tahun) dan Cilincing (KBN1: 11,7-cm/tahun).
3-12
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Dari sejarah lokasi diperkirakan bahwa penurunan tanah di Muara Baru disebabkan oleh konsolidasi tanah karena wilayah ini merupakan wilayah reklamasi. Pada saat ini, wilayah yang berada di bawah permukaan air laut, sudah cukup menyebar di Jakarta Utara. Hal itu sudah mulai terasa dari beberapa lokasi yang sering atau selalu tergenang, jembatan dan konstruksi pengendali banjir yang mulai tenggelam dan retakan bangunan.
Gambar 3- 2 Penurunan tanah di DKI Jakarta Tahun 1974-2010. Sumber : JCDS, 2011.
3.1.2.3
Banjir
Kawasan Pantai Utara Jakarta berada pada dataran rendah. Banjir yang terjadi di kawasan ini dipengaruhi oleh pasang laut serta dilewati 13 sungai besar/kecil serta intensitas curah hujan yang besar (2.000 s/d 3.500 mm/tahun). Wilayah yang menjadi daerah rawan genangan banjir di kawasan Pantai Utara Jakarta antara lain adalah Kapuk Kamal Muara, Kapuk Kamal, Kapuk Muara Teluk Gong, Pluit, Pademangan Barat, Pademangan Timur, Sunter Agung, Rawa Badak, Tugu, Lagoa, Tugu Utara, Perum Walikota Jakarta Utara, Kebon Bawang, Warakas, Sungai Bambu, dan sebagainya.
3-13
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 3 Daerah rawan banjir di Jabodetabek. Sumber : Paparan ISWRM 6 cis dalam PKM1, 12 Oktober 2010.
Gambar 3- 4 Daerah Rawan Genangan di Jabodetabek. Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane.
3.1.2.4 Rob Rob merupakan salah satu potensi rawan bencana alam yang terjadi di Kawasan Pantai Utara Jakarta. Rob adalah limpasan gelombang pasang yang
3-14
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
terjadi di daerah pantai. Abrasi dan genangan banjir akibat rob akan mungkin saja terjadi apabila daerah pantai tersebut belum terdapat prasarana pengendalian rob yang memadai. Pada umumnya, kejadian rob di pantai Utara Jakarta terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari setiap tahunnya. Bulan-bulan tersebut merupakan musim angin musim Barat dimana angin bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan 8,21-10,62 knot. Beberapa wilayah yang terkena dampak rob adalah Kamal Muara, Pluit, Penjaringan, Ancol, Kalibaru, Cilincing, dan Marunda. Kejadian rob di Pantura Jakarta disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tinggi gelombang pasang, kondisi topografi daerah pantura Jakarta cenderung relatif datar dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 1% dan elevasinya bervariasi antara 1,5-1,8 m dari MSL, dan pengaruh pemanasan global. Wilayah yang terkena rob harus diatasi dengan prasarana penanganan pantai sesuai dengan karakteristik pantai dan tata ruang kawasan pesisir pantai, antara lain dengan adanya mangrove, tanggul penahan ombak, tanggul laut, krib, dan peredam gelombang. Lokasi sebaran rob serta dampaknya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini. Tabel 3- 7 Lokasi sebaran dampak rob di Pantai Utara Jakarta (ket. Data ketinggian telah disesuaikan dengan MSL/Peil Tanjung Priok. Karakteristik Tinggi Rob No
Desa Pantai
Kec.
Bencana Rob
Tinggi Air Pasang Th. 2008 (m)
Tinggi Gelombang Th. 2008 (m)
Penurunan Tanah Th. 2007-2008 (m)
Kenaikan Muka Air Laut s/d Th. 2030 (m)
Total
A
Kamal Muara
Penjaringan
Terkena
0,70
2,86
0,08
0,15
3,79
B
Kapuk Muara
Penjaringan
Bebas
0,70
2,86
0,08
0,15
3,79
C
Pluit
Penjaringan
Terkena
0,70
2,86
0,03
0,15
3,74
D
Penjaringan
Penjaringan
Terkena
0,70
2,86
0,03
0,15
3,74
E
Ancol
Pademangan
Hampir
0,70
2,86
0,09
0,15
3,80
F
Tg. Priok
Tg, Priok
Bebas
0,70
2,86
0,09
0,15
3,80
Ket.
Bangunan yang ada kurang memadai Terdapat hutan Mangrove Bangunan tanggul yang ada kurang tinggi Bangunan tanggul yang ada kurang tinggi Bangunan krib yang ada kurang panjang/ banyak Ada bangunan peredam gelombang
3-15
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Karakteristik Tinggi Rob No
Desa Pantai
Kec.
Bencana Rob
Tinggi Air Pasang Th. 2008 (m)
Tinggi Gelombang Th. 2008 (m)
Penurunan Tanah Th. 2007-2008 (m)
Kenaikan Muka Air Laut s/d Th. 2030 (m)
Ket.
Total
G
Koja
Koja
Bebas
0,70
2,86
0,09
0,15
3,80
H
Kalibaru
Cilincing
Terkena
0,70
2,86
0,08
0,15
3,79
I
Cilincing
Cilincing
Terkena
0,70
2,86
0,08
0,15
3,79
J
Marunda
Cilincing
Terkena
0,70
2,86
0,08
0,15
3,79
Ada bangunan peredam gelombang Belum ada prasarana Bangunan yang ada kurang memadai Bangunan yang ada kurang memadai
Sumber : Geodessy Research Division, ITB, 2010.
Gambar 3- 5 Sebaran lokasi dampak rob di Pantai Utara Jakarta. Sumber : Masterplan Pengendalian Banjir DKI Jakarta 2012, Dinas PU DKI Jakarta.
3.1.2.5
Erosi Pantai/Abrasi
Abrasi pantai di kawasan pesisir Jakarta, terutama di beberapa lokasi disebabkan oleh aktivitas manusia seperti kegiatan reklamasi sebagian pantai, pengambilan terumbu karang dan menipisnya hutan mangrove. Abrasi terjadi di beberapa lokasi di pantai Utara Jakarta bagian Timur dan Barat. Pembangunan tambak di Bagian Barat perairan Teluk Jakarta menyebabkan kawasan tersebut mengalami kehilangan pelindung pantai alami berupa tanaman mangrove. Pantai Marunda juga mengalami erosi, namun hingga kini belum membentuk keseimbangan alam, di mana suplai sedimen tidak mencukupi untuk menutup defisit yang diakibatkan oleh abrasi dan pengambilan pasir. Beberapa usaha yang telah dilakukan oleh dinas terkait dalam menanggulangi permasalahan ini adalah pembuatan pemecah gelombang untuk mengurangi tekanan air laut yang dapat
3-16
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
menggerus pantai serta penanaman dan penghijauan kembali hutan mangrove di sekitar wilayah tersebut. 3.1.2.6 Sedimentasi Sedimentasi terjadi di bagian barat sekitar Kali Muara Angke dan Cengkareng Drain, dan sebagian besar wilayah timur. Sementara abrasi terjadi hampir disepanjang bagian tengah Teluk Jakarta dimana daerah tersebut menerima hantaman gelombang secara langsung dari arah Utara. Sedimen yang dipasok berupa sedimen berbutiran halus yang menyerupai lempung dan lanau dan dibawa ke dalam sistem sebagai beban tersuspensi. Sedimen di teluk ini didistribusikan di sepanjang garis-pantai oleh angin dan pasang yang digerakkan aksi arus dan gelombang. Di Teluk Jakarta tidak satupun di antara penggerak ini jelas-jelas dominan satu terhadap lainnya.
Gambar 3- 6 Morfologis historis Teluk Jakarta (1870-1940). Sumber : Kajian Reklamasi dan Hidrodinamika Pantura Jakarta, 2013
Sedimentasi cepat biasanya terjadi di muara-muara sungai. Apabila kondisi gelombang dan arus serta dasar laut tidak sesuai untuk pembentukan delta, pengendapan ini biasanya terdistribusi di sepanjang pantai, kadang-kadang dalam satu arah, umumnya searah dengan angin yang periode berhembusnya lama. 3.1.3 Kawasan Lindung Meningkatnya laju tekanan terhadap pemanfaatan ruang di DKI Jakarta dan sekitarnya, menyebabkan berbagai macam fenomena masalah, salah satu di antaranya hilangnya kawasan-kawasan perlindungan wilayah perkotaan DKI Jakarta. Hal inilah yang menyebabkan munculnya alih fungsi tanah-tanah produktif atau kawasan-kawasan perlindungan wilayah perkotaan dirubah dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ruang dan tanah. Perlindungan terhadap kawasan3-17
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
kawasan yang mempunyai peran dan fungsi strategis sebagai penyangga lingkungan
hidup
di
DKI
Jakarta,
telah
diupayakan
perlindungan
dan
penyelamatannya dalam Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW 2030. Berdasarkan RTRW 2030 tersebut, peruntukan ruang untuk fungsi lindung di antaranya (1) kawasan perlindungan daerah bawahnya, (2) kawasan perlindungan setempat, (3) kawasan suaka alam, (4) kawasan pelestarian alam, (5) kawasan cagar budaya, dan (6) kawasan rawan bencana. Tidak semua ruang berkarakter fungsi lindung terdapat di kawasan Pantura DKI Jakarta, namun hanya ada beberapa kawasan yang berkarakter untuk fungsi lindung, di antaranya : 3.1.3.1 Kawasan Perlindungan Daerah Bawah Pada RTRW DKI Jakarta 2030, kawasan perlindungan daerah bawah adalah bagian dari kawasan lindung yang tediri dari kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air. Pada kawasan Pantura DKI Jakarta terdapat kawasan yang ditetapkan menjadi kawasan perlindungan daerah bawah, yaitu kawasan hutan lindung. Hutan Lindung Angke-Kapuk (HLAK) di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara merupakan satu-satunya hutan lindung dan salah satu kawasan konservasi formal yang ada di wilayah daratan DKI Jakarta. Kawasan HLAK yang mempunyai luas pada tahun 2010 sebesar 44,76 ha, letaknya memanjang sejajar pantai sepanjang sekitar 5 km dengan lebar 100 m dari garis pasang surut yang terbentang mulai dari batasan hutan wisata Kamal ke arah timur hingga suaka margasatwa Muara Angke (BPLHD DKI Jakarta, 2010). HLAK terletak di wilayah pesisir, yakni kawasan peralihan antara daratan dan lautan di bagian utara DKI Jakarta, yang memanjang dari muara sungai Angke di bagian timur sampai perbatasan DKI Jakarta dengan Banten di bagian barat. Kondisi demikian, menjadikan HLAK berperan penting dalam menjaga stabilitas kawasan di sekitarnya, baik aspek fisik, biologi atau sosial ekonomi yang memposisikan ekosistem mangrove penyusun HLAK sebagai ekosistem yang produktif dan unik di kawasan pesisir. Di kawasan HLAK terdapat areal permukiman Pantai Indah Kapuk dengan batas sebelah Selatan adalah jalan tol Prof. Sedyatmo dan jalan Kapuk Muara. Jenis vegetasi yang tumbuh di hutan lindung relatif terbatas. Tumbuhan bawah jarang terlihat oleh karena di pengaruhi pasang-surut. Tumbuhan bawah hanya terdapat pada area yang cenderung lebih ke darat. Ketebalan hutan lindung sekitar 40 m. Vegetasi yang tumbuh di kawasan lindung relatif homogen, didominasi apiapi (Avicennia sp), sedangkan Bakau (Rhizoposa sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit sehingga tumbuhan tersebut tampak sporadis.
3-18
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Beberapa bagian hutan lindung Angke Kapuk mengalami abrasi yang cukup kuat oleh gempuran ombak. Dalam upaya mempertahankan keberadaan hutan lindung, di beberapa bagian pantai di lakukan penanaman vegetasi bakau. Keberhasilan tumbuh vegetasi tersebut mengalami hambatan oleh gelombang laut yang cukup besar. Fauna yang terdapat di hutan lindung Angke Kapuk antara lain didominasi oleh burung pantai yang berjenis sama dengan yang terdapat di suaka margasatwa P. Rambut, yaitu pecuk ular (Anhinga melanogaster), kowak maling
(Nycticorax nycticorax), kuntul putih (Egretta sp), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), cangak abu (Ardea cinerea), blekok (Ardeola speciosa), belibis (Anas gibberrfrons), cekakak (Halycon chloris), pecuk (Phalacrocorax sp) dan bluwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain jenis burung adalah biawak (Varanus salvator), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular. 3.1.3.2
Kawasan Perlindungan Setempat
Pada RTRW DKI Jakarta, kawasan perlindungan setempat adalah bagian dari kawasan lindung yang terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air, serta kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota. Di kawasan Pantura DKI Jakarta terdapat beberapa kawasan yang masuk dalam kawasan perlindungan setempat, seperti sempadan sungai dan hutan kota. Kawasan Pantura DKI Jakarta adalah kawasan yang berkarakteristik kawasan pesisir yang menjadi muara atau hilir dari 13 sungai yang mengalir sepanjang Kabupaten Bogor hingga DKI Jakarta. Saat ini, banyak pelanggaran yang terjadi dalam pemanfaatan kawasan tepian sungai di DKI Jakarta, seperti pembangunan di dalam sempadan sungai yang melanggar aturan karena kawasan sempadan sungai adalah bersifat lindung. Permukiman masyarakat yang menetap pada permukiman kumuh, dan gubuk-gubuk liar terdapat di sepanjang dataran banjir. Daratan sungai sebagai dataran banjir untuk bangunan rumah liar dan kumuh yang mengurangi daerah resapan air dan penahan air, dan penyempitan bantaran sungai. Keberadaan bangunan rumah dan fasilitasnya bila hujan besar bisa menyebabkan aliran airnya pada permukaan tanah terhambat ke saluran air, dan meluap sungai yang bisa menjadi banjir lebih meluas dan lama di Provinsi DKI Jakarta. Hingga kini, terdapat tiga hutan kota di Jakarta Utara. Di antaranya di sekitar Waduk Sunter Utara, Kemayoran, dan Kawasan Berikat Nusatara (KBN) Marunda. Hutan Kota Waduk Sunter Utara terletak di pemukiman komplek perumahan Sunter yang dikelola oleh Badan Pengelola Sunter. Hutan ini sebagai ruang terbuka hijau penyangga pemukiman. Hutan ini termasuk dalam kawasan Kelurahan Papanggo
3-19
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara dengan mempunyai luas berdasarkan penetapannya 8,20 ha. Hutan Kota Eks Bandara Kemayoran yang merupakan bagian ruang hijau lingkungan komplek Pekan Raya Jakarta. Berdasarkan administratif pemerintahan termasuk dalam kelurahan Pademangan Timur, Jakarta Utara. Lahan hutan kota mengalami alih fungsi dari tempat sampah menjadi hutan kota yang hijau dengan luas lahan sebesar 4,6 ha. Kawasan hutan kota Kemayoran pada hakekatnya sangat dipengaruhi oleh intrusi air laut, terutama pada musim kemarau. Dalam hutan itu tumbuhan yang mampu beradaptasi dengan jenis-jenis spesifik, yang merupakan koleksi dari berbagai jenis tumbuhan yang dinilai dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan, khususnya dalam upaya mengendalikan lingkungan fisik kritis di wilayah perkotaan dan penyangga fungsi tata air tanah (hidrologis), yang antara lain meliputi Flamboyan (delonix regia), Trembesi
(samanea saman) dan beberapa jenis lainnya. Beberapa hutan kota lainnya yang berada di Kawasan Pantura adalah Hutan Kota di Kawasan Berikat Nusantara Marunda, Kecamatan Cilincing (1,59 ha) dan Hutan Kota milik PT. Jakarta Propertindo di Kanal Banjir Barat (2,49 ha). 3.1.3.3
Kawasan Suaka Alam
Pada RTRW DKI Jakarta 2030, Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Salah satu kawasan suaka alam di kawasan Pantura DKI Jakarta adalah Suaka Margasatwa Muara Angke. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 755/Kpts-II/UM/1998, Cagar Alam Muara Angke ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa Muara Angke dengan luas 25,02 ha. Kawasan lindung tersebut merupakan kawasan hutan sesuai dengan sifat alamnya yang merupakan sistem penyangga kehidupan, seperti pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir, pengendalian erosi, pencegahan intrusi air laut, serta pemeliharaan kesuburan tanah. Berbatasan dengan tanggul kawasan Pantai Indah Kapuk ke arah suaka margasatwa sebagian besar digenangi air, sehingga tumbuhan di kawasan ini merupakan vegetasi rawa yang langsung terkena pengaruh pasang surut air laut. pohon Pidada atau Bidara (Sonneratia alba) merupakan jenis yang sering dijumpai selain Api-api (Avicenia marina), Jangkar (Bruguiera sp), Api-api (Rhizopora sp), Waru laut (Thespesia populnea), Buta-buta (Ezcoecaria agallocha), Nipah (Nypa
3-20
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
fruticans) dan Ketapang (Terminalia catapa), luas Suaka Margasatwa Muara Angke pada tahun 2010 adalah 25,02 ha. Suaka Margasatwa Muara Angke ditetapkan sebagai kawasan hutan mangrove yang seharusnya didominasi oleh pohon, namun kondisinya saat ini merupakan lahan rawa terbuka yang didominasi oleh herba seperti Warakas
(Acrostichum aureum) dan Seruni (Wedelia biflora). Salah satu keunikan ekosistem khas mangrove di kawasan Muara Angke adalah adanya tumbuhan rotan (Calamus
sp) yang spesifik. Keberadaan pohon relatif sporadis. Pada lahan rawa terbuka tumbuh vegetasi bukan spesifik penghuni hutan mangrove seperti Gelagah
(Saccharum spontaneum), Putri malu (Mimosa pudica), Talas lompong (Colocasia sp), dan Kangkung (Ipomoea sp). Tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan yang hidup pada kondisi bukan payau. Suaka margasatwa Muara Angke dihuni oleh burung dengan jenis yang sama dengan penghuni suaka margasatwa P. Rambut, oleh karena sebagian besar burung tersebut mencari makan di pesisir Teluk Jakarta. Macaca fascicularis yang dikenal sebagai Monyet Ancol juga menghuni kawasan ini, yang diperkirakan jumlahnya tinggal 40 ekor. Fauna liar lainnya yang dijumpai adalah kelompok reptilia, seperti Biawak (Varanus salvator), Kadal
(Mabula multifasciata), ular Hijau (Dryophis prasinus) dan ular Cincin (Boiga dendrophila). Untuk mempertahankan kondisi suaka margasatwa Muara Angke sebagai ekosistem mangrove, telah diusahakan penanaman Bakau (Rhizopora mucronata) dan Api-api (Avicenia sp) yang telah berlangsung sejak bulan Agustus 1999 melalui kerjasama antara Lembaga Pengkajian Mangrove, Yayasan Kehati, Kanwil Kehutanan DKI Jakarta dan Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Untuk mengurangi akibat perambahan dan alih fungsi, maka pemerintah DKI Jakarta melakukan upaya
diantaranya
tahun
2009
melakukan
rehabilitasi
Mangrove
Suaka
Margasatwa Muara Angke seluas 8 ha dan menyiapkan jalur hijau jalan sepanjang bantaran seluas 2.094 ha, selain yang dilakukan pihak swasta yang peduli terhadap keberadaan hutan mangrove di DKI Jakarta. 3.1.3.4
Kawasan Pelestarian Alam
Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun diperairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, mencakup (1) Taman nasional (TN), adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata,
3-21
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dan rekreasi; (2) Taman hutan raya (TAHURA), adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi; (3) Taman wisata alam (TWA) kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Pada kawasan Pantura Jakarta, terdapat kawan hutan wisata, yaitu Hutan Wisata Kamal Muara. Kawasan Hutan Wisata Kamal Muara merupakan ekosistem mangrove yang relatif luas bila dibandingkan dengan kedua kawasan di atas ditambah dengan kebun bibit seluas ± 10,47 ha. Jenis vegetasi yang dominan di kawasan ini adalah api-api (Avicennia spp) yang tumbuh mulai tingkat semai hingga tingkat pohon. Keadaan ini mengindikasikan bahwa kelanjutan pertumbuhan jenis tumbuhan tersebut relatif baik. Jenis bakau (Rhizopora spp) tingkat pohon banyak dijumpai di perbatasan dengan hutan lindung yang berbatasan dengan pantai. Perannya terhadap keseluruhan area adalah sangat penting. Adanya vegetasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan fungsi lindung hutan terhadap serangan abrasi, apalagi kawasan ini memiliki pasang laut cukup tinggi dan pengaruh angin musim cukup besar. Dengan akar tunjang yang dimiliki, maka jenis bakau merupakan tanaman yang diharapkan dapat bertahan terhadap pengaruh perairan laut. Tumbuhan lain yang dijumpai adalah dari jenis akasia ( Acasia
auriculiformis), kihujan (Samanea saman), mahoni (Swietenia macrophyla), flamboyan (Delonix regia), dan kedondong (Spondias pinnata). Jenis-jenis tersebut tumbuh di tepi empang. Jenis tumbuhan bawah yang dijumpai antara lain bluntas (Pluche indica), kitower (Derris heterophylla), putri malu (Mimosa sp), nenasia (Breynia sp), dan beberapa jenis rumput yang biasa tumbuh pada ekosistem darat. Berdasarkan informasi BP Pantura (2001), hutan wisata Kamal Muara masih mampu berfungsi sebagai habitat burung air, sebagaimana terlihat dari adanya vegetasi mangrove seperti api-api (Avicennia sp) yang menyebar di seluruh hutan wisata. Peranan kawasan ini menjadi lebih penting oleh fungsinya sebagai tempat mencari makan bagi burung air pada pagi hingga sore hari serta sebagai tempat beristirahat pada malam harinya, serta tempat berlindung dari tiupan angin. Keberadaan empang bekas tambak maupun tambak yang masih diusahakan di sekitar kawasan wisata ini. 3.1.3.5
Kawasan Cagar Budaya
Pada RTRW DKI Jakarta 2030, kawasan cagar budaya adalah adalah kawasan atau kelompok bangunan yang memiliki nilai sejarah, budaya dan nilai lainnya yang dianggap penting untuk dilindungi dan dilestarikan untuk kepentingan
3-22
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
pendidikan, penelitian, dokumentasi dan pariwisata. Pada RTRW 2030, kawasan cagar budaya yang terdapat di kawasan Pantura DKI Jakarta, yaitu kawasan Kota Tua dan Rumah Si Pitung. Pada versi dokumen AMDAL regional, kawasan cagar budaya yaang terdapat di kawasan Pantura DKI Jakarta di antaranya kawasan Sunda Kelapa, Mesjid Luar Batang, Mesjid Al-Alam Marunda dan Gereja Tugu. Kota Tua Jakarta dikenal dengan sebutan Batavia Lama ( Out Batavia) adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta yang ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Lingkungan yang termasuk wilayah ini meliputi Sunda Kelapa, Pasar Ikan, Luar Batang, Kali Besar, Taman Fatahillah dan Glodok. Luas wilayah Kota Tua Daerah sekitar sekitar 139 ha. Kawasan ini merupakan awal dari masa depan perkembangan kota Jakarta sejak abad 14. Selama tahun 1527 ini adalah kota pelabuhan yang direbut oleh Fatahillah dan berganti nama menjadi Jayakarta. Lebih lanjut lagi di tahun 1620 kota ini dikuasai oleh VOC Belanda yang diubah menjadi Batavia. Pada abad ke 18, kota ini telah berkembang ke sisi selatan sampai ke daerah di taman Fatahillah dan Glodok sekarang. Sebagai kota tua, Jakarta telah meninggalkan warisan dari sejarah masa lalu mengambil bentuk bangunan dengan arsitektur Eropa dan Cina dari abad 17 sampai awal abad 20. Kota Tua ini telah dipelihara sebagai kawasan restorasi. Beberapa situs dan bangunan bersejarah di Jakarta meliputi: Masjid Luar Batang, Pelabuhan Sunda Kelapa, pasar Ikan, Museum Maritim Nasional, Menara Syahbandar, Jembatan Tarik Kota Intan, Kali Besar (Grootegracht), Gereja Sion, Museum Wayang, Lapangan Fatahillah, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta, Café Batavia, Toko Merah, Standard-Chartered Bank, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, Stasiun Jakarta Kota, Pecinan Glodok dan Pinangsia, Petak Sembilan, Vihara Jin De Yuan (Vihara Dharma Bhakti), Gedung Chandranaya, dan Gedung Arsip Nasional. Sunda Kelapa adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya di Jakarta, Indonesia. Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal-bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1527. Kala itu Sunda Kelapa merupakan pelabuhan Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang kota Bogor) yang direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon. Pelabuhan Sunda Kelapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu merupakan pelabuhan terpenting Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjelajah Eropa, Sunda Kelapa
3-23
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama-nama pelabuhan Sunda Kelapa dan daerah sekitarnya. Namun pada awal tahun 1970-an, nama kuno "Sunda Kelapa" kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua ini. Pada saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan menjadi kawasan wisata karena nilai sejarahnya yang tinggi. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa adalah salah satu pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo II yang tidak disertifikasi International Ship and Port Security karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk kapal antar pulau. Saat ini pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 ha serta luas perairan kolam 16.470 ha, terdiri atas dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 m dan luas kolam lebih kurang 1.200 m yang mampu menampung 70 perahu layar motor. Pelabuhan Kalibaru panjangnya 750 m lebih dengan luas daratan 343.399 m2, luas kolam 42.128,74 m2, dan mampu menampung sekitar 65 kapal antar pulau dan memiliki lapangan penumpukan barang seluas 31.131 m2. Dari segi ekonomi, pelabuhan ini sangat strategis karena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Sebagai pelabuhan antar pulau Sunda Kelapa ramai dikunjungi kapalkapal berukuran 175 BRT. Barang-barang yang diangkut di pelabuhan ini selain barang kelontong adalah sembako serta tekstil. Untuk pembangunan di luar pulau Jawa, dari Sunda Kelapa juga diangkut bahan bangunan seperti besi beton dan lain-lain. Pelabuhan ini juga merupakan tujuan pembongkaran bahan bangunan dari luar Jawa seperti kayu gergajian, rotan, kaoliang, kopra, dan lain sebagainya. Bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional. Di pelabuhan ini juga tersedia fasilitas gudang penimbunan, baik gudang biasa maupun gudang api. 3.2
Karakteristik Hidro-Oseanografi Perairan Teluk Jakarta Karakteristik hidro-oseanografi Teluk Jakarta terdiri atas karakteristik
batimetri, angin, arus, gelombang, pasang-surut, abrasi-akresi dan perubahan garis pantai, material dasar pantai, dan kualitas perairan. 3.2.1 Batimetri Batimetri dasar perairan Teluk Jakarta adalah landai dengan kemiringan rata-rata 1:300 ke arah utara, artinya makin ke arah utara makin dalam. Kontur batimetri relatif sejajar dengan garis pantai melengkung sesuai dengan bentuk perairan Teluk Jakarta. Di perairan Teluk Jakarta tidak ditemukan palung atau tonjolan yang dapat mengubah pola gelombang datang akibat refraksi dan defraksi.
3-24
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Teluk Jakarta merupakan perairan dangkal dengan kedalaman berkisar antara 3-29 m dengan rata-rata kedalaman 15 m. Kedalaman muara berkisar antara 0.5-3 m saat pasang dan 0,5-2 m saat surut. Daerah yang terdalam di bagian ini terletak di bagian utara Pulau Pari, kedalaman mencapai 90 m. Kedalaman terendah di Muara Kali Blencong baik saat pasang atau surut yaitu 0,5 m. Umumnya di daerah pesisir kedalamannya kurang dari 5 m, kecuali di daerah pelabuhan yang memang diperdalam untuk tujuan pelayaran. Dasar perairan Teluk Jakarta melandai ke arah Laut Jawa dengan kedalaman di perbatasan Laut Jawa berkisar antara 20-29 m. Kondisi batimetri mengacu kepada peta Dishidros dan kedalaman air dari muka air laut rata-rata dapat dilihat pada di bawah ini. Kedalaman air bertambah dalam secara perlahan dari mulai garis pantai dengan kedalaman sekitar 8 km terletak pada jarak sekitar 2-3 km dan kedalaman 20 m terletak sekitar jarak 12 km.
Gambar 3- 7 Kondisi Batimetri Teluk Jakarta Sumber : Kajian Reklamasi dan Hidrodinamika Pantura Jakarta, 2013
Variasi kedalaman yang tinggi terdapat di perairan sebelah barat Teluk Jakarta sedangkan di pantai timur relatif rata. Perbedaan ini disebabkan proses sedimentasi di bagian pantai timur sangat kuat akibat bermuaranya Sungai Citarum di Tanjung Karawang. Sebetulnya pantai pesisir di bagian utara pulau Jawa secara umum banyak mengalami akresi akibat sedimentasi yang tinggi, hal ini juga berlaku bagi pesisir pantai Jakarta. Perubahan yang terjadi lebih banyak diakibatkan oleh aktivitas
manusia
seperti
pembuatan
bangunan
pantai,
reklamasi,
dan
penambangan pasir. Maka sebagian pesisir pantai Jakarta mengalami erosi, sehingga kedalaman daerah pesisir umumnya tidak melebihi perbedaan tinggi pasang surut yang berupa mud-flat.
3-25
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Dilihat dari kondisi batimetri yang ada, dapat disimpulkan bahwa kondisi tersebut berada dalam kondisi seimbang yang stabil, dimana tidak terlihat terjadinya perubahan yang berarti dengan kondisi batimetri dilihat dari lokasi
landmark seperti pelabuhan Tanjung Priok. Oleh Ongkosongo (1981) kondisi batimetri Teluk Jakarta digolongkan sebagai berikut : a.
Pantai landai, terdapat di Muara Angke dan Kamal.
b. Pantai miring, terdapat di sekitar Ancol, Pluit, dan Muara Karang. c.
Pantai terjal, terdapat di Kalibaru, Cilincing, dan Marunda.
Gambar 3- 8 Peta kedalaman air laut (meter) di Teluk Jakarta. Sumber : Atlas JCDS.
3.2.2 Angin Menurut
Laporan
Akhir
Tahun
2000
mengenai
Model
Matematik
Hidrodinamika Teluk Jakarta yang dilakukan oleh BP Reklamasi Pantura kerjasama dengan Teknik Sipil, UGM, diperoleh data angin yang berasal dari beberapa stasiun klimatologi di sekitar Teluk Jakarta dan dari beberapa hasil survey yang telah dilakukan sebelumnya. Dari data sekunder tersebut dapat diketahui bahwa angin yang dominan di Teluk Jakarta adalah dari arah Barat Laut dan dari arah Timur Laut. Ombak-ombak yang ada di Teluk Jakarta tidak begitu besar karena jarak pembangkitan kekuatan angin (fetch) tidak besar, terbatasi oleh Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Di samping itu wilayah Teluk Jakarta juga agak terlindungi oleh Tanjung Pasir dan Pulau Seribu terhadap angin dari arah Barat Laut dan oleh Tanjung Ujung Kerawang terhadap angin dari arah Timur Laut. Hasil survey Hidro-oseanografi yang dilakukan PLN terhadap keadaan angin selama 18 tahun menunjukkan (BP Reklamasi Pantura, 2000) bahwa :
3-26
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
a.
Musim Barat berlangsung dari bulan Desember sampai Februari dengan angin bertiup dari arah Barat Daya sampai Barat Luat. Arah yang dominan dari arah Barat Laut (50%-70%) dengan kecepatan dominan 6-12 m/detik.
b. Musim Pancaroba pertama berlangsung dari Maret sampai dengan Mei. Arah dan kecepatan angin berubah-ubah. Pengaruh Musim Barat masih nampak dalam bulan Maret di mana angin Barat Laut masih cukup dominan. Dalam bulan April, Musim Timur mulai berpengaruh dengan angin Timur Laut yang lebih dominan dan semakin kuat pengaruhnya dalam bulan Mei, di mana 50% adalah angin Timur Laut dengan kecepatan terbanyak 6-12 m/detik. c.
Musim Timur berlangsung dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus dengan angin bertiup dari arah Barat Laut sampai Timur. Arah angin dominan adalah dari Timur Laut (50%-60%) dengan kecepatan berkisar 3-12 m/detik. Pada bulan Agustus angin dari Barat Laut dan Utara mulai berpengaruh walaupun angin dominan masih tetap dari Timur Laut.
d. Musim Pancaroba kedua berlangsung dari bulan September sampai dengan bulan November. Angin bertiup dari arah Barat Laut sampai Timur Laut. Pada bulan September, angin Timur Laut masih cukup dominan, tetapi makin berkurang pada bulan Oktober dan pada bulan November angin Barat Laut mulai nampak pengaruhnya. 3.2.3 Arus Arus yang terjadi di perairan di Laut Jawa di luar Teluk Jakarta terutama disebabkan oleh angin dan pengaruh pasang surut. Pengaruh pasang surut pada dasarnya tidak terlampau besar, karena tunggang pasang purnama (spring tide) yang terjadi di Teluk Jakarta relatif tidak besar, yaitu berkisar antara 90 cm hingga 150 cm tergantung lokasi. Kecepatan arus berkisar antara 25 cm/detik hingga 50 cm/detik dan arahnya mengikuti arah angin, yaitu ke Timur pada saat musim Barat pada bulan Desember hingga Februari dan ke arah Barat pada saat musim Timur pada bulan Juni hingga Agustus. Sedangkan arus yang terjadi di perairan Teluk Jakarta lebih kecil, semakin mendekati ke pantai arus semakin melemah. Walaupun data arus di perairan ini untuk waktu yang relatif panjang tidak tersedia, namun penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Air Departemen PU dan Dishidros TNI-AL mencatat besar arus berkisar antara 10 cm/detik hingga 30 cm/detik. Semakin melemahnya arus di perairan yang makin mendekati pantai dan menjauhi Laut Jawa disebabkan oleh arus dominan di Laut Jawa, sedang pengaruh pasang surut memberi kontribusi kecil pada magnitude arus. Secara umum, besar arus yang terjadi di Laut Jawa tertera pada tabel berikut. 3-27
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 3- 8 Kecepatan dan arah arus di perairan Laut Jawa. Kecepatan Arah (cm/detik) Januari 25-50 Timur Februari 25-50 Timur Maret 25-50 Timur April Lemah Tidak menentu Mei 10-20 Timur Juni 20-40 Timur Juli 25-50 Timur Agustus 20-40 Timur September 15-30 Timur Oktober Lemah Tidak menentu November 10-3Timur Desember 20-40 Timur Sumber : Kapuk Naga, Annex II Coastal Engineering. Bulan
Musim Barat Barat Barat Pancaroba Barat Barat Barat Barat Barat Pancaroba Barat Barat
Arus di perairan memperlihatkan pola yang relatif komplek, karena dipengaruhi oleh bangunan-bangunan pantai seperti jetty, breakwater, dan lahan reklamasi seperti di Muara Karang, Pantai Mutiara, Muara Baru, Tanjung Priok, Muara Cakung Drain, dan Cengkareng Drain. Ke arah perairan pantai terjadi perubahan pola dan konsentrasi arus, di mana pengaruh pasang surut menjadi lebih besar dan dipengaruhi pula oleh debit saluran drainase dan badan sungai.
Gambar 3- 9 Pola arus pada musim barat di perairan Teluk Jakarta. Sumber : Badan Pelaksana Reklamasi Pantura, 2001.
3-28
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 10 Pola Arus pada Musim Timur di Perairan Teluk Jakarta. Sumber : Badan Pelaksana Reklamasi Pantura, 2001.
3.2.4 Gelombang Gelombang yang terjadi di Teluk Jakarta terutama diakibatkan oleh angin yang pembentukannya dapat terjadi di sekitar lokasi yang disebut sebagai seas atau jauh dari lokasi yang kemudian merambat ke lokasi yang diamati yang disebut sebagai swell. Karakteristik seas adalah acak, arahnya sesuai dengan arah angin, dan perioda gelombangnya lebih pendek. Swell mempunyai perioda yang lebih panjang dengan arah tertentu, yaitu berasal dari lokasi di mana terjadi pembentukan gelombang. Arah gelombang datang sesuai dengan arah angin, yaitu pada musim Barat gelombang datang dari arah Barat Laut dan pada musim Timur gelombang datang dari arah Timur Laut dan sebagian datang dari arah Utara. Waverose yang menggambarkan distribusi arah dan tinggi gelombang rata-rata dan bulanan diperoleh dari hindcasting data angin jam-jaman yang dicatat pada stasiun pengamatan Tanjung Priok. Tinggi gelombang dominan berkisar antara 50 cm hingga 100 cm dengan perioda antara 3 detik hingga 5 detik. Tinggi gelombang maksimum untuk perioda ulang 50 tahun adalah 2,15 m dengan perioda gelombang sebesar 6,6 detik. Sedangkan untuk perioda ulang 100 tahun tinggi gelombang adalah sebesar 2,25 m dengan perioda 7,0 detik. 3.2.5 Pasang-Surut Pasang surut di Teluk Jakarta dipengaruhi secara dominan oleh pergerakan pasang surut di Laut Jawa bagian Barat Daya. Karakteristik rezim pasang surut Semi Diurnal dan Diurnal konstituen untuk Teluk Jakarta akan diuraikan ringkas berikut ini.
3-29
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Semi-diurnal konstituen. Pada gambar di bawah, ditampilkan co-tidal chart dari dua unsur semi-diurnal utama (M2 dan S2) untuk bagian barat Laut Jawa. Konstituen semi-diurnal adalah komponen dari pasang yang mengakibatkan dua air tinggi dan dua air rendah per hari. Sekitar batas barat, utara dan selatan Laut Jawa, pantai timur Sumatera, pantai selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa, refleksi jelas terlihat dari peningkatan amplitudo dari gelombang pasang M2 dan S2. Kedua gelombang pasang ini mengalami peningkatan dari timur ke arah Laut Cina Selatan. Gelombang pasang M2 memiliki titik amphidromic di barat laut Teluk Jakarta. Selain itu, perlu dicatat bahwa gelombang semi-diurnal memiliki amplitudo sangat rendah di sebagian besar Laut Jawa, termasuk Teluk Jakarta.
Gambar 3- 11 Co-Tidak Charts untuk Pasang Surut Semi-Diurnal M2 dan S2 di Laut Jawa.
Diurnal konstituen. Pada gambar di bawah dapat dilihat co-tidal charts dari dua unsur diurnal utama (K1 and O1) untuk bagian barat Laut Jawa. Konstituen diurnal adalah komponen dari pasang surut yang mengakibatkan satu air tinggi dan satu air rendah per hari-nya. Kondisi Laut Jawa mendukung terjadinya resonansi dari konstituen diurnal (Hoittink, 2003). Terlihat dari gambar disamping, garis beda fasa yang sama dan penurunan amplitude di bagian tengah Laut Jawa. Akibatnya, pasang surut diurnal mendominasi Laut Jawa (dalam hal ini Teluk Jakarta), meskipun dua lautan yang berdekatan (Samudera Pasifik dan Laut Cina Selatan) serta Samudera Hindia, adalah merupakan lautan dengan karakter dasar semidiurnal. Beda fasa konstituen K1 dan O1 di sebagian besar Laut Jawa, meningkat
3-30
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
pada arah yang berlawanan. Namun demikian, di bagian Barat Daya Laut Jawa, beda fasa kedua konstituen ini meningkat (ke arah Selat Sunda).
Gambar 3- 12 Co-Tidak Charts untuk Pasang Surut Diurnal K1 dan O1 di Laut Jawa.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh JCDS (2011), terlihat bahwa konstituen diurnal K1 memberikan amplituda terbesar (25.9-cm), sedangkan untuk konstituen semi diurnal, amplituda yang ada relative jauh lebih kecil.
Spring Tide. Maksimum spring tide level pada gambar diatas jelas menunjukkan periode kurang lebih 18-19 tahun. Dari gambar di bawah juga dapat dilihat, puncak tertinggi spring tide selama pengamatan ini ada antara tahun 2005 dan 2010.
Gambar 3- 13 Tinggi Muka Air (prediksi) Spring Tide Tanjung Priok.
3-31
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 14 Mean Sea Level Anomali (MSLA) di Tanjung Priok (terletak di Teluk Jakarta) dan Pelabuhan Ratu (terletak di Samudera Hindia). Sumber : Paparan Awal JCDS-Study, 19 Oktober 2010.
Angin lautan tropis menyebabkan kenaikan permukaan laut di sisi Barat Laut dan penurunan di sisi timurnya. Oleh karena itu, perbedaan tinggi permukaan air antara lautan-lautan tropis dapat terjadi. Selain itu, variasi tinggi permukaan laut juga dapat disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik meteorologi regional. Variasi ini, yang bukan disebabkan oleh pasang surut, disebut
Mean Sea Level Anomali (MSLA). Dalam gambar di atas, ditampilkan MSLA di Tanjung Priok (terletak di Teluk Jakarta) dan Pelabuan Ratu (terletak di Samudra India). Dari sini dapat dilihat bahwa variasi MSLA tahunan di Tanjung Priok sekitar 15-20 cm, dengan nilai tinggi sekitar Mei dan Juni dan nilai-nilai rendah sekitar bulan Desember sampai Maret. Di bawah ini merupakan grafik variasi tahunan MSLA (rata-rata bulanan) berdasarkan pengamatan tinggi muka air selama 21 tahun, di Tanjung Priok (garis biru). Garis merah menggambarkan MSLA (garis biru), standard deviasi atas (garis merah atas), dan standard deviasi atas (garis merah bawah).
Gambar: JCDS, 3- 15 2011. Sumber Grafik rata-rata MSLA.
3-32
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Pasang surut di Teluk Jakarta dapat diklasifikasikan kedalam tipe diurnal, dimana kejadian pasang dan surut muka air laut terjadi sekali dalam sehari. Tunggang pasang muka air laut pada saat purnama sekitar 1 m. Berdasarkan data dari stasiun pengamatan Sunda Kelapa, elevasi-elevasi penting pasang surut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3- 9 Karakteristik pasang surut Teluk Jakarta. Karakteristik pasang surut Highest High Water Spring Mean High Water Spring Mean High Water Neap Mean Sea Level Mean Low Water Neap Mean Low Water Spring Lowest Low Water Spring
[LWS + m] HHWS MHWS MHWN MSL MLWN MLWS LLWS
1.19 1.00 0.82 0.55 0.31 0.11 0.00
*LWS is defined as Lowest water Spring Sumber : Kajian Reklamasi dan Hidrodinamika Pantura Jakarta, 2013
Gambar 3- 16 Pasang surut Teluk Jakarta. Sumber : Kajian Reklamasi dan Hidrodinamika Pantura Jakarta, 2013.
3.2.6 Kualitas Perairan Perairan Teluk Jakarta yang dikategorikan sebagai perairan pantai (Coastal
Water) tentunya mempunyai peranan yang sangat besar dimana berbagai sektor telah memanfaatkan wilayah ini, baik wilayah laut maupun pantai, antara lain sektor industri, pertambangan, perhubungan, perdagangan, pertanian, dan pariwisata. Kegiatan berbagai sektor yang sedemikian banyak dan tidak terkendali tentunya akan menurunkan tingkat kualitas perairannya. Disamping itu Teluk Jakarta juga merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai yang melewati kota Jakarta, ada 9 muara sungai yang membawa limbahnya baik dari pembuangan sampah, industri 3-33
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
maupun rumah tangga serta kegiatan lainnya, hal ini menyebabkan perairan Teluk Jakarta mempunyai karakteristik yang khusus dimana perairan ini menerima beban pencemaran yang cukup berat. Kualitas fisik Teluk Jakarta dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Suhu. Suhu di perairan dan muara Teluk Jakarta baik pada saat pasang maupun surut masih berada pada kisaran normal dan masih layak untuk kehidupan biota laut. Secara umum suhu permukaan dengan suhu dasar tidak berbeda jauh namun demikian secara umum suhu permukaan sedikit lebih tinggi karena adanya radiasi matahari di mana sinar matahari hanya pada sampai daerah epilimnion (lapisan bagian atas perairan). Kisaran suhu permukaan antara 28,68-30,65OC dan kisaran suhu dasar antara 28,7029,20OC. Sedangkan pada muara saat surut dan saat pasang terlihat suhu saat surut sedikit lebih rendah jika dibanding dengan suhu saat pasang. Hal ini disebabkan adanya perbedaan waktu pengukuran dimana saat surut dilakukan pengukuran pada waktu pagi hari dan saat pasang dilakukan pengukuran pada siang hari. Kisaran suhu di muara antara 29,72-33,40OC pada saat laut dalam keadaan pasang, sedangkan pada saat surut diperoleh kisaran antara 29,69-31,75OC. b. Salinitas atau Kegaraman. Salinitas merupakan nilai konsentrasi total ion yang terdapat diperairan. Secara umum semakin ke utara atau menjauhi perairan Teluk Jakarta, salinitas air laut semakin bertambah tinggi, artinya pengaruh masukan air tawar yang mengalir ke dalam teluk sudah semakin berkurang. Di lapisan permukaan laut pada kedalaman 0-10 m nilai salinitas berkisar antara 30,75-31,8 ‰, sedang pada lapisan kedalaman air laut yang lebih dalam > 20 m variasi salinitas berkisar 31,8-33 ‰. c. Kecerahan. Kondisi kecerahan perairan Teluk Jakarta berkisar antara 1,2 m sampai dengan 7,0 m, dan cenderung meningkat pada bulan Nopember 2007 namun kondisinya kembali memburuk pada Agustus 2008. Sedangkan pada muara pada bulan Juli 2007 saat surut tingkat kecerahannya berada pada interval 0,1 m sampai dengan 1,0 m, sedangkan saat pasang berkisar antara 0.30-1.30 m. Sedangkan untuk bulan Nopember 2007 saat pasang kecerahannya berada pada kisaran 0.2-1.4 m dan saat surut berkisar antara 0.15-0.80 m dan pada bulan Agustus 2008 kecerahannya berkisar 0.1-2 m pada kondisi pasang dan 0.6-2.75 m pada kondisi surut.
3-34
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Kondisi kecerahan perairan Teluk Jakarta 2007-2008.
Kondisi kecerahan pada saat pasang di muara Teluk Jakarta.
Kondisi kecerahan pada saat surut
di muara Teluk Jakarta.
Gambar 3- 17 Kondisi kecerahan di perairan Teluk Jakarta. Sumber : JCDS, 2011.
d. Sedimentasi. Proses sedimentasi yang membentuk pesisir pantai Jakarta secara alami sangat dipengaruhi oleh produktifitas pengendapan Sungai Cisadane di sebelah Barat dan Sungai Citarum di sebelah Timur, telah menghasilkan pola ketinggian tanah atau topografi yang berbeda, yakni : (a) Area dengan ketinggian antara 0,1 hingga 1,2 m terdapat di daerah Kamal Muara sampai Koja dan bagian Timur di daerah Marunda. Area ini memiliki lebar antara 2 hingga 5 Km ke arah darat. (b) Area dengan ketinggian 2,1 m terdapat di daerah Cilincing.
3-35
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
3.3
Karakteristik Sosial dan Kependudukan
3.3.1 Karakteristik Demografi Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk DKI Jakarta adalah 9.588.198 orang yang terdiri dari 4.859.272 laki‐laki dan 4.728.926 perempuan. Dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 masih tampak terjadinya fenomena“kue donat”di DKI Jakarta di mana penduduk bertumpu di lingkar luar sementara itu yang berada di pusat DKI Jakarta relatif rendah. Hanya sekitar 9,37% penduduk yang tinggal di Jakarta Pusat dan yang lainnya menyebar di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Sementara itu penduduk yang berada di Kepulauan Seribu hanya 0,22%. Kota Administrasi Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan adalah tiga kota administrasi dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing‐masing berjumlah 2.687.027 orang, 2.278.825 orang dan 2.057.080 orang. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan wilayah dengan jumlah penduduk yang paling sedikit yaitu 21.071 orang. Tabel 3- 10 Jumlah penduduk, kepadatan, rasio jenis kelamin dan prosentase penduduk di DKI Jakarta
Kabupaten/ Kota
Laki-laki
Perempuan
Kepulauan Seribu 10.965 10.376 Jakarta Selatan 1.039.677 1.017.403 Jakarta Timur 1.368.857 1.318.170 Jakarta Pusat 435.505 445.378 Jakarta Barat 1.162.379 1.116.446 Jakarta Utara 824.159 821.153 DKI Jakarta 4.859.272 4.728.926 Sumber : Sensus Penduduk Tahun 2010, BPS.
Total 21.701 2.057.080 2.687.027 898.883 2.278.825 1.645.312 9.588.198
Kepadatan 2.422 14.561 14.290 18.676 17.592 11.219 14.476
Sex Ratio 103 102 104 102 104 100 103
Dengan luas DKI Jakarta sekitar 662,33 km2 dan didiami oleh 9.588.198 orang, maka rata‐rata tingkat kepadatan penduduk DKI Jakarta adalah sebanyak 14.476 orang per km2. Kota yang paling padat penduduknya adalah Kota Administrasi Jakarta Pusat yaitu 18.676 orang per km2 sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Administrasi Kepulaun Seribu yakni sebanyak 2.422 orang per km2. Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta per tahun selama sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 2000‐2010 sebesar 2,09%. Laju petumbuhan penduduk Kabupaten Jakarta Barat adalah yang tertinggi dibandingkan wilayah lainnya di DKI Jakarta yakni sebesar 4,05 persen, sedangkan yang terendah di Jakarta Pusat yakni sebesar -2,06 persen.
3-36
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Berdasarkan hasil survei Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Jakarta Utara mencapai angka 1.645.312 jiwa, yang terdiri atas 824.159 laki-laki dan 821.153 perempuan (BPS Jakarta, 2010). Secara umum, sex ratio penduduk Jakarta Utara tahun 2010 adalah sebesar 100 yang artinya jumlah penduduk lakilaki sama banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 100 laki-laki.
Sex ratio terbesar untuk wilayah Pantura Jakarta terdapat di Kecamatan Pademangan sebesar 106. Konsentrasi penduduk yang bermukim di kawasan Pantura Jakarta Utara tersebar di Tanjung Priok sebesar 22,80%, kemudian diikuti Kecamatan Cilincing sebesar 22,57%, Kecamatan Penjaringan sebesar 18,62%, Kecamatan Koja sebesar 17,52%, dan Kecamatan Pademangan 9,09%, dan Kelapa Gading presentase penduduknya berada di bawah 10 %. Tabel 3- 11 Jumlah penduduk, kepadatan, rasio jenis kelamin dan prosentase penduduk Jakarta Utara Penduduk Kecamatan
Lakilaki
Perempuan
Jumlah
Kepadatan Penduduk
Rasio Jenis Kelamin
Presentase Penduduk (%)
Jumlah KK
Penjaringan Pademangan Tanjung Priok Koja Kelapa Gading Cilincing
152.584 76.962 189.757 146.761
153.767 72.634 185.438 141.465
306.351 149.596 375.195 288.226
8.633 15.082 14.933 21.830
99 106 102 104
18,62 9,09 22,80 17,52
57.622 28.920 87.210 70.440
73.103
81.465
154.568
9.588
90
9,39
36.605
184.992
186.384
371.376
9.851
99
22,57
65.114
Jakarta Utara Wilayah Pantura DKI Jakarta
824.159
821.153
1.645.312
11.219
100
100,00
345.911
751.056
739.688
1.490.744
12.276
102
90,61
309.306
Sumber : BPS, 2010.
Di dalam wilayah Kota Jakarta Utara sendiri, penduduk menyebar di enam wilayah kecamatan dengan lima kecamatan di antaranya Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, dan Cilincing termasuk dalam kawasan Pantura Jakarta, yaitu wilayah yang diperkirakan akan menjadi areal sebaran dampak dari kegiatan reklamasi yang direncanakan di Teluk Jakarta (BP Pantura, 2001). Di wilayah tersebut juga terdapat sejumlah areal yang direncanakan untuk pelaksanaan kegiatan revitalisasi yang dampaknya diprakirakan akan menyebar di dalam wilayah tersebut. Untuk wilayah Pantura Jakarta, jumlah penduduk pada tahun 2010 tercatat 1.490.744 jiwa (90,61% dari total penduduk Jakarta Utara atau sekitar 17,16% dari total penduduk DKI Jakarta) terdiri dari laki-laki 751.056 jiwa dan perempuan 739.688 jiwa (JCDS, 2011). Jumlah penduduk Pantura Jakarta terbesar ada di
3-37
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kecamatan Tanjung Priok sejumlah 375.195 jiwa dan tingkat kepadatan terendah untuk wilayah Pantura Jakarta ada di Kecamatan Penjaringan (8.633 jiwa/km2).
Gambar 3- 18 Peta Kepadatan Penduduk Wilayah Teluk Jakarta. Sumber: BPS, 2010 dan JCDS, 2011.
Laju pertumbuhan penduduk Jakarta Utara per tahun selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) sebesar 3,43%. Dalam kurun waktu 2008-2010, jumlah penduduk di kawasan Pantura Jakarta telah mengalami perubahan dari 1.092.827 jiwa tahun 2008, naik menjadi 1.490.744 tahun 2010 atau naik sebesar 397.917 jiwa selama dua tahun. Perkembangan penduduk yang cepat di antaranya disebabkan oleh banyaknya pemukiman baru yang dibangun di wilayah Pantura Jakarta dan menarik migrasi ke wilayah ini. Salah satu indikasinya pada tahun 2011, jumlah migrasi masuk (2.821 jiwa) lebih besar di dari jumlah migrasi yang keluar (2.784 jiwa) di Jakarta Utara (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2012). 3.3.2 Pendidikan Penduduk Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian pemerintah pusat maupun daerah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam peningkatan pendidikan baik melalui penyediaan sarana pendidikan maupun peningkatan kualitas guru sebagai tenaga pendidik. Beberapa indikator yang menggambarkan pencapaian bidang pendidikan adalah angka buta huruf, Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan Rata-rata Lama Sekolah (BPS Jakarta Utara, 2012). Angka buta huruf penduduk usia 10 tahun ke atas di Jakarta Utara mengalami penurunan dari 0,85% pada tahun 2009 menjadi 0,77%pada tahun 2010. Hal ini menggambarkan bahwa 0,77% penduduk Jakarta Utara usia sepuluh tahun keatas masih belum mampu membaca dan menulis (BPS Jakarta Utara,
3-38
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
2012). Semakin menurunnya angka buta huruf di Jakarta Utara menunjukan semakin membaiknya kemampuaan membaca dan menulis penduduk Jakarta Utara. Capaian pembangunan di bidang pendidikan selama tahun 2008-2010 cukup menggembirakan. Hal ini ditunjukkan oleh Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada jenjang pendidikan SD (usia 7-12 tahun) sebesar 98,44%, di tingkat SLTP (usia 13–15 tahun) sebesar 85,63%, dan di tingkat SLTA (usia 16–18 tahun) sebesar 55,6% (BPS Jakarta Utara, 2012). Indikator (rasio) murid-guru merupakan gambar ketersediaan tenaga pendidik. Di Jakarta Utara, rasio murid guru di TK sebesar 9, yang berarti setiap 1 guru memiliki beban tanggung jawab untuk sekitar 9 siswa TK. Sementara di tingkat SD setiap guru memiliki beban tanggung jawab terhadap sekitar 22 murid SD. Di tingkat SLTP seorang guru rata-rata bertanggung jawab terhadap sekitar 14 murid dan di tingkat SLTA setiap guru memiliki beban tanggung jawab terhadap sekitar 10 murid. Indikator (rasio) murid-sekolah dapat menggambarkan ketersediaan sarana pendidikan.
0% 3% 5%
Tidak Sekolah
16%
SD SLTP 33%
22%
SMA DIII
S1 21%
S2/S3
Gambar 3- 19 Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk Pantura Jakarta Tahun 2008. Sumber : JCDS, 2011.
Rasio murid-sekolah tertinggi berada pada jenjang SD, yaitu 316, artinya setiap satu sekolah rata-rata diisi oleh 316 orang murid. Ini berarti kepadatan di tingkat SD lebih tinggi dibandingkan tingkat SLTP maupun SLTA, dimana pada jenjang SLTP rasio murid sekolah sebesar 314 dan untuk jenjang SLTA rasio murid sekolah sebesar 296. Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan jenjang SLTP, sehingga proses belajar mengajar di tingkat SLTA lebih memadai dibandingkan pada tingkat SLTP. Berdasarkan data Susenas 2010, sebagian besar penduduk Jakarta Utara berpendidikan SLTA, yaitu mencapai 33%. Sementara itu hanya 5% penduduk yang berhasil menamatkan jenjang pendidikan Sarjana (JCDS, 2011).
3-39
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 3- 12 Fasilitas pendidikan di wilayah Pantura Jakarta Tahun 2008/2009. TK
SD
SLTP
SMA/SMK
Kecamatan Sekolah
Guru
Murid
Sekolah
Guru
Murid
Sekolah Guru
Murid
Sekolah
Guru
Murid
Penjaringan
43
233
3108
64
984 21.606
29
851
18.260
32
713
69.09
Pademangan
15
90
957
39
545 12.507
13
331
11.973
9
239
2.877
Tanjung Priok
79
345
3.762
98
1.500 29.941
44 1.062
28.154
40
1.035
11.408
Koja
48
211
2.341
94
1.269 27.615
29 1.011
28.395
27
696
8.743
Cilincing
71
286
3.165
92
739 11.801
24
29.949
29
839
10.376
256
1.165
13.333
387
5.037102.750
139 4.123 117.409
137
3.522
40.133
Total
868
Sumber : BPS Jakarta Utara, 2009.
3.3.3 Ketenagakerjaan Penduduk DKI Jakarta yang termasuk angkatan kerja, yaitu penduduk yang tercatat bekerja, sebanyak 4.747.518 jiwa atau 55,69% dari total penduduk DKI Jakarta (BPS DKI Jakarta, 2009). Dari jumlah angkatan kerja tersebut, sebanyak 10,32% diantaranya tercatat sebagai penduduk di Kota Jakarta Utara. Adapun penduduk usia kerja yang tidak termasuk angkatan kerja tercatat sebagai mengurus rumah tangga, pelajar/mahasiswa, dan lainnya. Sedangkan penduduk angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Pada tabel berikut, Kota Jakarta Utara memiliki angka penduduk pencari kerja yang relatif kecil, yaitu sebesar 1,12% dari total penduduk DKI Jakarta. Demikian pula halnya dengan penduduk yang tidak masuk angkatan kerja karena alasan sekolah sebesar 1,05%. Tabel 3- 13 Jumlah angkatan kerja dan bukan angkatan kerja DKI Jakarta dan Kota Jakarta Utara Tahun 2009.
Angkatan Kerja 1. Bekerja 2. Pencari Kerja Bukan Angkatan Kerja 1. Sekolah 2. Mengurus Rumah Tangga 3. Lainnya
DKI Jakarta Jiwa Presentase 4.747.518 55,69 4.186.956 49,11 570.562 6.6 2.250.966 26,41 529.915 6,2 1.404.660 16,47 316.391 3,7
Total Penduduk
8.523.157
100
Kota Jakarta Utara Jiwa Presentase 880.368 10,32 783.515 9,18 96.873 1,12 382.179 4,48 90.121 1,05 245.260 2,87 46.798 0,53 1.422.838
16,68
Sumber : BPS DKI Jakarta, 2009.
Dalam pengelompokkan angkatan kerja di Kota Jakarta Utara pada tabel di bawah terlihat bahwa lebih dari separuh jumlah angkatan kerja termasuk kategori
3-40
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
muda dengan selang usia antara 20-39 tahun. Tabel di bawah semakin menegaskan bahwa penduduk Kota Jakarta Utara akan bekerja setelah menyelesaikan pendidikan SLTA pasca umur 15-19 tahun, dan hal ini sejalan dengan statistik sebelumnya bahwa mayoritas penduduk Kota Jakarta Utara menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SLTA. Pada usia remaja, jumlah penduduk Kota Jakarta Utara yang bekerja paling sedikit dibandingkan pada kategori usia lainnya. Hal ini dapat disebabkan pada usia ini belum memiliki keterampilan yang memadai untuk bekerja. Mayoritas penduduk yang bekerja di Kota Jakarta Utara adalah kaum laki-laki. Hal ini mencerminkan bahwa karakteristik angkatan kerja perempuan di Jakarta Utara dipengaruhi oleh siklus kehidupannya sebagai ibu rumah tangga, di mana pada selang usia dalam kategori muda keluar dari angkatan kerja karena umumnya memiliki anak kecil sehingga perlu lebih banyak mencurahkan waktunya untuk melaksanakan kegiatan domestik. Tabel 3- 14 Jumlah penduduk yang bekerja menurut golongan umur dan kelamin Jakarta Utara Tahun 2010. Golongan Umur 15 – 19 20 – 39 40 – 54 55 – 64 Total
Kategori Remaja Muda Dewasa Lanjut
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 24.396 31.540 301.988 213.805 138.688 67.142 34.456 16.170 499.188 328.477
Total 55.936 515.793 205.830 50.526 827.665
Sumber : BPS Jakarta Utara, 2012.
Salah
satu
lapangan
perkerjaan
atau
sumber
mata
pencaharian
masyarakat di wilayah Jakarta Utara adalah sebagai nelayan. Jumlah nelayanan banyak bermukim di antaranya di daerah Kamal Muara, Muara Angke dan perkampungan nelayanan yang ada di Kecamatan Penjaringan. Jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta sejumlah 20.125 orang pada tahun 2008. Namun, dilihat dari perkembangannya, jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta cenderung menurun. Pada tahun 2004, berjumlah 26.301 orang turun menjadi 20.125 orang pada tahun 2008. Penurunan ini diakibatkan semakin banyaknya nelayan yang beralih pekerjaan (Sudin Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jakarta Utara, 2008.
18000 16000 14000
3-41
12000
10000
Nelayan Penetap
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 20 Jumlah nelayan di Jakarta Utara menurut jenis dan status Tahun Sumber : Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, 2008.
3.3.4 Kondisi Sosial Budaya Berdasarkan dokumen AMDAL Regional Pantura DKI Jakarta (BP Pantura, 2001) dan dokumen ATLAS Pengamanan Pantai Jakarta, kondisi sosial budaya perlu dan penting untuk dipertimbangkan dalam merencanakan kawasan Pantura DKI Jakarta. 3.3.4.1. Tipologi dan Kondisi Permukiman Berdasarkan AMDAL Regional (BP Pantura, 2001), kondisi sosial budaya di kawasan Pantura Jakarta, permukiman yang ada dapat dikategorikan ke dalam beberapa tipologi. Tipologi yang berbeda tampaknya berhubungan dengan perbedaan sejarah pertumbuhan, proses dan aktivitas bermukim, komunitas pemukim, serta kondisi sosio-budaya maupun sosio-ekonomi pemukim. Secara garis besar, permukiman di kawasan Pantura Jakarta dapat dibagi ke dalam beberapa kategori tipologi fisik, yaitu permukiman nelayan, permukiman kampung kota, permukiman darurat yang sporadis, permukiman kampung kota dengan kondisi relatif baik, dan kompleks real estat. Tipologi tersebut dapat dielaborasi lebih rinci menurut kualitas perumahan, standar prasarana dan sarana, maupun karakteristik lainnya. Namun untuk pembahasan dipergunakan kategori yang lebih umum sebagaimana dijelaskan terdahulu. a. Permukiman nelayan. Permukiman nelayan terdapat di Kecamatan Penjaringan, Tanjung Priok dan
Cilincing.
Di
Kecamatan
Penjaringan,
permukiman
nelayan
terkonsentrasi di pantai Kamal Muara, Muara Angke, dan Muara Baru, yang merupakan tiga perkampungan dengan komunitas bahari dengan populasi
3-42
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
terbesar. Nelayan di ketiga kawasan tersebut masing-masing membentuk sistem yang khas dalam jangka yang relatif panjang, di mana ciri komunitas dapat berfungsi sebagai kekuatan untuk mempertahankan eksistensinya. Di Kamal Muara, permukiman nelayan yang dibangun puluhan tahun silam, yaitu sejak tahun 1964, semula muncul secara individual yang kemudian diikuti oleh kelompok keluarga lainnya dari Bugis, Bone, dan sebagian Madura. Oleh karena itu, permukiman terbentuk dengan tata letak bersifat organik. Mula-mula yang dibangun adalah rumah Bugis oleh karena penduduk berasal dari Bugis-lah yang pada awalnya datang dan bermukim dengan permukiman corak arsitektur Bugis. Dalam perkembangannya, di lokasi yang sama dibangun rumah dengan arsitektur seperti di Jakarta pada umumnya. Hingga kini, sejumlah rumah Bugis dapat dijumpai di kawasan Muara Kamal. Di Muara Angke, permukiman nelayan yang ada menghuni dua RW di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan. Penduduk nelayan di Muara Angke berasal dari Madura, Cirebon, Jawa, Lampung, Banten (Kulon), Bugis, dan Makassar, selain penduduk asli Jakarta. Permukiman nelayan Muara Angke termasuk berusia panjang dan merupakan salah satu dari dua permukiman nelayan penting di kawasan Pantura Jakarta, selain Kamal
Muara.
Secara
fisik,
permukiman
Muara
Angke
dapat
dikelompokkan menurut dua kategori. Yang pertama adalah yang terdapat di sempadan pantai yang umumnya bersifat semi-permanen dengan kondisi prasarana dan sarana yang kurang memadai. Sebagian dari permukiman tersebut terdapat di sekitar Pasar Ikan Muara Angke. Yang kedua adalah kelompok permukiman dengan karakteristik berbeda, yaitu permukiman yang direvitalisasi melalui program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 1978. Permukiman tersebut sebagian merupakan lokasi pemukiman kembali nelayan dari daerah Lagoa, Kalibaru, dan Muara Angke sendiri. Pembangunan perumahan untuk pemukiman kembali dilakukan secara bertahap, di mana pada tahap selanjutnya melibatkan berbagai instansi lain, misalnya Departemen Sosial melalui program HKSN. Program tersebut menurut catatan hingga tahun 1996 telah menghasilkan lebih dari 1.000 unit rumah yang diperuntukkan bagi nelayan, ABK, pedagang, dan lain-lain. Permukiman yang diintervensi oleh program tersebut memiliki pola fisik relatif teratur, dilengkapi prasarana dan sarana, dan terdiri dari berbagai tipe unit bangunan maupun rumah, seperti rumah panggung, rumah bermis, rumah susun, dan lain-lain.
3-43
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Seluruh kawasan nelayan Muara Angke merupakan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah pengawasan Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, sehingga pihak lain tidak diijinkan untuk mendirikan bangunan baik sementara maupun permanen di wilayah tersebut. Rumah yang telah diperbaiki
melalui
dipindahtangankan.
program
tersebut
Sedangkan
pada
upaya
dasarnya
renovasi
atau
tidak
dapat
penambahan
bangunan dapat dilakukan dengan izin Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta. Namun, praktek pemindahtanganan rumah telah berlangsung oleh karena lokasi perkampungan Muara Angke relatif baik dan memiliki akses tinggi ke pusat kota. b.
Perumahan kampung kota Permukiman kampung kota merupakan permukiman yang proses pembangunannya
berjalan
secara
informal,
sedikit-demi
sedikit
(incremental), dan berbentuk organik. Pada umumnya permukiman tersebut memiliki prasarana dan sarana yang relatif terbatas. Selain itu, kondisi fisik perumahan relatif terbatas, kepadatan bangunan dan penduduknya sangat tinggi. Sedangkan kondisi sosial dan ekonomi penghuni termasuk golongan ekonomi lemah, walaupun di dalam komunitas tersebut berdiam pula keluarga yang berstatus sosial dan ekonomi yang lebih tinggi. Tipologi permukiman kampung kota memiliki wilayah yang terbesar di kawasan Pantura Jakarta. Permukiman tersebut tersebar di berbagai bagian kawasan Pantura Jakarta, dengan sebaran konsentrasi yang cukup signifikan di Selatan Jl. R.E. Martadinata. Daerah lainnya yang memiliki permukiman tipologi ini meliputi kawasan di sepanjang jalan Kamal MuaraKapuk Raya, di sebelah selatan kawasan Pluit, di sebelah selatan Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), dan di sebelah selatan Pelabuhan Tanjung Priok. Dalam kaitan ini, kelurahan yang memiliki permukiman kampung kota yang luas adalah Tegal Alur, Penjaringan, Pademangan Barat, Warakas, Kebon Bawang, Koja Selatan, Rawa Badak, Lagoa, dan Tugu Utara. Namun konsentrasi terbesar permukiman kampung kota di kawasan Pantura Jakarta adalah di Selatan Taman Impian Jaya Ancol dan Pelabuhan Tanjung Priok. Walaupun pada umumnya bentuk dan pola perkembangan permukiman dengan tipologi perkampungan kota adalah organik, di sebagian besar daerah yang diamati, pola perkembangannya justru teratur, seperti di Kelurahan Warakas, di selatan TIJA, dan di Selatan Pelabuhan Tanjung Priok. Pola jalan dan gang di permukiman
3-44
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
tersebut berbentuk ortogonal, sehingga seolah-olah merupakan hasil perencanaan sebelumnya. Selain itu, terdapat kampung kota yang penting yaitu Kampung Luar Batang di kelurahan Penjaringan. Di kampung Luar Batang terdapat Mesjid Al-Alaydrus yang dilindungi sebagai cagar budaya dan kampung ini termasuk daerah yang dikonservasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. c. Pemukiman darurat Permukiman darurat adalah permukiman yang kondisi seluruh unsur fisiknya bersifat darurat. Bangunan rumah
dalam permukiman
ini
mempergunakan bahanbahan darurat, seperti karton dan bahan bekas pakai yang cenderung berbentuk gubuk. Standar rumah juga rendah, bahkan tidak tersedia prasarana dan sarana lingkungan. Umumnya permukiman darurat berdiri di atas tanah pihak lain secara ilegal. Permukiman darurat tumbuh secara sporadis di bantaran sungai, di sekitar rawa, di pinggiran permukiman kampung, dan lokasi lainnya yang memungkinkan mendirikan bangunan secara ilegal. Permukiman dengan tipologi ini umumnya berlokasi di daerah yang sedang tumbuh pesat. Karenanya, permukiman jenis ini usianya jauh lebih muda dibandingkan permukiman nelayan atau kampung kota. Permukiman darurat juga rawan terhadap penggusuran, namun dengan cepat akan tumbuh kembali. Dalam perkembangannya, permukiman ini dapat tumbuh menjadi permukiman kampung kota yang besar dan padat. Kampung Muara Baru merupakan salah satu permukiman darurat yang kemudian berkembang menjadi kampung kota. Permukiman dengan tipologi darurat dalam skala luasan yang relatif besar dijumpai di barat daya Teluk Jakarta, terutama di Kamal dan Tegal Alur. Permukimannya tumbuh di dekat pantai, di sepanjang jalan arteri, di sekitar Kawasan Industri dan Pergudangan Rawa Melati, kelurahan Cengkareng, kelurahan Semper Barat dan Timur, kelurahan Sukapura, kelurahan
Cakung.
Barat,
dan
kelurahan
Rawa
Terate.
Di
luar
perkampungan ini, permukiman darurat lainnya tumbuh dalam luasan yang terbatas secara sporadis. d. Perumahan real-estat Perumahan real-estate adalah perumahan terencana yang dibangun oleh perusahaan pengembang. Perumahan real-estat tersebar hampir di seluruh bagian kawasan Pantura Jakarta dengan kisaran variasi kelas dan
3-45
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
sasaran yang cukup lebar, walaupun sebagian besar diperuntukkan bagi masyarakat golongan menengah-atas dan atas. Perumahan real-estat yang pertama di kawasan Pantura Jakarta kawasan Pluit, kemudian disusul oleh kompleks Sunter Agung Podomoro dan Pantai Mutiara. Kompleks perumahan real-estat terdapat di sebelah Barat dan Selatan Pelabuhan Tanjung Priok, Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, Villa Kapuk Mas dan sebagainya. Pantai Mutiara merupakan kompleks perumahan yang sangat eksklusif. Di sekitar TIJA, kecuali dua kompleks perumahan mewah yang terdapat di dalam TIJA, kompleks perumahan real-estat berdiri berbatasan dengan permukiman nelayan atau permukiman kampung kota. Pantai Mutiara, Kompleks Pluit Indah, dan Muara Karang di Kecamatan Penjaringan secara bersama berbatasan dengan kampung Muara Angke dan permukiman kampung kota yang terdapat di selatan Jalan Pluit Selatan Raya. Sedangkan kompleks perumahan Sunter Agung Podomoro berbatasan dengan permukiman kampung kota yang terdapat di kelurahan Warakas dan kelurahan Papanggo. 3.3.4.2. Keamanan dan Ketertiban Dibandingkan dengan wilayah lain, kondisi kriminalitas dan keamanan di kawasan Pantura Jakarta termasuk kategori rawan (JCDS, 2011). Keadaan tersebut antara lain terbentuk oleh tipologi kegiatan yang mengerahkan penduduk golongan ekonomi lemah dalam jumlah besar, seperti kegiatan pelabuhan; serta kondisi fisik setempat yang memungkinkan penduduk golongan bawah untuk melakukan okupsi lahan, seperti bantaran sungai, lahan kosong, tanah negara. Selain itu, kawasan Pantura Jakarta berdekatan dengan wilayah Jakarta Barat yang tercatat sebagai wilayah dengan tingkat kriminalitas tertinggi. Kesenjangan sosial juga nampak dengan adanya konflik sosial antara masyarakat golongan berpenghasilan rendah di perkampungan dengan penghuni perumahan mewah yang relatif banyak dijumpai di kawasan Pantai Utara Jakarta. 3.3.4.3. Wilayah Kota Tua Jakarta Kota Tua Jakarta dikenal dengan sebutan Batavia Lama ( Out Batavia) adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta. Lingkungan yang termasuk wilayah ini meliputi Sunda Kelapa, Pasar Ikan, Luar Batang, Kali Besar, Taman Fatahillah dan Glodok. Luas wilayah Kota Tua Daerah sekitar sekitar 139 hektar. Kawasan ini merupakan awal dari masa depan perkembangan kota Jakarta sejak abad 14. Selama tahun 1527 ini adalah kota pelabuhan yang direbut oleh Fatahillah dan
3-46
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
berganti nama menjadi Jayakarta. Lebih lanjut lagi di tahun 1620 kota ini dikuasai oleh VOC Belanda yang diubah menjadi Batavia. Pada abad ke-18, kota ini telah berkembang ke sisi selatan sampai ke daerah di taman Fatahillah dan Glodok sekarang. Sebagai kota tua, Jakarta telah meninggalkan warisan dari sejarah masa lalu mengambil bentuk bangunan dengan arsitektur Eropa dan Cina dari abad 17 sampai awal abad ke-20. Kota Tua ini telah dipelihara sebagai kawasan restorasi. Beberapa situs dan bangunan bersejarah di Jakarta meliputi : Masjid Luar Batang, Pelabuhan Sunda Kelapa, pasar Ikan, Museum Maritim Nasional, Menara Syahbandar, Jembatan Tarik Kota Intan, Kali Besar (Grootegracht), Gereja Sion, Museum Wayang, Lapangan Fatahillah, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta, Café Batavia, Toko Merah, Standard-Chartered Bank, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, Stasiun Jakarta Kota, Pecinan Glodok dan Pinangsia, Petak Sembilan, Vihara Jin De Yuan (Vihara Dharma Bhakti), Gedung Chandranaya, dan Gedung Arsip Nasional. 3.4
Karakteristik Perekonomian
3.4.1 Struktur Mata Pencaharian Sebagaimana umumnya wilayah dengan karakteristik perkotaan, struktur mata pencaharian penduduk Kota Jakarta Utara didominasi oleh sektor perdagangan, industri dan jasa. Statistik tahun 2010 mencatat bahwa lebih dari separuh angkatan kerja di Kota Jakarta Utara mengandalkan kedua sektor tersebut sebagai sumber pencarian nafkah. Sementara sektor pertanian dalam struktur mata pencaharian penduduk Kota Jakarta Utara berada pada urutan terakhir dengan kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja hanya tercatat 2,29% dari angkatan kerja. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor ini menurun, karena menurut catatan AMDAL Regional (BP Pantura, 2001) jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 1998 sekitar 2,29%. Hal ini bisa dikaitkan dengan berkurangnya lahan pertanian karena peralihan peruntukan lahan di Kota Jakarta Utara. Mata pencaharian di DKI Jakarta juga didominasi oleh sektor perdagangan, industri dan jasa. Statistik tahun 2010 mencatat bahwa lebih dari separuh angkatan kerja di DKI Jakarta mengandalkan kedua sektor tersebut sebagai sumber pencarian nafkah. Adapun sektor pertanian di DKI Jakarta dengan tingkat penyerapan tenaga kerja hanya 0,63% dari angkatan kerja menunjukkan peran yang jauh lebih kecil dalam membentuk struktur mata pencaharian penduduk dibandingkan dengan peran sektor lainnya.
3-47
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 3- 15 Prosentase Penduduk yang Bekerja Menurut Sektor Lapangan Pekerjaan Sektor Pekerjaan Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa Lainnya Total
DKI Jakarta
Kota Jakarta Utara
Laki-laki 0,89
Perempuan 0,19
Total 0,63
Laki-laki 2,34
Perempuan 0
Total 1,41
15,60
17,18
16,19
21,37
29,65
24,65
33,95 27,96 21,59
41,34 36,45 4,48
36,69 31,11 15,38
31,18 16,77 28,34
35.61 28,01 6,73
32,94 21,23 17,77
100
100
100
100
100
100
Sumber : BPS DKI Jakarta, 2010.
3.4.2 Tingkat Pendapatan Salah satu tolak ukur untuk dapat menilai tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat di suatu wilayah adalah dengan melihat seberapa banyak wilayah tersebut memiliki desa/kelurahan yang termasuk dalam kategori tertinggal, yang merupakan kantung-kantung kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2008, menunjukkan bahwa kantung kemiskinan paling banyak di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Untuk kawasan Pantura Jakarta sebagian kelurahan tertinggal ada di Kecamatan Penjariangan yang terletak di sub-kawasan Barat dan Kecamatan Cilincing yang berlokasi di sub-kawasan timur. Untuk memperoleh gambaran tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat yang lebih nyata, maka dapat dilakukan penelusuran terhadap alokasi penggunaan pendapatan melalui pola pengeluaran keluarga. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan keluarga, pendapatan akan dialokasikan dengan urutan prioritas pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi pangan, papan dan kesehatan. Semakin besar alokasi pendapatan keluarga digunakan untuk mendapatkan pangan maka semakin rendah tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga tersebut. Dari hasil survei di kawasan Pantura Jakarta (Studi Amdal Regional Pantura Jakarta) digambarkan bahwa antara 49% sampai dengan 77% responden yang menyebar di lima kecamatan dalam kawasan Pantura Jakarta mengalokasikan sedikitnya 60% dari pendapatannya untuk memenuhi konsumsi keluaraga. Bahkan sekitar 3% hingga 13% di antara responden tersebut menggunakan hampir seluruh pendapatannya hanya untuk konsumsi keluarga. Responden yang masih memiliki alokasi pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan selain pangan dan papan ternyata lebih memprioritaskan pengeluaran untuk pendidikan daripada untuk kesehatan. Diperkirakan bahwa banyaknya industri skala besar dan menengah di kawasan ini mendorong responden untuk melakukan investasi di bidang pendidikan agar anaknya dapat memasuki kesempatan kerja di sektor tersebut. Kondisi keuangan rumah tangga di Kawasan
3-48
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Pantura pada tahun 2007 dapat dilihat dari tingkat pengeluaran penduduk, dimana hampir 54% dari total penduduk mempunyai mengeluaran per kapita sebulan di atas Rp. 500.000,- sisanya di bawah Rp. 500.000,3.4.3 Kemiskinan Berdasarkan data Bappenas tahun 2008, jumlah penduduk miskin untuk 3 provinsi di wilayah Jabodetabekjur adalah 2,2 juta jiwa atau 9,4% dari total penduduk di wilayah Jabodetabekpunjur. Di Wilayah DKI Jakarta, proporsi penduduk miskin terbesar ialah di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Di wilayah Jakarta Utara, proporsi rata-rata penduduk miskin dalam lima tahun terakhir adalah sebesar 5,4%. Jumlah ini berada diatas rata-rata proporsi penduduk miskin di DKI Jakarta yang sebesar 3,8%. Tabel 3- 16 Jumlah Penduduk Miskin DKI Jakarta DKI Jakarta Tahun
Jumlah
%
Jakarta Utara
Poverty Gap
2008 342,600 3.86 2009 339,600 3.8 2010 388,200 4.04 2011 355,200 3.64 2012 366,700 3.7 Sumber: Jakarta Dalam Angka 2012
0.58 0.54 0.64 0.44 0.56
Poverty Gap
Jumlah
%
85,200 76,200 92,600 84,730 87,500
6.02 5.34 5.62 5.07 5.14
0.87 0.85 0.92 0.68 0.97
Tabel 3- 17 Jumlah Penduduk Miskin Jakarta Utara NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
KECAMATAN Penjaringan Pademangan Tanjung Priok Koja Kelapa Gading Cilincing JUMLAH Sumber: Jakarta Dalam Angka 2012
RUMAH TANGGA 9.868 5.887 5.788 9.678 865 16.558 48.635
PENDUDUK 39.214 21.802 23.589 40.071 3106 68.024 195.806
Secara makro, kemiskinan diukur dengan Garis Kemiskinan (GK). Garis Kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimal makanan dan bukan makanan agar tetap dapat hidup. Ukuran GK adalah rata-rata pengeluaran per kapita per bulan. Penduduk yang tingkat pengeluarannya di bawah GK termasuk ke dalam penduduk miskin. Penduduk miskin di Jakarta Utara sempat mengalami penurunan pada tahun 2009 dari 85.200 jiwa menjadi 76.200 jiwa (BPS DKI Jakarta Utara, 2012). Namun demikian pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan menjadi 92.600 jiwa. Demikian
3-49
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
halnya dengan persentase penduduk miskin juga menunjukkan penurunan dari 6,02% pada tahun 2008 menjadi 5,34% pada tahun 2009 dan sedikit meningkat menjadi 5,62% pada tahun 2010. Sementara itu ukuran GK yang merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di Jakarta Utara mengalami peningkatan dari Rp. 292.656 pada tahun 2008 menjadi Rp. 316.673 pada tahun 2010 (BPS DKI Jakarta Utara, 2012). Angka indeks kedalaman kemiskinan terus mengalami peningkatan, dapat diartikan bahwa semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Demikian halnya dengan indeks keparahan kemiskinan menunjukkan peningkatan, berarti semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Dalam rangka pengentasan kemiskinan, pemerintah memerlukan data kemiskinan yang bersifat mikro yaitu data tentang Rumah Tangga Sasaran (RTS). Secara nasional, data RTS dikumpulkan pertama kali pada tahun 2005 terkait dengan penyediaan data rumahtangga penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Dalam menentukan RTS, BPS menggunakan 14 variabel yang secara statistik dapat menggambarkan tingkat kemiskinan suatu rumahtangga. Berdasarkan hasil pemuktahiran data Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama BPS Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 dan 2010, jumlah RTS di Jakarta Utara mengalami penurunan dari 50.291 RTS menjadi 48.635 RTS. Apabila dikaji lebih dalam, penurunan RTS pada tahun 2010 disebabkan oleh turunnya jumlah RTS katagori miskin dari 16.502 rumah tangga (2009) menjadi 14.934 rumah tangga (2010). Demikian halnya dengan rumah tangga hampir miskin mengalami sedikit penurunan dari 24.505 rumah tangga menjadi 24.271 rumah tangga. Sebaliknya, pada tahun yang sama jumlah rumah tangga sangat miskin mengalami peningkatan dari 9.284 rumah tangga menjadi 9.430 rumah tangga. 3.5
Ketersediaan Sarana dan Prasarana
3.5.1 Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan merupakan peruntukan lahan dengan fungsi utama sebagai sarana kegiatan pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi. Jumlah fasilitas pendidikan pada masing-masing tingkat di Kawasan Pantai Utara Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3- 18 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kawasan Pantai Utara Jakarta Tahun 2009. Kelurahan Cilincing
TK
SD
SLTP
SLTA
Akademi/ Universitas
52
109
31
25
4
3-50
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Koja Pademangan Penjaringan Tanjung Priok
43 30 52 66 243
Total
102 45 86 114 456
38 19 42 51 181
28 10 26 43 132
1 1 1 3 10
Sumber : Kecamatan Cilincing, Koja, Pademangan, Penjaringan dan Tanjung Priok dalam Angka, 2010.
3.5.2 Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan peruntukan lahan dengan fungsi utama sebagai sarana pelayanan kesehatan. Jumlah masing-masing jenis fasilitas kesehatan di Kawasan Pantai Utara Jakarta terdapat pada tabel di bawah ini. Tabel 3- 19 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kawasan Pantai Utara Jakarta Tahun 2009. Kelurahan
Rumah Sakit
Rumah Bersalin
1 4 3 10 18
14 19 5 11 8 57
Cilincing Koja Pademangan Penjaringan Tanjung Priok
Total
Poliklinik/ Balai Pengobatan 29 17 12 10 19 87
BKIA/ Posyandu
Puskesmas
Apotik
4 12 6 83 20 125
10 8 5 7 14 44
12 19 9 28 38 106
Sumber : Kecamatan Cilincing, Koja, Pademangan, Penjaringan dan Tanjung Priok dalam Angka, 2010.
3.5.3 Fasilitas Peribadatan Fasilitas peribadatan ini merupakan peruntukan lahan dengan fungsi utama sebagai sarana kegiatan peribadatan. Fasilitas peribadatan yang terdapat di Kawasan Pantai Utara Jakarta
adalah masjid sebanyak 434 unit, musholla
sebanyak 923 unit, gereja sebanyak 141 unit, pura sebanyak 38 unit, dan kuil/klenteng sebanyak 30 unit. Jumlah fasilitas peribadatan di Kawasan Pantai Utara Jakarta terdapat pada di bawah ini. Tabel 3- 20 Jumlah Fasilitas Peribadatan di Kawasan Pantai Utara Jakarta Tahun 2009. Kelurahan Cilincing Koja Pademangan Penjaringan Tanjung Priok
Total
Masjid
Musholla
Gereja
Pura
Kuil/ Klenteng
122 91 47 52 122 434
227 276 68 111 241 923
21 12 17 33 58 141
1 33 4 38
3 3 4 16 4 30
Sumber : Kecamatan Cilincing, Koja, Pademangan, Penjaringan dan Tanjung Priok dalam Angka, 2010.
3-51
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
3.5.4 Fasilitas Olahraga Kawasan Pantai Utara Jakarta memiliki berbagai fasilitas olahraga seperti lapangan sepakbola, lapangan bulutangkis, lapangan bola voli, dan lainnya. Jumlah fasilitas olahraga di kawasan Pantai Utara Jakarta adalah sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 3- 21 Jumlah Fasilitas Olahraga di Kawasan Pantai Utara Jakarta Tahun 2009 Kelurahan Cilincing Koja Pademangan Penjaringan Tanjung Priok
Total
Sepakbola
Bulutangkis
Kolam Renang
Bola Voli
Lainnya
14 5 1 3 3 26
41 30 9 15 31 126
1 7 16 3 27
42 17 1 1 19 80
16 2 22 14 54
Sumber : Kecamatan Cilincing, Koja, Pademangan, Penjaringan dan Tanjung Priok dalam Angka, 2010.
3.5.5 Jaringan Energi, Listrik, dan Telekomunikasi Di seluruh Provinsi DKI Jakarta konsumsi listrik dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu rumah tangga, badan usaha, industri umum dan multi guna. Penggunaan listrik di Jabodetabek sebagian besar untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. Sedangkan untuk kebutuhan kegiatan sosial dan ekonomi maupun penerangan jalan masih relatif rendah. Dalam perjalanan waktu jumlah daya listrik tersambung di wilayah DKI Jakarta menunjukkan peningkatan. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3- 22 Jumlah pelanggan dan daya listrik tersambung DKI Jakarta 1999-2007 No.
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Jumlah Pelanggan 1.913.878 1.965.685 2.023.368 2.031.591 2.157.314 2.224.768 2.295.259 2.361.839 2.421.581
Jumlah Daya Listrik Tersambung 6.580.171.049 6.891.565.384 7.539.983.886 8.019.892.134 7.881.383.382 10.904.997.933 9.297.616.879 9.112.867.718 9.729.725.078
Sumber : RTRW DKI Jakarta 2030, 2012.
3-52
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Pasokan tenaga listrik Jakarta bersumber dari interkoneksi Jawa-Bali. Di DKI Jakarta ada beberapa pembangkit listrik yaitu Muara Karang dengan kapasitas sebanyak 1.670 MW, Priok dengan kapasitas sebanyak 2.052 MW, Muara Tawar dengan kapasitas sebanyak 800 MW. Jumlah keseluruhan kapasitas dari pembangkit 4.522 MW. Dari sistem Jawa Bali jumlah kapasitas sebanyak 4.000 MW. Di wilayah Jakarta Utara sendiri, jaringan listrik sebagai fasilitas penerangan sudah
tersebar
merata.
Hampir
seluruh
rumah
tangga
(99,83
persen)
menggunakan listrik sebagai fasilitas penerangannya baik listrik PLN maupun Non PLN. Jumlah pelanggan listrik maupun VA tersambung di Jakarta Utara dari tahun ke tahun terus meningkat. Demikian halnya dengan listrik yang terjual pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 10,72% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagian listrik terjual dilayani di area pelayanan Sunter sebesar 57,60% (BPS Kota Administrasi Jakarta Utara, 2011). Gardu induk PLN yang terdapat di Kecamatan Cilincing yaitu Gardu Induk PLN Kandang Sapi, Gardu Induk PLN Marunda, dan Gardu Induk PLN Muara Tawar. Gardu induk PLN yang terdapat di Kecamatan Koja yaitu Gardu Induk Plumpang. Gardu Induk PLN yang terdapat di Kelurahan Pademangan yaitu Gardu Induk Ancol. Gardu induk PLN yang terdapat di Kecamatan Penjaringan yaitu Gardu Induk Angke dan Gardu Induk Muara Karang. Gardu induk PLN yang terdapat di Kecamatan Tanjung Priok yaitu Gardu Induk Tanjung Priok. Pembangkit Listrik PLN. Di wilayah DKI Jakarta terdapat tiga pembangkit listrik yaitu Muara Karang dengan kapasitas sebanyak 1.670 MW, Priok dengan kapasitas sebanyak 2.052 MW, Muara Tawar dengan kapasitas sebanyak 800 MW. Salah satu kebutuhan sistem pembangkit listrik tersebut adalah sistem air pendingin dan air baku yang bersumber dari perairan Teluk Jakarta. Untuk pembangkit listrik PLTU Muara Karang dengan kapasitas 1.670 MW, dibutuhkan air pendingin dengan debit rata-rata sebesar 190.000 m3/jam (sekitar 60 m3/detik). Untuk PLTGU Tanjung Priok, selain diperlukan air laut untuk sistem pendingin, air laut yang dipanaskan dimanfaatkan untuk menghasilkan uap yang digunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan tenaga listrik. Selain sebagai pemasok untuk kebutuhan air bagi pembangkit-pembangkit tenaga listrik, perairan Teluk Jakarta juga berfungsi sebagai tempat pembuangan air panas dari outlet PLTU dan PLTGU tersebut. Gangguan pada pada supply air laut, baik untuk air pendingin maupun air baku, akan menyebabkan mesin pembangkit trip sehingga terjadi pemadaman.
3-53
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 21 Lokasi pembangkit listrik Muara Karang Sumber : Hasil pengolahan data, 2011.
Gambar 3- 22 Lokasi pembangkit listrik Tanjung Priok Sumber : Hasil pengolahan data, 2011.
Jaringan telekomunikasi. Fasilitas komunikasi di Kawasan Pantai Utara Jakarta, antara lain kantor pos, telepon umum, bis surat, dan wartel dengan rincian kantor pos sebanyak 24 unit, telepon umum sebanyak 786 unit, bis surat sebanyak 97 unit, dan jumlah wartel sebanyak 332 unit. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
3-54
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 3- 23 Telekomunikasi di Pantai Utara Jakarta Tahun 2009.
Kelurahan
Kantor Pos
Telepon Umum
Bis Surat
Wartel
7 3 3 5 6 24
288 71 61 83 283 786
12 13 19 18 35 97
89 27 35 49 132 332
Cilincing Koja Pademangan Penjaringan Tanjung Priok Total
Sumber : Kecamatan Cilincing, Koja, Pademangan, Penjaringan, dan Tanjung Priok dalam Angka, Tahun 2012.
Kabel SKKL. Beberapa SKKL (Sistem Komunikasi Kabel Laut), yang dimiliki oleh
beberapa
provider,
telah
berada
dan
direncanakan
dan
kontrak
pembangunannya dibawah laut Teluk Jakarta dalam posisi yang tidak beraturan. Kabel-kabel tersebut antara lain : a.
SKKL PT. Indosat JS (Jakarta-Surabaya), Stasiun Ancol – Banyu Urip sepanjang 371-km.
b.
SKKL PT. Indosat APCN, Stasiun Ancol – Mersiang sepanjang 1026-km dan Stasiun Ancol – Changi sepanjang 1048-km.
c.
SKKL PT. Indosat JASURAUS, Stasiun Ancol – Port Hedland sepanjang 2801- km.
d.
SKKL PT. Indosat SMW3 S3, Stasiun Ancol – Tuas sepanjang 1051-km dan Stasiun Ancol – Perth sepanjang 3767-km.
e.
SKKL PT. Telkom (rencana), Stasiun Jakarta – Bangka – Batam – Singapore sepanjang sekitar 1061-km.
Pipa gas. Beberapa pipa gas dan BBM telah terletak di dasar laut di Teluk Jakarta antara lain : a. PT. Nusantara Regas, 24" Submarine Gas Pipeline dari ORF PLTU/PLTGU Muara Karang ke FSRU (Floating Storage Regasification Unit) sepanjang sekittar 15-km. b. PT. Pertamina Hulu Energi ONWJ - ARCO Indonesia, 26" Submarine Gas Pipeline dari PLTU/PLTGU Muara Karang
ke PLTU/PLTGU
Tanjung Priok. c. PT. PLN (Persero), 16" Submarine Fuel Oil Pipeline dari terminal terima BBM (conventional buoy) di perairan laut Muara Karang ke PLTU Muara Karang. Kondisi pipa-pipa gas di atas sangat krusial karena berpengaruh terhadap distribusi BBM dan gas yang digunakan sebagai penggerak aktivitas pembangkit
3-55
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
listrik di PLTU/PLTGU Muara Karang dan Tanjung Priok, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pasokan listrik ke berbagai wilayah.
Gambar 3- 23 Jaringan SKKL, pipa gas, dan pipa BBM. Sumber : Hasil pengolahan data, 2012.
3.5.6 Jaringan Air Minum Sebagian besar penduduk Kawasan Pantai Utara Jakarta memanfaatkan air kemasan dan air ledeng sebagai sumber utama air minum. Fasilitas air minum baik ledeng maupun air kemasan tersebut telah dinikmati oleh 99,07 persen rumah tangga pada tahun 2010 (BPS Kota Administrasi Jakarta Utara, 2011). PAM melakukan perjanjian kerja sama dengan PT. Pam Lyonnaise Jaya dan PT. Themes Pam Jaya untuk jangka waktu 25 tahun. Dalam hal ini PAM berfungsi sebagai pemilik aset dan pemantau kerja kedua mitra usaha tersebut. Kawasan Pantai Utara Jakarta yang terdiri dari lima kecamatan di Kota Administrasi Jakarta Utara merupakan wilayah yang dilayani oleh PT. Pam Lyonnaise Jaya. Secara keseluruhan, jaringan air bersih dari PDAM telah melayani dan dapat memenuhi kebutuhan penduduk yang berada di Kawasan Pantai Utara Jakarta ini. Bagi beberapa penduduk juga masih menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih untuk keperluan sehari- hari. Pelayanan air bersih masyarakat dan dunia usaha di Jakarta dikelola oleh PAM Jaya dengan dua operator, yaitu Palyja dan Aetra. Berdasarkan laporan Perum Jasa Tirta II (PJT II) Jatiluhur (2010), jumlah air baku yang dikirim dari Waduk Jatiluhur ke DKI Jaya sebanyak 600 juta m3/tahun melalui Kanal Tarum Barat.
3-56
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Untuk memudahkan sistem pendistribusian, pelayanan PAM Jaya dibagi dalam bentuk zoning, yaitu pendistribusian berdasarkan wilayah-wilayah. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan sistem pendistribusian air bersih di DKI Jakarta serta dalam menekan kehilangan air yang terjadi selama ini. PAM Jaya memiliki enam zoning area yang akan melayani kebutuhan air bersih di Ibu Kota Jakarta, yaitu : a. Zona I, dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Pejompongan I (2.000l/dt) dan Pejompongan II (3.600 l/dt). Daerah yang dilayani mencakup daerah Gajah Mada, Gambir, Slipi, Bendungan Hilir, Taman Sari, Pekojan, Pluit, Tebet, Jelambar, Setiabudi, Palmerah, dan Gelora Senayan. b. Zona II, dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Pulo Gadung (4.000 l/dt) dengan cakupan daerah yaitu Kramat, Menteng, Cempaka Putih, Pulo Gadung, Penggilingan, dan Jatinegara. c. Zona III, dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Buaran II (3.000 l/dt) dengan cakupan daerah Kemayoran, Kebun Bawang, Cilincing, Tanjung Priok, Tugu, Kelapa Gading, Sunter, dan Semper. d. Zona IV dan V, dilayani oleh Pusat Distribusi Lebak Bulus dan Kebon Jeruk dimana airnya berasal dari Instalasi Cisadane milik PDAM Tangerang yang berkapasitas 3.000 l/dt, sedangkan yang disalurkan ke Jakarta sebesar 2.800 l/dt, dengan cakupan daerah Kapuk Muara, Kedawung, Kali Angke, Kebon Jeruk, Sukabumi Udik/Ilir, Kebayoran Lama, Melawai, Mampang Prapatan, Grogol Selatan. e. Zona VI, dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Buaran I (2.000 l/dt) dengan cakupan daerah Klender, Cipinang, Pondok Bambu, Duren Sawit, Malaka Sari, Malaka Jaya, Pondok Kopi, Pondok Kelapa, Kebon Pala, Halim Perdana Kusuma, Cipinang Melayu, Cililitan, Condet. Produksi air bersih di Jakarta Utara pada tahun 2009 mencapai 56 juta m3 dengan pelanggan sebanyak 385 ribu pelanggan. Produksi dan jumlah pelanggan terus meningkat jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meningkatnya jumlah pelanggan terutama disebabkan kondisi air tanah yang tidak layak mengingat airnya payau di samping adanya pembatasan penggunaan air tanah. Bertambahnya produksi air bersih menunjukkan semakin banyaknya volume air bersih yang dapat dialirkan untuk setiap pelanggan. Pada tahun 2008 rata-rata volume air yang disalurkan mencapai 133 m3 per pelanggan dan terus meningkat hingga mencapai 145 m3 per pelanggan pada tahun 2010. 3.5.7 Bangunan Air dan Drainase 3.5.7.1.
Tanggul Laut
3-57
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Topografi Jakarta terletak di kawasan pantai dataran rendah dan dilalui 13 sungai membuat kota ini sangat rentan terhadap banjir. Untuk mengantisipasi banjir, pemerintah Jakarta telah melakukan berbagai upaya, mulai dari normalisasi sungai untuk pembangunan banjir kanal timur dan barat (KBT dan KBB). Di samping ancaman banjir dari hulu, tantangan besar yang dihadapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah banjir yang disebabkan oleh gelombang pasang laut yang sering disebut sebagai banjir rob. Banjir tersebut tidak saja disebabkan oleh kenaikan tinggi permukaan air laut akibat pasang surut laut tetapi juga karena banyak lokasi di pesisir utara Jakarta memang berupa dataran rendah dengan ketinggian di bawah permukaan laut, sehingga bila terjadi gelombang pasang laut agak besar banjir pun melanda permukiman warga. Banjir rob tidak saja disebabkan oleh gelombang pasang laut yang tinggi tetapi juga oleh kenyataan bahwa banyak lokasi di pesisir Utara Jakarta ini merupakan dataran rendah yang berada di bawah permukaan laut. Terkait dengan kejadian rob, pemerintah DKI Jakarta telah melakukan pembangunan tanggul laut walaupun masih sporadis, tanggul tersebut di antaranya tanggul Rob Muara Angke, Muara Karang, Pluit, Luar Batang, Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian Pantai Utara Jakarta pada tahun 2008 dan 2009. Tanggul beton maupun tanggul batu kali yang dibangun panjangnya kurang lebih 3000 m dengan ketinggian yang bervariasi antara 1 sampai dengan 3 m di atas permukaan tanah. Tanggul penahanan banjir rob yang lengkap dengan trotoar yang cukup lebar di Pantai Marunda kini malah menjadi tempat rekreasi yang ramai dikunjungi warga Jakarta yang ingin bersantai di tepi pantai dengan gratis. 3.5.7.2.
Sistem Polder
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan bangunan fisik yang terdiri dari sistem drainase, kolam retensi (penahan), tanggul yang mengelilingi kawasan, serta pompa dan atau pintu air sebagai satu kesatuan pengelolaan air yang tidak dapat dipisahkan. Elemen-elemen ini bekerja dalam dua sistem besar, yaitu sistem perlindugan banjir dan sistem drainase lingkungan (Sawarendro, 2010). Sistem polder bisa menjadi solusi terhadap problem banjir/genangan di daerah rendah yang airnya tidak bisa dialirkan secara gravitasi ke sungai atau ke laut. Dalam hal seperti ini, sistem polder berfungsi sebagai sistem pengendali banjir (flood control) untuk daerah perkotaan. Daerah polder didefinisikan sebagai daerah dataran rendah dimana pengaliran air tidak bisa secara gravitasi, sehingga harus di isolasi dan dilindungi dari daerah sekitarnya dengan tanggul atau timbunan di sekeliling polder. Daerah polder mempunyai sistem saluran drainase sendiri yang
3-58
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
terpisah dan kalau mungkin saluran drainase dapat dibangun menuju ke saluran pengumpul yang besar sebelum disalurkan ke rumah pompa. Tabel di bawah ini menjabarkan polder-polder eksisting yang ada di DKI Jakarta. Tabel 3- 24 Daftar Luas Polder dan Kapasitas Pompa Polder Eksisting No. Kode DKI
Nama Polder
01 02 04 05 06 07 08 09 10
Rawa Buaya Cengkareng Timur PIK Utara PIK Selatan Muara Angke Muara Karang Pluit Industri Teluk Gong Jelambar Barat
12 13 14 15 16 17
Tomang Barat Grogol Rawa Kepa Jati Pulo Pluit Melati Siantar/Cideng Setiabudi Barat Setiabudi Timur Mangga Dua Pademangan Barat Kemayoran Sumur Batu Sunter Selatan/Jaya Sunter Barat Sunter Timur I/Kodamar Sunter Timur III/Rw Badak Penggilingan Istana Merdeka Hankam Sipil Kom. TVRI Tangerang Pulomas Industri Gn. Sahari
18 19 20 21 22 23 24 25 26 28 34 35 36 37 38 41
Luas Polder (ha) 365 450 250 150 50 75 50 90 467 200 100 223 62 2083 185 860 170 140 141 447 850 278 317 1250 200
Luas Waduk 1.20
Pompa Jml (Unit)
Kapasitas (m3/detik) 6
Tidak ada Tidak ada 0.50 3 2 0.85 3 2.10 3 1.00 3x0.40+1x0.7 0 6.00 8 3.00 3 0.50 4 2 80.00 11 8.5 9 I.s. 7 2.85 7 1.70 6 2 2 2 25.90 6 32.00 5 8.00 3
0.30
Wilayah
2.00 1.00 1.50 3.00 1.90
Barat Barat Barat Barat Barat Barat Barat Barat Barat
10.96 2.70 3.00 1.00 47.30 12.80 43.20 7.75 8.52 2.60 4.00 0.50 15.00 20.00 4.00
Barat Barat Barat Barat Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Timur Timur Timur Timur
570
8.00
3
15.00
Timur
103 15 50 7
I.s 1.00 -
2 4 6 2
3.00 1.00 0.48 1.65
Timur Tengah Barat Barat
460 505
6.8-
3 4
7.50 1.60
Timur Tengah
*) I.s = Long Storage Sumber : Masterplan Pengendalian Banjir dan Drainase DKI Jakarta, 2009.
Polder yang terdapat di wilayah Jakarta Utara antara lain PIK Utara, PIK Selatan, Muara Angke, Muara Karang, Pluit Industri, Teluk Gong, Pluit, Pademangan Barat, Sunter Selatan/Jaya, Sunter Barat, Sunter Timur I/Kodamar, dan Sunter Timur III/Rw Badak. 3.5.7.3. Pompa Pengendalian Banjir
3-59
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Hal penting lainnya dalam strategi pengendalian banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah pemasangan pompa-pompa air terutama di Jakarta bagian utara yang lokasinya berupa dataran rendah dengan ketinggian di bawah permukaan laut. Bila volume air dari hulu Jakarta sedang tinggi dan melebihi kapasitas tampung sungai dan saluran air yang ada, terjadilah genangan-genangan yang mengganggu kehidupan warga Jakarta. Satu-satunya cara untuk mengeringkan genangan air adalah dengan memompa air yang menggenang dan mengalirkannya ke saluran air yang yang mengalir langsung ke laut.
Gambar 3- 24 Peta Lokasi Pompa di DKI Jakarta (eksisting) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta.
Di wilayah Jakarta Utara sendiri terdapat 28 pompa pengendalian banjir yang disediakan. Rincian mengenai masing-masing pompa dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3- 25 Pompa Pengendalian Banjir di Jakarta Utara No.
Lokasi
Waduk (ha)
Area Pelayanan (ha)
Pompa Jumlah Kapasitas (unit) (m3/dtk)
Penanggung Jawab
3-60
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4 8
570
3
15
BBWSCC
0.5
0.5 80 25.9
90 390 1.5 50 2083 346
2 3 1 3 11 6
4 12 0.25 2 47.3 15
DPU DKI DPU DKI DPU DKI DPU DKI DPU DKI DPU DKI
8
200
3
4
DPU DKI
32
1250
5
20
0.5
1.5
2
0.25
60
1
0.25
90 150
3 3
3 4.5
10
3
0.8
30
3
1.5
Pompa Tugu Utara
10
1
0.5
Pompa Dewa Ruci
8
3
1.5
DPU DKI Suku Dinas PU Suku Dinas PU DPU DKI DPU DKI Suku Dinas PU Suku Dinas PU Suku Dinas PU Suku Dinas PU
No.
Lokasi
1
10
Pompa Ancol Pompa Sunter Timur III (Rawa Badak) Pompa Kelapa Gading Pompa Tanjungan Pompa Yos Sudarso Pompa Muara Angke Pompa Pluit Pompa Sunter Selatan Pompa Sunter Timur I (Kodamar) Pompa Sunter Utara
11
Pompa Gaya Motor
12
Pompa Kapuk Muara
13 14
Pompa Teluk Gong Pompa Penjaringan
15
Pompa IKIP
16
Pompa Bimoli
17 18
2 3 4 5 6 7 8 9
Pompa Jumlah Kapasitas (unit) (m3/dtk) 3 15
Area Pelayanan (ha) 635
Waduk (ha)
2.1 6
0.85
Penanggung Jawab BBWSCC
Sumber : JCDS, 2011.
3.5.7.4. Situ dan Waduk Kegunaan situ atau waduk adalah menahan aliran air hujan ( run off) supaya tidak langsung masuk ke sungai-sungai. Dengan demikian berfungsi untuk mengurangi besarnya luapan air dan bahaya banjir. Di samping itu, waduk dan situ pada saat kemarau berfungsi sebagai tempat cadangan air Dengan adanya waduk tersebut diharapkan dapat meresapkan airnya ke dalam tanah. Ini tentu saja akan menambah cadangan air tanah yang pada gilirannya dapat dipakai untuk kepentingan domestik penduduk di daerah hilir. Di DKI Jakarta terdapat total 27 waduk dan situ yang tersebar di beberapa wilayah DKI Jakarta. Di wilayah Jakarta Utara sendiri hanya terdapat satu buah situ, yaitu Situ Rawa Kendal dengan luas sebesar 27,50 ha. 3.5.7.5. Pintu Air Pengendalian Banjir Pintu air adalah bagian yang penting dalam mengontrol tinggi air di saluran, karena fungsinya menahan atau mengeluarkan air yang ada di saluran. Jika musim hujan dan air dari hulu melimpah maka keberadaan pintu ini sangat krusial, apakah harus dibuka atau tetap ditutup, tergantung kebutuhan dan bahaya yang ditimbulkan, jika air terus dibiarkan memenuhi saluran. Ironisnya, sering sekali
3-61
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
pintu-pintu tak berfungsi di kala benar-benar diperlukan. Akibatnya aliran air menjadi tidak bisa dikontrol, hal ini tentu saja memperbesar kemungkinan terjadinya bencana. Karena itu perlu adanya tindakan perawatan yang sifatnya rutin terhadap pintu-pintu air yang ada. Perawatan ini harus dilakukan seminggu sekali. Pintu air-pintu air di DKI Jakarta tersebar di 30 lokasi. Di Wilayah Jakarta Utara sendiri terdapat beberapa pintu air yang tersebar di 10 lokasi di Jakarta Utara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3- 26 Pintu Air Pengendalian Banjir di Jakarta Utara No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lokasi
Jumlah (unit)
PA Marina/Pekapuran PA Ancol/Flushing Gate PA Pasar Ikan PA Duri PA Sunter C PA Sunter Utara PA Penjaringan PA Kali Mati PA Ancol PA Muara Angke
5 2 4 3 1 2 2 2 2 2
Sumber : Dinas PU DKI Jakarta.
3.5.7.6. Jaringan Drainase Wilayah DKI Jakarta terdiri dari jaringan-jaringan drainase yang rumit. Beberapa di antaranya adalah jaringan saluran drainase yang secara hidrolik berdiri sendiri namun terdapat jaringan saluran drainase yang saling berhubung satu sama lain. Saluran drainase yang secara hidrolik saling berkaitan harus dikembangkan sebagai sebuah sistem yang konsisten secara hidrolik, misalnya sistem polder di daerah yang rendah dari muka laut dan dari ketinggian sistem drainase kota. Hampir seluruh Jakarta, terutama di jalan jalan protokol dan pemukiman baru, sudah dilengkapi dengan saluran drainase, namun belum terintegrasi dalam suatu sistem yang baik, sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal. Di beberapa tempat ada saluran drainase yang rusak, atau penuh dengan sampah dan sedimen. Banyak juga saluran drainase yang kapasitasnya kurang besar, sehingga kurang memadai untuk menampung air hujan, terutama saat banjir. Dalam sistem tata kelola air di DKI Jakarta terdapat beberapa sungai dan kanal buatan sebagai saluran makro untuk mengalirkan air ke laut, beberapa kanal tersebut adalah BKB, Cengkareng Drain, dan BKT. Untuk sungai berasal dari
3-62
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
kawasan Bogor dan Tangerang yaitu saluran Mookervart, Angke, Pesanggrangan, Grogol, Krukut, Ciliwung, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat dan Cakung. Beberapa sungai berada dalam pengawasan Pemda DKI Jakarta dan sebagian sungai berada dalam pengawasan Pusat (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane). Di samping itu juga terdapat sungai dan saluran kecil yang mengalirkan air langsung ke laut. Sarana dan prasarana drainase yang ada saat ini di DKI Jakarta terdiri atas saluran drainase makro/sungai (13 sungai yang melintasi 2 provinsi dan 18 sungai di wilayah DKI Jakarta), saluran penghubung dan mikro (429.17 km), pompa air (442 unit), waduk pengendalian banjir (21 lokasi), pintu air pengendalian banjir (30 lokasi), situ dan waduk retensi (23 lokasi), dan posko piket banjir (51 lokasi). Berikut data saluran drainase atau pengendali banjir yang terdapat di lima kecamatan wilayah Pantura Jakarta Utara. Tabel 3- 27 Saluran Pengendali Banjir di Jakarta Utara.
No
Saluran Makro/ Submakro
Kecamatan
Saluran Penghubung
Panjang (m)
Jumlah (Lokasi)
Panjang (m)
Jumlah (Lokasi)
Panjang (m)
Jumlah (Lokasi)
Jumlah Panjang Saluran (m)
Saluran Mikro
1
Penjaringan
22550
13
25472
36
102736
227
150758
2
Pademangan
11700
7
19259
21
55158
107
86117
3
Tanjung Priok
17550
7
43668
37
126780
260
187998
4
Koja
6800
2
25963
27
97455
262
130218
5
Cilincing
28000
5
41870
25
65550
208
135420
Sumber : http://www.dpudkijakarta.net, 2012.
Dari kelima kecamatan di atas, Kecamatan Tanjung Priok memiliki saluran pengendali banjir terpanjang sedangkan Kecamatan Pademangan memiliki saluran pengendali banjir terpendek. Berikut adalah rincian lokasi saluran makro di kelima kecamatan tersebut. Tabel 3- 28 Saluran Makro di Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, dan Cilincing. No
Lokasi
Dimensi (m)
Panjang (m)
Atas
Bawah
Kedalaman
Luas (m2)
I
Kecamatan Penjaringan
1
Kali Kamal
1200
15
10
3
18000
2
Kali Tunjungan
1300
10
6
3
13000
3
Kali Cengkareng Drain
3000
50
40
5
150000
3-63
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
No
Lokasi
Dimensi (m)
Panjang (m)
Atas
Bawah
Kedalaman
Luas (m2)
4
Kali Angke
2400
50
44
5
120000
5
Kali Banjir Kanal
2200
60
40
6
132000
6
Kali Grogol
1250
26
20
4
32500
7
Kali Tubagus Angke
2400
18
12
3
43200
8
Kali Muara Karang
4000
40
34
3
160000
9
Kali Pelelangan Muara Angke
1200
28
20
3
33600
10
Kali Jelangkeng
400
40
34
5
16000
11
Kali Pakin
400
40
34
5
16000
12
Kali Besar/Opak
400
40
34
5
16000
13
Kali Gedong Pluit
2400
20
14
4
48000
Jumlah
22550
II
Kecamatan Pademangan
1
Kali Anak Ciliwung
1000
30
24
3
30000
2
Kali Kampung Bandan
600
24
20
3
14400
3
Kali Ancol Martadinata
3000
43
40
3
129000
4
Kali Ciliwung Gunung Sahari
2200
30
24
3
66000
5
Kali Mati Pademangan
1800
12
9
3
21000
6
Kali Pademangan
1600
30
25
3
48000
7
Kali Pademangan Timur/ Kemayoran
1500
16
13
2,5
24000
Jumlah
11700
III
Kecamatan Tanjung Priok
1
Kali Ancol Martadinata
3000
43
40
3
129000
2
Kali Sodetan Sentiong
4000
36
30
4,5
144000
3
Kali Sunter C Podomoro
3750
12
8
3
45000
4
Kali Pompa Sunter Utara
600
30
24
3
18000
5
Kali Tirem
3000
30
26
3
90000
6
Kali Lagoa Kanal
2000
40
36
3
80000
7
Kali Lagoa Buntu Jumlah
1200
40
34
3
48000
17550 IV
Kecamatan Koja
1
Kali Sunter
6000
30
26
4
180000
2
Kali Lagoa Terusan/ Raya Pelabuhan
800
15
10
2,6
12000
Jumlah
6800
V
Kecamatan Cilincing
1
Kali Cakung Drain
6000
56
48
4
336000
2
Kali Cakung Lama
5000
18
13
3
90000
3
Kali Banglio
3000
20
14
3
60000
4
Kali Blencong
6000
20
13
3
120000
5
Kali Baru Bogor
8000
12
8
3
96000
3-64
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
No
Panjang (m)
Lokasi
Jumlah
Dimensi (m) Atas
Bawah
Luas (m2)
Kedalaman
28000
Sumber : http://www.dpudkijakarta.net, 2012.
Berdasarkan kondisi eksisting pada tahun 2008, sistem jaringan drainase di Kawasan Pantai Utara Jakarta terbagi menjadi tiga sistem jaringan yaitu jaringan primer, jaringan sekunder dan jaringan tersier. Sistem jaringan drainase primer merupakan sungai atau kali yang dapat ditunjukkan pada tabel di bawah. Tabel 3- 29 Sungai yang melalui Kawasan Pantai Utara Jakarta.
No.
Kecamatan
1. 2. 3.
Cilincing Koja Pademangan
4.
Penjaringan
5.
Tanjung Priok
Nama Sungai
Lebar Sungai (m)
Kali Cakung Kali Sunter Kali Ciliwung Kali Sentiong Kali Angke Kali Grogol Kali Sunter Kali Sentiong
5-10 m 10-15 m 10-15 m 5-7 m 15-20 m 13-15 m 10-15 m 5-7 m
Sumber : Draft Naskah Akademis RDTR-K DKI Jakarta, 2012.
Jaringan drainase sekunder yang terdapat di kawasan ini adalah jaringan drainase yang menghubungkan jaringan tersier dari rumah-rumah penduduk menuju jaringan primer yaitu sungai yang mengalir di kawasan ini. 3.5.8 Jaringan Air Limbah Pengelolaan air limbah di DKI Jakarta ditangani oleh dua institusi, yaitu Dinas Kebersihan dan PD PAL Jaya. Perusahaan Daerah PAL Jaya menangani pengelolaan air limbah sistem perpipaan tertutup (sewerage), sedangkan Dinas Kebersihan menangani pengelolaan air limbah bukan sistem perpipaan. Kawasan Pantai Utara Jakarta merupakan wilayah yang belum mendapat pelayanan pengelolaan air limbah. Akibatnya, sistem drainase di kawasan ini bercampur dengan air limbah perkotaan meliputi suatu jaringan saluran mikro dan submakro (berupa saluran terbuka) yang mengalir menuju saluran makro (sungai), yang akhirnya bermuara di Teluk Jakarta. 3.5.9 Persampahan Produksi sampah di Jakarta mencapai 29.364 m3 atau setara dengan 6.525 ton setiap hari, sedangkan truk sampah yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya 841 unit, sementara 100 unit truk lainnya disewa dari pihak swasta. 3-65
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kapasitas angkut setiap truk adalah sebesar 15 m3 sampah dan rata-rata hanya mampu dioperasikan 1,5 perjalanan setiap hari. Jika dijumlahkan, maka armada truk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya bisa mengangkut 21.172 m3 sampah per hari. Wilayah yang berpotensi sebagai timbulan sampah di kawasan pesisir Teluk Jakarta meliputi daerah muara sungai yaitu Muara Cilincing, Muara Marunda, Muara Kresek, Muara Japat, Muara Marina, Muara Sunda Kelapa, Muara Karang, Waduk Pluit, Muara Kali Angke, Muara Cengkareng Drain, dan Kamal Muara. Untuk kawasan pelabuhan, wilayah yang berpotensi sebagai timbulan sampah yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Marina, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Pelabuhan Muara Angke. Kawasan permukiman yang berpotensi sebagai timbulan sampah yaitu Permukiman Marunda, Permukiman Kalibaru, Permukiman Pluit, Permukiman Muara Karang, Permukiman Muara Angke, dan sebagainya. Penanganan sampah diprioritaskan di daerah yang memiliki timbulan sampah terbesar, jumlah penduduk yang tinggi, dan sarana-prasarana yang masih belum lengkap. Namun demikian, perlu dikaji kembali mengenai aksesibilitas dan visibilitas di wilayah tersebut dari segi teknis maupun sosial masyarakat seperti ketersediaan lahan 3R dan tingkat penerimaan masyarakat. Tabel 3- 30 Data timbulan sampah di kawasan pesisir Pantai Utara Jakarta. No
Lokasi Pengumpulan Sampah
Asal Timbulan Sampah
Volume Sampah Eksisting (ton/hari)
Banjir Kanal Timur
0,47 ton
0,43 ton
Banjir Kanal Timur Kali Kresek Pelabuhan Tanjung Priok & Pemukiman Pelabuhan Marina & Pemukiman Pelabuhan Sunda Kelapa & Pemukiman Kali Adem
5,00 ton 0,14 ton
1,80 ton 0,11 ton (PELINDO) (swasta)
2. 3.
Sisi Timur Muara Marunda Muara Cilincing Muara Kresek
4.
Muara Japat
5.
Muara Marina
6.
Muara Sunda Kelapa
7. 8.
Muara Karang Muara Angke Sisi Timur Banjir Kanal Barat Cengkareng Drain Kamal Muara Kali Kamal JUMLAH
1.
9. 10.
0,02 ton 0,01 ton
Volume Sampah Terangkut (ton/hari)
0,05 ton
-(swasta)
9,08 ton
-(PLN) 7,66 ton
2,35 ton
2,22 ton
0,70 ton 17,82 ton
1,11 ton 13,33 ton
Sumber : UPKPP Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2011.
3-66
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 3- 31 Potensi timbulan sampah di kawasan pesisir Pantai Utara Jakarta. No
Potensi Sampah
Timbulan/ Hari
1.
Perkiraan sampah pantai yang masuk ke laut
20,53 ton
2.
Perkiraan sampah pelabuhan, nelayan, dan tempat wisata yang masuk ke laut
48,36 ton
3.
Sampah muara 13 sungai di Teluk Jakarta
17,82 ton
4.
JUMLAH Volume sampah musim barat
86,71 ton 8,89 ton
5.
Volume sampah musim timur
6.
Volume sampah yang tertanggulangi di Teluk Jakarta
6,67 ton 16,67 ton
Sumber : Hasil analisis Kementerian PU (PPLP-DKI.0310), 2010.
3.5.10 Sistem Transportasi dan Lalu Lintas 3.5.10.1.Jaringan Jalan Jalan diklasifikasikan berdasarkan fungsi atau kelas administratifnya sesuai dengan undang-undang, peraturan nomor 34. Terdapat empat klasifikasi fungsional jalan yaitu: Jalan Tol, Jalan Primer, Jalan Sekunder, dan Jalan lainnya; sedangkan berdasarkan otoritas/administratifnya: Jalan Nasional (Tol), Jalan Nasional (NonToll), Jalan Provinsi, dan Jalan Lain-Lain (Jalan Kabupaten dan lain-lain). Wilayah Jabodetabek memiliki sistem jaringan jalan lingkar dan radial. sistem jaringan jalan lingkar yaitu lingkar luar (outer ring road) yang juga merupakan jaringan jalan arteri primer, jaringan radial yang melayani kawasan di luar outer ring road menuju kawasan di dalam outer ring road. Sistem Jaringan jalan eksisting berbentuk jaringan radial dan circumferensial yang terdiri dari:
Koridor Timur
: Jalan Bekasi Raya dan Jalan tol DKI Jakarta
Cikampek
Koridor Barat
: Jalan Daan Mogot dan Jalan tol DKI Jakarta
Merak
Koridor Selatan : Jalan Raya Bogor, Jalan tol Jagorawi, Jalan Raya Cinere, Jalan Raya Ciputat
Kearah Utara
: Jalan Pluit Raya, Jalan RE Martadinata dan
Jalan tol Harbour
3-67
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 25 Jaringan Jalan Jabodetabek (termasuk arahan sistem transportasi Bopuncur) Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur
Sistem Transportasi di wilayah DKI Jakarta pada dasarnya didominasi oleh sistem jalan raya yang mencakup 90% dari total pasokan yang melayani kebutuhan perjalanan, sedangkan sisanya merupakan sistem jalan rel. Sebagai konsekuensi logis dari situasi ini, pelayanan kebutuhan angkutan umum didominasi oleh sistem angkutan umum jalan raya. Kondisi ini sejalan dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan investasi di bidang transportasi yang menitikberatkan investasi pada pengembangan sistem jaringan jalan. Panjang jalan di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2009 adalah sebesar 6.724,2 km atau 49% dari total panjang jaringan jalan di wilayah Jabodetabek yaitu 13.720 km,sebesar 51% atau sisanya 6.996,3 berada di wilayah Bodetabek. Gambaran keseluruhan mengenai jaringan jalan yang ada diwilayah Jabodetabek dapat dilihat Tabel 3.26 dan Gambar 3.23 berikut dibawah ini. Tabel 3- 32 Panjang Jalan Berdasarkan Wilayah Wilayah
DKI Jakarta
Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta
Tol
Panjang Jalan (km) LainNasional Provinsi Lain
Total
Luas (km2)
Penduduk (ribu)
21.9
50.2
312.1
1,273.7
1,657.9
141.3
2,062
37.2
31.5
335.4
1,058.0
1,462.1
188.3
2,694
6.4
13.6
233.7
628.9
882.5
48.1
903
3-68
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Wilayah Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara total Kota Bogor Kabupaten Bogor*1 Kota Depok Kota Tangerang Kota Tangerang Bodetabek Selatan Kabupaten Tangerang Kota Bekasi Kabupaten Bekasi total JABODETABEK
Panjang Jalan (km)
Luas (km2)
Penduduk (ribu)
12.9
39.1
254.6
1,206.7
1,513.2
129.5
2,282
34.6
29.4
194.5
949.8
1,208.3
146.7
1,646
113.0
163.8 34.2 121.5
1,330.3 26.8 130.0
5,116.9 677.1 1,506.6
6,724.0 738.1 1,758.1
653.9 111.7 2,663.8
9,587 950 4,772
14.3 16.2
19.2 22.0
469.8 1,287.5
503.2 1,325.7
199.4 164.6
1,739 1,799
*2
9.2
45.8
137.8
192.7
150.8
1,290
*2
27.9
114.4
990.6
1,133.0
959.6
2,834
23.7
13.6
13.3
312.3
362.9
210.5
2,335
*2
29.7
26.1
927.0
982.7
1269.5
2,630
6,308.5 11,425.5
6,996.3 13,720.2
5,729.9 6,383.9
*2 *2 “ 2 *2
23.7 136.7
266.5 430.3
397.5 1,727.8
18,349 27,936
Sumber: Data Panjang Jalan dari Dalam Angka 2009
Gambar 3- 26 Jaringan Jalan DKI Jakarta
3-69
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 27 Kepadatan Jalan Berdasarkan Luas dan Penduduk Sumber : JAPTraPIS
Jakarta Pusat memiliki kepadatan jalan tertinggi berdasarkan luas dan populasinya, sebagaimana memang kawasan tersebut adalah kawasan bisnis utama di Jabodetabek. Perlu dicatata pula bahwa kawasan Jakarta Barat memiliki tingkat kepadatan jalan yang cukup tinggi berdasarkan luas dengan tingkat populasinya yang justru paling tinggi di Jabodetabek. Di luar DKI Jakarta (Bodetabek, kota-kota seperti Kota Tangerang Selatan dan Kota Bekasi memiliki tingkat jalan yang relatif kurang jika dibandingkan dengan populasinya. 3.5.10.2.Jaringan Jalan Tol Pengembangan jaringan jalan Bebas Hambatan untuk mendukung kinerja sistem transportasi di DKI Jakarta antara lain: 1.
Jaringan jalan Bebas Hambatan yang telah berfungsi: a. Cawang – Tomang b. Cawang – Tanjung Priok (North South Link) c. Tanjung Priok – Pluit (Harbour Road) d. Pluit – Cengkareng (Harbour Road) e. Tangerang – Kebon Jeruk – Tomang f. Jati Asih – Rambutan – Veteran (JORR I) g. Kebon Jeruk – Kapuk Muara (JORR I) h. Cikunir – Cakung – Cilincing – Rorotan (JORR I) i. Serpong – Pondok Aren
2.
Jaringan
jalan
Bebas
Hambatan
dalam
proses
persiapan
dan
pelaksanaan pembangunan a. Bekasi Timur – Kampung Melayu (Sepanjang Kali Malang) 3-70
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
b. Veteran – Kebon Jeruk – Sedyatmo (JORR I) c. Rorotan – Tanjung Priok (JORR I) d. Akses Tanjung Priok
Gambar 3- 28 Jaringan Jalan Tol Eksisting dan Rencana Penyelesaian
Sementara itu rencana umum sistem jaringan jalan Tol Jabodetabek terdiri dari: 1. Jaringan Jalan Tol Regional:
Jagorawi (DKI Jakarta - Bogor - Ciawi Toll Road)
Jalan Tol DKI Jakarta - Merak
Jalan tol DKI Jakarta - Cikampek
2. Jalan Tol Lingkar Dalam DKI Jakarta (DKI Jakarta Intra Urban Tollway) 3. Jalan Tol Lingkar Luar DKI Jakarta (DKI Jakarta Outer Ring Road) 4. Jalan Tol 6 Ruas DKI Jakarta 5. Bogor Ring Road 6. Depok – Antasari 7. Bekasi – Cawang – Kp. Melayu (Becakayu) 8. Jalan Tol Lingkar Luar DKI Jakarta 2 (DKI Jakarta Outer Outer Ring Road)
3-71
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 29 Rencana Umum Jaringan Jalan Tol Jabodetabek
3.5.10.3.Jaringan Angkutan Umum Jaringan angkutan umum Jabodetabek dilayani oleh bus besar dan bus sedang untuk antar wilayah kota/kabupaten, sedangkan wilayah internal tiap wilayah dilayani bus sedang. DKI Jakarta sebagai pusat aktifitas nasional memiliki daya tarik kuat sehingga terjadi lebih dari satu juta bangkitan perjalanan komuter menuju DKI Jakarta dari wilayah sekitar (Bodetabek). Secara jaringan, jaringan angkutan umum yang ada sudah menghubungkan antar wilayah Jabodetabek namun kendala-kendala yang ada mengakibatkan jumlah kapasitas yang ada jauh dari mencukupi bahkan setiap tahunnya terjadi penurunan. a. Jaringan angkutan umum bus
Jaringan angkutan umum merepresentasikan jaringan trayek, jumlah trayek pada jaringan jalan, frekuensi bus yang beroperasi pada jaringan jalan dan kapasitas sistem bus pada ruas jalan. Secara keseluruhan, Gambar 3.30 menunjukan bahwa cakupan pelayanan bus besar bersifat lintas wilayah, sedangkan cakupan pelayanan bus sedang cenderung bersifat lokal. Angkutan umum yang melayani wilayah Jabodetabek pada saat ini dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) jenis, yaitu: 1. Bus Besar
3-72
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Patas AC, Patas Non-Ac, Bus Regular, dll. Jumlah tempat duduk adalah sebanyak 50 tempat duduk. 2. Bus Sedang Metromini, Kopaja, dll. Jumlah tempat duduk adalah sebanyak 24 tempat duduk. 3. Bus Kecil Mikrolet, angkot, dll. Jumlah tempat duduk adalah sebanyak 9-14 tempat duduk. Cakupan pelayanan dari bus besar adalah jarak jauh meliputi Kota Jakarta dan daerah penyangga DKI Jakarta, sedangkan untuk bus sedang pada umum adalah jarak menengah sedangkan bus kecil memiliki rute jarak pendek pada umumnya. Gambaran mengenai cakupan area pelayanan untuk masing-masing jenis bus dapat dilihat pada Gambar 3.30 di bawah ini. Dari studi JAPTraPIS Tahun 2011, tingkat keterisian rata-rata angkutan umum untuk bus besar adalah sebesar 51,4 penumpang, bus sedang sebesar 22,3 penumpang dan bus kecil adalah 7,7 penumpang.
Gambar 3- 30 Jaringan Trayek Bus Besar
Dilihat dari data angkutan umum yang terdaftar di masing-masing wilayah, maka secara keseluruhan tercatat 1112 kendaraan. Jumlah tertinggi adalah sebesar 653 kendaraan yang tercatat di wilayah DKI Jakarta, diikuti Kabupaten Bogor sebesar 115 kendaraan dan Kota Tangerang sebesar 110 kendaraan. Gambaran selengkapnya mengenai jumlah angkutan umum
3-73
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
yang terdaftar untuk masing-masing wilayah dijelaskan pada Tabel 3.33 berikut di bawah ini. Tabel 3- 33 Rute Bus yang Terdaftar Pelayanan Tiap Wilayah Tahun 2010 Wilayah DKI Jakarta Kota Tangerang Kab Tangerang Kota Depok Kota Bogor Kab Bogor Kota Bekasi Kab Bekasi Jumlah
Busway Patas AC Patas Non-AC Regular Total Bus Besar Bus Sedang 11 137 117 122 387 110 1 15 16 0 1 1 7 2 27 29 1 7 8 8 1 3 12 1 4 5 1 11 149 142 156 458 118
Bus Kecil Total Bus 156 653 94 110 47 47 45 53 25 54 107 115 32 44 30 36 536 1112
Keterangan : Untuk Busway data tahun 2011 Sumber: JAPtraPIS
Karakteristik struktur rute bus saat ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Tidak ada struktur hirarkis rute seperti sistem rute trunk dan feeder dalam operasi (karena perencanaan jaringan rute bus tidak cukup); 2. Konsentrasi yng berlebihan/ duplikasi rute bus antara daerah DKI Jakarta, wilayah CBD dan pinggiran kota Bodetabek; 3. Tidak cukupnya cakupan layanan bus, terutama di daerah pinggiran kota; 4. Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan bus akibat praktek operasional yang tidak efisien dan pemantauan yang tidak cukup dan kurangnya kontrol. Secara umum gambaran karakteristik dari masing-masing jenis angkutan umum tersebut dirangkum sebagaimana Tabel 3-34 dibawah ini.
3-74
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 3- 34 Karakteristik Pelayanan Angkutan Umum di Jabodetabek
Sumber: JAPtraPIS dirangkum dari berbagai sumber
b.
Jaringan bus prioritas (Busway) DKI Jakarta. Salah satu bentuk implementasi dari sistem BRT adalah pengembangan jalur khusus bus (busway). Busway adalah jalur yang digunakan khusus untuk bus, yang benar-benar terpisah dari jalur kendaraan lain. Busway didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan bus berjalan di jalur khusus tanpa adanya gangguan dari lalu lintas lain sehingga kecepatan operasional bus dapat dipertahankan. Busway adalah salah satu moda Bus Rapid Transit (BRT) yang sudah beroperasi sejak tahun 2004. Saat ini sudah terdapat 11 koridor pelayanan dan sedang direncanakan akan dibangun 4 koridor lagi, yang dua diantara yang akan dibangun melayang. Sistem tarif yang di gunakan adalah single ticket, yakni sebesar Rp 3.500 untuk setiap perjalanan dengan tujuan manapun. Secara umum, sasaran utama pengembangan sistem BRT ini adalah: 1. Menyediakan pelayanan angkutan umum yang setingkat dengan standar dunia bagi kota Jakarta sekaligus memberikan angkutan alternatif kepada publik selain angkutan pribadi. 2. Memberikan prioritas kepada angkutan umum di kota Jakarta dan menurunkan tingkat penggunaan kendaraan pribadi.
3-75
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
3. Melakukan sentralisasi terhadap perencanaan dan manajemen angkutan umum di DKI Jakarta. Sampai saat ini tahun 2012, telah dioperasikan 11 koridor busway, sebagaimana Tabel 3.35 berikut dibawah ini. Tabel 3- 35 Koridor Busway Eksisting Tahun 2012
Sumber : BLU Transjakarta
Gambar 3- 31 Peta jalur Busway Eksisting dan Rencana
Berdasarkan data dari BLU Transjakarta pada tahun 2008 untuk koridor 1-7, jumlah penumpang tahunan adalah sebesar 74.619.995 penumpang, dengan rata-rata perjalanan penumpang setiap harinya adalah 204.438 penumpang dan jumlah armada yang beroperasi adalah sebanyak 339 bus. Adapun gambaran penumpang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.36 dan Tabel 3.37 berikut.
3-76
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 3- 36 Jumlah Penumpang Transjakarta dan Defisit Operasional Tahun 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (s/d Juni)
Jumlah Perjalanan Penumpang Tahunan 15,942,423 20,798,196 38,828,039 61,446,334 74,619,995 40,096,873
Rata2 Perjalanan Penumpang Setiap hari 47,589 56,981 106,378 168,346 204,438 219,709
Defisit Operasional 10.1 2.5 24.8 34.8 33.4 25.7
Sumber : BLU Transjakarta
Tabel 3- 37 Jumlah Penumpang Rata-Rata dan Total Armada Transjakarta Tahun
Koridor
2004 2005 2006 2007 2008
Koridor 1 (dari 1-feb-2004) Koridor 1 saja Koridor 2 & 3 (Beroperasi 15-Jan) Koridor 4,5,6 & 7 (Beroperasi 27-Jan) Seluruh Koridor 1-7
Rata2 Perjalanan Pnp Setiap hari 47,589 56,981 106,378 168,346 204,438
Total Armada Busway 56 91 161 329 339
Rata2 Perjalanan Pnp Setiap hari/bus 850 626 661 512 603
Sumber : BLU Transjakarta
Gambar 3- 32 Jumlah Penumpang Menurut Station (2009) Sumber : BLU Transjakarta c.
Angkutan Permukiman Dengan beroperasinya Transjakarta Busway, beberapa perumahan besar di sekitar DKI Jakarta menyediakan shuttle bus yang menempuh rute dari perumahan tersebut menuju pusat kota DKI Jakarta pulang-pergi. Shuttle bus dari berbagai kawasan pemukiman tersebut juga berfungsi sebagai bus pengumpan (feeder) busway walaupun secara fisik dan sistem masih belum terintegrasi. Bus-bus tersebut tidak bisa menaikan penumpang di sepanjang perjalanan. Penumpang hanya bisa naik dari halte di perumahan yang
3-77
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
menyediakan bus penghubung itu atau sebaliknya dari halte tujuan menuju perumahan. Biasanya,
sebagian besar penggunanya
adalah
warga
perumahan bersangkutan. Selain tempat naik-turun penumpang yang tetap, angkutan ini dioperasikan secara terjadwal. Berikut beberapa angkutan pemukiman yang ada di Jabodetabek. 1. Trans Bintaro Trans Bintaro beroperasi 7 hari seminggu dengan rute perjalanan Bintaro Trade Centre (BTC) – Pondok Indah Mall – Ratu Plaza – Plaza Senayan – Pondok Indah Mall. 2. Trans BSD City Trans BSD City melayani 3 rute tujuan yaitu Ratu Plaza, Mangga Dua dan Pasar Baru. BSD – Ratu Plaza, Rute pelayanannya adalah sebagai berikut: Halte Besar BSD (Kolam Renang) - Halte Al-Azhar - SGU - Tol BSD Pd.Indah - Pd Indah Mal - Jl.Arteri Pd Indah - Jl. Pakubuwono Jl.Sisingamangaraja - Jl.Jend. Sudirman (Ratu Plaza) - Pintu Gelora I Jl.Asia Afrika - Plaza Senayan - Jl.Hang Tuah - Taman Puring Jl.Gandaria - Jl.Arteri Pd Indah - Jl.Raya Metro Pd Indah - Tol Pd Indah - BSD - BSD BSD – Mangga Dua, Rute pelayanannya adalah sebagai berikut: Halte Besar BSD (Kolam Renang) - Halte Al-Azhar - ITC BSD - Jl.Raya Serpong - Tol Jakarta Merak - Tol Pluit Tomang - Tol Pelabuhan (keluar pintu Tol Ancol Barat) - Jl.Lodan - Jl.RE.Martadinata - Jl.Kp.Bandan Jl.Kunir - Jl.Kemukus - Jl.Lada (berhenti di Halte BNI) - Jl.Jembatan Batu - Jl.Mangga Dua (Halte Bank Shinta) BSD – Mangga Dua, Rute pelayanannya adalah sebagai berikut: Halte Besar BSD (Kolam Renang) - Halte Al-Azhar - Halte Pemasaran BSD - Jl.Raya Serpong - Tol Tangerang Kebon Jeruk - Jl.Tomang Raya - Jl.Kyai Caringin - Jl.Balikpapan - Jl.Suryo Pranoto - Halte Busway Harmoni Duta Merlin - Jl.Juanda - Halte Pasar Baru (Gedung Kesenian Jkt) - Jl.Veteran - Halte Harmoni Lampu Merah Suryo Pranoto Jl.Tomang Raya - Tol Jakarta Tangerang – BSD Trans Citra Raya Rute Bis Trans Citra Raya meliputi:
3-78
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
- Citra Raya - Harmoni (via Tomang-Citra Land-Roxy Mas-Hayam Wuruk) - Citra Raya - Citra Land - Citra Raya - Ratu Plaza (via Tomang-Slipi-Semanggi-Blok M) - Citra Raya - Tol Ancol (via Harmoni-Pasar Baru-Gn. Sahari-WTC Mangga Dua) - Citra Raya - Tanah Abang - Citra Raya - Supermal Lippo Karawaci - Citra Raya - ITC BSD - Citra Raya - Bandung - Citra Raya - Sumarecon Mal Serpong/SMS - Citra Raya - St Gambir Jakarta Trans Lippo Karawaci Trans Lippo Kawaraci menyediakan rute pelayanan sebagai berikut: - Lippo Karawaci – Grogol - Lippo Karawaci – Pasar Raya - Lippo Karawaci – Citra Graha - Lippo Karawaci – Plaza Senayan Trans Summarecon Trans summarecon menyediakan 3 rute pelayanan yaitu: - RUTE: SUMMARECON - SEMANGGI (ATMAJAYA) - RUTE: SUMMARECON - MALL CIPUTRA (GROGOL) - RUTE: SUMMARECON - KELAPA GADING Trans Galaxy Bekasi Angkutan ini menghubungkan daerah Galaxy (Bekasi) dengan Blok M dengan rute pelayanan melalui: Patung Kuda 2 Galaksi - Jl. Pulo Ribung - Jl. Pekayon Raya - Jl. Akhmad Yani - Pintu Tol Bekasi Barat (depan Giant/Bekasi Mega Grosir) - Tol Cikampek - Tol Dalam Kota - Pintu keluar Tol Komdak - Jl. Sudirman - Blok M Blok M- Jl. Pulo Ribung - Jl. Sudirman - Pintu Masuk Tol Komdak - Tol Dalam Kota - Tol Cikampek - Pintu Tol Bekasi Barat (depan Giant/Bekasi Mega Grosir)- Jl. Akhmad Yani - Jl. Pekayon Raya Patung Kuda 2 Galaksi Trans Kota Wisata Melayani rute Kota Wisata (Cibubur) – ITC Cempaka Mas – ITC Mangga Dua, berikut jadwal keberangkatan Trans Kota Wisata
3-79
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
d.
Jaringan Jalan Rel Kereta Jabodetabek Sistem jalan kereta Jabodetabek, memiliki panjang rel mencapai 160 km yang mencakup tujuh jalur pelayanan yaitu; jalur timur, tengah, Bekasi, Tanjung Priok, Serpong dan Tangerang. Lima jalur pelayanan membentuk sistem radial dan sisanya membentuk pola lingkaran. Walaupun demikian, terlihat juga pola grid dimana banyak terdapat jalan-jalan utama yang bersifat paralel.Jalur-jalur ini memiliki rel ganda kecuali jalur Tangerang dan Serpong. Pada jalur tengah sepanjang 19 km dari Manggarai ke DKI Jakarta Kota, jalur rel ini telah dilayangkan. Jaringan KA di wilayah JABODETABEK terdiri dari 10 Jalur Jaringan Rel, yaitu: 1.
Jalur Tengah; yaitu Jalur antara stasiun Manggarai sampai dengan stasiun Jakartakota, Jalur ini sudah jalur kembar dan Jalur layang dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 9,754 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa transportasi KA, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh dan KA jarak menengah dengan KA komuter.
2.
Jalur Bogor; yaitu Jalur antara stasiun Bogor sampai dengan stasiun Manggarai, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 46,033 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini tidak ada Jaringan pelayanan jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA Lokal; baik ekonomi maupun komersil, sudah merupakan jalur untuk KA komuter, saat ini pada 2 jam sibuk pagi ada 21 KA tidak bisa menambah KA lagi (sudah jenuh), kecuali jika dioperasikan hanya satu jenis waktu tempuh untuk masing-masing Jaringan lokal..
3.
Jalur Bekasi; yaitu Jalur antara stasiun Bekasi sampai dengan stasiun Jatinegara, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 14,062 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal baik untuk kelas ekonomi maupun Komersil dengan KA komuter.
4.
Jalur Serpong; yaitu Jalur antara stasiun Serpong sampai dengan stasiun Tanahabang, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Otomatik Tertutup, panjang jalur 24,276 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas. Jalur ini masih bercampurnya pelayanan jasa
3-80
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
transportasi, yaitu jasatransportasi jarak menengah dan KA lokal untuk kelas ekonomi dan Komersil dengan KA komuter. 5.
Jalur Tangerang; yaitu Jalur antara stasiun Tangerang sampai dengan stasiun Duri, Jalur ini masih jalur tunggal dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik Tertutup, panjang jalur 19.297 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini sudah dikhususkan untuk Jaringan Pelayanan Perjalanan KA komuter, tidak ada Jaringan pelayanan jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal; baik ekonomi maupun Komersil.
6.
Jalur Timur; yaitu Jalur antara stasiun Kampungbandan sampai dengan stasiun Jatinegara lewat stasiun Pasarsenen, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 11,210 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal; baik untuk kelas ekonomi maupun Komersil dengan KA komuter.
7.
Jalur Barat ; yaitu Jalur antara stasiun Kampungbandan sampai dengan stasiun Jatinegara lewat stasiun Manggarai, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 17,642 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya
Jaringan
pelayanan
jasa
transportasi,
yaitu
jasa
transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal; baik untuk kelas ekonomi maupun Komersil dengan KA komuter. 8.
Jalur Tanjungpriuk ; yaitu Jalur antara stasiun Tanjungpriuk sampai dengan stasiun Jakartakota, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Elektro Mekanik, panjang jalur 8.086 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini tidak ada Jaringan pelayanan jasa transportasi KA jarak jauh dan menengah baik ekonomi maupun Komersil.
9.
Jalur Kemayoran; yaitu Jalur antara stasiun Kemayoran sampai dengan stasiun Tanjungpriuk, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Elektro Mekanik, panjang jalur 8.624 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi barang dengan KA komuter.
10. Jalur
Kampungbandan ; yaitu Jalur antara stasiun Kampungbandan
sampai dengan stasiun Jakartakota dan stasiun Jakartagudang, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Otomatik terbuka,
3-81
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
panjang jalur 1.364 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, kecuali ke arah stasiun Jakartagudang masih jalur tunggal, tidak mempergunakan persinyalan dan tidak dilengkapi Listrik Aliran Atas, Jalur Kampungbandan - Jakartakota masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal; baik untuk kelas ekonomi maupun Komersil dengan KA komuter.
Gambar 3- 33 Peta Jaringan Kereta Jabodetabek
3-82
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 34 Penumpang Kereta Api Tahun 2006-2011 (ribu orang)
Jumlah penumpang KA di Jakarta secara keseluruhan di Pulau jawa setiap tahunnya semakin meningkat.Berdasarkan data yang didapat dari PT. Kereta Api Indonesia, pada tahun 2011 tercatat 121 juta penumpang untuk wilayah Jabodetabek dan 72 juta penumpang untuk wilayah Jawa (Non Jabodetabek). Tabel 3- 38 Penumpang Kereta Api Tahun 2006-2011 (ribu orang) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
jabodetabek 104,425 118,095 125,451 130,544 124,308 121,105
Jawa (Non Jabodetabek) 51,671 53,826 64,688 68,913 73,720 72,936
Jumlah 156,096 171,921 190,139 199,457 198,028 194,041
Sumber : PT Kereta Api Indonesia dan PT. KAI Commuter Jabodetabek
Untuk wilayah Jabodetabek layanan KA saat ini masih belum dapat menarik para pengguna kendaraan pribadi. Hal ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya adalah kenyamanan, waktu tunggu yang lama, dan area parkir terbatas serta beberapa permasalahan lainnya. e.
Terminal Terdapat lebih dari tiga puluh terminal bus yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Terminal bus tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: antar provinsi, antar kota, dalam kota, dan terminal pinggir jalan. Terminal bus antar kota di daerah pusat antara lain seperti, seperti Terminal Blok M, Senen, Kota, yang menempati areal lebih dari 3,000 m2 tidak
3-83
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
termasuk akses / jalan-jalan keluarnya. Pada Gambar 3.33 berikut dibawah ini mengilustrasikan lokasi terminal bus yang ada diwilayah DKI Jakarta.
Gambar 3- 35 Lokasi Terminal Bis Utama di DKI Jakarta Sumber : JAPTraPIS Tabel 3- 39 Terminal Bus di Jabodetabek Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Terminal Bis Blok M Kp. Rambutan Pulo Gadung Bekasi Kota Senen Tg. Priok Depok Grogol Kalideres Kp. Melayu Tn. Abang Lebak Bulus Bogor Ciputat Ps. Minggu Cililitan Cikarang Cikokol Ciledug Cimone Rawamangun
Busway 1 1 3 1 1 2 1 -
Jumlah Rute Bus (Berhenti atau melewati) Patas Regule Sedan Patas Kecil AC r g 24 27 26 27 24 23 22 11 15 17 19 19 13 19 26 16 6 1 27 21 17 15 6 17 14 17 10 17 9 13 16 19 4 14 14 7 2 9 29 12 16 19 5 9 12 20 14 7 7 7 2 10 15 24 11 8 16 16 6 13 6 5 9 10 1 2 29 3 3 7 6 1 3 20 5 3 4 7 18 3 7 2 24 11 2 4 1 16 2 32 7 5 1 3 17 7 2 1 20 2 11 1 8
Total 104 95 87 76 76 67 66 61 61 61 58 57 43 38 37 37 36 34 34 33 30 22
3-84
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Rank 23 24 25 26 27 28 29 30
Terminal Bis Cileungsi Klender Parung Manggarai Cibinong Leuwiliang Ragunan Poris Plawad
Busway 2 -
Jumlah Rute Bus (Berhenti atau melewati) Patas Regule Sedan Patas Kecil AC r g 3 2 15 3 5 4 3 4 16 4 8 3 3 1 11 15 2 1 4 4 2 2 4 16
Total 20 19 16 15 15 15 13 22
Sumber: Dinas Perhubungan dari setiap pemerintah daerah.
f.
Bandar Udara Saat ini di wilayah Jabodetabek terdapat dilayani oleh dua bandar udara, yaitu Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma. Bandar udara halim lebih banyak digunakan untuk penerbangan ekslusif dan penerbangan jarak pendek. Sedangkan untuk penerbangan dalam dan luar negeri dilayani oleh Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Gambar 3- 36 Jumlah Penumpang dan Pergerakan Pesawat di Bandara Soekarno-Hatta
Selain itu juga permasalahan lainnya juga mengenai kebandarudaraan adalah akses menuju bandara. Pada saat ini akses tercepat untuk menuju Bandara Soekarno-Hatta adalah dengan menggunakan kendaraan melalui jalan tol, akan tetapi akses tersebut pada saat tertentu tidak dapat dilalui kendaraan dikarenakan banjir. Oleh karena itu perlu pembenahan
3-85
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
menyangkut kebandarudaraan baik dari kapasitas, akses dari dan ke Bandar udara tersebut nantinya. g.
Pelabuhan Kondisi Pelabuhan Tanjung Priok pada saat ini tidak jauh berbeda dengan Bandar Udara Soekarno-Hatta. Diperkirakan nantinya sesudah Tahun 2014 sudah tidak dapat lagi menampung kapasitas pengiriman dan penerimaan barang, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.35 di bawah ini.
Gambar 3- 37 Kapasitas dan Perkiraan Pelabuhan Tanjung Priok Sumber: MPA
Selain itu juga permasalahan lainnya mengenai pelabuhan adalah mengenai lalu lintas angkutan barang, yaitu akses dari dan menuju pelabuhan. Pada saat ini jalur angkutan barang belum memiliki rute khusus, pada beberapa lokasi bercampur dengan arus lalu lintas kendaraan pribadi, sehingga tidak jarang sering menimbulkan kemacetan. Pada Gambar 3.38 mengilustrasikan jalur angkutan barang dan kawasan industri yang ada pada saat ini.
3-86
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 3- 38 Lalu Lintas Angkutan Barang di Jakarta Sumber : MPA
Karakteristik Perjalanan
3.5.10.4.
Besaran permintaan perjalanan untuk wilayah Jabodetabek dirangkum dalam Tabel 3.40. Tabel 3- 40 Besaran Perjalanan orang berbasiskan moda dan tingkat Pendapatan Deskripsi Moda
Sub-Group Low Income*
SepedaMotor
Mobil
Angkutan Umum
Total
Truk Dalam Kendaraan
Total Perjalanan
Intra-Zonal
Inter-Zonal
10,542,246
4,734,657
5,807,590
23,280,926
7,887,758
15,393,168
2,745,049
559,676
2,185,373
Sub-Total
36,568,221
13,182,091
23,386,131
Low Income Medium Income High Income
1,323,062
592,421
730,641
5,922,029
1,796,584
4,125,445
1,979,417
299,168
1,680,249
Sub-Total
9,224,508
2,688,173
6,536,335
Low Income Medium Income High Income
2,493,523
1,086,233
1,407,290
6,809,988
2,378,326
4,431,662
3,919,352
800,880
3,118,472
Sub-Total
13,222,863
4,265,439
8,957,424
Low Income Medium Income High Income
14,358,831
6,413,310
7,945,520
36,012,943
12,062,668
23,950,275
8,643,818
1,659,724
6,984,095
Total
Medium Income* High Income*
59,015,592
20,135,702
38,879,890
Small Trucks Large Trucks
73,871 5,773
431 5
73,440 5,768
Total All Trucks
79,644
436
79,208
3-87
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Sumber: JUTPI
Sedangkan besarnya bangkitan perjalanan berdasarkan moda yang digunakan ditunjukan dalam Gambar 3.39.
JABODETABEK Area Trip generations / Attractions Public
Car
Motorcycle
JKT_South JKT_East JKT_Central JKT_West JKT_North Kota_Tang Kota_Tang S Kab._Tang Depok Kota_Bogor Kab._Bogor Kota_Bekasi Kab._Bekasi -
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
Daily Person Trips ('000)
Gambar 3- 39 Perjalanan Orang-Harian (‘000) Berdasarkan Moda Sumber: JUTPI
3.5.10.5.
Pola Distribusi Perjalanan
Besaran perjalanan tertinggi berada pada wilayah DKI Jakarta yaitu sebesar 20.4 juta (34.5%) perjalanan perhari dan sebesar 7.9 juta perjalanan dari dan ke DKI Jakarta perhari. Gambar 3.38 sampai dengan Gambar 3.41 menunjukan distribusi perjalanan di wilayah Jabodetabek.
3-88
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Kb. Tangerang
20,359
8,090 9,879 2,574 718
DKI Jakarta
151
2,757
2,557
Kota Bekasi Kb. Bekasi
673
11,258 Kota Depok Kota Bogor Kb. Bogor
Gambar 3- 40 Pola Perjalanan Total Perhari (‘000) Sumber: JUTPI
Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Kb. Tangerang
12,953 (64%)
5,186
6,355
(64%)
(64%)
1,387 (54%)
459 (64%)
DKI Jakarta
66 (44%) 1,517 (59%)
1,578 (57%)
Kota Bekasi Kb. Bekasi
424 (63%)
6,641 (59%)
(% by M/C)
Kota Depok Kota Bogor Kb. Bogor
Gambar 3- 41 Pola Perjalanan dengan Sepeda Motor (‘000) Sumber: JUTPI
3-89
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Kb. Tangerang
3,798 (19%) 1,242 (13%)
530 (21%)
108 (15%)
DKI Jakarta
40 (27%)
1,023 (13%)
652 (24%)
462 (18%)
Kota Bekasi Kb. Bekasi
115 (17%)
1,254 (11%)
(% by car)
Kota Depok Kota Bogor Kb. Bogor
Gambar 3- 42 Pola Perjalanan dengan Mobil (‘000) Sumber: JUTPI
Gambar 3- 43 Pola Perjalanan dengan Angkutan Umum (‘000) Sumber: JUTPI
3-90
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 3- 41 Distribusi Panjang Perjalanan (km) berdasarkan (antar-zona) Mode of Travel Motorcycle Trips Car Public Transport Small Trucks Large Trucks Sumber: JUTPI
Average Trip Length of Inter-zonal Trips (km) Low Medium High All Income Income Income Income Groups 15.7
14.4
14.0
14.7
16.9
16.4
16.0
16.4
17.3
16.8
14.6
16.1 21.4 26.5
Trips by Mode & Distance (km) Travelled 7,000
Motorcycle Car Public
6,000
2010 Trips ('000)
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
25-30
30+
Distance Travelled (km)
Gambar 3- 44 Distribusi frekuensi panjang perjalanan (km) antar zona (‘000) Sumber: JUTPI
3.5.10.6.
Proporsi Pilihan Moda
Komposisi pengunaan moda perjalanan di wilayah Jabodetabek ditunjukan dalam gambar-gambar berikut.
3-91
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
All Income
62%
High Income
16%
32%
23%
Medium Income
45%
65%
Low Income
16%
73%
0%
10%
20%
30%
22%
19%
9%
40%
50%
Motorcycle
60%
Car
70%
17%
80%
90%
100%
Public
Gambar 3- 45 Proposi pengunaan moda perjalanan berdasarkan pendapatan Sumber: JUTPI
Motorcycle
Car
Public
100% 90% 80%
% of Trips by Mode
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
25-30
30-35
35-40
40-45
45-50
50-55
55-60
60 +
Distance Travelled (km)
Gambar 3- 46 Proposi Pengunaan Moda Perjalanan Berdasarkan Panjang Perjalanan Sumber: JUTPI
3.6
Kelembagaan Kelembagaan pengelola Kawasan Strategis Pantura sebelumnya telah diatur
dalam beberapa peraturan untuk melakukan pengembangan kawasan yang terintegrasi. 3.6.1 Penetapan Lembaga Pengelola Kawasan Pantura Jakarta Lembaga pengelola kawasan pantura Jakarta pada awalnya ditetapkan dalam Keputusan Presiden No 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, yang kemudian diatur dalam Peraturan Daerah No 8 Tahun 1995 tentang
3-92
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Dalam peraturan ini, lembaga pengelola Pantura terdiri dari : a.
Tim Pengarah Badan Pengarah terdiri dari menteri-menteri terkait dan dikoordinasikan oleh
Menteri
Negara
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Ketua
BAPPENAS selaku Ketua. Badan ini berperan dalam memberikan arahanarahan kepada badan pengendali terkait dengan pengembangan Kawasan Reklamasi
Pantura
Jakarta
terkait
dengan
kepentingan
sektoral.
Mekanisme pengarahan dapat dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. b.
Badan Pengendali Badan ini diketuai oleh Gubernur DKI Jakarta dan terdiri dari SKPD terkait, yang bertanggungjawab kepada Presiden. Dalam pelaksanaannya, badan pengendali memiliki beberapa tugas yaitu untuk
Mengendalikan
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pengelolaan
Reklamasi Pantura; dan c.
Mengendalikan penataan Kawasan Pantura.
Badan Pelaksana Badan
pelaksana
dibentuk
oleh
Gubernur
yang
berfungsi
untuk
menyelenggarakan reklamasi pantura. Badan ini memiliku tugas untuk
Menyelenggarakan reklamasi,
Mengelola tanah hasil reklamasi, dan
Mengkoordinasikan penataan kembali kawasan daratan pantai utara jakarta
Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pelaksana dapat melakukan kerjasama usaha dengan pihak lain yang syarat-syarat dan ketentuannya diatur oleh Gubernur. 3.6.2 Badan Pengendali Reklamasi Pantai Utara DKI Jakarta Ketentuan terkait Badan Pengendali Reklamasi Pantura Jakarta diatur dalam Keputusan Gubernur No 1090 Tahun 1996. Dalam peratuuran ini, yang dimaksud dengan badan pengendali ialah merupakan badan yang dibentuk untuk membantu pemerintah daerah dalam mengendalikan reklamasi pantura yang dipimpin oleh Gubernur, dan bertanggung jawab kepada presiden. Tugas dari badan pengendali ini ialah untuk mengendalikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan
reklamasi
pantura,
serta
mengendalikan
penataan
dan
pengembangan kawasan pantura. Adapun fungsi yang dijalankan antara lain:
3-93
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
a. Menyusun dan menetapkan rancangan kebijaksanaan pengendalian perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan reklamasi pantura b. Menyusun dan menetapkan rancangan kebijaksanaan pengendalian perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan penataan kawasan pantai c. Menyelenggarakan
evaluasi
pengendalian
terhadap
perencanaan,
pelaksanaan, dan pengelolaanreklamasi pantura serta penataan kawasan pantura. Badan Pengendalian Reklamasi Pantura terdiri dari a. Keanggotaan Badan Pengendali i.
Ketua, sebagai penanggung jawan mempunyai tugas memimpin Badan
Pengendali
dalam
mengendalikan
penyelenggaraan
Reklamasi Pantura dan penataan kawasan pantura ii.
Wakil
Ketua,
sebagai
mengkoordinasikan
pelaksana
harian
penyelenggaraan
mempunyai
kegiatan
tugas
pengendalian
reklamasi pantura dan penataan kawasan pantura iii.
Sekretaris, mempunyai tugas membantu ketua dalam melaksanakan tugas merumuskan kebijaksanaan pengendalian reklamasi pantura dan penataan kawasan pantura serta menyelenggarakan kegiatan sekretariat Badan Pengendali
iv.
Anggota, mempunyai tugas membantu ketua dalam pengkajian terhadap
koordinasi
penyelenggaraan
pengendalian
reklamasi
pantura dan penataan kawasan panura sesuai dengan bidangnya masing-masing. b. Sekretariat Sekretariat mempunyai tugas menyiapkan bahan penetapan rancangan kebijaksanaan pengendalian reklamasi pantura dan penataan kawasan Pantura yang meliputi analisis perencanaan pengendalian, analisis evaluasi pengendalian, penyusunan program, dan laporan, serta memberikan layanan teknis administratif kepada Badan Pengendali.
3-94
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Keanggotaan Badan Pengendali
KETUA/ PENANGGUNG JAWAB Gubernur WAKIL KETUA/ PELAKSANA HARIAN Wakil Gubernur SEKRETARIS Ketua Bappeda
ANGGOTA Kepala lembaga terkait
SEKRETARIAT
Sekretariat
Gambar 3- 47 Struktur Lembaga Badan Pengendali Reklamasi Pantura Sumber: Keputusan Gubernur No 1090 Tahun 1996
3.6.3 Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta Secara lebih lanjut, kelembagaan pengelola pantura ini diatur dalam Keputusan Gubernur No 220 Tahun 1998 tentang Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Badan Pelaksana dipimpin oleh ketua yang berada di bawah Badan Pengendali dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Tugas dari Badan Pelaksana Reklamasi Pantura Jakarta dalam peraturan ini ialah untuk menyelenggarakan, mengelola hasil reklamasi, dan mengkoordinasikan kembali pantura Jakarta untuk mwujudkan pengembangan kawasan pantura yang terpadu. Adapun fungsi yang dijalankan lembaga ini antara lain: a.
Penyusunan kebijakan program pengembangan kawasan pantura
b.
Penyusunan rencana umum reklamasi pantura dan penataan kembali daratan pantura
c.
Koordinasi proses, pengurusan dan atau penerbitan perizinan reklamasi dan penataan kawasan dataran pantura
d.
Penyusunan program dan koordinasi kegiatan penataan daratan pantai utara Jakarta
e.
Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan reklamasi pantura dan pengelolaan tanah dasil reklamasi pantura
f.
Pembinaan dan pengendalian atas pencapaian sasaran fungsi usaha perseroan
g.
Pelaksanaan
fungsi-fungsi
lainnya
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan reklamasi dan pengelolaan hasil reklamasi.
3-95
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Struktur
organisasi
Badan
Pelaksana
Reklamasi
Pantura
Jakarta
berdasarkan Keputusan Gubernur No. 220 Tahun 1998 ditunjukkan dalam gambar 3-48.
KETUA Wakil Gubernur WAKIL KETUA Walikota Jakarta Utara KETUA HARIAN SEKRETARIAT
BIDANG PERENCANAAN
BIDANG PENGAWASAN & PENGENDALIAN
BIDANG PEMBANGUNAN & PERIZINAN
Gambar 3- 48 Struktur Organisasi Badan Pelaksana Reklamasi Pantura Jakarta Sumber: Keputusan Gubernur No. 220 Tahun 1998
3.6.4 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur dan Peraturan Daerah Provinsi Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2011-2030 Dengan diterbitkan Peraturan Presiden 54/2008 dan Peraturan Daerah Provinsi 1/2012, yang harus konsisten dalam implementasinya, melalui penerapan sistem manajemen yang profesional dan akuntabel dalam suatu mekanisme layanan publik dengan prinsip-prinsip good governance. Permasalahan yang dihadapi dalam proses pembangunan Kawasan Pantura sampai saat ini adalah : a.
Masing-masing perusahaan pengembang melakukan reklamasi sendiri di wilayahnya berdasarkan MoU dengan Pemprov DKI Jakarta yang dimilikinya sehingga tidak ada kesamaan dan keserasian dalam proses pembangunannya.
b. MoU yang diterbitkan sebelum ditetapkannya RTRW 2030 sudah tidak sesuai dan tidak valid. c.
Setelah ditertibkannya MoU sejak tahun 1995-1998, masih ada beberapa perubahan pengembang yang tidak melaksanakan sesuai ketentuan dalam MoU.
d. Ada perusahaan pengembang yang mengalihkan hak atas MoU kepada perusahaan pengembang lain.
3-96
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
e.
Pemprov DKI Jakarta tidak memperoleh manfaat yang optimal dari MoU yang ditebitkan, baik secara materi maupun perwujudan Kawasan Pantura sebagai Kawasan Strategis dari bagian wilayah Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
f.
Tim care taker sebagai pengganti BP Pantura tidak dapat melaksanakan tugasnya secara optimal, karena terbebani oleh tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat di SKPDnya masing-masing. Permasalahan tersebut, perlu segera diselesaikan dengan memanfaatkan
momentum yang kondusif pada saat ini untuk mempercepat proses pembangunan dalam mewujudkan Kawasan Strategis Pantura sebagai implementasi dari RTRW 2030. 3.6.5 Pembubaran Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Pembentukan Tim Sementara Care Taker Pelaksanaan Tugas Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang organisasi perangkat daerah serta dengan berdasarkan pada perkembangan kondisi, keberadaan Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara (Pantura) Jakarta dianggap sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan keadaan. Oleh karena itu, kemudian diterbitkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1900 Tahun 2009 tentang Pembubaran Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Setelah pembubaran BP Pantura, maka tindak lanjut penyelesaian tugas dan wewenang BP Reklamasi Pantura dilakukan oleh tim sementara (tim Care Taker) sampai dibentuknya lembaga baru yang definitif. Adapun pembiayaan untuk pelaksanaan tugas oleh tim Care Taker akan dibebankan kepada APBD. Tim
Care
Taker
merupakan
lembaga
sementara
yang
mengelola
pelaksanaan reklamasi di Pantai Utara Jakarta, setelah pembubaran BP Reklamasi Pantura dan sebelum akhirnya akan dibentuk lembaga baru. Tugas Tim Care Taker diantaranya adalah: 1. Melaksanakan tugas dan fungsi Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta selama ini (sebelum pembubaran). 2. Melaksanakan hubungan kerja, koordinasi dan kerja sama dengan pihak yang selama ini (sebelum pembubaran) mempunyai hubungan kerja dan/atau kerja sama dengan Badan Pelaksana Reklamasi Pantura. 3. Memberikan
masukan/pertimbangan/saran
kepada
Gubernur
melalui
Sekretaris Daerah mengenai pengelolaan Pantai Utara Jakarta.
3-97
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4. Mengkoordinasikan dan mengendalikan Kelompok Kerja (Pokja) Tim Sementara Poja Care Taker Pelaksana Tugas Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. 5. Membuat dan menyempaikan laporan Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Susunan keanggotaan tim Care Taker diantaranya adalah sebagai berikut: a. Ketua Tim merangkap : Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup anggota
Sekda Provinsi DKI Jakarta
b. Wakil Ketua merangkap : Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI anggota c. Sekretaris
Jakarta merangkap : Kepala Biro Tata Ruang dan dan Lingkungan
anggota
Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta
d. Anggota
:
1. Inspektur Provinsi DKI Jakarta 2. Kepala
Badan
Pembangunan
Daerah
Perencanaan Provinsi
DKI
Jakarta 3. Kepala Badan Pengelola Keuagan Daerah Provinsi DKI Jakarta Dalam menjalankan tugasnya, Tim Care Taker dibantu oleh beberapa kelompok kerja (pokja) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Tim Sementara Care Taker. Berikut Struktur Tim Care Taker dan Pokja.
TIM CARE TAKER Ketua: Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta
Pokja Perencanaan Ulang dan Pembangunan
Pokja Kelembagaan dan Mekanisme Kerja
Pokja Hukum dan Kerjasama
Pokja Keuangan dan Pembiayaan
Ketua: Wakil Kepala Bappeda DKI Jakarta
Ketua: Kepala Biro Ortala Setda DKI Jakarta
Ketua: Kepala Biro Hukum Setda DKI Jakarta
Ketua: Wakil Kepala BPKD DKI Jakarta
Gambar 3- 49 Struktur Organisasi Tim Care TakerReklamasi Pantura Jakara Sumber: Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008
3-98
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
3.7
Isu-isu Strategis Wilayah Perencanaan Pembangunan pulau-pulau reklamasi yang akan digelar di ruang laut
kawasan Teluk Jakarta perlu memperhitungkan berbagai aktivitas yang telah memanfaatkan ruang wilayah pesisir pantai utara Jakarta dan ruang laut Teluk Jakarta. Dengan demikian, perencanaan bentuk pulau reklamasi akan dilakukan dengan memperhatikan berbagai aktivitas baik yang telah ada atau berlangsung maupun yang masih berupa rencana yang telah mendapatkan izin pemanfaatan ruang. Elaborasi di bawah ini mengetengahkan berbagai isu yang perlu dipertimbangkan sebagai kendala dalam perencanaan bentuk pulau reklamasi.
3.7.1 Keberadaan Mangrove Sesuai dengan RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030, keberadaan ekosistem mangrove di wilayah pesisir bagian barat Pantura Jakarta ─ mulai dari Kawasan Suaka Alam Angke sampai perbatasan dengan wilayah Kabupaten Tangerang ─ tetap dipertahankan. Agar fungsi ekologi mangrove (termasuk biota di dalamnya) dapat berlangsung secara optimal, maka pasang surut dan salinitas perairan perlu dijaga. Vegetasi mangrove merupakan ekosistem lahan basah yang memiliki berbagai fungsi ekologis, diantaranya sebagai habitat burung-burung air yang dilindungi. Oleh karenanya vegetasi mangrove di kawasan pesisir Utara Jakarta meliputi Suaka Margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, dan hutan wisata alam Kamal berfungsi sebagai kawasan lindung yang harus dilestarikan. Gejala
penurunan
muka
tanah
nyatanya
mengakibatkan
kawasan
bervegetasi mangrove menjadi semakin sering tergenang dengan tinggi genangan yang semakin meningkat. Kecenderungan tersebut pada masa mendatang akan mengancam kelestarian vegetasi mangrove di pesisir Utara Jakarta. Gambar berikut menunjukkan prakiraan perluasan genangan di pesisir Utara Jakarta hingga akhir dekade 2020. Tabel 3- 42 Prakiraan perluasan genangan di Pesisir Utara Jakarta 2010 50% Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL
2015 60% Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL
2020 75% Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL
Sumber : Kajian Reklamasi dan Hidrodinamika Pantura Jakarta, 2013.
3-99
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
3.7.2 Keberlangsungan Fungsi Pelabuhan Rencana pembangunan lahan melalui reklamasi mempertimbangkan keberlangsungan aktifitas pelayaran dan berlabuh di pelabuhan umum dan pelabuhan perikanan. Di wilayah Jakarta Utara terdapat Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman, dan dermaga dan TPI Muara Angke. Secara khusus Pelabuhan Sunda Kelapa telah ditetapkan sebagai bagian dari pengembagan kawasan Kota Tua (heritage) yang perlu dilestarikan melalui revitalisasi dan peremajaan. a. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman di Muara Baru merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia dan TPI Muara Angke merupakan pelabuhan perikanan rakyat yang dilengkapi oleh dermaga perikanan. Mengingat besarnya potensi industri perikanan di wilayah pesisir Teluk Jakarta, nilai investasi di kawasan Muara Baru hasil reklamasi telah mencapai lebih dari Rp. 1 triliun, yang jika diperhitungkan nilai investasi dari industri yang ada, maka keseluruhan investasi dapat mencapai lebih dari Rp. 3-triliun. Keberadaan Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman di Muara Baru dan pelabuhan perikanan serta pangkalan pendaratan ikan Muara Angke bersifat komplementer. Sementara itu, daerah Pluit diperuntukkan menampung nelayan, tempat pengolahan ikan, dan pelabuhan penumpang untuk penghubung ke Kep. Seribu. Oleh karena itu, agar aktivitas nelayan dan fungsi pelabuhan perikanan dapat tetap berlangsung, maka alur pelayaran harus tetap terbuka. b. Pelabuhan Umum Pelabuhan Tanjung Priok akan dikembangkan dalam kurun waktu 20112030
sesuai
dengan
Rencana
Induk
Pelabuhan
Tanjung
Priok.
Pengembangan area pelabuhan bukan dengan pulau reklamasi tetapi dengan cara deck-on-pile. Selain itu, ada bukaan dan pelebaran untuk arus kapal dari dua (2) arah dengan pemanfaatan breakwater. Di pihak lain, karena kegiatan kepelabuhanan Pelabuhan Sunda Kelapa dialihkan ke Pelabuhan Tanjung Priok, maka pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan untuk lebih diarahkan kepada fungsi heritage dan pariwisata. 3.7.3 Keberadaan Prasarana dan Jaringan a. Jaringan pipa. Perpipaan di Teluk Jakarta sudah ada terlebih dahulu yang digelar di kedalaman ± 15 m. Pipa-pipa yang sudah digelar adalah pipa
3-100
BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
PHE-ONWJ, pipa PLN, jalur kabel, dan pipa Nusantara Regas. Pipa PLN sudah tertanam dengan ukuran pipa 24”. Pipa Nusantara Regas ditanam 2 m di bawah sea bed dengan jarak antar-pipa 20 m. Penggelaran pipa harus diberikan kanal atau jalur tersendiri. Jaringan pipa tersebut tidak dirancang untuk menahan beban solid material timbunan dan maintenance bawah tanah reklamasi. Relokasi pipa membutuhkan kajian kontur dan profil dasar laut, biaya relokasi yang relatif besar, dan risiko gangguan distribusi gas dan BBM sebagai penggerak aktifitas pembangkitan listrik PLTU/PLTGU Muara Karang dan Tanjung Priok. Pengelola pipa dasar laut (submarine pipeline) mensyaratkan jarak antar pipa dengan pipa lain atau antara pipa dengan batas luar lahan reklamasi minimal selebar 20 m sesuai ketentuan Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997. b. Pembangkit energi listrik. PLTGU-PLTU Muara Karang, PLTGU-PLTU Tanjung Priok, dan PLTGU-PLTU Muara Tawar masing-masing secara berurutan memasok tenaga listrik sebesar 1.670 MW, 2.052 MW, dan 800 MW (total 4.522 MW) ke Jakarta. Operasi PLTGU-PLTU ini memerlukan air laut untuk air baku dan air pendingin mesin pembangkit. PLTU Muara Karang memerlukan air laut untuk kebutuhan air pendingin sebesar 60 m3/detik dan akses ke laut untuk pelayaran kapal tongkang yang mengangkut bahan bakar ke PLTU Muara Karang. Kegiatan PLTGU Tanjung Priok memerlukan air laut di muara Sungai Japat sebagai air baku, sedangkan sisa air panas tersebut dikeluarkan ke arah utara PLTGU. Dengan adanya break water di Pelabuhan Tanjung Priok, maka outlet dapat dipisahkan dari inlet air laut yang digunakan PLTGU Tanjung Priok. c. Jaringan kabel telekomunikasi. Sejak pertengahan tahun 1990an dari stasiun kabel laut Ancol (SKKLH Indosat Ancol), PT. Indosat telah menggelar kabel laut yang meliputi SKKL JS (Jakarta–Surabaya), SKKL APCN (Ancol–Mersing, Malaysia, dan Ancol–Changi, Singapura), SKKL Jasuraus (Ancol–Port Hedland, Australia), dan SKKL SMW-3 (antara lain, Ancol–Tuas, Singapura, dan Ancol–Perth, Australia). Pada bulan April-Mei 2012, PT. Telkom telah menanam kabel optik pada posisi 1,5-m dari dasar laut, dari Jakarta ke Singapura. Life time kabel 25 tahun terhitung dari tahun 2012.
3-101
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN
4.1
Analisis Kebutuhan Ruang Jakarta sebagai Kota Berskala Internasional Jakarta merupakan ibukota Negara dengan pertumbuhan penduduk yang sangat
pesat. Pada tahun 1980 penduduk DKI Jakarta tercatat sebesar 6,5 juta dan 10 tahun kemudian sejak tahun 1990 hingga 2001 telah mencapai 8,25 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 2,4% per tahunnya. Dengan memperhitungkan penduduk imigran dan penglaju ke Jakarta maka jumlah penduduk Jakarta telah mencapai 9,2 juta jiwa pada tahun 2009 dan 10,09 juta jiwa pada tahun 2012. Selain pertumbuhan penduduk, Kota Jakarta juga mengalami pertumbuhan yang pesat dalam kegiatan perekonomiannya. Jakarta saat ini merupakan salah satu kota dunia di Kawasan Asia Pasifik, bersama dengan Tokyo, Seoul, Taipei, Hongkong, Manila, Bangkok, Kuala Lumpur, dan Singapore. Kota-kota tersebut saling terhubung dan memegang peran cukup besar dalam perekonomian global, khususnya jasa keuangan, arus informasi, dan transaksi komoditas (Firman, 1998). Berdasarkan Simon (1995), tiga kriteria yang paling penting berhubungan dengan world cities diantaranya adalah: a) keberadaan kompleks keuangan dan layanan canggih yang melayani pelanggan global dari badan internasional, perusahaan-perusahaan transnasional (TNC), pemerintah dan perusahaan nasional, dan LSM; b) pengembangan hub jaringan modal, informasi dan komunikasi internasional yang dapat merangkul TNC, IGOs, dan LSM; c) suatu kualitas hidup yang kondusif untuk menarik dan mempertahankan migran internasional yang terampil yaitu profesional, manajer, birokrat, dan diplomat. Dalam pengertian ini, kualitas hidup tidak hanya meliputi aspek fisik dan estetika lingkungan tetapi juga pertimbangan yang lebih luas seperti stabilitas ekonomi dan politik yang dirasakan, kosmopolitanisme, dan 'kehidupan budaya'. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, sebutan "kota dunia," dapat dicapai hanya ketika sebuah kota metropolis besar secara bersamaan menjadi pusat keuangan internasional, kantor pusat perusahaan trans-nasional, memiliki keterkaitan bisnis tingkat tinggi, serta adanya arus dan pengolahan informasi dan telekomunikasi canggih (Muller 1997). Beberapa ciri kota dunia ini saat ini telah terlihat di Jakarta, yang menunjukkan bahwa Kota Jakarta merupakan salah satu kota dunia. Kegiatan perekonomian global salah satunya ditunjukkan dengan arus investasi asing yang masuk dan berputar di Jakarta.
4-1
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Suatu kota, khususnya kota dunia, merupakan pusat aktivitas perekonomian yang tidak hanya terpusat di central bussiness district (CBD) dalam kota tersebut, tapi juga dapat meluas ke daerah metropolitan dalam bentuk grid node kegiatan bisnis yang kompleks (Sassen 1995). Kota yang merupakan pusat aktivitas memiliki peran untuk mendorong pertumbuhan daerah di sekitarnya, begitu juga dalam hal perekonomian global. Sebagai pusat perekonomian yang dapat mengartikulasikan ekonomi regional, nasional, dan internasional, suatu kota dapat memperluas pengaruhnya ke daerah sekitar atau wilayah yangmemiliki hubungan atau keterkaitan ekonomi (Friedmann 1995). Pada akhirnya, kegiatan perekonomian global seringkali tidak hanya terbentuk di pusat-pusat kota saja, tapi juga pada akhirnya meluas dan berdampak pada daerah peripheri atau daerah sekitarnya. Dalam negara semi-periphery, sebagian besar kota-kota dunia sekunder adalah ibu kota negara. Ibukota pada negara periphery yang umumnya adalah negara sedang berkembang seringkali merupakan kota dengan pertumbuhan yang sangat pesat. Kota ini telah memiliki kawasan terbangun yang tinggi dan populasi yang cukup padat, dimana seringkali telah mengalami kejenuhan dalam pembangunan. Ketika kawasan inti kota ini telah dipenuhi dengan gedung-gedung bertingkat komersial yang menjadi pusat perkantoran kegiatan perekonomian global, banyak dilakukan pengembangan daerah pinggiran untuk dikembangkan sebagai fungsi perumahan mewah, maupun fungsifungsi lainnya seperti kawasan rekreasi, lapangan golf, taman industri untuk perusahaan asing, dan fungsi global baru seperti bandara internasional (Douglass 2000). Perkembangan kawasan perkotaan dan perubahan struktur pada kota global sebagai akibat dari globalisasi merupakan salah satu bentuk dampak globalisasi yang pada akhirnya membentuk kawasan suburban, dimana daerah pinggiran mengembangkan fungsinya sebagai daerah residensial. Fenomena yang terjadi di Jakarta saat ini ialah pertumbuhan kegiatan perekonomian global yang sudah meluas hingga ke kawasan pinggiran Jakarta, yaitu kawasan Metropolitan Jabodetabek. Pada RTRW DKI 2030, telah diatur bahwa untuk pemanfaatan dan pengelolaan kawasan industri dan pergudangan, dilakukan melalui penataan kawasan industri dan pergudangan yang terintegrasi dengan kawasan detabekpunjur; dan pembatasan pengembangan kawasan industri dan pergudangan hanya untuk jenis industri yang hemat penggunaan lahan, air, dan energi, tidak berpolusi, memperhatikan aspek lingkungan, dan menggunakan teknologi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan industri telah diarahkan untuk digeser ke kawasan pinggiran Jakarta. Selain kegiatan industri, kegiatan jasa skala internasional juga membutuhkan perluasan karena kawasan DKI Jakarta yang sudah terbangun dengan masif. Berdasarkan penelitian sebelumnya terkait transformasi Jakarta oleh Hudalah
4-2
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dan Firman (2012), wilayah regional jakarta telah mengalami perkembangan aktivitas perekonomian ke pinggiran kota atau yang biasa disebut juga sebagai fenomena postsuburbanisasi. Berdasarkan informasi yang dihitung dari data tahunan Biro Pusat Statistik (Biro Pusat Statistik, 2005) untuk tahun 1985-2005, dapat disimpulkan bahwa sektor tersier (keuangan, jasa dan sektor komersial) masih konsisten terkonsentrasi di Jakarta, namun demikian, pergeseran yang luar biasa bisa dilihat di sektor manufaktur (Hudalah and Firman 2012). Implikasi yang sangat nyata dari perkembangan Jakarta sebagai kota dunia, dan dari pertumbuhan penduduk yang cukup pesat adalah semakin besarnya kebutuhan ruang kota di DKI Jakarta, khususnya untuk kegiatan permukiman dan perdagangan jasa skala internasional. Secara fisik perkembangan Jakarta sejak empat dekade terakhir ini dicirikan dengan semakin besarnya wilayah terbangun kota, sebaliknya wilayah terbuka yang semula direncanakan sebagai wilayah konservasi kota juga semakin berkurang terutama di bagian wilayah pinggiran. Perkembangan ini terjadi seiring dengan pertumbuhan penduduk kota tersebut. Sementara itu luas wilayah DKI Jakarta yang mencakup 662 km2 yang merupakan hasil perluasan wilayah kota pada tahun 1972 masih tidak bertambah. Atas dasar kebutuhan ruang tersebut maka pada dekade 1990-an telah dipertimbangkan kemungkinan pembukaan wilayah daratan baru melalui teknologi pengembangan pulau reklamasi di wilayah pantai utara Jakarta. Berdasarkan kebutuhan ini maka dengan Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 telah ditetapkan suatu usaha reklamasi wilayah Pantai Utara Jakarta. Sehubungan dengan keadaan ini Jakarta telah mempersiapkan pemikiran berdasarkan dua kebijaksanaan pokok yaitu, (1) meningkatkan intensitas kemampuan pemanfaatan ruang/lahan termasuk usaha peremajaan kota, dan (2) kemungkinan untuk mengembangkan wilayah secara ekstensif dengan tetap memperhatikan kaidah pembangunan kota yang berkelanjutan. Konsepsi dasar inilah yang kemudian menjadi pemikiran Jakarta untuk mengembangkan wilayah Pantura Jakarta atau Pantai Utara Jakarta termasuk kawasan perairan lautnya. Berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2030, dicantumkan bahwa kawasan pantai utara jakarta diarahkan untuk pengembangan pulau-pulau reklamasi yang berperan sebagai kawasan strategis provinsi. Dalam Kawasan Strategis Pantai Utara, salah satu sub kawasan yaitu sub kawasan tengah ditetapkan sebagai pusat kegiatan primer dengan fungsi pusat perdagangan dan jasa skala internasional. Penyelenggaraan reklamasi Pantura diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi siap bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan penataan kembali kawasan daratan Pantura.
4-3
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4.2
Analisis Delineasi Wilayah Perencanaan Delineasi wilayah perencanaan meliputi kepulauan hasil reklamasi dan daratan
pantai lama Jakarta yang akan direvitalisasi. 4.2.1 Delineasi Pengembangan Kepulauan Reklamasi Pantura Jakarta Delineasi pengembangan kepulauan reklamasi Pantura ditentukan berdasarkan beberapa aspek yang meliputi peraturan, vegetasi mangrove, sistem jaringan energi/kelistrikan, pelabuhan, sistem jaringan telekomunikasi dan perpipaan. 4.2.1.1 Tinjauan Peraturan A. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 Terkait dengan pengembangan lahan baru di Kawasan Pantura Jakarta, rencana struktur ruang dan pola ruang Kawasan Jabodetabekpunjur menetapkan kawasan lindung yang dielaborasi sesuai pengaturan sebagai berikut : a. Zona Non Budidaya 1 (N1) dan Zona Non Budidaya 2 (N2) serta kawasan budidaya yang dielaborasi menjadi Zona Budidaya 1 (B1) sampai dengan Zona Budidaya 7 (B2, B3, B4, B6, B6, dan B7) dan Zona Penyangga 1 (P1 sampai dengan Zona Penyangga 5 (P2, P3, P4, dan P5). b. Sesuai dengan rencana pola ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, maka pada Zona P2 hingga Zona P5 di kawasan Pantura dapat dikembangkan lahan baru melalui reklamasi dalam bentuk pulau yang dipisahkan oleh kanal lateral berjarak 200-300m dari garis pantai yang ada hingga kedalaman maksimum -8 m. c.
Sebagai zona penyangga, maka penggunaan lahan pada lahan baru hasil reklamasi harus sesuai dengan fungsi yang diembannya, yakni menyangga zona yang berbatasan. Pada Zona P1 di sepanjang kawasan lindung di Kabupaten Bekasi tidak diijinkan pembangunan lahan melalui reklamasi. Kawasan Pantura Jakarta meliputi Zona P2 dan P3 (Gambar 6.2). Zona P2 di
bagian Barat dan Tengah Kawasan Pantura DKI Jakarta berfungsi menjaga Zona N1 yang berada pada pesisir berbatasan di daratan DKI Jakarta dalam mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran, dan kerusakan laut, sehingga fungsi konservasi Zona N1 dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada Zona P2 dapat dilakukan reklamasi dan konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% berjarak sekurang-kurangnya 200 m dari titik surut terendah sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 m. Zona N1 merupakan Suaka Margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, dan Hutan Wisata Alam Kamal.
4-4
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 1 Kawasan Perairan Teluk Jakarta bagi Pengembangan Lahan Baru Kawasan Pantura Jakarta Melalui Kegiatan Reklamasi Sumber: Peraturan Presiden No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur
Zona P3 di bagian Tengah hingga Timur Kawasan Pantura DKI Jakarta berfungsi menjaga Zona B1 agar tidak mengakibatkan abrasi pantai serta tidak mengganggu kelangsungan aktifitas pusat pembangkit tenaga listrik, muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran. Pada Zona P3 dapat dilakukan reklamasi secara bertahap berjarak sekurang-kurangnya 300 m dari titik surut terendah sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut -8 m. Pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan jarak dapat diminimalkan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan. Zona B1 di daratan DKI Jakarta yang berbatasan dengan Zona P3 diarahkan untuk perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, dan industri ringan non pencemar yang berorientasi pasar, dan merupakan pusat pengembangan kegiatan ekonomi unggulan. Dalam pengembangannya, pada Zona B1 diselenggarakan program rehabilitasi dan revitalisasi kawasan sebagai program terpadu dengan pengembangan lahan baru di Kawasan Pantura Jakarta. B. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta tahun 2011-2030 menetapkan Kawasan Pantura DKI Jakarta sebagai kawasan strategis provinsi. Kawasan Pantura Jakarta direncanakan sebagai pengembangan lahan baru yang dipisahkan oleh lateral kanal dari garis pantai melalui kegiatan reklamasi. Lahan baru di Kawasan Pantura Jakarta terbentuk sebagai pulau-pulau, di mana tanggul areal yang direklamasi diintegrasikan dalam rencana pengembangan
4-5
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
jaringan jalan guna membentuk struktur ruang, sekaligus sebagai infrastruktur keamanan lahan dan pantai. Rencana struktur ruang juga menetapkan sentra primer utara di lokasi lahan baru hasil reklamasi di bagian tengah Kawasan Pantura DKI Jakarta. Rencana pola ruang wilayah DKI Jakarta bagian utara meliputi kawasan pelabuhan, industri, dan pergudangan di bagian timur yang diwakili oleh Kawasan Ekonomi Khusus Marunda dan pelabuhan Tanjung Priok; kawasan permukiman, perdagangan, dan jasa di bagian tengah yang diwakili oleh Taman Impian Jaya Ancol, pusat perdagangan Mangga Besar, pusat transportasi dan TOD; dan kawasan permukiman di bagian Barat yang diwakili oleh perumahan skala besar Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, kawasan Pluit, dan lainnya. Rencana pola ruang meliputi pengembangan hingga lahan hasil reklamasi di Kawasan Pantura Jakarta. Rencana pola ruang juga mengatur Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Lindung Angke Kapuk, dan Hutan Wisata alam Kamal yang merupakan ekosistem mangrove sebagai kawasan lindung.
Gambar 4- 2 Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah DKI Jakarta Bagian Utara
Dalam RTRW DKI Jakarta 2030 pengembangan lahan baru melalui reklamasi di Kawasan Pantura Jakarta dipersyaratkan memenuhi rencana teknis reklamasi, rencana penggunaan lahan hasil reklamasi, rancangan reklamasi, rencana prasarana, pengelolaan lingkungan, rencana sumber material reklamasi, rencana penyediaan air bersih, rencana pengelolaan air limbah, dan rencana pengendalian banjir. RTRW DKI Jakarta 2030 juga menetapkan kriteria tingkat keamanan (safety) yang diinginkanbagi perencanaan sistem dan jaringan drainase dan pengendalian banjir : a. Saluran mikro, bagi curah hujan dengan kala ulang 2-10 tahunan. b. Saluran submakro, bagi curah hujan dengan kala ulang 10-25 tahunan. c. Saluran makro, bagi curah hujan dengan kala ulang 25-100 tahunan.
4-6
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Sebagai lahan baru, saluran mikro, submakro dan makro di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta masing-masing dirancang untuk kala ulang minimal 10, 25, dan 100 tahunan. Tanggul laut di kawasan reklamasi dirancang untuk kala ulang minimal 1.000 tahun dengan mempertimbangkan pasang laut, wind setup, storm surge, gelombang laut, amblesan tanah, kenaikan muka air laut, residual settlement, dan potensi tsunami. 4.2.1.2 Tinjauan Vegetasi Mangrove Vegetasi mangrove merupakan ekosistem lahan basah yang memiliki berbagai fungsi ekologis, di antaranya sebagai habitat burung-burung air yang dilindungi. Oleh karenanya vegetasi mangrove di kawasan pesisir utara Jakarta meliputi Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Lindung Angke Kapuk, dan Hutan Wisata alam Kamal berfungsi sebagai kawasan lindung yang harus dilestarikan.
Gambar 4- 3 Vegetasi Mangrove di Wilayah Pesisir Bagian Barat Jakarta
Gejala penurunan muka tanah nyatanya mengakibatkan kawasan bervegetasi mangrove menjadi semakin sering tergenang dengan tinggi genangan yang semakin meningkat. Kecenderungan tersebut pada masa mendatang akan mengancam kelestarian vegetasi mangrove di pesisir utara Jakarta. Gambar berikut menunjukkan prakiraan perluasan genangan di pesisir utara Jakarta hingga kahir dekade 2020.
4-7
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
2010 50% Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL
2015 60% Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL
2020 75% Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL
Gambar 4- 4 : Prakiraan Perluasan Genangan Di Pesisir Utara Jakarta Sumber : Hasil Analisis, 2012
Melalui berbagai diskusi tercatat komitmen untuk mempertahankan ekosistem mangrove yang berpengaruh terhadap ekosistem Jakarta secara lebih luas. Rencana pembangunan lahan baru melalui reklamasi dan rencana pembangunan tanggul laut mempertimbangkan sistem tata air laut untuk mempertahankan tingkat salinitas dan arus laut yang dibutuhkan bagi kehidupan vegetasi mangrove. Terkait rencana pembangunan tanggul laut, maka alternatif yang dipertimbangkan adalah : a. Mempertahankan vegetasi mangrove di pesisir Utara Jakarta bagian barat dengan menjaga aliran air laut. Untuk itu direncanakan pembangunan tanggul laut bagian barat Pulau C yang lebih panjang dan di selatan Pulau C, D, dan E serta di bagian selatan kawasan vegetasi mangrove yang ada. b. Merencanakan kawasan bervegetasi mangrove pada tanggul selatan Pulau C, D, dan E melalui rekayasa tanggul. 4.2.1.3 Tinjauan Sistem Jaringan Energi atau Kelistrikan Untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan, di wilayah Teluk Jakarta terdapat 3 (tiga) pembangkit listrik PLN, yaitu: a. PLTU Muara Karang dengan kapasitas sebesar 1.670-MW. b. PLTU Tanjung Priok dengan kapasitas sebesar 2.052-MW. c. PLTU Muara Tawar dengan kapasitas sebesar 800-MW. Sistem pembangkit listrik di wilayah DKI Jakarta, termasuk Kawasan Pantura, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pembangkit listrik Jawa-Bali seperti yang dapat ditunjukkan pada Gambar 4-5.
4-8
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 5 : Sistem Pembangkit dan Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Jawa-Bali
Pembangkit listrik Muara Karang, Tanjung Priok, dan Muara Tawar merupakan objek vital nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 63 tahun 2004. Ketiga pembangkit listrik tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam memasok lebih dari 53% kebutuhan listrik di Jakarta.
Gambar 4- 6 : Sistem Kelistrikan di DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki keterlibatan dalam pengelolaan energi. Beberapa pertimbangan teknis dalam rencana pembangunan PLTGU Damar yaitu :
4-9
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
a.
Beberapa kali pemadaman parsial di Jakarta dan sekitarnya sebagai akibat “lacking security on power plant reserves capacity for Jakarta”.
b. Terdapat kesepakatan Pemerintah DKI Jakarta dengan PGN tentang pasokan gas oleh PGN dengan kapasitas sampai 80 MMCFD, melalui lintasan Jawa-Sumatera yang diberikan tapping di sekitar P. Damar. c.
Pemilihan pembangkit dengan pertimbangan pada aspek emisi yang bersih dan ramah lingkungan.
d. Adanya pembangkit untuk produksi energi listrik di area Jakarta sendiri akan mengurangi ketergantungan transfer listrik dari luar Jakarta, sehingga akan meningkatkan sekuriti operasi sistem. e.
Ketersediaan saluran transmisi 500-kV, 150-kV yang berdekatan dengan rencana pembangkit Marunda.
f.
Ketersediaan lahan yang cukup untuk pembangkit dan ketersediaan sistem untuk sea water for cooling system.
g.
Kemudahan akses kepada tempat proyek.
P.Gosong Rangat P.Malinjo
N
P.Antuk P.Sapa P.Pulang
P.Putri P.Gunting
P.Bira
P.Panjang P.Kalapa P.Opak
P.Kotok
P.Simpul
JAVA SEA
P.Panggang P.Lang
P.Tidung
: 500 kV : 150 kV : 70 kV
PLTGU DAMAR
P.Ayer P.Payung P.Kongsi P.Jong
CIKUPA BLAJA
MKRNG
P.Bidadari CKRNG
3X107,86 M W 1X185,10 MW
KBJRK
MTWAR 2006
PRIOK
6X130 M W 2X200 M W
5X145 M W 1X225 M W
) km
MAXIM
,37 (19
SPTAN PKMIS
Alternatif 2 (16,75 km)
P.Laki
: 20 kV 3 tif na ter Al
P.Burung Indah P.Lancang km) P.Bokor P.Untung ernatif 1 (20 AltJawa P.Rambut P.Anyer Kecil P.Damar P.Ubi P.Nyamuk P.Anyer Besar TLNGA P.Nirwana P.Ayar Kelor
MRNDA
FJWRS
JTAKE PLPNG
CITRA BTARO
Island Muarakarang
ANGKE
DUKSB KMANG
KMBNG TGSRA
LEGOK
CWANG
Island Priok
CIKRG
BKASI
LKONG
PTKNG SRPNG
GNDUL
DEPOK
JBEKA
CLGSI CBATU CIBNG
SMCIB
Gambar 4- 7 : Rencana Lokasi PLTGU Damar
4-10
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 8 : Lokasi PLTU/PLTGU Muara Karang – Tanjung Priok
Terkait
dengan
rencana
pengembangan
lahan
melalui
reklamasi
dan
pembangunan tanggul laut, maka ketiga pembangkit listrik tersebut menghadapi kendala oleh keberadaan jaringan pipa gas dan BBM eksisting dan yang sedang dibangun di perairan Teluk Jakarta serta kehandalan sistem air pendingin dan air baku bagi PLTU/PLTGU. Bagi PLTU/PLTGU Muara Karang dengan dengan kapasitas 1.670 MW dibutuhkan air dengan debit rata-rata 190.000 m3/jam (sekitar 60 m3/detik). Bagi PLTU Tanjung Priok, selain membutuhkan air laut untuk sistem pendingin, juga membutuhkan uap dari air laut yang dipanaskan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan tenaga listrik. Dengan
demikian,
perencanaan
bentuk
pulau
mempertimbangkan posisi outfall dan intake aliran
hasil
air laut
reklamasi
sehingga dapat
menghindarkan percampuran diantara keduanya dan dapat mempertahankan suhu yang diinginkan
oleh
sistem
pembangkit.
Selain
itu,
perencanaan
bentuk
pulau
mempertimbangkan alur pelayaran kapal tongkang yang mengangkut bahan bakar ke PLTU/PLTGU Muara Karang serta perawatan secara berkala muara Sungai Karang untuk menghindarkan sedimentasi.
4-11
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 9 : Genangan di PLTU/PLTGU Muara Karang
4.2.1.4 Pelabuhan Umum dan Pelabuhan Perikanan Rencana
pembangunan
lahan
melalui
reklamasi
mempertimbangkan
keberlangungan aktivitas pelayaran dan berlabuh di pelabuhan umum dan pelabuhan perikanan. Di wilayah Jakarta Utara berlokasi Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman, dan dermaga dan TPI Muara Angke. Secara khusus Pelabuhan Sunda Kelapa telah ditetapkan sebagai bagian dari pengembagan kawasan Kota Tua (heritage) yang perlu dilestarikan melalui revitalisasi dan peremajaan. Di samping itu, rencana pembangunan lahan melalui reklamasi juga mempertimbangkan dampak sedimentasi pada muara sungai-sungai yang berpotensi mengganggu arus lalu-lintas kapal. Dalam pelembagaannya perlu diperjelas pihak yang bertanggungjawab
menanggulangi
sedimentasi
dengan
memperhatikan
sumber
sedimentasi sejak hulu hingga muara. Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman di Muara Baru merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia dan TPI Muara Angke merupakan pelabuhan perikanan rakyat yang dilengkapi oleh dermaga perikanan. Sebagai pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia, maka PPS Nizam Zachman memiliki peran penting dalam kegiatan perikanan Nasional. Dermaga perikanan Muara Angke merupakan pelabuhan rakyat yang melayani nelayan di DKI Jakarta.
4-12
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 10 : Lokasi PPS Nizam Zachman di Muara Baru
Rencana pembangunan pulau hasil reklamasi mempertimbangkan akses pelayaran dan kolam pelabuhan PPS Nizam Zachman dan Muara Angke. Sebagai . pelabuhan perikanan terbesar dengan pelayanan internasional, maka aksesibilitas yang
tinggi bagi PPS Nizam Zachman juga dibentuk oleh moda transportasi darat menuju lokasi distribusi dan Bandara Soekarno-Hatta. Kebutuhan tersebut direncanakan melalui pembangunan flyover untuk menghindarkan lokasi kemacetan lalu-lintas.
Gambar 4- 11 : Aktivitas di PPS Nizam Zachman
Akses ke PPS Nizam Zachman dan Muara Angke tetap terbuka sebelum tanggul laut dibangun. Rencana pembangunan tanggul laut dalam jangka panjang mempertimbangkan beberapa skenario berikut : Pembangunan pelabuhan perikanan samudera di batas luar tanggul laut Peningkatan kegiatan ekonomi nelayan Muara Angke menuju agroindustri dan agribisnis perikanan, termasuk pengembangan Kawasan Muara Angke sebagai kawasan konservasi wisata perikanan.
4-13
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4.2.1.5 Tinjauan Sistem Jaringan Telekomunikasi Pada saat ini PT. Indosat telah menempatkan 9 (sembilan) kabel sebagai bagian dari Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) untuk menghubungkan Indonesia dengan mancanegara, seperti dengan Singapura, India, Colombo, Australia, serta antara Jakarta dengan kota-kota lain di Indonesia. Dalam rangka peningkatan hubungan komunikasi dengan negara lain, PT. Indosat merencanakan untuk menambah pemasangan kabel bawah laut di Teluk Jakarta. Jaringan kabel tersebut terdiri dari : a.
Kabel APCN sepanjang 8.967-m pada koordinat 060 07' 32" LS / 1060 49' 38" BT hingga 060 03' 25" LS / 1060 51' 27" BT.
b. Kabel Jasuarus sepanjang 2.801-km, koordinat 060 07' 32" LS / 1060 49' 33" BT hingga 060 02' 90" LS / 1060 49' 20" BT pada permukaan dasar laut hingga kedalaman 16 meter di bawah dasar laut. c.
Kabel SEAMEWE S1 pada koordinat 06 0 07' 32" LS / 1060 49' 35" BT hingga 050 47' 96" LS / 1060 54' 72" BT.
d. Kabel SEAMEWE S 2.1 pada koordinat 06 0 07' 32" LS / 1060 49' 35 BT hingga 050 54' 79" LS / 1060 51' 00" BT. e.
Kabel ASEAN 1-S ; AIS - B ; dan JS.
f.
Kabel DGPS Jakarta - A/C 01 sepanjang 810 meter di Ancol. Koridor SKKL Indosat awalnya berada di laut lepas mulai dari gedung SKKL
sampai sejauh ± 750m dari bibir pantai. Saat itu belum ada reklamasi. Koridor ini mendapat ijin dari otoritas wilayah saat pembangunan SKKL Indosat pertama. Saat ini, koridor SKKL Indosat di Ancol telah tersedia dalam bentuk kanal sepanjang ± 750-m dengan lebar 30-m berada di tengah tengah lahan yang telah dilakukan reklamasi. PT. Telkom merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang menangani pengadaan telekomunikasi telepon yang terkonsentrasi untuk pelanggan jasa, perkantoran, dan rumah tangga. Salah satu indikator ketersedian infrastruktur telekomunikasi adalah banyaknya satuan sambungan (SS) dari kapasitas sentral telepon. Berdasarkan data BPS yang bersumber dari PT. Telkom, kapasitas sentral telepon untuk telepon tetap kabel terus mengalami pertumbuhan sampai dengan tahun 2004 dan mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun 2005 namun masih di atas kapasitas tahun 2002, selanjutnya pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 309 ribu SS menjadi 3.787.926 SS. Kapasitas sentral jika dibandingkan dengan jumlah sambungan terpasang sebagian masih jauh melebihi kecuali pada tahun 2005 di mana kapasitas sentral sama dengan jumlah sambungan terpasang. Rata-rata tingkat pemakaian sejak tahun 2000 sebesar 75,93%. Telepon Seluler juga mengalami perkembangan yang sangat pesat.
4-14
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Saluran telekomunikasi kini tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi tapi sudah membawa informasi baik sosial maupun komersial dan juga sebagai pengirim data maupun pengolah data. Hal tersebut terjadi baik pada sistem jaringan telekomunikasi wireline (kabel) maupun wireless (nirkabel). Pada kedua jaringan tersebut kini telah berfungsi tidak semata untuk komunikasi suara tapi juga data, gambar, dan video (multimedia), karena kemampuan akses yang makin meningkat. Keberadaan jaringan kabel laut yang menjadi bagian SKKL (Sistem Komunikasi Kabel Laut) dan yang akan dikembangkan pada masa mendatang dijumpai di kawasan perairan Pantura DKI Jakarta. Jaringan kabel komunikasi laut tersebut relatif terhampar secara tidak beraturan, meliputi : a.
SKKL PT Indosat JS (Jakarta-Surabaya) dari Stasiun Ancol - Banyu Urip sepanjang 371-km.
b. SKKL PT. Indosat APCN dari Stasiun Ancol - Mersiang sepanjang 1.026-km dan Stasiun Ancol – Changi, Singapura sepanjang 1.048-km. c.
SKKL PT Indosat PT JASURAUS dari Stasiun Ancol - Port Hedland sepanjang 2.801-km.
d. SKKL PT Indosat SMW3 S3 dari Stasiun Ancol - Tuas sepanjang 1.051-km dan Stasiun Ancol - Perth sepanjang 3.767-km. e.
Rencana SKKL PT Telkom dari Stasiun Jakarta - Bangka - Batam Singapura sepanjang sekitar 1.061-km.
Gambar 4- 12 : Jaringan Sistem Komunikasi Kabel Laut di Teluk Jakarta
Rencana pengembangan pulau melalui reklamasi mempertimbangkan jaringan kabel komunikasi laut yang berlokasi di sekitar perairan Ancol. Alternatif yang dikembangkan dalam konteks reklamasi adalah melakukan relokasi keberadaan dan
4-15
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
rencana pengembangan kabel komunikasi laut melalui penyediaan koridor dalam bentuk kanal laut selebar sekitar 300-m di antara pulau reklamasi terkait, yaitu Pulau L dengan Pulau J atau di daratan di sepanjang sempadan pantai Pulau I. 4.2.1.6 Tinjauan Sistem Jaringan Perpipaan (Gas) Khusus untuk wilayah Jawa bagian Barat (meliputi Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta), kebutuhan gas selama ini dipasok dari lapangan gas Pertamina Jati Barang, Pertamina ONWJ (Ofshore North West Java), CNOOC serta dari lapangan gas Conoco Phillips dan Pertamina di Sumatera Selatan yang dialirkan melalui pipa SSWJ (South Sumatera West Java). Namun, kebutuhan gas yang meningkat untuk industri, listrik dan pupuk di Jawa Barat tidak dapat dipenuhi dengan pasokan dan sumber gas di Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Oleh karena itu, diperlukan pasokan gas dari luar Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Pembangunan FSRU merupakan pilihan untuk mengatasiketidaktersediaan infrastruktur guna mendatangkan gas dari luar Jawa Bagian Barat, mengingat pembangunan FSRU yang lebih singkat dibandingkan dengan on-shore terminal dan kapasitasnya yang fleksibel. Denganadanya infrastruktur FSRU ini, pasokan gas ke tempat yang jauh dari sumber gas bumi dapat dilakukan, yaitu dalam bentuk pengiriman LNG.
Gambar 4- 13 : Skema Distribusi Gas Jabodetabek dan Sekitarnya
Jaringan pipa gas dan BBM bawah laut di Teluk Jakarta yang terdata dan teridentifikasi terdiri atas : a.
PT Nusantara Regas, 24" submarine gas pipeline dari ORF PLTU/PLTGU Muara Karang ke FSRU (Floating Storage Regasification Unit) di lepas pantai sepanjang sekitar 15-km.
4-16
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
b. PT Pertamina Hulu Energi ONWJ-ARCO Indonesia, 26" submarine gas
pipeline dari PLTU/PLTGU Muara Karang ke PLTU Tanjung Priok. c.
PT PLN (Persero), 16" submarine fuel oil pipeline dari terminal penerima BBM (conventional buoy) di perairan Muara Karang ke PLTU Muara Karang.
Gambar 4- 14 : Jaringan Perpipaan Bawah Laut di Teluk Jakarta
Jaringan pipa tersebut tidak dirancang untuk menahan beban solid material timbunan dan maintenance bawah tanah reklamasi. Relokasi pipa membutuhkan kajian kontur dan profil dasar laut, biaya relokasi yang relatif besar, dan risiko gangguan distribusi gas dan BBM sebagai penggerak aktifitas pembangkitan listrik PLTU/PLTGU Muara Karang dan Tanjung Priok. Pengelola pipa dasar laut (submarine pipeline) mensyaratkan jarak antar pipa dengan pipa lain atau antara pipa dengan batas luar lahan
reklamasi
minimal
selebar 20-m sesuai
ketentuan Keputusan
Menteri
Pertambangan dan Energi No. 300.K/38/M.PE/1997 Tahun 1997. Persyaratan tersebut mempertimbangkan risiko kerusakan kapal pada kegiatan
maintenance pipa. Sehingga perencanaan bentuk pulau reklamasi harus mengikuti dan mempertimbangkan keberadaan pipa-pipa dasar laut yang telah digelar di perairan Teluk Jakarta tersebut. Dalam keadaan di mana tanggul laut diimplementasikan, perlu di pertimbangkan
untuk
menyediakan
lahan
baru
untuk
pembangkit
listrik
dan
penyimpanan/distribusi BBM di kawasan sekitar tanggul.
4-17
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4.2.1.7 Rencana Pengembangan Lahan dan Bentuk Pulau Hasil Reklamasi. Perencanaan bentuk pulau pengembangan lahan baru melalui reklamasi mempertimbangkan kebutuhan yang dituju, kondisi lingkungan, dan persyaratan yang harus dipenuhi. Selain dimaksudkan untuk penyediaan lahan baru, reklamasi diintegrasikan dengan upaya pengurangan risiko banjir dan genangan di wilayah DKI Jakarta melalui perbaikan sistem tata air secara keseluruhan, dampak amblesan tanah, dan indikasi kenaikan muka air laut. Perbaikan sistem tata air diharapkan melalui penambahan badan air, tersedianya pasokan air tawar yang lebih berkualitas, peningkatan jumlah penyerapan air ke dalam tanah, dan lainnya. Bentuk pulau reklamasi direncanakan mengacu pada aspek keamanan dan perlindungan lingkungan. Pada skala mikro perlu didukung studi hidrodinamika/ hidraulik untuk menjamin kegiatan konstruksi secara lebih tepat. Pengendalian banjir dan genangan di Kawasan Pantura DKI Jakarta dilakukan melalui pengembangan sistem jaringan
drainase
dan
pengendalian
banjir,
termasuk
pembangunan
waduk
penampungan air dengan nisbah badan air minimal 5% per satuan pulau. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, maka rencana pengembangan lahan melalui kegiatan reklamasi ditetapkan dalam gambar berikut ini.
Gambar 4- 15 : Rencana Bentuk Pulau Pengembangan Lahan Baru Hasil Reklamasi Kawasan Pantura Jakarta (Alternatif tanggul I-II-III)
4-18
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 16 : Rencana Bentuk Pulau Pengembangan Lahan Baru Hasil Reklamasi Kawasan Pantura Jakarta (Alternatif tanggul I-III)
4.2.2 Delineasi Wilayah Revitalisasi Daratan Jakarta Kawasan reklamasi pantura berbatasan di sebelah selatan dengan Kecamatan Penjaringan, KecamatanPademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara. Dalam draft rancangan peraturan daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk seluruh kecamatan di DKI Jakarta, berdasarkan rencana tata ruang kawasan prioritas pengembangan kawasan yang diprioritaskan penanganannya, kawasan (revitalisasi) bertujuan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki, mengkoordinasikan, keterpaduan pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan yang bersangkutan yang dianggap memiliki prioritas tinggi. Pada Kota Administrasi Jakarta Utara diarahkan pada : a. Kawasan Kantor Walikota Jakarta Utara di Kecamatan Tanjung Priok. b. Kawasan Kampung Bandan di Kecamatan Pademangan. c. Kawasan Pantai Mutiara di Kecamatan Penjaringan. d. Kawasan Pluit di Kecamatan Penjaringan. e. Kawasan Pantai Indak Kapuk di Kecamatan Penjaringan. f.
Kawasan Ancol di Kecamatan Pademangan.
g. Kawasan Sunter di Kecamatan Tanjung Priok. h. Kawasan Pasar Koja di Kecamatan Koja. i.
Kawasan Muara Angke di Kecamatan Penjaringan.
j.
Kawasan Rumah Si Pitung di Kecamatan Cilincing.
k. Kawasan Mangga Dua di Kecamatan Pademangan.
4-19
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
l.
Kawasan Ekonomi Strategis Marunda di Kecamatan Cilincing.
m. Kawasan Kelapa Gading di Kecamatan Kelapa Gading. n. Kawasan Sunda Kelapa di Kecamatan Pademangan. o. Kawasan Tanjung Priok di Kecamatan Tanjung Priok. p. Kawasan Pantura di Kecamatan Cilincing, Pademangan, Penjaringan, Koja, dan Tanjung Priok. 4.3
Proyeksi Penduduk di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Wilayah perencanaan pengembangan Pantura Jakarta terdiri dari area hasil
reklamasi, yang meliputi bagian perairan laut yang diukur dari garis Pantai Utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut, sehingga mencakup garis yang menghubungkan titiktitik terluar dengan kedalaman laut -8 m. Panjang garis Pantai Utara Jakarta adalah sekitar 32km, meliputi garis pantai yang berhubungan dengan Pantai Utara Tangerang di Bagian Barat hingga perbatasan Pantai Utara Bekasi di bagian timur. Berdasarkan kondisi geografis; batimetris; dan tipologi lingkungan, serta potensi fisik; ekonomi; dan sosial yang dimilikinya, maka kawasan reklamasi dapat dibagi ke dalam tiga zona pengembangan yang meliputi : a.
Zona Kawasan Barat yang terdiri dari Pulau A, Pulau B, Pulau C, Pulau D, Pulau E, Pulau F, Pulau G dan Pulau H dari Wiayah yang berbatasan dengan Tangerang sampai wilayah Kamal Muara.
b. Zona Kawasan Tengah yang terdiri dari Pulau I, Pulau J, Pulau K, Pulau L dan Pulau M dan dari Wilayah Kamal sampai wilayah Koja. c.
Zona Kawasan Timur yang terdiri dari Pulau N; Pulau O, Pulau P dan Pulau Q yaitu antara wilayah Koja sampai wilayah Cilincing, Marunda.
Keseluruhan luas wilayah perencanaan Kawasan Khusus Pantura Jakarta meliputi 17 pulau reklamasi lepas pantai, dengan luas lahan reklamasi yang akan dikembangan adalah sebesar ± 5.153 ha. Luas masing-masing pulau reklamasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4- 1 : Luasan Pulau Reklamasi
Pulau A B C D E F G H I J K
Luas (ha) 79 380 276 312 284 190 161 63 405 316 32
4-20
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
L M N O P Q
481 587 411 344 463 369
Keterangan : *) Pulau reklamasi N terdiri atas 379 ha untuk pelabuhan dan 32 ha untuk dermaga (bukan reklamasi).
Wilayah ini diperkirakan dapat menyediakan tenaga kerja di sektor komersial dan di sektor industri. Karakteristik masing-masing zona zecara umum adalah sebagai berikut : a. Kawasan Barat diarahkan untuk pengembangan perumahan, rekreasi dan komersial. b. Kawasan Tengah untuk pengembangan pusat perdagangan dan jasa, rekreasi, perumahan dan kegiatan kepariwisataan lainnya. c. Kawasan Timur untuk pengembangan pelabuhan dan kawasan industri serta
pergudangan
dengan
pengembangan
perumahan
sebagai
kelengkapannya di bagian timur serta Grand Parade di perbatasan dengan pantai Kabupaten Bekasi. 4.3.1 Proyeksi Jumlah Penduduk Malam Jumlah penduduk pulau reklamasi direncanakan sebanyak 750.000 jiwa yang telah ditetapkan pada Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Distribusi jumlah penduduk ini dilakukan berdasarkan perhitungan proporsi luas kawasan terbangun dikalikan dengan jumlah penduduk total yang telah ditetapkan. Distribusi jumlah penduduk = Proporsi luas kawasan terbangun x jumlah penduduk total yang telah ditetapkan Tabel 4- 2 : Proyeksi Jumlah Penduduk Malam Pulau
Luas (ha)
% KWT
Sub Kawasan Barat A 79 B 380 C 276 D 312 E 284 F 190 G 161
50 50 40 45 45 50 50
Luas KWT
Prosentase KWT
Jumlah Penduduk
Penyesuaian Jumlah Penduduk
39,5 190 110,4 140,4 127,8 95 80,5
4,8 23,3 13,5 17,2 15,7 11,7 9,9
12.115 58.275 33.861 43.062 39.198 29.138 24.690
10.500 57.000 37.000 47.000 43.000 25.500 21.500
4-21
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Pulau
Luas (ha)
% KWT
H 63 50 TOTAL 1745 Sub Kawasan Tengah I 405 50 J 316 50 K 32 50 L 447 50 M 587 50 TOTAL 1696 Sub Kawasan Timur N 379 50 O 344 50 P 463 50 Q 369 50 TOTAL 1555 -
Sumber : Hasil Analisis, 2013
31,5 815,1
100
9.661 250.000
Penyesuaian Jumlah Penduduk 8.500 250.000
202,5 158 16 240,5 231 848
23,9 18,6 1,9 28,4 27,2 100
95.399 74.435 7.538 113.302 108.826 399.500
95.500 74.500 7.500 113.500 109.000 400.000
189,5 172 231,5 184,5 777.5
24,4 22,1 29,8 23,7 100
24.373 22.122 29.775 23.730 100.000
24.000 22.000 30.000 24.000 100.000
Luas KWT
Prosentase KWT 3,9
Jumlah Penduduk
Distribusi jumlah penduduk ini dijadikan acuan dalam pengembangan pulau reklamasi. Intensitas pengembangan ruang tidak hanya mengacu pada ketentuan teknis seperti KDB, KLB, dan KDH saja, namun yang utama harus mengacu pada daya tampung jumlah penduduk yang telah ditetapkan. 4.3.2 Proyeksi Jumlah Penduduk Siang Jumlah penduduk siang Kepulauan Reklamasi merupakan jumlah penduduk yang melakukan aktivitas sehari-hari di kepulauan reklamasi, namun tidak bertempat tinggal di pulau tersebut. Perhitungan jumlah penduduk siang mengacu kepada kegiatan yang menyerap tenaga kerja, antara lain adalah kegiatan campuran, kegiatan perindustrian dan pergudangan, kegiatan pelayanan umum dan sosial, fasilitas utilitas, dan transportasi. Perhitungan estimasi jumlah penduduk siang ini dilakukan dengan perhitungan kapasitas atau daya tampung lahan untuk berbagai kegiatan yang dikembangkan pada lahan tersebut. Metode perhitungan yang dilakukan adalah dengan memperhitungkan total luas lantai, yaitu dari luas lahan dikalikan dengan KDB yang telah ditentukan. Kemudian dari total luas lantai tersebut akan diketahui daya tampungnya melalui standar jumlah penduduk pada kegiatan-kegiatan tersebut.
Jumlah daya tampung penduduk = (luas lahan x KDB) / faktor konversi) Jumlah Tenaga Kerja yang dapat ditampung = 1.228.229 jiwa Jika menggunakan asumsi bahwa penduduk malam hari hanya 50% yang berusia pekerja (produktif) dan sisanya berusia belum bekerja, maka jumlah penduduk luar pulau yang akan masuk ke pulau reklamasi adalah: = 1.228.229 – (750.000x 0,5)
= 853.229 jiwa.
4-22
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Adapun untuk jumlah penduduk siang, yaitu jumlah tenaga kerja ditambah dengan penduduk diluar usia bekerja adalah = 1.228.229 + 375.000 = 1.603.229 jiwa Jika usia pekerja mencapai 2/3 dari jumlah penduduk malam hari: = 1.228.229 – (750.000x (2/3)) = 728.229 jiwa Adapun untuk jumlah penduduk siang, yaitu jumlah tenaga kerja ditambah dengan penduduk diluar usia bekerja adalah = 1.228.229 + 250.000 = 1.478.229 jiwa
4-23
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 4- 3 : Proyeksi Jumlah Penduduk Siang Pulau
KDB (%)
Campuran KLB BC1a m2 ha
Kawasan Barat A 50.0 3.0 B 50.0 3.0 C 50.0 3.0 248766.6 24.9 D 50.0 3.0 298833.0 29.9 E 50.0 3.0 339754.2 34.0 F 50.0 4.0 398922.9 39.9 G 50.0 4.0 171170.7 17.1 H 50.0 4.0 27675.1 2.8 Luas Total Faktor Konversi Jumlah Tenaga Kerja Total Tenaga Kerja yang ditampung=
BC1b m2 ha
Total Luas Lantai Luas Akhir* (m2)
0.0 0.0 746299.8 896499.0 1019262.6 1595691.6 684682.8 110700.4
Perindustrian dan Pergudangan Total Luas Lantai (m2) BI1 m2 ha
0.0 0.0 223889.9 268949.7 305778.8 478707.5 205404.8 33210.1 1,515,940.9 4.0 378,985
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 0
201472.4 98421.3 282951.3 1571806.8 98824.5 2,253,476 4 563,369
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0 100.0 0
Pelayanan Umum dan Fasilitas Utilitas Total Luas Total Luas Lantai Sosial Lantai (m2) (m2) BPU BU m2 ha m2 ha
37106.3 44444.5 57325.7 69156.4 65373.0 12334.4
3.7 4.4 5.7 6.9 6.5 1.2
0.0 0.0 111318.9 133333.5 171977.1 276625.6 261492.0 49337.6 1,004,084.7 1000.0 1,004
21268.1 18414.5 52371.3 47613.3 11809.1 12931.3
2.1 1.8 5.2 4.8 1.2 1.3
Transportasi BTR m2
Total Luas Lantai (m2)
ha
Floating Zone BFZ m2
Total Luas Lantai (m2)
ha
0.0 0.0 63804.3 55243.5 157113.9 190453.2 47236.4 51725.2 565,576.5 2000.0 283
0.0 504140.2 50.4 1512420.6 0.0 3276570.6 327.7 9829711.8 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 11,342,132.4 0
0
341342.0 141657.5 0.0 424623.5 282995.0 1,190,618 2,000 595
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0
0 0 0 0 0 0
0
0
125.1 3752551.8 410.9 12326118.9 0.0 0.0 0.0 16,078,671 * 60,000
0 0 0 0 0 0
380,272 jiwa
Kawasan Tengah I 50.0 5.0 134314.9 13.4 330544.6 33.1 671574.5 J 50.0 5.0 65614.2 6.6 876561.0 87.7 328071.0 K 50.0 5.0 188634.2 18.9 943171.0 L 50.0 5.0 1047871.2 104.8 5239356.0 M 50.0 5.0 65883.0 6.6 431265.3 43.1 329415.0 Luas Total Faktor Konversi Jumlah Tenaga Kerja Total Tenaga Kerja yang ditampung= 565,865 jiwa
66381.6 80537.2
6.6 8.1
135807.4 13.6 97499.1 9.7
331908.0 402686.0 0.0 679037.0 487495.5 1,901,127 1,000 1,901
Kawasan Timur N 50.0 3.0 0.0 0.0 0.0 O 50.0 3.0 0.0 0.0 0.0 P 50.0 3.0 0.0 0.0 0.0 Q 50.0 3.0 0.0 0.0 4081703.1 408.2 12245109.3 R 50.0 3.0 0.0 0.0 3171522.7 317.2 9514568.1 Luas Total 0 21,759,677 Faktor konversi 4 100 Jumlah Penduduk yang ditampung 0 217,597 Total Tenaga Kerja yang ditampung= 282,091 jiwa Total Tenaga Kerja yang ditampung di Seluruh Pulau = 1,228,229 jiwa * Perbandingan campuran komersial dan perkantoran dengan hunian 60: 40 a. Ruang efektif komersial dan perkantoran untuk pekerja 50% (sisanya untuk ruang publik, service) b. Kawasan Industri Kaesong menampung 53.000 pekerja (april 2003. Wikpedia). Luasan kawasan industri 66 km2 = 6.600 ha Unilever d kawasan industri jababeka mempunyai pekerja 6.100 (akhir tahun 2012) dan akan ditambah sekitar 1000 pekerja 1 ha (10.000 m2) industri dapat memperkerjakan 100 0rang (S.D. Darmaono, Presiden Direktur PT. Jababeka Tbk c. Pelabuhan Tanjung Priok (2013) terdapat 588 perusahaan, 18.000 unit angkutan dan 54.000 pekerja.
68268.4 28331.5
6.8 2.8
84924.7 56599.0
8.5 5.7
0.0 0.0 1250850.6 0.0 0.0 4108706.3 0.0 2996277.6 299.6 8988832.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0 8,988,833 1,000 2,000 0 4,494
0
Mempunyai akses sendiri
4-24
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Secara fungsional arahan umum pengembangan kawasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Kawasan Barat Kawasan Barat umumnya dikembangkan sebagai perumahan serta kegiatan sosial ekonomi perumahan dengan penggunaan lahan bercampur (Mixed-Use). Kegiatan fungsional yang dikembangkan sebagai pusat sekunder untuk Jakarta yang meliputi perkantoran pemerintah; perbankan; fasilitas perdagangan jasa setingkat di bawah wilayah kota; fasilitas peribadatan, pendidikan, kesehatan dan fasilitas-fasilitas sosial lainnya. Selain itu, di wilayah Pulau D dikembangkan lapangan olahraga golf untuk melayani kebutuhan kota. Sesuai dengan batas perkembangan pulau setelah dibangunnya dinding laut (giant sea wall), karakter batimetris dan kondisi laut dan pantai daratan maka batas pembangunan reklamasi sampai kedalaman 8-m dengan maksimum 100-m sebelum garis -8 meter kedalaman laut, kecuali pada bagian bagian tertentu untuk kepentingan tertentu. b. Kawasan Tengah Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 maka di wilayah Kawasan Tengah dikembangkan sebagai Pusat Primer Jakarta. Secara fungsional wilayah pulau di Kawasan Tengah dikembangkan secara bercampur (mixed use) yang terdiri dari resort rekreasi pantai sebagai karakteristik utama yang mencakup fasilitas perkantoran dalam bentuk
Mega Super Block; fasilitas pariwisata dan rekreasi; fasilitas perdagangan dan jasa; perhotelan dan penginapan; fasilitas peribadatan; ruang terbuka hijau dan beberapa fasilitas umum lainnya. Pengembangan kawasan ini diupayakan menjadi kawasan pantai yang tidak ekslusif dan terbuka untuk umum (public beach). Kawasan Mixed Use pada bagian tengah Pantura terdiri dari : Zona Reklamasi Sentra Sekunder Ancol Pusat Rekreasi pengembangan areal Pantai Marina Jaya Ancol dengan reklamasi sebagai pelabuhan lokal yang khusus melayani angkutan ke dan dari Kepulauan Seribu; pembangunan kawasan hutan wisata yang terpadu dengan pemandangan pantai (coastal view) terbuka; Sentra Primer Sunda Kelapa ini meliputi lahan reklamasi yang meliputi perkantoran
4-25
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
komersial
pada
kawasan
superblock;
pusat
pemukiman
termasuk
perumahan tipe rumah susun dengan intensitas tinggi pada areal reklamasi Sunda Kelapa. c. Kawasan Timur Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok diarahkan pada perluasan ke sisi bagian timur dan ke arah utara dengan cara reklamasi. Pengembangan utama ini dalam rangkan menjadi pelabuhan internasional dilakukan dengan pengadaan fasilitas pelabuhan secara lengkap dan memadai seperti:
Adanya
dermaga
internasional
untuk
barang/penumpang;
perkantoran pelabuhan yang lengkap; lokasi pergudangan (tertutup/ terbuka); TPA yang akan mengolah persampahan untuk energi. Berdasarkan kebijakan yang ada, daya tampung penduduk untuk Kawasan Reklamasi Pantura ditetapkan maksimal sebesar 750.000 jiwa. Jumlah penduduk maksimal tersebut akan disebar pada masing-masing pulau reklamasi dengan mempertimbangkan luasan setiap pulau serta ketentuan intensitas (terutama proporsi area yang dapat dibangun sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008. Daya tampung bagi penduduk selaras dengan kemampuan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta dapat mewujudkan jasa pelayanan yang optimal. Analisis rencana daya tampung dan persebaran penduduk tiap pulau dapat dilihat pada Bab 7 pada bagian rencana daya tampung dan sebaran penduduk
4.4
Analisis Hidrodinamika Analisis hidrodinamika terbagi atas dua tahap yaitu analisis sebelum reklamasi
dilakukan dan dampak setelah reklamasi dilakukan. Selain itu, dalam subbab ini akan dipaparkan mengenai rekomendasi terkait aspek hidrodinamika. 4.4.1
Reklamasi Pembahasan pada tahap sebelum reklamasi dan/atau saat reklamasi meluputi
batas kawasan, perencanaan pengambilan material, dan arahan reklamasi 4.4.1.1 Batas Kawasan Pemanfaatan Lahan dan Kegiatan Reklamasi Batas kawasan pemanfaatan lahan hasil reklamasi, sebagaimana yang dimaksud pada gambar di bawah, didefinisikan sebagai kawasan yang terbentuk pada batas pertemuan muka air laut terendah dengan daratan hasil reklamasi. Sedang batas kegiatan reklamasi didefinisikan sebagai batas terluar kegiatan penimbunan material
4-26
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
reklamasi. Penimbunan dapat dilakukan secara vertikal atau dengan kemiringan tanggul bawah sampai maksimum 1:7 (V:H). Kemiringan tanggul secara akurat ditentukan berdasarkan studi geoteknik pada masing-masing perancangan pulau secara mikro.
Batas kegiatan reklamasi
Batas pemanfaatan lahan Daratan reklamasi
Laut
Muka air terendah
kedalaman
Maks
Zona keamanan
7 x kedalaman
l.w.l :
lowest water level (muka air terendah)
Berdasarkan beberapa yang Lahan digunakan, pelaksanaan reklamasi 17 Gambar 4- 17 : Batas Kawasanasumsi Pemanfaatan dan Batas Kegiatan Reklamasi pulau itu memerlukan bahan timbunan pasir dan batuan untuk perlindungan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4-4. Tabel 4- 4 : Perkiraan Kebutuhan Pasir dan Batuan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 13a 14 15 16 17 Total
Pulau A B C D E F G H I J K L M M2 N O P Q
Luas [Ha] 79 380 276 312 284 190 161 63 405 316 32 481 462 125 411 344 463 369 5,153
Sumber : Hasil Analisis, 2012
Batu < 1 ton 87,503.1 345,913.0 722,338.4 552,643.2 495,982.2 429,961.6 497,134.1 358,005.6 588,137.4 542,851.7 188,558.2 672,013.0 723,706.3 540,043.9 724,570.3 542,779.7 669,637.1 674,964.8 9,356,743.6
Volume [m3] Batu > 1 ton 45,504.0 179,884.1 375,635.5 287,389.4 257,924.2 223,591.7 258,523.2 154,739.5 305,847.4 282,297.6 98,055.4 349,465.0 376,346.9 280,837.4 376,796.2 282,260.2 348,229.4 351,000.0 4,834,327.0
Pasir 6,888,888.1 32,777,532.2 26,061,495.9 28,197,738.5 25,633,360.0 25,124,594.1 21,649,793.7 10,757,446.8 52,664,896.8 41,319,230.8 4,546,367.3 62,475,877.5 60,220,114.2 17,226,518.9 53,791,356.3 44,849,835.6 60,199,636.6 48,360,679.7 622,745,363.0
Ada beberapa metode pengerukan yang bisa dimanfaatkan dalam melakukan proses reklamasi. Penggunaan metode tertentu sangat bergantung kepada efisiensinya
4-27
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dalam menjangkau wilayah-wilayah sumber material maupun wilayah yang akan direklamasi. Disamping itu jarak sumber material dengan tempat
dilakukannya
reklamasi juga menjadi pertimbangan.
Trailer Suction Hopper Dredger (TSHD), adalah merupakan kapal keruk hisap yang biasanya digunakan untuk proyek reklamasi. Kapal ini bisa mengarungi lepas pantai dalam jarak jauh dengan sangat mudah meski ada gangguan angin dan gelombang.
Kelebihan
kapal
ini
adalah
dapat
mengeluarkannya tanpa bantuan peralatan lain.
mengangkut
material
dan
Bahan-bahan material yang bisa
diangkut THSD seperti tanah lempung, lanau, pasir dan kerikil. Untuk proyek reklamasi, TSHD dapat digunakan untuk mengambil pasir di daerah tertentu, mengangkutnya dalam bak pengangkutnya (hopper) dan menyiramkan pasir ke daerah yang akan direklamasi. Produktifitas pengerukan TSHD relatif tinggi dibandingkan dengan kapal keruk biasa. Pasir yang diturunkan di areal reklamasi bisa dilakukan dengan cara langsung membuang pasirnya (dumping), memompa (pumping) atau menyemprotkan (rainbowing) seperti terlihat dalam gambar berikut.
Gambar 4- 18 : Pembuangan Langsung
Gambar 4- 19 : Perpipaan atau Pemompaan
Gambar 4- 20 : Penyemprotan
Untuk pembuangan pasir secara langsung (dumping) hanya membutuhkan beberapa menit, sementara dengan cara memompa atau menyiram membutuhkan waktu beberapa jam dan sangat tergantung pada kapasitas pompa dan besarnya wilayah yang akan direklamasi. Ukuran TSHD yang dinyatakan dalam volume bak penampungannya (hopper), bervariasi antara 500 m3 sampai 50.000 m3. TSHD dapat mengeruk hingga kedalaman 90 meter. Kecepatannya bervariasi dan yang paling modern bisa mencapai 17,5 knot. Berdasarkan pertimbangan dari segi teknis, penggunaan pengeruk stasioner tidak akan optimal dikarenakan jarak antara area reklamasi ke daerah pengerukan cukup jauh. Untuk saat ini, daerah pengerukan diperkirakan berada di barat Laut Jawa, di Selat Sunda atau Lampung Selatan.
4-28
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 21 : Potensi Sumber Pengambilan Material Reklamasi
4.4.1.2 Arahan Reklamasi Perencanaan bentuk pulau pengembangan lahan baru melalui reklamasi mempertimbangkan kebutuhan yang dituju, kondisi lingkungan, dan persyaratan yang harus dipenuhi. Selain dimaksudkan untuk penyediaan lahan baru, reklamasi diintegrasikan dengan upaya pengurangan risiko banjir dan genangan di wilayah DKI Jakarta melalui perbaikan sistem tata air secara keseluruhan, dampak amblesan tanah, dan indikasi kenaikan muka air laut. Perbaikan sistem tata air
diharapkan melalui
penambahan badan air, tersedianya pasokan air tawar yang lebih berkualitas, peningkatan jumlah penyerapan air ke dalam tanah, dan lainnya. Bentuk pulau reklamasi direncanakan mengacu pada aspek keamanan dan perlindungan lingkungan. Pada skala mikro perlu didukung studi hidrodinamika/hidraulik untuk menjamin kegiatan konstruksi secara lebih tepat. Pengendalian banjir dan genangan di Kawasan Pantura DKI Jakarta dilakukan melalui pengembangan sistem jaringan
drainase
dan
pengendalian
banjir,
termasuk
pembangunan
waduk
penampungan air dengan nisbah badan air minimal 5% per satuan pulau
Masa Layanan Pulau-pulau pengembangan lahan baru hasil reklamasi dirancang dengan siklus masa layanan (life cycle design) selama minimal 50 tahun dengan pengertian bahwa selama jangka waktu 50 tahun hasil reklamasi dapat berfungsi dengan baik.
4-29
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Sebagaimana kelaziman pada kegiatan sejenis, maka rancangan masa layanan 50 tahun umum digunakan bagi rancangan berbagai infrastruktur. Setelah melampaui masa tersebut dibutuhkan upaya evaluasi dan rekondisi secara menyeluruh.
Risiko Banjir dan Tindakan Mitigasi Pada
prinsipnya
pembangunan
lahan
baru
melalui
reklamasi
tidak
diperkenankan menimbulkan peningkatan dampak dan risiko terhadap kejadian banjir dan genangan bagi wilayah hulunya, yaitu wilayah daratan DKI Jakarta yang ada. Oleh karenanya, perlu direncanakan mitigasi guna menanggulangi potensi kenaikan muka air di muara sungai-sungai di Teluk Jakarta yang menyebabkan banjir dan genangan, yakni melalui :
Pengerukan sedimen pada muara sungai secara berkala terkait dengan pasokan sedimen dari hulu sungai.
Pelebaran sungai dan kanal untuk meningkatkan kapasitas penampungan dan pengaliran air.
Penambahan tinggi tanggul sungai pada kawasan yang berpotensi menimbulkan limpasan.
Gambar 4- 22 : Dampak dan Risiko Banjir dan Genangan di Daratan DKI Jakarta
Rancangan Tingkat Keamanan Tanggul Laut dan Saluran Tanggul merupakan konstruksi untuk menahan air laut agar tidak melimpas ke daratan atau lahan tempat bermukim. Pengalaman penerapan tingkat keamanan tanggul di Negeri Belanda dapat diacu, dimana pertimbangannya adalah kepadatan penduduk dan nilai aset yang hendak dilindungi. Misalnya untuk wilayah Negeri Belanda bagian Barat dengan kepadatan penduduk dan nilai aset ekonomi yang tinggi, tingkat keamanan tanggul laut menggunakan kriteria kala ulang gelombang dan angin 1 per 10.000 tahun. Sedangkan wilayah Timur dengan dominasi penggunaan lahan
4-30
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
pertanian, tingkat keamanan tanggul dipersyaratkan lebih rendah, yakni untuk kala ulang 1 per 1.250 tahun. Pengembangan lahan baru melalui reklamasi Kawasan Pantura DKI Jakarta direncanakan dengan tingkat keamanan yang sama, terutama untuk struktur tanggul laut di bagian Utara. Ketinggian tanggul harus memperhatikan faktor ketinggian air laut pasang, wind setup, storm surge, gelombang laut, amblesan, kenaikan muka air laut (sea level rise), penurunan sisa (residual settlement), dan potensi tsunami. Sesuai dengan ketentuan menurut Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta Tahun 2011-2030, maka tanggul laut di Kawasan Pantura DKI Jakarta dirancang untuk kala ulang minimal 1 per 1.000 tahun. Sebagai lahan baru, saluran mikro, submakro dan makro di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta masing-masing dirancang untuk kala ulang minimal 10, 25, dan 100 tahunan. Kekuatan Tanggul Laut Kekuatan tanggul dan perlindungan pesisir di Kawasan Pantura DKI Jakarta dirancang dengan kala ulang minimal 1 per 1.000 tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor :
Gempa dan liquefaction
Kestabilan makro dan mikro
Perpipaan (piping)
Rembesan (seapage)
Uplift (dorongan ke atas air tanah terhadap konstruksi tanggul)
Pemilihan
konstruksi
tanggul
disesuaikan
dengan
fungsi
dan
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, misalnya hard structure (tanggul dengan batuan) untuk proteksi tanggul pada kedalaman –8 m dan secara gradual dapat menuju ke soft structure (tanggul tanah, pengisian pasir, atau bukit berpasir) pada bagian pantai lama yang telah terlindungi oleh pulau-pulau hasil reklamasi. Perencanaan Gempa Perencanaan reklamasi dilakukan dengan mengacu pada persyaratan kondisi gempa sesuai dengan SNI-03-1726-2002 dimana untuk wilayah Teluk Jakarta menggunakan PGA (peak ground acceleration) pada permukaan tanah 0.3 g. Batasan Limpasan Air Limpasan air yang melalui tanggul diperkenankan hingga batas-batas tertentu dengan acuan maksimal 5 liter per detik per meter panjang tanggul. Limpasan yang melampaui batas tersebut diperbolehkan sepanjang dapat dibuktikan bahwa sistem 4-31
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
penanggulangan banjir (flood control) lainnya dapat menanggulangi limpasan, seperti pompa dan kolam retensi dengan kapasitas yang memadai. Tanah Lunak dan Perbaikan Tanah Kondisi lapisan bawah tanah (sub soil) di teluk Jakarta cenderung lunak. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakstabilan konstruksi dan untuk mempercepat proses konsolidasi pada masa konstruksi diperlukan langkah perbaikan tanah seperti pengurugan dilakukan dengan menggunakan PVD (Perforated vertical drain), melakukan preloading atau langkah perbaikan tanah lainnya. Lapisan tanah asli bawah tanah terbentuk dari lapisan tanah lempung ( clay) yang tidak terlalu sensitif terhadap liquefaction. Pada lapisan tanah pasir timbunan, yang berada diatas air maupun dibawah air, perlu dipadatkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya liquefaction. Tanah Lunak dan Metode Pengurugan Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakstabilan konstruksi dan
squeezing, proses pengurugan perlu dilakukan secara bertahap. Penimbunan dilakukan dengan menggelar pasir lapisan per lapisan dengan ketebalan lapisan sekitar 0,5 m. Keamanan Pipa Gas dan BBM Di Teluk Jakarta telah berada sejumlah pipa gas dan BBM. Berdasarkan kajian, terlihat bahwa pergerakan tanah sebagai akibat dari reklamasi akan sangat kecil (tidak
significant) apabila kaki tanggul dari kegiatan reklamasi berada pada jarak 40 m dari pipa.
Selama proses pengurugan reklamasi, perbedaan settlement yang terjadi
diperkirakan masih cukup kecil (sekitar 2 cm). Jarak minimum 40 m dari kaki tanggul ke posisi pipa bisa dijadikan acuan dalam pelaksanaan reklamasi. Walaupun demikian, pemantauan akan tetap dilakukan sebelum, selama dan setelah proses reklamasi. Pada masa perencanaan, pihak pengembang dan pihak terkait perlu melakukan survei untuk memastikan koordinat dari posisi pipa secara lebih akurat.
Penyebaran Sedimen Penyebaran sedimen pada saat konstruksi berpotensi untuk meningkatkan kecepatan penumpukan sedimen disekitar muara sungai yang pada gilirannya dapat
4-32
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
meningkatkan potensi kenaikan muka air di hulu. Selain itu, penyebaran sedimen di sekitar kawasan bakau dan inlet water intake PLTU bisa berpengaruh negatif. Pemasangan silt screen dapat menjadi alat untuk mengontrol penyebaran sedimen.
Gambar 4- 23 : Silt Screen
4.4.2
Dampak Reklamasi Pembangunan pulau-pulau reklamasi dapat menyebabkan suatu perubahan
pada garis pantai. Pembangunan ini menciptakan garis-pantai baru pada kontur kedalaman 8 m. Ini memiliki pengaruh pada gerakan air pada zona pantai saat ini, pada lingkungan pantai dan di sungai dan saluran yang mencurahkan buangannya ke kawasan ini. Beberapa studi telah dilakukan untuk menganalisa dampak-dampak ini dan merumuskan tindakan mitigasi yang perlu dilakukan. Secara umum dampak yang ditimbulkan antara lain adalah: -
Dampak terhadap perubahan muka air di sungai
-
Dampak terhadap perubahan pola arus
-
Dampak terhadap perubahan gelombang
-
Dampak terhadap perubahan salinitas
-
Dampak terhadap morfologi pantai dan sedimentasi
-
Dampak terhadap pola penyebaran panas dari outlet PLTGU
4.4.2.1 Dampak terhadap Perubahan Muka Air di Sungai Analisa sistem sungai atau drainase di sekitar muara dilakukan untuk menunjukkan dampak pulau-pulau reklamasi pada muka air di sistem sungai dan saluran selama debit puncak sungai. Pengaruh negatif pembangunan pulau-pulau ini pada muka air haruslah kecil. Tindakan-tindakan mitigasi haruslah menghasilkan pengaruh positif untuk memastikan bahwa risiko banjir tidak bertambah.
4-33
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Semua pelaksanaan model menunjukkan bahwa pengaruh pembangunan pulau reklamasi ini pada muka air di sungai adalah kecil. Tanpa perbaikan/pengerukan muara sungai, kenaikan muka air pada umumnya lebih kecil dari 2 cm. Selama pasang tinggi, muka air di kawasan pantai di antara pulau-pulau tersebut dengan garis-pantai naik sedikit akibat lebih besarnya hambatan terhadap aliran dari sungai-sungai oleh keberadaan pulau-pulau tersebut. Selama pasang rendah situasinya berbeda, muka air lebih rendah daripada situasi sebelum pembangunan (dapat dilihat di lokasi Cengkareng drain dan Sungai Angke). Hal ini disebabkan oleh adanya pengerukan gundukan sedimen yang ada di mulut sungai. Pengerukan ini lebih terlihat dampaknya pada saat muka air rendah. Dengan situasi ini hambatan aliran dari sungai menjadi lebih kecil dibandingkan dengan situasi sebelumnya yang sangat dangkal. Kondisi muka air di sungai lebih dominan disebabkan oleh kapasitas aliran sungai itu sendiri. Pada umumnya sedimentasi banyak terjadi di muara-muara sungai. Sedimentasi yang besar mengakibatkan tingginya muka air di sungai pada saat debit besar, seperti situasi di Cengkareng Drain. Pengerukan muara sungai dan bagian hilir sungai ini akan menyebabkan penurunan muka air, pada keadaan muka air laut pasang (MHWS), dengan kira-kira 0,05 m dalam 2 km pertama saluran ini. Dengan adanya pengerukan, sungai/kanal akan memiliki hambatan yang lebih kecil daripada pantai saat ini yang menyebabkan muka air yang lebih rendah di antara pulau-pulau tersebut dan pantai selama air surut. Selama muka air laut surut (MLWS) pengaruhnya lebih besar daripada selama MHWS karena pengerukan endapan lanau memiliki dampak yang lebih besar pada situasi-situasi dengan kedalaman yang dangkal. Di kawasan pantai, diperkirakan terdapat kenaikan muka air selama MHWS karena muka air jelas agak lebih tinggi daripada situasi-situasi acuan apabila kawasan itu berupa laut terbuka, akan tetapi ini akan dapat diimbangi oleh pengerukan muara sungai dan pengerukan kanalkanal. Kanal-kanal lepas-pantai di antara pulau-pulau dan pengerukan muara sungai membuat kapasitas aliran dilokasi itu menjadi lebih besar daripada kapasitas sungai sekarang. Sehingga muka air dilokasi tersebut lebih dominan untuk mengikuti elevasi pasang surut, bahkan pada waktu debit sungai besar. Sebagai akibat tidak adanya lagi hambatan di muara sungai, terutama pada saat pasang rendah, lebih banyak air dari sungai dapat dibuang ke laut.
4-34
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Lower Angke river
Cengkareng Drain
PU-Drain
Tanjugan river
Kamal river
Dadap river
Lower Angke river
Cengkareng Drain
PU-Drain
Tanjugan river
Kamal river
Dadap river
Gambar 4- 24 : Muka Air di Garis-Pantai (MHWS dan MLWS), Debit Kapasitas Sungai Sekarang
Gambar 4- 25 : Muka Air di Cengkareng Drain Kondisi MHWS
4-35
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4.4.2.2 Dampak terhadap Perubahan Arus Hasil-hasil model yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sirkulasi air di Teluk Jakarta didominasi oleh angin musim. Arus yang digerakkan angin ini lebih kuat dibandingkan dengan arus. Sebagai akibatnya, arah aliran tidak berbalik selama siklus pasang tetapi tetap searah dengan arah angin yang berhembusnya lama. Hanya kecepatan alirannya berfluktuasi terhadap pasang. Rata-rata kecepatan aliran sisa (arus netto) di bagian selatan Teluk Jakarta ialah antara 0,05 dan 0,15 m/detik. Kecepatan aliran ini selama angin musim barat sedikit lebih tinggi daripada selama angin musim timur. Akan tetapi perbedaannya kecil, kurang dari 0,05 m/detik. Pengaruh pembangunan pulau-pulau ini pada sirkulasi skalabesar di Teluk Jakarta sangat terbatas. Arus utama di teluk ini mengikuti garis-pantai. Setelah pengembangan pulau-pulau tersebut hal ini tetap sama. Hanya di kawasan proyek arus tersebut tidak mengikuti garis-pantai akibat keberadaan pulau-pulau tersebut. Sebagai akibatnya, arusnya bergeser lebih ke muka pulau-pulau tersebut. Pengaruh skala-besar pada kecepatan aliran dapat diabaikan; kenaikannya secara lokal 0,05 m/detik tetapi umumnya lebih rendah. Tidak terdapat pengaruhnya pada muka air di Teluk Jakarta. Gambaran tentang pola arus pada waktu musim timur, barat dan setelah pembangunan pulau C (KNI 2B), pulau D (KNI-2A), dan pulau E (KNI-1) dapat dilihat pada Gambar 4- 28 s/d Gambar 4- 31. Dari gambar tersebut terlihat bahwa reklamasi akan menurunkan kecepatan arus disekitar kanal antara pulau dan antara pulau dengan garis pantai.
Gambar 4- 26 : Aliran Arus Rata-rata di Teluk Jakarta untuk Situasi Angin Musim Timur Sumber : Hasil Analisis, 2012
4-36
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 27 : Aliran Arus Rata-rata di Teluk Jakarta untuk Situasi Angin Musim Barat Sumber : Hasil Analisis, 2012
Gambar 4- 28 : Aliran Arus Rata-Rata di Teluk Jakarta untuk Situasi Angin Musim Barat (Setelah Pembangunan Pulau C,D, dan E) Sumber : Hasil Analisis, 2012
4-37
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 29 : Dampak terhadap Rata-rata Kecepatan Arus (Pengembangan - Eksisting) Sumber : Hasil Analisis, 2012
4.4.2.3 Dampak Gelombang Di luar Teluk Jakarta, di Laut Jawa, iklim gelombangnya sangat moderat dan konstan terhadap waktu. Angin musim yang selalu berhembus menimbulkan gelombang. Badai jarang terjadi di Laut Jawa. Tinggi gelombang hampir serupa selama angin musim timur dan barat hanya arah gelombang yang berbeda akibat arah angin yang berbeda. Perambatan gelombang ke Teluk Jakarta berbeda. Selama angin musim timur masuknya gelombang ke teluk ini lebih kecil daripada selama angin musim barat. Hasil-hasil model gelombang menunjukkan bahwa selama angin musim barat rata-rata tinggi gelombang di garis-pantai ialah antara 0.5 m dan 0.7 m sedangkan pada angin musim timur rata-rata tinggi gelombang ini hanyalah 0.2 m hingga 0.4 m. Perbedaan yang paling terlihat ialah arah perambatan gelombangnya. Arah gelombangnya merupakan satu faktor penting untuk perkembangan morfologis teluk ini. Selama angin musim timur gelombang mendekati garis-pantai pada sudut kira-kira 30 derajat Utara, yang menyebabkan angkutan sedimen ke barat sementara selama angin musim barat gelombangnya mendekati pantai hampir tegak lurus, yang secara teoretis tidak menyebabkan transport sedimen sepanjang-pesisir (Gambar 4-32).
4-38
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 30 : Tinggi Gelombang, Kawasan Barat Reklamasi, Angin Musim Timur dan Barat, Situasi Acuan Sumber : Hasil Analisis, 2012
Pola
gelombang
skala-besar
di
Teluk
Jakarta
tidak
berubah
akibat
pembangunan pulau-pulau reklamasi. Akibat pembangunan pulau-pulau ini garis-pantai saat ini akan menjadi lebih terlindungi, terutama dari serangan gelombang pada kondisi ekstrim (desain). Gelombang besar yang datang dari laut akan tertahan oleh konstruksi pulau reklamasi, sehingga gelombang disisi dalam dari pulau (menuju garis pantai) akan berkurang secara signifikan. Sebagai gambaran dapat dilihat pada kondisi setelah pembanguan Pulau F dan G dan kondisi gelombang besar dari arah Barat-Laut). Gelombang akan tertahan oleh pulau tersebut, dan gelombang dibalik pulau itu menjadi sangat kecil.
Gambar 4- 31 : Tinggi Gelombang Kondisi Ekstrim (Desain) Setelah Pembangunan Pulau F dan Pulau G Sumber : Hasil Analisis, 2012
4-39
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4.4.2.4 Dampak Salinitas Salinitas dan dinamika salinitas penting untuk mutu ekosistem bakau. Juga, salinitas memiliki pengaruh pada kecepatan jatuh partikel dan sedimentasi. Sehingga dampak terhadap salinitas sangat penting untuk diperhatikan terutama diwilayah bagian barat, dimana terdapat kawasan hutan mangrove (bakau). Salinitas air di zona pantai berfluktuasi terhadap gelombang, dengan kadar salinitas di laut sekitar 30 ppt (1 ppt ~ 500 mg/l). Selama pasang tinggi air asin (salinitas) mengalir ke sistem sungai dan selama pasang rendah air tawar mengalir ke laut. Selama angin musim timur buangan sungai sangat sedikit dan pasokan air tawar sangat terbatas. Hal ini dapat digambarkan dalam Gambar 4- 32 di bawah ini.
Gambar 4- 32 : Salinitas Selama Angin Musim Timur, Situasi Acuan
Salinitas sungai relatif tinggi akibat intrusi garam. Selama angin musim barat buangan sungai lebih banyak dan intrusi garam ke sistem sungai menjadi berkurang (Gambar 4- 33). Hasil studi menunjukkan bahwa salinitas di kawasan wilayah barat selama angin musim barat berkurang akibat pasokan air tawar yang cukup.
Gambar 4- 33 : Salinitas Selama Angin Musim Barat, Situasi Acuan
Diperhatikan bahwa model simulasi menggunakan rata-rata kedalaman. Dalam banyak hal di mana air tawar dan air asin bertemu akan terjadi stratifikasi. Ini 4-40
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
menghasilkan suatu salinitas yang bervariasi terhadap kedalaman, yang tidak secara benar disajikan dalam pemodelan saat ini. Akan tetapi untuk kajian dampak pendekatan yang dirata-ratakan kedalaman ini memberikan wawasan yang cukup tentang perubahan-perubahan akibat pengembangan proyek ini. Akan tetapi, jika bilangan salinitas mutlaknya sangat penting, misalnya untuk menentukan apakah spesis tertentu akan berkembang-biak atau tidak, bilangan-bilangan yang disajikan di sini haruslah digunakan sebagai petunjuk saja. Pembangunan pulau reklamasi mempunyai dampak terhadap kadar salinitas di wilayah pantai. Dengan adanya kanal diantara pulau, intrusi air asin ke sistem sungai menjadi berkurang. Hasil simulasi menunjukan bahwa kadar salinitas di wilayah pantai dibelakang pulau reklamasi (C, D, E) berkurang sekitar 5 PPT pada saat musim barat dan sekitar 20 PPT pada saat musim timur. Kadar salinitas dilokasi tersebut bisa ditingkatkan dengan melakukan pendalaman di kanal pembatas (boundary channel). Dengan pendalaman kanal, sirkulasi disekitar pulau akan meningkat sehingga pasokan air asin akan lebih banyak dan kadar salinitas dilokasi tersebut juga akan lebih besar.
Gambar 4- 34 : Salinitas Selama Angin Musim Barat, Pengembangan Pulau C, Pulau D, dan Pulau E
4.4.2.5 Dampak terhadap Morfologi Pantai dan Sedimentasi Teluk Jakarta merupakan teluk yang relatif luas. Akibat perbedaan geometrinya bagian-bagian yang berbeda di teluk ini memiliki perkembangan morfologisnya masingmasing. Teluk Jakarta dibentuk oleh kekuatan gelombang dan arus. Arus di teluk ini disebabkan oleh gabungan kekuatan yang berbeda-beda, sungai, pasang dan arus yang digerakkan oleh (angin) musim. Angin musim merupakan hal yang dominan untuk perkembangan morfologis teluk ini. Semua proses fisis di teluk ini dipengaruhi oleh angin musim: buangan (dan beban sedimen) sungai, tinggi gelombang dan arah gelombang akan berfluktuasi dan juga arus yang digerakkan oleh angin, yang umumnya
4-41
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dominan atas arus pasang. Morfologi setempat digerakkan oleh kekuatan-kekuatan dominan setempat. Setiap tempat di teluk ini memiliki orientasinya masing-masing dan ini menghasilkan suatu perkembangan karakteristik yang berbeda untuk setiap subkawasan. Sungai-sungai memasok sedimen ke teluk ini. Kapasitas angkutan sedimen gelombang dan arus relatif kecil dibandingkan dengan pasokan sungai. Sedimen yang dipasok oleh sungai tidak diangkut keluar dari teluk sebagaimana yang dibuktikan oleh keberadaan delta yang berkembang ke arah laut. Umumnya, Teluk Jakarta diendapi lanau dalam jangka panjang. Di bagian barat Teluk Jakarta, delta sungai semuanya hampir simetris dan umumnya berbentuk mulus. Ini menandakan bahwa iklim gelombang agak lemah dan bahwa gelombang mendekati pantai secara tegak lurus. Arus yang digerakkan pasang dan angin di sepanjang pantai juga kecil. Di sisi timur teluk ini, deltanya meluas cepat dengan pola yang takteratur. Ini manandakan bahwa kekuatan-kekuatan pembentuk kembali oleh angin dan arus tidak dapat menyamai perkembangan delta ini. Baik analisis kuantitatif maupun kualitatif angkutan sedimen dan perubahanperubahan morfologis di Teluk Jakarta dan kawasan proyek ini memperlihatkan bahwa zona pantai secara morfologis tidak sangat aktif. Kecepatan aliran yang sedang dan iklim gelombang yang ringan menyebabkan laju angkutan sedimen yang rendah dan dengan demikian perkembangan morfologis yang lambat. Hal ini dibuktikan oleh delta
Cengkareng Drain dan Kali Muara Angke River yang memanjang ke teluk ini tanpa tererosi. Mengacu kepada hasil studi dari DHI, perkiraan sedimentasi tahunan akibat dari debit sedimen sungai di Teluk Jakarta pada kondisi saat ini dan setelah pengembangan pulau reklamasi dapat dilihat pada Gambar 4- 35 dan Gambar 4- 36. Dari gambar tersebut terlihat dengan jelas bahwa akumulasi sedimentasi akan terjadi di sekitar daerah reklamasi. Dengan adanya pulau-pulau reklamasi, sedimen akan menumpuk di muara sungai, kanal lateral dan kanal vertikal. Oleh sebab itu pemeliharaan saluran dilokasi ini sangat diperlukan dan harus dilakukan secara periodik dan menerus.
4-42
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 35 : Perkiraan Sedimen Tahunan Akibat dari Aliran Sungai (Kondisi Eksisting)
Gambar 4- 36 : Perkiraan Sedimen Tahunan Akibat dari Aliran Sungai (Kondisi Eksisting)
4.4.2.6 Dampak terhadap Pola Penyebaran Panas Dampak terhadap pola penyebaran panas perlu diperhatikan terutama disekitar PLTU Muara Baru. Denah outlet dan intake PLTU dapat dilihat pada Gambar 4- 39.
4-43
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Outlet 1 Outlet 2
Intake Gambar 4- 37 : Denah Outlet dan Intake PLTU
Debit masuk dari PLTU Muara Karang sebesar 52.2 m3/s. Sementara debit keluar Outlet 1 adalah sebesar 38.2 m3/s dan Outlet 2 adalah sebesar 14 m3/s. Temperatur air yang keluar dari PLTU adalah sebesar 36 oC untuk Outlet 1 dan 35 oC untuk Outlet 2. Dengan Temperatur air laut 29 oC. Studi mengenai alternatif layout pulau reklamasi telah dilakukan untuk mengoptimalkan bentuk pulaunya.
Aspek-aspek berikut ini telah dipertimbangkan
dalam membuat layout reklamasi: -
PLTU dan PLTGU Muara Karang terutama sistem pendingin.
-
Bermuaranya Kali Angke dan Kali Karang yang merupakan saluran drainase dari daratan Jakarta
-
Jalur pipa gas dari lepas pantai ke PLTGU Muara Karang
-
Keberadaan Pelabuhan Ikan Muara Angke yang juga merupakan pelabuhan penyeberangan ke Kepulauan Seribu.
Untuk dapat mengatasi masalah kendala tersebut areal reklamasi dibuat menjadi dua pulau (Pulau F dan Pulau G), dan merencanakan aspek-aspek berikut ini. -
Untuk dapat menjaga sistem pendingin PLTU dan PLTGU Muara Karang perlu pemisahan aliran intake berupa air dingin dan outlet berupa air panas. Untuk outlet PLTU outlet telah dialirkan ke dalam kawasan pantai Mutiara sedangkan outlet dari PLTGU dipisahkan dengan membuat batas pemisah antara intake dan lahan reklamasi
-
Untuk menjaga kelancaran aliran di Kali Karang dan Kali Angke dibuatkan kanal lateral selebar 300 m dan kanal vertikal selebar 300 m (lebar ini juga diperlukan untuk keluar masuk lalu lintas kapal ke Pelabuhan Muara Angke).
4-44
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
-
Untuk tidak mengganggu pipa gas direncanakan jarak kaki tepi reklamasi berjarak 25m dari pipa, namun dari hasil kajian menunjukan bahwa jarak minimal 40 m diperlukan agar beban akibat pembangunan pulau reklamasi tidak berdampak terhadap pipa.
-
Untuk menjaga keberadaan pelabuhan Muara Angke dibuatkan kanal vertikal selebar 300m (ini juga diperlukan untuk kelancaran aliran Kali Karang), Breakwater dan tepi reklamasi dipisahkan, dan penyediaan pengolahan limbah didekat kawasan pelabuhan Muara Angke. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas maka layout reklamasi menjadi
seperti yang terlihat di (Gambar 4- 38). Dengan adanya layout ini, kenaikan suhu air akibat pembangunan pulau reklamasi tidak terjadi seperti dapat pada Gambar 4- 39 dan Gambar 4- 40. Karena aliran air panas dari PLTGU harus dijauhkan, maka dalam pelaksanaan reklamasi, pulau sebelah timur (Pulau G) harus dibangun lebih dahulu sebelum pulau sebelah barat (Pulau F).
Gambar 4- 38 : Layout Reklamasi Pulau F dan G
4-45
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 39 : Penyebaran Panas Kondisi Eksisting
Gambar 4- 40 : Penyebaran Panas Kondisi Setelah Reklamasi
4.4.3
Rekomendasi Rekomendasi terkait hidrodinamika Kawasan Reklamasi Pantura terdiri atas
perencanaan reklamasi, muka air di sungai, arus, gelombang, salinitas, sedimen, penyebaran panas, dan evaluasi dan pemantauan. 4.4.3.1 Perencanaan Reklamasi Berikut adalah rekomendasi teknis konstruksi pulau reklamasi dari segi perencanaan.
Batas kawasan pemanfaatan lahan hasil reklamasi, didefinisikan sebagai kawasan yang terbentuk pada batas pertemuan muka air laut terendah dengan
4-46
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
daratan hasil reklamasi. Sedang batas kegiatan reklamasi didefinisikan sebagai batas terluar kegiatan penimbunan material reklamasi.
Ketinggian tanggul harus memperhatikan faktor ketinggian air laut pasang, wind
setup, storm surge, gelombang laut, amblesan, kenaikan muka air laut (sea level rise), penurunan sisa (residual settlement), dan potensi tsunami.
Kekuatan tanggul dan perlindungan pesisir di Kawasan Pantura DKI Jakarta dirancang
dengan kala ulang minimal 1 per 1.000
tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor gempa dan liquefaction, kestabilan makro dan mikro, perpipaan (piping), rembesan (seepage), dan uplift (dorongan ke atas airtanah terhadap konstruksi tanggul). Sebagai lahan baru, saluran mikro, submakro dan makro di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta masing-masing dirancang untuk kala ulang minimal 10 tahunan (saluran mikro), 25 tahunan (sub makro), dan 100 tahunan (makro).
Berbagai isu terkait rencana pengembangan lahan baru melalui kegiatan reklamasi dalam bentuk pulau-pulau dan rencana pembangunan tanggul laut (giant seawall) yang mengemuka adalah kelestarian vegetasi mangrove; keberlanjutan fungsi instalasi pembangkitan listrik di wilayah Jakarta Utara; keberlanjutan fungsi dan keberadaan pelabuhan perikanan; keberadaan pelabuhan umum; pengaturan kabel telekomunikasi laut; dan keberadaan pipa gas/BBM.
Jarak minimum 40 m dari kaki tanggul reklamasi ke posisi pipa bisa dijadikan acuan dalam pelaksanaan reklamasi. Walaupun demikian, pemantauan akan tetap dilakukan sebelum, selama dan setelah proses reklamasi. Perlu dilakukan survei untuk memastikan koordinat dari posisi pipa secara lebih akurat.
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan konstruksi
proses
pengurugan perlu dilakukan secara bertahap dengan menggelar pasir lapisan per lapisan dengan ketebalan lapisan sekitar 0,5 m. Kemudian,untuk mempercepat proses konsolidasi pada masa konstruksi diperlukan langkah perbaikan tanah seperti pengurugan dilalukan dengan menggunakan PVD
(Perforated vertical drain), melakukan preloading atau langkah perbaikan tanah lainnya. 4.4.3.2 Muka Air di Sungai Pembangunan pulau baru tanpa melakukan perbaikan akan dapat sedikit menaikkan muka air di sungai sebesar 5 mm pada jarak 2 km dari muara sungai dan sekitar 2 cm pada muara sungai. Kemungkinan kenaikan muka air yang tidak signifikan
4-47
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
ini dapat dirubah menjadi penurunan muka air di sungai dengan melakukan sejumlah hal berikut. 4.4.3.3 Arus Sirkulasi air di Teluk Jakarta didominasi oleh angin musim. Arus yang digerakkan angin ini lebih kuat dibandingkan dengan arus. Pengaruh pembangunan pulau-pulau ini pada sirkulasi skala-besar di Teluk Jakarta sangat terbatas. Arus utama di teluk ini mengikuti garis-pantai. Setelah pengembangan pulau-pulau tersebut hal ini tetap sama. Hanya di kawasan proyek arus tersebut tidak mengikuti garis-pantai akibat keberadaan pulau-pulau tersebut. Sebagai akibatnya, arusnya bergeser lebih ke muka pulau-pulau tersebut. Pengaruh skala-besar pada kecepatan aliran dapat diabaikan; kenaikannya secara lokal 0,05 m/detik tetapi umumnya lebih rendah. Tidak terdapat pengaruhnya pada muka air di Teluk Jakarta. 4.4.3.4 Gelombang Pola
gelombang
skala-besar
di
Teluk
Jakarta
tidak
berubah
akibat
pembangunan pulau-pulau reklamasi. Akibat pembangunan pulau-pulau ini garis-pantai saat ini akan menjadi lebih terlindungi, terutama dari serangan gelombang pada kondisi ekstrim (desain). Gelombang besar yang datang dari laut akan tertahan oleh konstruksi pulau reklamasi, sehingga gelombang disisi dalam dari pulau (menuju garis pantai) akan berkurang secara signifikan. 4.4.3.5 Salinitas Pembangunan pulau reklamasi mempunyai dampak terhadap kadar salinitas di wilayah pantai. Dengan adanya kanal diantara pulau, intrusi air asin ke system sungai menjadi berkurang. Kadar salinitas di wilayah pantai dibelakang pulau reklamasi berkurang sekitar 5 PPT pada saat musim barat dan sekitar 20 PPT pada saat musim timur. Kadar salinitas dilokasi tersebut bisa ditingkatkan dengan melakukan pendalaman di kanal lateral. Dengan pendalaman kanal, sirkulasi disekitar pulau akan meningkat sehingga pasokan air asin akan lebih banyak dan kadar salinitas dilokasi tersebut juga akan lebih besar. 4.4.3.6 Sedimen Secara morfologis zona pantai di Teluk Jakarta tidak sangat aktif. Kecepatan aliran yang sedang dan iklim gelombang yang ringan menyebabkan laju angkutan sedimen yang rendah dan dengan demikian perkembangan morfologis yang lambat. Kapasitas angkutan sedimen gelombang dan arus relatif kecil dibandingkan dengan
4-48
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
pasokan sungai. Sedimen yang dipasok oleh sungai tidak diangkut keluar dari teluk sebagaimana yang dibuktikan oleh keberadaan delta yang berkembang ke arah laut. Sedimentasi yang terjadi secara dominin disebabkan oleh pasokan sedimen dari sungai-sungai. Pasokan sedimen ini diperkirakan akan tetap terus berlangsung dan sangat tergantung pada pola pemanfaatan lahan di sepanjang daerah aliran sungai di hulu. Dengan adanya pulau-pulau reklamasi, sedimentasi akan lebih terkonsentrasi disekitar pulau reklamasi. Sedimen akan menumpuk di muara sungai, kanal lateral dan kanal vertikal. Situasi ini menunjukan pentingnya dilakukan pengerukan sedimentasi sebelum berlangsunganya pembangunan pulau reklamasi. Dan selanjutnya pemeliharaan muara sungai dan saluran-saluran diantara pulau reklamasi dan antara pulau reklamasi dengan garis pantai eksisting sangat diperlukan dan harus dilakukan secara periodik dan menerus. 4.4.3.7 Penyebaran Panas Optimalisasi sistem perlu dilakukan untuk menjaga sistem pendingin PLTU dan PLTGU Muara Karang dengan melakukan pemisahan aliran intake berupa air dingin dan outlet berupa air panas. Untuk outlet PLTU outlet telah dialirkan kedalam kawasan pantai Mutiara sedangkan outlet dari PLTGU dipisahkan dengan membuat batas pemisah antara intake dan lahan reklamasi. Kenaikan suhu air akibat outlet PLTU dapat di hindari dengan membuat struktur antara pulau G dengan struktur intake dan pembuatan causeway yang menghubungkan kawasan Pantai Mutiara dan Pulau H. 4.4.3.8 Evaluasi dan Pemantauan Selain dibutuhkan perencanaan yang baik, diperlukan pula evaluasi dan pemantauan yang dilakukan pada saat dilakukan pelaksanaan reklamasi. Evaluasi dan pemantauan meliputi beberapa hal berikut:
4.5
-
pemantauan geoteknik
-
pemantauan sedimentasi
-
pemanatauan penyebaran sedimen
-
Pemantauan tinggi muka air di sungai
-
Pemantauan kualitas air
Analisis Sarana dan Prasarana Kawasan Strategis Pantura Analisis sarana dan prasarana terdiri atas sistem jaringan transportasi dan
jaringan utilitas. Berikut adalah penjabaran dari masing-masing analisis.
4-49
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4.5.1
Sistem Jaringan Transportasi Analisis mengenai sistem jaringan transportasi dilakukan dengan alur
pembahasan terhadap kebijakan, uji skenario, lalu sintesis rekomendasi dari skenario pengembangan transportasi. Kebijakan yang dibahas dalam pengembangan sistem jaringan transportasi diantaranya adalah Kajian Transportasi Kawasan Pengembangan Pantura (1995), Studi Akses Kawasan Reklamasi Ancol (2007), RTRW DKI Jakarta 2010-2030, serta Materi Teknis Pergub No. 121 Tahun 2012. Berikut adalah pembahasan mengenai kajian pengembangan sistem transportasi Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. 4.5.1.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Reklamasi Pantura Dalam konteks pengembangan kawasan reklamasi Pantura yang terdiri dari 17 (tujuh) belas pulau, maka
untuk mengukur dampak yang diakibatkan
oleh
pengembangan ini terhadap kinerja jaringan transportasi khususnya wilayah daratan DKI, maka secara rinci skenario pengembangan jaringan sebagaimana dibahas dalam sub bab 6.2.1 adalah sebagai berikut: 1. Skenario Penyediaan Jaringan Jalan DKI/Jabodetabek eksisting, Jaringan Kawasan Reklamasi Pantura, 6 ruas tol DKI, penyambungan missing link, dua ruas non tol layang, JORR Fully connected, 2nd JORR fully connected, ATP, Tol DepokAntasari, Tol Becakayu. Jaringan MRT N-S (extend ke Pantura) & E-W, Jaringan BRT 24 koridor (Draft RTRW 2030), Jaringan KRL Jabodetabek eksisting, ditambah, Jalur MRT Pantura versi Pergub (Soetta–PanturaKemayoran), Jalur LRT Lokal Pantura, Jalur BRT Lokal Pantura, Jalur KRL Soetta-Manggarai via jalur Tangerang. 2. Skenario Permintaan a.
Skenario Split Policy RTRW DKI 2030 untuk seluruh DKI tanpa reklamasi Pantura
b. Skenario Split Policy RTRW DKI 2030 untuk seluruh DKI termasuk reklamasi Pantura 3. Skenario Akses (akumulatif) a.
Penambahan jalan Arteri ekslusif ke kawasan yang tidak terkoneksi ke jalan arteri daratan. Jalan ini terkoneksi hanya ke JOORR dan Tol GSW
b. Skenario (Sk) - 1 ditambah koridor arteri pada tanggul – 8m c.
Skenario (Sk) - 2 dengan akses ke 6 tol DKI via Kemayoran Junction
4-50
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
d. Skenario (Sk) - 3 berikut tambahan koneksi dengan Tol Sedyatmo (Bandara) dan JORR (Seksi W1) e.
Skenario (Sk) - 4 ditambah akses ke jalan Arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian tengah (I,J,L dan M)
f.
Skenario (Sk) - 4 ditambah akses ke jalan arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian Barat (C,D,E,F dan G)
g.
Gabungan dari Skenario (Sk) - 5 Dan Skenario (Sk) – 6
4.5.1.2 Uji dan Analisis Kinerja Jaringan Jalan Tanpa Pengembangan Pantura Kebijakan pengembangan jaringan jalan sebagai komplemen dari kebijakan penggunaan angkutan umum dan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi diharapkan akan dapat mempertahankan kinerja jaringan jalan. Mengacu kepada besarnya
potensi
demand,
kebijakan
pengembangan
jaringan
jalan
berupa
penambahan lajur dan pelebaran rumija sesuai dengan perkembangan demand tidak dapat terus didukung oleh tata guna lahan di DKI Jakarta. Demand selalu bertambah sementara daya dukung lahan tidak berubah sehingga diperlukan kebijakan lain untuk meningkatkan kapasitas jalan dengan meminimalisasi penambahan atau pelebaran jalan. Karenanya kebijakan pengembangan jaringan jalan harus mempertimbangkan kebijakan skenario demand yaitu perbaikan sistem angkutan umum dan penerapan
Traffic Restraint. Berbagai skenario pengembangan jaringan transportasi diuji terhadap dampak kinerja total jaringan. Tentunya implementasi berbagai usulan tersebut perlu mempertimbangkan kemampuan dan kendala yang ada sehingga perlu dibagi menjadi beberapa skenario implementasi yang disesuaikan dengan rentang waktu perencanaan. Secara ringkas mekanisme uji yang dilakukan adalah terhadap kondisi tanpa pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura (WoD) yang terdiri dari; 1. Skenario A atau Do-Nothing (DN-WoD); dimana akan diuji sejauh mana kinerja jaringan akan berkurang akibat beban lalu lintas masa datang dengan kondisi Jaringan tahun 2013 (eksisting) sampai dengan tahun 2030. 2. Skenario B atau Do-Something_1 (DS_1-WoD); penambahan jaringan tanpa kebijakan pendukung, dengan kondisi demand berkembang normal tanpa ada kebijakan insentif dan disinsentif, kinerja jaringan tanpa kebijakan pendukung ini akan diuji pada jaringan: a. Jaringan Rencana 2020 b. Jaringan Rencana 2025 c. Jaringan Rencana 2030
4-51
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
3. Skenario
C atau Do-Something_2 (DS_2-WoD); dengan
kebijakan
pembatasan lalu lintas pada kawasan tertentu (sesuai RTRW DKI 2030) melalui mekasnime road pricing. Kinerja jaringan dengan adanya kebijakan pendukung ini akan diuji pada Jaringan Rencana 2030 4. Skenario D atau Do-Something_3 (DS_3-WoD); dengan kebijakan RTRW utk proporsi penggunaan angkutan umum sebesar 60% ( split policy) dari perjalanan di DKI. Kinerja jaringan dengan adanya kebijakan ini akan diuji pada : a. Jaringan Rencana 2020 (Split : 38%) b. Jaringan Rencana 2025 (Split : 48%) c. Jaringan Rencana 2030 (Split : 60%) 5. Skenario E atau Do-Something_4 (DS_4-WoD); dengan kebijakan RTRW utk proporsi penggunaan angkutan umum sebesar 60% dari perjalanan di DKI dan kebijakan penerapan pembatasan lalu lintas. Kinerja jaringan dengan adanya kebijakan ini akan diuji pada Jaringan Rencana 2030 Dari hasil simulasi dengan model yang dikembangkan pada studi ini diperoleh kecepatan di jalan tol pada tahun 2012 rata-rata pada jam puncak 50,05 km/jam sementara pada jalan nasional 25,97 km/jam dan jalan utama adalah 21,28 km/jam. Secara nyata pada koridor-koridor tertentu untuk arah lalu lintas terberat pada jam sibuk umumnya jauh lebih rendah dari nilai-nilai tersebut diatas. Oleh karena itu, perlu peningkatan kualitas pelayanan jaringan jalan di DKI Jakarta. Pada skenario Do-
Nothing dimana disimulasikan tidak adanya perbaikan secara ekstensif pada jaringan jalan maka kinerja untuk tahun 2015, 2020, 2025 dan 2030 dapat dilihat pada Gambar 4- 41 dimana ditunjukkan bahwa terjadi penurunan kinerja pada tahun 2020 kecepatan di jaringan Utama menjadi 16,30 km/jam, pada tahun 2025 menjadi 13,71 km/jam dan pada tahun 2030 menjadi 12,65 km/jam.
2013
2015
2020
2025
2030
2035 Arah Terberat
Gambar 4- 41 : Perubahan Kinerja dengan Jaringan Eksisting (2013)
4-52
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Sedangkan untuk kinerja pada ruas-ruas dengan arah pergerakkan menuju pusat kota DKI Jakarta di jam sibuk pagi menunjukkan kondisi kecepatan rata-rata dibawah 10 km/jam pada kondisi saat ini.
Gambar 4- 42 : Kinerja Kecepatan Jaringan Jabodetabek 2030 (skenario DN-WoD)
Sehubungan dengan pertimbangan bahwa rentang waktu antara tahun 2013 ke tahun 2015 tidak terlalu jauh maka basis analisis akan menggunakan jaringan tahun 2014 sebagai jaringan dasar. Pada tahun 2015, penambahan jaringan terjadi melalui ruas tol JORR segmen W2N, ATP, JLNT Casablanca, dan Antasari. Dengan Adanya penambahan kapasitas jaringan jalan pada tahun 2020, 2025, dan 2030 (DS_1-WoD) dan penambahan beberapa ruas jalan tol, terjadi peningkatan kecepatan perjalanan cukup berarti di tahun 2020 hingga diperoleh kecepatan jaringan Tol yang mencapai 45,04 km/jam dari nilai 38,56 km/jam (peningkatan sebesar 16,80%), namun tidak begitu halnya untuk jaringan Nasional dan Utama yang hanya meningkat masingmasing sebesar 2,73% dan 1,89% dibandingkan dengan jaringan untuk tahun 2015. Secara total jaringan kecepatan tempuh rata-ratanya mencapai 25,51 km jam (14,88% lebih baik dari kondisi do-nothing) seperti yang ditunjukan oleh grafik dalam di bawah ini.
4-53
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 43 : Indikator Kinerja dengan Jaringan Rencana
Gambar 4- 44 : Kinerja Kecepatan Jaringan Jalan 2030 (Skenario DS_1-WoD)
Namun di tahun 2030 upaya penambahan jaringan ini tidak mampu memberikan kinerja yang memadai, apalagi untuk mencapai kinerja minimum total jaringan sebesar 35 km/jam. Pada tahun 2030 skenario DS_1-WoD hanya mampu mencapai kecepatan rata-rata 21,68 km/jam untuk total jaringan jalan. Oleh karena itu, dilakukan uji dengan menerapkan skenario kebijakan pembatasan lalu lintas (DS_2-WoD) untuk lingkup kawasan pusat kota seperti yang
4-54
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
ditunjukan dalam Gambar 4- 47, untuk melihat apakah dengan melakukan kebijakan ini kinerja jaringan dapat ditingkatkan secara signifikan. Mengacu ke Gambar 4- 45, nampaknya skenario ini (dengan asumsi yg diberlakukan) tidak bisa banyak membantu meningkatkan kinerja jaringan, dimana untuk tahun 2030 peningkatan kecepatan hanya berkisar antara 3,79% untuk jaringan jalan nasional, 4,00% untuk jaringan jalan Utama dan bahkan terjadi penurunan kinerja di jaringan tol sebesar 5,15%. Penurunan ini salah satunya disebabkan adanya penambahan beban lalu lintas yang berusaha menghindar dari kawasan pembatasan lalu lintas sehingga dengan bertambahnya volume lalu lintas pada jaringan tol maka tentunya kinerja kecepatan juga akan menurun. Sedangkan secara total jaringan hanya mencapai kecepatan rata-rata 22,58 km/jam (lebih baik 4,15%). Tentunya hasil ini tidak serta merta menunjukkan bahwa kebijakan pembatasan lalu lintas tidak efektif, namun analisis yang lebih detail yg terkait dengan penetapan tarif, sistem operasional perlu dilakukan lebih lanjut. Lebih jauh, kinerja jaringan di dalam kawasan pembatasan lalu lintas terjadi peningkatan kecepatan rata-rata ruas sebesar 2.3 km/jam atau 7% dibanding skenario tanpa pembatasan dan peningkatan kecepatan perjalanan sebesar 3.09 km/jam atau meningkat 24.5% (lihat Gambar 4- 48).
Gambar 4- 45 : Kawasan Pembatasan Lalu lintas DKI Jakarta
4-55
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 46 : Komparasi Kinerja Kecepatan Ruas (skenario DS_2-WoD)
Gambar 4- 47 : Peralihan Volume Lalu Lintas (skenario DS_2-WoD)
Dengan diterapkannya kebijakan pembatasan lalu lintas pada kawasan DKI Jakarta, maka dapat diestimasi besarnya pengurangan penggunaan kendaraaan pribadi
4-56
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
terutama yang perjalanannya bertujuan didalam kawasan pembatasan tersebut. Dengan skenario jaringan tahun 2030, maka besarnya pengurangan penggunaan kendaraan pribadi diestimasikan sebesar 1.4% dari total perjalanan Jabodetabek di tahun 2030 atau kurang lebih sejumlah 120,000 perjalanan-orang pada jam sibuk. Sedangkan pengurangan jumlah pengguna kendaraan pribadi yang berasal dan atau bertujuan didalam kawasan pembatasan lalu lintas sebesar 33.07% (Gambar 4- 49). Dalam upaya mencapai target kinerja jaringan yang ditetapkan oleh RTRW DKI Jakarta 2030, juga dilakukan simulasi bila kebijakan penggunaan angkutan umum (split policy) diberlakukan (DS_3-WoD). Pada skenario ini uji dilakukan untuk kombinasi pengembangan jaringan sesuai skenario tiap tahun rencana dan tahapan perpindahan penggunaan angkutan umum sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Dari hasil simulasi sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 4- 45, memang nampak terlihat adanya peningkatan kinerja jaringan yang cukup signifikan dimana untuk tahun 2020 terjadi peningkatan antara 10,62% - 16,67% untuk ketiga kategori
jaringan, tahun 2025
berkisar antara 26,24% - 37,76%, dan di tahun 2030 sebesar 42,63% - 70,59%. Secara total jaringan peningkatan kinerja di tahun 2020 sebesar 13,43%, tahun 2025 sebesar 31,13% dan di tahun 2030 sebesar 54,72%. Dari hasil ini nampak bahwa peningkatan kinerja untuk tiap tahun rencana semakin besar karena akibat adanya penambahan kapasitas jaringan dan dilain sisi jumlah pengguna kendaraan pribadi makin dikurangi hingga menjadi 40% di tahun 2030. Namun secara nilai absolut kinerja yang diharapkan oleh RTRW DKI masih tidak dapat dicapai untuk jaringan jalan non Tol dan untuk total jaringan hanya mencapai 33,54 km/jam. Secara total jaringan kebijakan ini dapat dipersepsikan sudah mendekati target kinerja yang diinginkan, namun perlu dicermati bahwa kontribusi terbesar berada pada jaringan jalan tol. Dengan diterapkannya kebijakan ini jumlah pelaku perjalanan yang diestimasikan akan berpindah ke angkutan umum adalah sebesar 185,000 perjalanan orang di tahun 2020 sampai dengan 632,000 perjalanan orang di tahun 2030 pada jam sibuk. Lebih jauh, juga dilakukan simulasi untuk kebijakan pembatasan lalu lintas dan split policy dengan tujuan sejauh mana kebijakan ini dapat meningkatkan kinerja jaringan. Dari hasil simulasi sepertinya untuk jaringan jalan utama kinerjanya masih jauh dari target (25,82 km/jam) dan untuk jaringan jalan nasional mendekati target kinerja yaitu 31,1 km/jam, namun untuk total jaringan dapat mencapai target yaitu sebesar 35,66 km/jam. Namun tetap perlu dicatat bahwa tercapainya kinerja ini akibat kontribusi dari jaringan tol.
4-57
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4.5.1.3 Uji dan Analisis Kinerja Jaringan Jalan dengan Adanya Kawasan Reklamasi Pantura Setelah dilakukan simulasi untuk mengukur kinerja jaringan jalan di wilayah DKI khususnya dan Jabodetabek umumnya terhadap berbagai skenario penyediaan dan permintaan, nampak bahwa untuk mencapai target dari RTRW DKI 2030 kinerja jaringan jalan hanya bisa diperoleh dengan melakukan berbagai kebijakan yang memaksa pelaku perjalanan menggunakan angkutan umum (60% di tahun 2030) dan kebijakan pembatasan lalu lintas pada kawasan yang telah ditetapkan di dalam RTRW DKI 2030. Oleh karenanya basis yang akan digunakan untuk mengukur besarnya dampak akibat
pengembangan
kawasan
reklamasi
Pantura
terhadap
kinerja
jaringan
transportasi (khususnya jaringan jalan) di DKI Jakarta adalah skenario DS_3-WoD untuk tahun 2030. Secara ringkas uji yang dilakukan terhadap kondisi dengan pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura (Skenario With Development/WD) terdiri dari; 1. Skenario Do-Nothing/D-N (atau DS_3-WD); dimana akan diuji sejauh mana kinerja jaringan akan berkurang akibat besarnya bangkitan dan tarikan lalu lintas kawasan reklamasi Pantura dengan membuka seluruh akses yang ada didaratan DKI. 2. Skenario Pembatasan Akses Opsi A (DS-1) sebagai berikut; dimana akses dari masing-masing pulau hanya terkoneksi ke jalan Arteri eksklusif yang disisi Timur terkoneksi dengan Tol GSW dan disisi Barat terkoneksi dengan Tol JOORR serta sepanjang arteri ini tidak terkoneksi dengan jaringan jalan di kawasan daratan sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 4- 48. Sementara itu, variasi dari opsi A ini adalah sebagai berikut; a. Skenario (Sk) – DS1_A1: adanya penambahan koridor Arteri diatas tanggul (– 8m) b. Skenario (Sk) – DS1_A2: Sk – DS1_A1 ditambah dengan akses ke jaringan tol DKI via Kemayoran Junction c. Skenario (Sk) – DS1_A3: Sk – DS1_A2 berikut tambahan koneksi dengan Tol Sedyatmo (Bandara) dan JORR (Seksi W1) d. Skenario (Sk) – DS1_A4: Sk – DS1_A3 ditambah akses ke jalan Arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian tengah (I,J,L dan M) e. Skenario (Sk) – DS1_A5: Sk – DS_A3 ditambah akses ke jalan arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian Barat (C,D,E,F dan G)
4-58
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
f.
Skenario (Sk) – DS1_A6: Gabungan dari Skenario (Sk) – DS1_A4 dan Skenario (Sk) –DS1_A5
Gambar 4- 48 : Skenario Pembatasan Akses Opsi A
3. Skenario Pembatasan Akses Opsi B (DS_2) sebagai berikut; dimana akses dari masing-masing pulau hanya terkoneksi ke jalan Arteri eksklusif, yang disisi Timurnya terkoneksi dengan Tol ATP dan disisi Barat terkoneksi dengan Tol JORR serta sepanjang arteri ini tidak terkoneksi dengan jaringan jalan di kawasan daratan sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 4- 49. Sementara itu, variasi dari opsi B ini adalah sebagai berikut; a. Skenario (Sk) – DS2_B1: adanya penambahan akses ke jaringan tol DKI via Kemayoran Junction b. Skenario (Sk) – DS2_B2: Sk – DS2_B1 berikut tambahan koneksi dengan Tol Sedyatmo (Bandara) dan JORR (Seksi W1) c. Skenario (Sk) – DS2_B3: Sk – DS2_B2 ditambah akses ke jalan Arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian tengah (I,J,L dan M) d. Skenario (Sk) – DS2_B4: Sk – DS2_B2 ditambah akses ke jalan arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian Barat (C,D,E,F dan G) e. Skenario (Sk) – DS2_B5: Gabungan dari Skenario (Sk) – DS2_B3 dan Skenario (Sk) - DS2_B4
4-59
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 49 : Skenario Pembatasan Akses Opsi B
Karena kawasan reklamasi Pantura merupakan kawasan yang terpisah dari daratan DKI dan berada di sebelah Utara, maka untuk melihat dampak terhadap kinerja jaringan, maka sistem jaringan jalan di daratan DKI akan dikelompokan menjadi 3 (tiga) kawasan yaitu kawasan (ring) 1, 2 dan 3 seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 50.
Gambar 4- 50 : Kategori Cakupan Jaringan Jalan
Dari hasil simulasi dengan model, maka dengan beroperasinya kawasan reklamasi Pantura, kinerja jaringan Makro DKI Jakarta akan turun sebesar 33.66% dari kondisi awal 33.54 km/jam menjadi 23 km/jam seperti yang ditunjukan dalam Gambar 451.
4-60
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
40,00
Kecepatan (km/jam)
35,00 30,00
D = 33,66%
25,00
20,00 WoD
15,00
WD
10,00 5,00 Ring1
Ring2
Ring3
DKI
Cakupan Jaringan
Gambar 4- 51 : Perubahan Kinerja Jaringan Jalan DKI Akibat Kawasan Reklamasi Pantura
Perubahan beban lalu lintas pada jaringan jalan di wilayah DKI akibat keberadaan kawasan reklamasi Pantura ditunjukan dalam Gambar 4- 52. Untuk menggambarkan secara lebih jelas dampak penurunan kinerja di jaringan jalan kawasan DKI, ditunjukan melalui peta waktu tempuh (isochrone) menuju satu titik yang dalam hal ini sebagai representatif kawasan reklamasi adalah kawasan Ancol. Gambar 4- 52 menunjukkan perbedaaan pola isochrone dari kondisi tanpa dan dengan pengembangan kawasan reklamasi, dimana cakupan isochorone yang berwarna biru (waktu tempuh 0 – 35 menit) berkurang sangat signifikan (Gambar 4- 53).
4-61
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 52 : Peningkatan Volume Lalu Lintas di Jaringan Jalan DKI Jakarta
4-62
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
(DS_3-WoD)
(DS_3-WD)
Gambar 4- 53 : Perubahan Isochrone Akibat Kawasan Reklamasi Pantura
Penurunan kinerja ini terjadi sebagai akibat beban lalu lintas yang dibangkitkan dan ditarik oleh kawasan reklamasi Pantura dibebankan ke jaringan jalan eksisting di wilayah daratan DKI. Lebih jelas lagi, Gambar 4- 54 menunjukkan beberapa lokasi titik koneksi antara akses menuju dan ke kawasan reklamasi Pantura dengan jaringan jalan di wilayah Jakarta Utara. Dari hasil simulasi, kinerja pada titik-titik koneksi (Gambar 454) mengalami kondisi jenuh paling sedikit pada salah satu kaki simpangnya seperti yang ditunjukan dalam Tabel 4- 5, yang secara nyata terjadi kemacetan berupa panjang antrean dan lamanya waktu untuk bisa melalui simpang.
4-63
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 54 : Lokasi Titik-Titik Koneksi Akses Kawasan Reklamasi Pantura
Maka dapat dikatakan dampak beroperasinya kawasan reklamasi terhadap penurunan kinerja jaringan jalan diwilayah daratan DKI sangat signifikan dan terutama pada jaringan jalan dikawasan pantai utara Jakarta. Oleh karena itu, perlu penanganan yang tepat guna dan cermat untuk dapat tetap mempertahankan kinerja jaringan jalan seperti yang diamanatkan oleh RTRW DKI 2030. Salah satu strategi yang mungkin dilakukan untuk meminimalkan dampak terhadap kinerja jaringan di wilayah daratan adalah dengan tidak mengkoneksikan akses kepada sistem jaringan eksisting, namun ke koridor timur barat seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 50 atau Gambar 4- 51 yang merupakan koridor baru yang sebagian berada di pulau-pulau reklamasi sub kawasan tengah (bisa layang atau dipermukaan) dan sebagian lagi berada di kawasan daratan DKI disebelah utara jalan Tol Sedyatmo dan bersifat layang. Dengan sistem koneksi ini, maka pergerakkan dari dan ke kawasan reklamasi harus melalui jaringan tol Jabodetabek, 6 ruas tol DKI dan Tol Giant Sea Wall (GSW) dengan enam titik koneksi yaitu di koridor Timur-Barat 6 ruas Tol DKI atau di ruas Tol Pelabuhan (tepatnya di kawasan Kemayoran), di sisi Barat dari ruas Tol JOORR, dengan Tol Bandara, dengan Tol JORR ruas W1, dengan Tol akses Tanjung Priok (ATP) dan Tol Giant Sea Wall (GSW) disebelah Timur. Tabel 4- 5 : Kinerja Titik Koneksi di Jaringan Daratan DKI Jakarta Node 2
Pendekat
Jalan Arteri
Arah
Volume
ke
(smp/jam)
Selatan
Kapasitas
V/C Rasio
2x2
2x3
2x4
2 x 5
2x2
2x3
2x4
2x5
lane
lane
lane
lane
lane
lane
lane
lane
3181
3363
5045
7848
10090
0,95
0,63
0,41
0,32
3505
3363
5045
7848
10090
1,04
0,69
0,45
0,35
ke Utara Arteri
Selatan ke
4-64
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Node
Pendekat
Jalan
Arah
Volume
ke
(smp/jam)
Kapasitas
V/C Rasio
2x2
2x3
2x4
2 x 5
2x2
2x3
2x4
2x5
lane
lane
lane
lane
lane
lane
lane
lane
6602
4400
6600
8800
110000
1,5
1
0,75
0,06
3707
4400
6600
8800
110000
0,84
0,56
0,42
0,03
4395
4400
6600
8800
110000
1
0,67
0,5
0,04
10210
3363
5045
7848
10090
3,04
2,02
1,3
1,01
4741
3363
5045
7848
10090
1,41
0,94
0,6
0,47
11620
3363
5045
7848
10090
3,45
2,3
1,48
1,15
3864
3363
5045
7848
10090
1,15
0,77
0,49
0,38
5159
3363
5045
7848
10090
1,53
1,02
0,66
0,51
3844
3363
5045
7848
10090
1,14
0,76
0,49
0,38
5857
3363
5045
7848
10090
1,74
1,16
0,75
0,58
3811
3363
5045
7848
10090
1,13
0,76
0,49
0,38
10148
3363
5045
7848
10090
3,02
2,01
1,29
1,01
3790
3363
5045
7848
10090
1,13
0,75
0,48
0,38
10352
3363
5045
7848
10090
3,08
2,05
1,32
1,03
9088
3363
5045
7848
10090
2,7
1,8
1,16
0,9
Utara 3
Tol
Barat Ke Timur
Tol
Barat Ke Timur
4
Utara
Arteri
Utara ke Selatan
Arteri
Selatan ke Utara
Selatan
Arteri
Utara ke Selatan
Arteri
Selatan ke Utara
5
Utara
Arteri
Utara ke Selatan
Arteri
Selatan ke Utara
Selatan
Arteri
Utara ke Selatan
Arteri
Selatan ke Utara
Timur
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
Barat
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
7
Selatan
Arteri
Utara ke Selatan
4-65
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Node
Pendekat
Jalan Arteri
Arah
Volume
ke
(smp/jam)
Selatan
Kapasitas
V/C Rasio
2x2
2x3
2x4
2 x 5
2x2
2x3
2x4
2x5
lane
lane
lane
lane
lane
lane
lane
lane
6798
3363
5045
7848
10090
2,02
1,35
0,87
0,67
5241
3363
5045
7848
10090
1,56
1,04
0,67
0,52
8528
3363
5045
7848
10090
2,54
1,69
1,09
0,85
4546
3363
5045
7848
10090
1,35
0,9
0,58
0,45
10118
3363
5045
7848
10090
3,01
2,01
1,29
1
2862
3363
5045
7848
10090
0,85
0,57
0,36
0,28
5210
3363
5045
7848
10090
1,55
1,03
0,66
0,52
10491
3363
5045
7848
10090
3,12
2,08
1,34
1,04
5723
3363
5045
7848
10090
1,7
1,13
0,73
0,57
9024
3363
5045
7848
10090
2,68
1,79
1,15
0,89
3344
3363
5045
7848
10090
0,99
0,66
0,43
0,33
4671
3363
5045
7848
10090
1,39
0,93
0,6
0,46
3691
3363
5045
7848
10090
1,1
0,73
0,47
0,37
6616
3363
5045
7848
10090
1,97
1,31
0,84
0,66
4756
3363
5045
7848
10090
1,41
0,94
0,61
0,47
3117
3363
5045
7848
10090
0,93
0,62
0,4
0,31
ke Utara Timur
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
Barat
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
8
Arteri
Selatan ke Utara
Timur
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
Barat
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
9
Utara
Arteri
Utara ke Selatan
Timur
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
Barat
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
10
Utara
Arteri
Utara
4-66
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Node
Pendekat
Jalan
Arah
Volume
ke
(smp/jam)
Kapasitas
V/C Rasio
2x2
2x3
2x4
2 x 5
2x2
2x3
2x4
2x5
lane
lane
lane
lane
lane
lane
lane
lane
6860
3363
5045
7848
10090
2,04
1,36
0,87
0,68
5753
3363
5045
7848
10090
1,71
1,14
0,73
0,57
4671
3363
5045
7848
10090
1,39
0,93
0,6
0,46
3961
3363
5045
7848
10090
1,18
0,79
0,5
0,39
4302
3363
5045
7848
10090
1,28
0,85
0,55
0,43
3661
3363
5045
7848
10090
1,09
0,73
0,47
0,36
4638
3363
5045
7848
10090
1,38
0,92
0,59
0,46
4733
3363
5045
7848
10090
1,41
0,94
0,6
0,47
7805
3363
5045
7848
10090
2,32
1,55
0,99
0,77
8744
3363
5045
7848
10090
2,6
1,73
1,11
0,87
2992
3363
5045
7848
10090
0,89
0,59
0,38
0,3
4241
3363
5045
7848
10090
1,26
0,84
0,54
0,42
4944
3363
5045
7848
10090
1,47
0,98
0,63
0,49
3610
3363
5045
7848
10090
1,07
0,72
0,46
0,36
5780
3363
5045
7848
10090
1,72
1,15
0,74
0,57
ke Selatan Selatan
Arteri
Utara ke Selatan
Arteri
Selatan ke Utara
Barat
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
11
Utara
Tol
Utara ke Selatan
Tol
Selatan ke Utara
Selatan
Tol
Utara ke Selatan
Tol
Selatan ke Utara
Timur
Tol
Timur ke Barat
Barat
Tol
Timur ke Barat
Tol
Barat Ke Timur
12
Utara
Arteri
Utara ke Selatan
Arteri
Selatan ke Utara
Selatan
Arteri
Utara ke Selatan
Arteri
Selatan ke
4-67
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Node
Pendekat
Jalan
Arah
Volume
ke
(smp/jam)
Kapasitas
V/C Rasio
2x2
2x3
2x4
2 x 5
2x2
2x3
2x4
2x5
lane
lane
lane
lane
lane
lane
lane
lane
4121
3363
5045
7848
10090
1,23
0,82
0,53
0,41
3605
3363
5045
7848
10090
1,07
0,71
0,46
0,36
7061
3363
5045
7848
10090
2,1
1,4
0,9
0,7
5077
3363
5045
7848
10090
1,51
1,01
0,65
0,5
Utara Timur
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
Barat
Arteri
Timur ke Barat
Arteri
Barat Ke Timur
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Gambar 4- 55 : Potensi Titik Koneksi Koridor Arteri Timur Barat Kawasan Reklamasi Pantura
Hasil uji simulasi terhadap skenario pembatasan akses opsi A yang hanya dengan jaringan tol Jabodetabek dan ruas Tol GSW saja, maka kinerja jaringan diwilayah daratan DKI
meningkat sebesar 31.6% (30.3 km/jam) dibandingkan bila
koneksi akses diterapkan seperti dalam Gambar 4- 54. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan membatasi koneksi akses dari dan ke kawasan reklamasi Pantura hanya ke jaringan Tol Jabodetabek dan DKI saja maka perbedaan kinerja jaringan di daratan DKI, dari 33.54 km/jam untuk kondisi tidak adanya pengembangan kawasan reklamasi Pantura menjadi 30.3 km/jam atau sebesar 9.58%, dapat dianggap tidak telalu signifikan sehingga masih dapat diterima. Secara rinci uji simulasi terhadap berbagai variasi skenario akses seperti yang dijabarkan sebelumnya ditunjukan dalam Tabel 4- 6.
4-68
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 4- 6 : Kinerja Jaringan untuk Berbagai Skenario Akses Opsi A Skenario
DS_3-WoD
Rata-Rata Kinerja Kecepatan Ruas (km/jam) Ring 1
Ring 2
Ring 3
Total Jaringan
34.64
35.06
30.00
33.54
DS_3-WD (DN) 26,30
21,50
20,70
23.04
Sk – DS1_A
33.09
28.64
27.61
30.3
Sk – DS1_A1
33.01
28.96
27.68
30.2
Sk – DS1_A2
33.27
29.70
27.69
30.5
Sk – DS1_A3
33.16
29.88
27.21
30.4
Sk – DS1_A4
29.04
24.43
23.49
25.9
Sk – DS1_A5
30.95
27.65
25.09
28.2
Sk – DS1_A6
25.71
21.61
21.00
23.0
Untuk lebih jelas, perubahan kinerja sebagai akibat pembatasan akses dari dan ke kawasan reklamasi Pantura hanya dengan jaringan jalan Tol saja, ditunjukan dengan perubahan cakupan isochrone seperti dalam Gambar 4- 56. (DS_3WoD)
(Sk – DS1_A)
(DS_3WD)
Gambar 4- 56 : Perubahan Kinerja Untuk Skenario Sk – DS-1-A
Cakupan Isochrone dengan nuansa warna biru yang merepresentasikan waktu tempu dari 0 – 35 menit untuk alternatif Sk –DS-1_A s/d Sk – DS-1_A3 hampir sama, sehingga dapat diwakili oleh Gambar 15 diatas. Dari hasil simulasi diatas untuk sementara dapat disimpulkan bahwa pembatasan akses untuk Sk –DS-1_A s/d Sk – DS1_A3 layak dipertimbangkan untuk diterapkan, karena kinerja jaringan diwilayah daratan DKI relatif tidak turun secara signifikan (sekitar 10%). Namun sebagai konsekuensi dari kebijakan pembatasan akses ini, maka sepeda motor tidak dapat beroperasi baik masuk ke maupun keluar dari kawasan
4-69
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
reklamasi Pantura. Bila sepeda motor diharapkan juga dapat beroperasi untuk masuk dan keluar kawasan reklamasi Pantura, maka penerapan skenario DS-1_A6 dapat dipertimbangkan dengan kondisi yang dapat menggunakan akses dari jaringan eksisting hanya kendaraan roda dua (sepeda motor) saja dan kendaraan roda empat tetap mengikuti konsep dari skenario A atau A1 atau A2 atau A3, tergantung dari skenario yang akan diterapkan. Namun pada opsi A ini asumsi bahwa ruas Tol yang berada di atas Tanggul GSW telah beroperasi, perlu dicermati karena isu tanggul GSW ini masih menjadi perdebatan terkait dengan biaya dan waktu pelaksanaannya. Oleh karenanya mengacu ke alternatif yang di usulkan dalam dokumen Materi Teknis Pergub no. 121 tahun 2012, dilakukan uji kinerja untuk opsi B sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Hasil uji simulasi terhada berbagai variasi dari opsi B ini ditunjukan dalam Tabel 4- 7. Tabel 4- 7 : Kinerja Jaringan untuk Berbagai skenario Akses Opsi B Rata-Rata Kinerja Kecepatan Ruas (km/jam) Ring 1 Ring 2 Ring 3 Total Jaringan Sk – B (DS2) 31.45 28.16 20.73 28.76 Sk – DS2-B1 30.73 33.14 30.87 30.43 Sk – DS2-B2 30.98 33.46 31.56 30.42 Sk – DS2-B3 25.22 25.60 24.18 26.15 Sk – DS2-B4 27.76 30.53 28.03 27.73 Sk – DS2-B5 21.92 24.41 20.94 23.38 Sumber: Hasil Analisis, 2013 Skenario
Mengacu kepada hasil uji untuk opsi A, terlihat bahwa besaran kinerja untuk opsi B ini relatif sedikit lebih rendah namun kecenderungan perubahan kinerjanya relatif sama. Hal ini disebabkan berkurangnya kapasitas jaringan jalan dengan tidak adanya ruas Tol GSW dan ruas Arteri yang berada diatas tanggul (-8m) pada sisi utara pulaupulau reklamasi. Mengacu kepada besaran kinerja dalam tabel di atas, maka pada opsi B, skenario yang layak untuk dipertimbangkan adalah Sk – DS-2_B1 dan Sk – DS-2_B2 yang kombinasi aksesnya ekivalen dengan Sk – DS-1_A2 dan Sk – DS1_A3. Sama dengan opsi A, maka asumsi dasar dalam opsi B, kendaraan roda dua (sepeda motor) tidak dapat masuk dan keluar kawasan reklamasi Pantura. Mengacu kepada skenario pembatasan akses opsi B khususnya Sk – DS-2_B5, bila beberapa jalur akses di daratan sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 4- 55 hanya untuk lalu lintas kendaraan roda dua (sepeda motor) saja, hasil uji simulasi menunjukan kecepatan jaringan rata-rata di DKI turun menjadi 17,08 km/jam. Sehingga bila dibandingkan dengan Sk – DS2_B5 terjadi penurunan kinerja sebesar 22,05% dan bila dibandingkan dengan skenario pembatasan akses lainnya, maka terjadi penurunan kinerja sekitar 44,40% - 46,94%. Hal ini mengindikasikan bahwa kontribusi penurunan kinerja akibat kendaraan roda dua sangat signifikan. Oleh karenanya perlu mendapat perhatian
4-70
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
khusus untuk menyiapkan sarana angkutan umum yang memadai dan handal untuk mengakomodasikan potensi permintaan perjalanan dengan kendaraan roda dua. Dari dua opsi pembatasan akses (A & B) yang kinerjanya hampir serupa, maka untuk lebih memantapkan pilihan, dikembangkan Opsi C dengan kondisi dasar adalah pembatasan akses pada ruas Arteri Pantura Timur-Barat dan titik koneksi dibarat dengan JOORR, tol Bandara, JORR-W1 dan di Timur dengan ruas Tol ATP. Sementara uji simulasi dilakukan untuk variasi yang mengkombinasikan keberadaan jalan Arteri di tanggul (-8m) disebelah utara pulau-pulau reklamasi dan koneksi akses di kawasan kemayoran (DS-3) sebagai berikut: 1. Skenario (Sk) – DS-3_A: adanya jalan Arteri diatas Tanggul (-8m) pulaupulau reklamasi dan koneksi ke jaringan tol DKI via Kemayoran Junction; 2. Skenario (Sk) – DS-3_B: adanya jalan Arteri diatas Tanggul (-8) pulau-pulau reklamasi dan koneksi ke ruas tol Pelabuhan di Kemayoran Interchange; 3. Skenario (Sk) – DS-3_C: tanpa jalan Arteri diatas Tanggul (-8) pulau-pulau reklamasi dan koneksi ke ruas tol Pelabuhan di Kemayoran Interchange. Dari hasil simulasi terhadap skenario pembatasan akses Opsi C, besarnya kinerja kecepatan rata-rata jaringan untuk masing-masing alternatif ditunjukan dalam Tabel 4- 8. Tabel 4- 8 : Kinerja Jaringan Untuk Skenario Akses Opsi C Rata-Rata Kinerja Kecepatan Ruas (km/jam) Total Ring 1 Ring 2 Ring 3 Jaringan Sk – DS-3_A 32,07 31,67 29,385 30,41 Sk – DS-3_B 31,85 30,27 28,65 29,34 Sk – DS-3_C 31,53 29,95 28,65 29,13 Sumber: Hasil Analisis, 2013 Skenario
Mengacu kepada nilai kinerja dalam tabel diatas, maka alternatif yang terbaik adalah SK – DS-3_A, yaitu alternatif yang memperhitungkan keberadaan jalan Arteri Timur – Barat diatas Tanggul (-8) pulau-pulau reklamasi dan koneksi dengan rus Tol DKI di kawasan Kemayoran. Namun bila ditinjau lebih dalam lagi untuk kawasan yang lebih sempit yang berhubungan langsung dengan kawasan reklamasi Pantura, maka alternatif Sk – DS3_B menunjukkan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan alternatif Sk – DS-3_A karena akan terjadi konsentrasi pergerakkan (penambahan volume lalu lintas) pada jalur akses yang menghubungkan kawasan reklamasi Pantura dengan ruas tol DKI di kawasan Kemayoran yang berimplikasi pada kebutuhan kapasitas jalan yang harus disesiakan dan pola distribusi arus lalu lintas yang tidak merata.
4-71
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 57 : Perbandingan Volume Lalu Lintas DS-3_B dengan DS-3_A Sumber: Hasil Analisis, 2013
Sedangkan keberadaan jalan Arteri Timur – Barat diatas Tanggul (-8) pulaupulau reklamasi, akan sangat membantu kinerja jaringan di dalam kawasan pulau-pulau reklamasi
terutama
pada
koridor-koridor
utamanya
yang
ditunjukan
dengan
berkurangnya volume lalu lintas di koridor-koridor tersebut akibat terdistribusi ke dua koridor di selatan dan di utara kawasan reklamasi seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 58.
Gambar 4- 58 : Perbandingan Volume Lalu Lintas DS-3_B dengan DS-3_C Sumber: Hasil Analisis, 2013
4.5.1.4 Sistem Jaringan, Akses dan Sirkulasi Mengacu kepada hasil uji kinerja jaringan secara Makro dan Messo terhadap berbagai skenario sistem akses, maka skenario pembatasan akses nampaknya tidak terhindarkan untuk diterapkan mengingat beban lalu lintas di wilayah DKI dan Jabodetabek sudah terlalu tinggi dan juga tidak lepas dari target kinerja jaringan dari
4-72
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
RTRW DKI 2030 yang tidak mudah untuk dicapai. Berdasarkan analisis yang dilakukan konsep jaringan utama dikawasan reklamasi Pantura dan sistem koneksinya dengan jaringan jalan di wilayah daratan DKI, mengadopsi skenario pembatasan akses opsi C alternatif DS_3B seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 59.
9 Gambar 4- 59 : Konsep Jaringan Utama Kawasan Reklamasi Pantura DKI
Disisi lain titik-titik koneksi antara jalur akses menuju kawasan reklamasi Pantura dengan jaringan jalan diwilayah daratan DKI, khususnya dengan jaringan jalan Tol Jabodetabek ditunjukkan dalam Gambar 4- 60 dan ilustrasi sistem koneksi dari masing-masing titik ditunjukan dalam Gambar 4- 61.
C
F
E D A
B
Gambar 4- 60 : Lokasi Titik Koneksi dengan Jaringan Tol Jabodetabek
4-73
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 61 : Konsep Sistem Koneksi di Jaringan Tol Jabodetabek
Mengacu kepada analisis materi teknis dari Pergub nomor 121 tahun 2012, maka jalur/jembatan yang disiapkan untuk proses reklamasi (pengurugan) masingmasing
pulau
ditingkatkan dengan
menyempurnakan
aspek rancang
struktur
perkerasan dan geometrik jalannya karena akan difungsikan sebagai jalur evakuasi dan jalur khusus untuk angkutan massal jalan raya seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 62.
Gambar 4- 62 : Rencana Jalur Evakuasi dan BRT
Dari hasil simulasi level messo kawasan reklamasi terhadap skenario pola sirkulasi lalu lintas dan pengaturan pada titik simpang di pulau reklamasi (Gambar 4-65) menunjukkan
bahwa
untuk
koridor-koridor
utama
tidak
dianjurkan
membuat
persimpangan dan fasilitas putaran balik sebidang karena akan menambah tingkat kemacetan (delay) pada koridor-koridor tersebut.
4-74
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 63 : Pengurangan Tingkat Kemacetan untuk Simpang dan Fasilitas Putar Balik Tidak Sebidang
Oleh karenanya, sangat disarankan untuk setiap simpang di koridor diterapkan konsep “underpass” dan untuk fasilitas putaran balik
dikonsentrasikan dikolong
jembatan pada ujung-ujung masing-masing pulau reklamasi (Gambar 4- 64). Bila fasilitas putar balik tidak mencukupi, bisa disediakan di bagian ruas, namun dengan konsep “underpass”, sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya panjang antrean di kedua sisi pergerakan lalu lintas untuk koridor terkait.
Grade Separation Intersection
U-Turn Gambar 4- 64 : Lokasi Penanganan Simpang dan Fasilitas Putar Balik Sub Kawasan Tengah
4.5.1.5 Kebutuhan Peningkatan Kapasitas Terkait dengan hasil uji kinerja pada jaringan yang telah dilakukan untuk masing-masing skenario Akses seperti yang dijelaskan sebelumnya maka untuk mengembalikan kondisi kinerja yang bisa mendekati target kinerja yang diharapkan 4-75
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dalam RTRW DKI 2030, maka masing-masing skenario akses yang dijabarkan dalam Tabel 4- 6 sampai dengan Tabel 4- 8, membutuhkan penanganan berupa peningkatan kapasitas di beberapa ruas jaringan jalan di Daratan DKI sesuai dengan besarnya pertambahan volume lalu lintas di ruas-ruas tersebut. Gambar 4- 65 sampai dengan Gambar 4- 69 mengindikasikan ruas-ruas jalan yang perlu ditambah kapasitasnya.
Gambar 4- 65 : Peningkatan Volume untuk Skenario DS_3-WD
Gambar 4- 66 : Peningkatan Volume untuk Sk–DS-1_A (kiri) dan Peningkatan Volume untuk Sk–DS-_A1 (kanan)
4-76
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 67 : Peningkatan Volume untuk Sk–DS-1_A2 (kiri) dan Peningkatan Volume untuk Sk–DS-1_A3 (kanan)
Gambar 4- 68 : Peningkatan Volume untuk Sk–DS-2_B1 (kiri) dan Peningkatan Volume untuk Sk–DS-2_B2 (kanan)
4-77
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
DS3-A
DS3-B
DS3-C
Gambar 4- 69 : Peningkatan Volume untuk Alternatif DS_3
Dari cakupan pertambahan volume lalu lintas untuk skenario akses penuh baik untuk kendaraan roda empat maupun roda dua, nampaknya beban peningkatan kapasitas jaringan akan sangat ekstensif karena hampir semua ruas-ruas jalan utama di wilayah daratan DKI harus ditambah kapasitasnya yang pada kenyataannya akan sulit dilaksanakan mengingat keterbatasan kemampuan pendanaan dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Begitu pula halnya untuk skenario pembatasan akses DS-1_(A3) sampai dengan DS-3_B tetap masih diperlukan penambahan kapasitas di beberapa ruas yang panjangnya secara total cukup signifikan. Terkait dengan kawasan reklamasi sendiri, maka kebutuhan kapasitas (dalam format ROW) baik untuk sistem akses maupun ruas-ruas utama ditiap pulau reklamasi dihitung berdasarkan volume lalu lintas yang membebani ruas-ruas tersebut dengan target kinerja V/C rasio maksimum 0.85. Namun tentunya kebutuhan ruang untuk penyediaan jalan ini juga memperhitungkan kapasitas jaringan jalan yang dikoneksi diwilayah daratan dan ketersediaan lahan diwilayah pulau reklamasi, sehingga ada potensi untuk menurunkan tingkat pelayanan (V/C > 0.85) yang akan berdampak kepada penurunan kinerja di beberapa ruas. Oleh karenanya kondisi seperti yang dijelaskan diatas perlu diantisipasi melalui beberapa kebijakan pendukung, karena akan sulit bila harus selalu mengakomodasikan beban lalu lintas yang diprediksikan dari hasil simulasi dilakukan estimasi kebutuhan kapasitas jalan seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 70 dan Gambar 4- 71 serta Tabel 4- 9.
4-78
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
ART
ARP-3
ARP-3
KL-1
ARP-3
ARP-2 AK-2
AK-2
AK-2
ARP-3
AK-2
ARP-1
AK-1
ARL
AK-1
AK-1
ARP-1
KL-1 AK-1
Gambar 4- 70 : Kebutuhan Dimensi Koridor dan Akses Utama Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis, 2013
ART
ARP-3
ARP-3
KL-1
ARP-3
KL-2
ARP-2 EVK
ARP-3 EVK
EVK
ARP-1
ARP-1
EVK
EVK
EVK
EVK EVK EVK
EVK
Gambar 4- 71 : Kebutuhan Dimensi Jalur Evakuasi Sumber: Hasil Analisis, 2013
Tabel 4- 9 : Kebutuhan Dimensi Jaringan Jalan dan Akses Kawasan Reklamasi Pantura
NO
KODE
1
KOMPONEN (meter)
R.O.W (meter)
PED+CYCL
SL
KB
FL
ARP-1
60
8.0
6
1.5
7.0
3.0
4.0
n/a
n/a
2
ARP-2
50
7.0
5.5 0.5
6.0
3.0
3.0
n/a
n/a
3
ARP-3
45
7.0
6.0
3.0
3.0
0.5
n/a
4
ARL
30
n/a
n/a n/a 12.0
n/a
0.5
2.5
n/a
5
ART
45
n/a
n/a n/a 15.0
n/a
1.0
2.5
4.0
6
AK-1
30
n/a
n/a n/a 12.0
n/a
0.5
2.5
n/a
3
n/a
BRT MED BRM INSP
4-79
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
NO
KODE
7
KOMPONEN (meter)
R.O.W (meter)
PED+CYCL
AK-2
20
8
KL-1
9 10
SL
KB
FL
BRT MED BRM INSP
n/a
n/a n/a
6.0
n/a
1.0
3.0
n/a
36
7.0
n/a n/a
6.0
n/a
3.0
2.0
n/a
KL2
30
6.0
n/a n/a
6.0
n/a
2.5
0.5
n/a
EVK
20
3.0
n/a 0.5
3.0
3.0
0.5
n/a
n/a
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Mengacu ke Tabel 4- 9 diatas, nilai-nilai komponen dari kelas jalan tertentu merupakan arahan yang masih mungkin disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. 4.5.1.6 Kebutuhan Angkutan Umum Kawasan Reklamasi Pantura Seiring dengan asumsi dasar yang digunakan untuk analisis kinerja jaringan akibat keberadaan kawasan reklamasi Pantura adalah target RTRW DKI 2030 yang mengamanatkan 60% perjalanan di DKI Jakarta menggunakan angkutan umum, maka sebagai konsekuensinya perlu dilakukan analisis terhadap kebutuhan penyediaan sarana angkutan umum berikut sistem jaringannya. Mengacu kepada pola pergerakkan yang terkait dengan kawasan reklamasi Pantura, secara prinsip bisa dibagi menjadi empat pola pergerakkan. Pertama pergerakkan yang menuju ke kawasan reklamasi dari daratan DKI, kedua pergerakkan dari kawasan reklamasi menuju daratan DKI, ketiga pergerakkan antar pulau di kawasan reklamasi dan ke empat pergerakan di dalam satu pulau reklamasi. Mengikuti asumsi dasar tersebut diatas, maka pergerakkan internal satu pulau cenderung akan terbagi menjadi tiga jenis yaitu dengan kendaraan pribadi, angkutan umum dan berjalan kaki/sepeda. Sedangkan untuk pergerakkan antar pulau cenderung didominasi oleh jenis kendaraan pribadi dan angkutan umum dan mungkin sebagian kecil dengan sepeda. Di sisi lain pergerakkan antara kawasan reklamasi dengan wilayah daratan DKI akan cenderung di dominasi oleh kendaraan pribadi dan angkutan umum yang komposisinya tentu harus mengikuti arahan RTRW DKI 2030. Dari situasi pola perjalanan diatas, pertama-tama yang perlu dicermati adalah kebutuhan kapasitas tambahan untuk mengangkut penumpang antara kawasan reklamasi dengan wilayah daratan DKI. Besaran ini diluar dari kapasitas yang dibutuhkan untuk pergerakkan di dalam wilayah Daratan DKI/Jabodetabek, karena sangat terkait dengan kapasitas dari sistem makro angkutan umum dan massal DKI Jakarta. Dari hasil analisis terhadap model yang dikembangkan, secara makro besar pola pergerakkan dengan angkutan umum ditunjukan dalam Gambar 4- 72.
4-80
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 72 : Besaran dan Pola Pergerakkan Angkutan Umum Sumber: Hasil Analisis, 2013
Mengacu kepada Pergub DKI No. 121 tahun 2012, konsep dasar penyediaan prasarana dan sarana angkutan umum/massal masih bersifat sangat makro yaitu berupa satu jalur Angkutan Massal berbasis Rel (MRT) yang menghubungkan SHIA dengan Kawasan Kemayoran dan ekstensi jalur MRT Lebak Bulus –Kota serta ekstensi beberapa jalur Trans Jakarta Busway seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 55. Konsep Koridor dan Kapasitas Angkutan Umum untuk Akses Kawasan Reklamasi Pantura Dari proses analisis terhadap hasil simulasi, pola pergerakkan pengguna angkutan umum antara kawasan reklamasi dengan wilayah daratan DKI Jakarta ditunjukan dalam Gambar 4- 73. Perjalanan Angkutan Umum ke Reklamasi
Perjalanan Angkutan Umum dari Reklamasi
Gambar 4- 73 : Pola Pergerakkan Pengguna Angkutan Umum DKI-Reklamasi Sumber: Hasil Analisis, 2013
4-81
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Estimasi Besarnya permintaan angkutan umum antara wilayah daratan DKI dan kawasan reklamasi Pantura pada jam sibuk (Gambar 4- 75) yang dihasilkan dari proses simulasi, ditunjukan dalam Tabel 4- 10 dan Tabel 4- 11.
Tabel 4- 10 : Perjalanan Angkutan Umum ke kawasan Reklamasi Pantura
ASAL
TUJUAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
21 1,288 66 299 198 298 99 337 144 177 75 136 136 76 119 232 68 58 79
22 1,498 77 341 223 323 108 390 158 193 82 148 152 89 132 260 61 60 86
23 1,673 88 394 248 297 126 469 176 198 103 168 191 110 146 272 71 67 88
24 3,077 162 735 441 494 233 876 321 337 190 318 364 210 267 478 110 139 157
25 4,941 267 1,210 747 720 380 1,451 537 507 309 533 599 340 438 771 181 234 252
26 590 32 140 94 74 43 171 62 53 35 64 69 39 51 92 22 29 29
27 12,452 753 2,887 1,442 1,182 1,009 3,319 1,046 907 703 1,277 1,214 734 904 1,510 448 520 483
28 9,658 627 2,455 938 796 824 2,650 717 626 591 1,069 878 597 712 1,033 396 410 346
29 13,973 1,042 4,377 1,267 1,051 1,330 4,205 1,007 815 936 1,648 1,314 939 1,141 1,490 642 638 505
30 5,300 512 1,621 634 526 662 1,928 498 378 445 770 621 457 523 733 275 269 260
Tabel 4- 11 : Perjalanan Angkutan Umum dari kawasan reklamasi Pantura
ASAL
TUJUAN 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 1,149 1,181 1,362 2,488 1,994 960 7,696 6,325 10,18 4,319
2 107 103 118 210 158 72 655 666 1,232 653
3 270 285 399 832 704 363 3,085 2,73 4,899 1,968
4 160 178 232 409 354 201 1,057 645 798 348
5 324 339 320 500 325 130 734 465 581 246
6 97 93 106 191 139 60 482 462 846 400
7 284 270 354 729 636 337 2,665 2,221 3,698 1,531
8 279 251 351 637 549 286 1,644 1,056 1,492 789
9 320 359 385 623 412 184 1,01 616 815 519
10 91 88 100 178 134 61 413 315 491 290
11 196 188 215 381 283 129 898 904 1,693 580
12 148 140 143 286 248 133 930 648 1,013 422
13 147 141 160 287 216 98 664 501 760 471
14 110 106 120 214 160 74 479 351 537 337
15 369 352 397 684 507 233 1,495 1,123 1,697 1,055
16
17
65 62 70 125 94 42 288 220 337 202
73 70 78 139 104 47 314 238 363 217
18 102 98 109 192 144 65 428 316 476 283
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Mengacu kepada pola dan jumlah pergerakan dengan angkutan umum antara wilayah daratan DKI dengan kawasan reklamasi, mengarah kepada kebutuhan untuk menambah jalur layanan Angkutan Massal berbasis jalan (BRT) diluar dari jalur yang ditetapkan oleh Pergub No. 121/2012. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan
4-82
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
rencana jaringan angkutan massal jalan raya dan jaringan jalan arteri yang tertuang dalam Draft Perda No. 01/2012 tentang RTRW DKI 2030 serta rekomendasi dari berbagai kajian tentang jaringan Angkutan Massal di DKI Jakarta dan Jabodetabek, maka penambahan jalur angkutan massal jalan raya untuk melayani kawasan reklamasi Pantura ditunjukan dalam Gambar 4- 74 dan Gambar 4- 75.
MRT-P
PBI-3
PBI-1
PB-1 Rail-Link PB-2
PB-4 PB-3
PBI-2 PB-6 PB-5
PB-8 PB-7
Rencana BRT
MRT-NS
MRT-EW
BRT Eksisting Rencana MRT&Rail Link Rencana MRT N-S & E-W
Gambar 4- 74 : Rencana Jaringan Angkutan Massal Kawasan Reklamasi Pantura
Sumber: Alvinsyah, 2012
Gambar 4- 75 : Rencana Jaringan Angkutan Massal Kawasan Reklamasi Pantura
Sumber: Alvinsyah, 2012
Seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4-74 garis yang berwarna biru merupakan jalur-jalur baru yang menuju kawasan reklamasi dengan memanfaatkan ruas jalan rencana (RTRW DKI 2030) dan eksisting yang ditingkatkan geometriknya serta jalur evakuasi dari dan ke kawasan reklamasi. Sementara garis yang berwarna
4-83
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
merah merupakan jalur Trans-Jakarta yang saat ini sudah dioperasikan. Garis putusputus yang berwarna hijau merupakan rencana jalur MRT Selatan-Utara (Lebak Bulus – Kota) yang diperpanjang ke sentra primer di kawasan reklamasi dan rencana jalur MRT Timur- Barat yang menghubungkan wilayah Bekasi (Cikarang) –DKI Jakarta – Tangerang (Balaraja). Selain itu garis putus-putus berwarna ungu merupakan kombinasi rencana jalur Kereta Rail Link yang menghubungkan SHIA dengan setasiun Manggarai dan rencana jalur MRT yang menghubungkan SHIA dengan sentra primer kawasan reklamasi Pantura dan sentra primer Kemayoran berdasarkan Pergub Nomor 121 tahun 2012. Secara umum konsep jaringan dalam Gambar 4- 76 diturunkan dari karakteristik pola pergerakan dalam Gambar 4.36, sedangkan estimasi kapasitas dari masingmasing jalur akan diturunkan dari jumlah perjalanan sebagaimana yang ditunjukan dalam Tabel 4- 10 dan Tabel 4- 11. Dari Matriks perjalanan dalam Tabel 4- 10 dan Tabel 4- 11, estimasi kapasitas untuk masing-masing jalur ditunjukan dalam Tabel 4- 12. Tabel 4- 12 : Kebutuhan Kapasitas Angkutan Massal Eksternal
KORIDOR PB-1 PB-2 PB-3 PB-4 PB-5 PB-6 PB-7 PB-8 MRT-P MRT-NS
KAPASITAS (PAX/JAM) DKI-KRP KRP-DKI 16,500 17,500 13,500 11,500 13,500 9,500 2,500 4,500 19,500 16,000 19,500 16,000 19,500 16,000 20,000 18,500 30,000 25,000 30,000 25,000
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Sebagai catatan, analisis kebutuhan layanan angkutan umum difokuskan pada jalur-jalur akses kawasan reklamasi Pantura (PB-1 s/d PB-8), sedangkan jalur-jalur (rencana lainnya) diasumsikan merupakan bagian terpadu dari rencana Makro Jaringan Angkutan Massal DKI yang analisisnya dilakukan secara tersendiri. Untuk jalur-jalur akses BRT (PB-1 s/d PB-8) semaksimal mungkin akan memanfaatkan jalur evakuasi sehingga tidak perlu membangun infrastruktur khusus, sehingga jalur evakuasi ini akan tetap terpelihara karena pada kondisi normal jalur ini akan melayani armada BRT. Rencana Koridor dan Kapasitas Angkutan Umum untuk Koridor Utama di Dalam Kawasan Reklamasi
4-84
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Untuk layanan angkutan massal didalam kawasan reklamasi Pantura akan terdiri dari Layanan antar sub–kawasan, antar pulau dan lokal dalam pulau. Untuk layanan antar sub kawasan dan antar pulau akan didukung oleh dua koridor (jalur) utama (Trunk) yaitu koridor BRT (PBI-1 s/d PBI-3) dan koridor MRT yang merupakan bagian dari Jalur MRT Regional (SHIA-Kemayoran) seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 73. Sementara untuk layanan lokal di dalam pulau sistem jaringan layanannya akan dirancang oleh masing-masing pengembang sebagai pemegang konsesi pengelolaan lahan yang disesuaikan dengan konsep rencana induk tiap pulau. Sebagai catatan layanan Angkutan Massal Jalan Raya (BRT) di koridor utama kawasan reklamasi akan merupakan kombinasi dari jalur BRT akses dan internal Kawasan. Konsep operasional dari layanan BRT internal merupakan layanan sistem tertutup dengan struktur jaringan layanan menerus (Direct Service) atau Trunk-Feeder atau kombinasi keduanya. Mengacu kepada rencana struktur ruang, lokasi pusat kegiatan dan struktur jaringan angkutan massal di kawasan reklamasi, lokasi setasiun dan halte utama angkutan massal MRT dan BRT ditunjukan dalam Gambar 4- 76.
Gambar 4- 76 : Rencana Lokasi Setasiun & Halte Utama Angkutan Massal
Sedangkan standar jarak antar setasiun untuk layanan sekelas MRT berkisar antara 1 – 1.5 km dan untuk jarak antar Halte BRT berkisar antara 400 – 600 m. Dari hasil simulasi dengan model, besarnya pergerakkan pengguna angkutan umum antar pulau ditunjukan dalam Tabel 4- 13.
4-85
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 4- 13 : Perjalanan Angkutan Umum antar Pulau Kawasan Reklamasi Pantura
ASAL
21 21 22 516 23 1,631 24 2,193 25 2,056 26 111 27 943 28 611 29 659 30 188
22 23 994 1,917 789 1,266 2,054 1,060 2,897 1,841 154 264 1,130 1,426 707 846 801 902 246 333
TUJUAN 24 25 26 27 3,564 4,333 171 2,614 1,959 3,457 132 1,783 1,818 4,274 357 3,884 2,428 502 6,117 1,837 738 8,817 492 947 1,560 3,601 7,021 936 1,800 3,624 562 8,013 1,890 3,452 489 15,033 663 1,102 131 6,235
28 29 30 1,769 2,333 1,110 1,165 1,559 697 2,385 3,063 1,538 3,089 3,792 1,760 4,656 5,050 2,182 1,042 1,016 323 7,980 17,456 10,276 8,918 9,401 7,180 7,996 6,251 6,152
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Mengacu ke besaran perjalanan yang ditunjukan dalam Matriks Tabel 4- 13, kapasitas yang dibutuhkan untuk koridor-koridor BRT internal di masing-masing sub kawasan dan antar kawasan ditunjukan dalam Tabel 4- 14. Tabel 4- 14 : Estimasi Kebutuhan Kapasitas Angkutan Massal Internal
KORIDOR PBI-1 PBI-2&3 MRT-P
KAPASITAS (PAX/JAM) B–T T -B 9,405 12,101 6,051 34,699 65,204 36,049
Mengacu kepada besarnya kapasitas yang diperlukan untuk mengangkut pergerakkan antar wilayah di DKI/Jabodetabek maupun internal antar pulau reklamasi, perlu dilayani baik oleh angkutan massal berbasis Rel seperti MRT dan angkutan massal berbasis jalan seperti BRT. Secara lebih konkrit konsep layanan angkutan massal ini perlu dikaji secara khusus pada tataran perencanaan operasional. Rencana Jaringan Angkutan Umum di Dalam Pulau Reklamasi Pantura Sedangkan untuk kebutuhan angkutan umum lokal didalam masing-masing pulau dapat dilayani dengan angkutan bis Shuttle dengan jaringan yang disesuaikan dengan pola (ruang) aktitifas lahan dan struktur jaringan jalan dimasing-masing pulau. Pola layanan bis shuttle ini dikaitkan dengan lokasi kantong-kantong parkir (Park &
Ride) dan koridor angkutan massal seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 77. Standar layanan yang bisa dijadikan indikator kebutuhan adalah cakupan wilayah, frekuensi layanan dan kesederhanaan pol rute layanan. Secara kuantitatif untuk menghitung kebutuhan kapasitas perlu dilakukan kajian khusus secara mikro untuk masing-masing pulau.
4-86
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 77 : Konsep Jaringan Bis Shuttle di Pulau-Pulau Sub-Kawasan Tengah
Namun beberapa prinsip dasar dapat dijadikan acuan antara lain, rentang jarak antar halte berkisar antara 150 – 300 meter, tipe kendaraan dengan kapasitas (duduk) 12 – 24 penumpang. Perlu dicatat besaran kapasitas kendaraan sangat ditentukan besarnya estimasi jumlah penumpang per rute nya dan bila ada opsi antara kendaraan dengan kapasitas besar dan kecil, maka yang ideal adalah menyiapkan layanan dengan frekuensi tinggi. Tentunya pilihan ini harus didasarkan pada kompromi antara harapan pengguna, dimana layanan dengan ferekuensi tinggi akan berimplikasi pada jenis kendaraan yang lebih kecil dan biaya operasi yang reltif lebih tinggi terutama untuk komponen biaya pengemudi. Salah satu upaya untuk mengefisiensikan layanan bis shuttle ini adalah dengan membatasi peluang parkir kendaraan pribadi sambil mengurangi potensi tingkat kemacetan dan memadukannya dengan fasislitas kantong2 parkir (Park&Ride) didalam tiap pulau reklamasi. Perlu diperhatikan bahwa hal prinsip yang sangat penting adalah menerapkan pola operasional/layanan dengan konsep pendekatan jaringan dan bukan rute. Hal ini akan berdampak kepada meningkatnya fleksibilitas dan cakupan layanan bis shuttle.
Alternatif Konsep Layanan Angkutan Umum di Dalam Pulau Reklamasi Pantura Mengingat bahwa kawasan reklamasi ini merupakan kawasan yang dibangun dari “nol”, dan dengan visi ke depan yang berbeda dari wilayah daratan. Maka untuk menjadikan kawasan ini menjadi menjadi “ikon” dan “landmark” bagi Propinsi DKI Jakarta, perlu dipertimbangkan bentuk layanan angkutan umum alternatif selain dari sistem konvensional seperti yang dijelaskan sebelumnya khususnya yang mampu
4-87
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan, penghematan energi, mengurangi tingkat penggunaan kendaraan pribadi. Salah satu bentuk layanan angkutan umum alternatif yang berpotensi untuk bisa digunakan adalah teknologi Personal Rapid Transit (PRT). Dari berbagai kajian dan literatur yang ada sistem dan teknologi ini sangat menjanjikan untuk diimplementasikan di kawasan yang dibangun dari awal. Dari kajian yang telah dilakukan, memang sistem PRT bukanlah sebagai pengganti dari sistem angkutan masal yang ada, namun berfungsi sebagai komplemen dan salah satu fungsi yang sangat menjanjikan adalah bentuk layanan pengumpan khususnya di wilayah tujuan perjalanan (last miledillema) seperti di kawasan pusat kota yang padat aktifitas dan memiliki keterbatasan ruang. Alasan mengapa Saat ini teknologi PRT sudah dioperasikan secara komersial di Bandara Heathrow London dan kota Masdar di DubaiUni Emirat Arab. Jauh sebelumnya pendahulu dari teknologi ini sudah dicobakan di beberapa kota Amerika Serikat dan Eropa. Namun tentunya, perlu dilakukan kajian secara lebih mendalam terhadap kelayakan dari teknologi untuk di implementasikan di kawasan reklamasi Pantura. Sebagai ilustrasi konsep PRT ini ditunjukan didalam Gambar 4-78.
Gambar 4- 78 : Ilustrasi Penerapan Konsep PRT di Pulau Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis, 2013
4.5.1.7 Kebijakan Pendukung Untuk Meningkatkan Kinerja Jaringan Untuk mencapai target kinerja rata-rata jaringan jalan sebesar 35 km/jam seperti yang diamanatkan dalam Perda No. 1 tahun 2012, maka skenario penanganan jaringan dan akses seperti yang dijelaskan sebelumnya perlu didukung oleh beberapa 4-88
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
kebijakan lainnya yang tentunya dalam konteks untuk mengurangi beban lalu lintas kendaraan pribadi baik roda empat maupun roda dua. Salah satu upaya yang mungkin dilakukan dan sudah diterapkan adalah dengan menyediakan fasilitas Park&Ride (P&R) yang didukung dengan layanan Bis-Shuttle (BSP) khusus menuju ke kawasan reklamasi Pantura, sehingga diharapkan masyarakat yang berdomisili di wilayah daratan DKI dan Bodetabek
dan
beraktifitas
di
kawasan
reklamasi
ataupun
sebaliknya
bisa
memanfaatkan fasilitas paket P&R dan BSP. Strategi ini dipicu oleh kondisi belum tercapainya target kinerja seperti disebutkan diatas melalui berbagai skenario akses yang telah diuji dan dianalisis sebelumnya. Mengacu kepada asumsi yang digunakan dalam uji skenario pembatasan akses bahwa akses menuju dan dari kawasan reklamasi Pantura hanya bisa melalui jaringan jalan Tol, maka hal ini berimplikasi bahwa pengguna kendaraan roda dua (sepeda motor) tidak mungkin bisa masuk ke kawasan tersebut selain menggunakan layanan angkutan umum. Oleh karenanya potensi pengguna angkutan umum yang berasal dari pengendara sepeda motor ini bisa di fasilitasi dengan layanan P&R dan BSP. Artinya pengendara motor tetap dapat menggunakan kendaraannya sampai ke fasilitas P&R yang kemudian melanjutkan perjalanannya ke kawasan reklamasi dengan menggunakan layanan BSP. Hal pertama yang perlu ditentukan adalah indikasi lokasi dari P&R. Secara konseptual fasilitas P&R harus dirancang sejauh mungkin dari zona tujuan perjalanan atau sedekat mungkin dengan zona asal perjalanan. Mengacu kepada kondisi tata ruang di wilayah DKI khususnya dan Jabodetabek umumnya yang berkembang secara melebar (horizontal), maka konsep P&R akan sangat potensial, karena pada dasarnya penyebaran aktifitas ruang yang melebar ini sulit untuk dicakup oleh layanan jalur angkutan umum. Oleh karena itu untuk memudahkan konsep penyediaan BSP, pola pergerakkan yang terkait dengan kawasan reklamasi Pantura perlu dianalisis secara terpisah antara wilayah Bodetabek dan wilayah daratan DKI. Hal ini perlu dilakukan agar strategi penyediaan angkutan umumnya bisa lebih fleksibel dan bervariasi. Mengacu kepada hasil simulasi, prediksi pola pergerakkan pengguna sepeda motor dari dan ke wilayah Jabodetabek ditunjukan dalam Gambar 4- 79 dan Gambar 480.
4-89
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 79 : Pola Perjalanan Sepeda Motor Bodetabek-Kawasan Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis, 2013
Hal yang perlu diperhatikan adalah untuk jumlah perjalanan yang tidak terlalu besar maka fasilitas P&R tidak perlu disediakan pada lokasi khusus, namun dipadukan dengan terminal-terminal Trans Jakarta dan setasiun KRL Jabodetabek yang terdekat sejauh kapasitas pada lokasi tersebut masih dimungkinkan. Namun untuk layanan BSP akan sangat tergantung dari kapasitas armada Trans Jakarta dan KRL Jabodatabek. Bila kapasitas layanan Trans Jakarta & KRL Jabodetabek tidak mencukupi, maka perlu disediakan layanan BSP. Strategi ini berlaku baik untuk pergerakkan dari wilayah Bodetabek maupun dari wilayah Daratan DKI Jakarta.
Gambar 4- 80 : Pola Perjalanan Sepeda Motor DKI Jakarta-Kawasan Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis, 2013
4-90
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Namun untuk lokasi yang jumlah perjalanannya relatif besar, perlu disediakan fasilitas P&R khusus berikut layanan BSP nya. Sebagai ilustrasi fasilitas P&R khusus berikut layanan BSP perlu disediakan untuk lokasi yang diwakili oleh simpul 12&15 pada Gambar 4- 82 (kawasan Cibubur dan sekitarnya). Begitu pula halnya untuk simpul 11 (Gambar 4- 81) dan 5 (Gambar 4- 82) yaitu kawasan kota Tangerang dan sekitarnya. Berdasarkan review terhadap pola perjalanan dengan kendaraan roda dua dan rencana lokasi fasilitas P&R baik dari RTRW DKI 2030 maupun dari Rencana Induk Transportasi Jabodetabek serta rekomendasi dari beberapa Kajian Transportasi lainnya, dapat diidentifikasikan lokasi-lokasi yang dapat digunakan sebagai fasilitas
P&R seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 81.
Gambar 4- 81 : Lokasi untuk Fasilitas P&R di wilayah Daratan DKI&Bodetabek Sumber: Hasil Analisis, 2013
Begitu pula halnya untuk kawasan reklamasi, untuk mengurangi tingkat kemacetan dan optimalisasi penggunaan layanan angkutan umum khususnya yang bersifat internal kawasan (antar pulau & di dalam pulau), strategi yang sama juga sangat dianjurkan untuk diterapkan, sehingga lokasi-lokasi fasiilitas P&R diletakkan sedekat mungkin dengan jalur akses kepulau dan sejauh mungkin dari pusat-pusat kegiatan seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4- 82.
4-91
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 4- 82 : Lokasi Park & Ride Kawasan Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis, 2013
4.5.2
Kebutuhan Pengembangan Utilitas Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Prediksi kebutuhan utilitas di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta
mempertimbangkan hal-hal berikut : a.
Kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta merupakan kawasan yang akan dibangun melalui penyediaan lahan baru hasil reklamasi, yang pada saat ini belum
berpenghuni.
Sebagai
kawasan
baru,
penyediaan
utilitas
diprediksikan secara ultimate sesuai dengan jumlah penduduk dan kegiatan yang akan dilayani serta standar pelayanan yang diharapkan. b.
Sebagai kawasan yang terbangun dalam bentuk satuan pulau-pulau hasil reklamasi, maka penyediaan utilitas dapat dilakukan secara mandiri oleh masing-masing pulau, bersama dengan pulau-pulau yang berdekatan, atau secara terpadu sebagai satu kesatuan kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta. Alternatif yang dipilih disesuaikan dengan aspek teknis, efisiensi, dan optimasi penerapan prinsip perlindungan lingkungan hidup.
c.
Sesuai dengan rencana pengembangan kegiatan berskala nasional dan internasional
di
perdagangan
dan
penyediaan
kawasan
utilitas
jasa,
reklamasi
Pantura
DKI
MICE, pariwisata, dan
didasarkan
pada
kualitas
Jakarta,
seperti
perumahan,
maka
pelayanan
bertaraf
internasional. d.
Sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030, maka penyediaan utilitas di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta direncanakan tanpa membebani penyediaan utilitas di wilayah DKI Jakarta yang ada; kualitas pelayanan bertaraf internasional; serta tidak menimbulkan dampak lingkungan terhadap wilayah daratan Provinsi DKI Jakarta.
4-92
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Penyediaan utilitas mempertimbangkan kemampuan inovasi teknologi pada sumber dan bahan baku, sistem pengolahan dan operasi, serta sistem distribusi dan konsumsi. 4.5.2.1 Prediksi Kebutuhan Air Bersih Pembahasan mengenai prediksi kebutuhan air bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta terdiri atas dasar prediksi, distribusi kebutuhan, sumber air baku,dan prospek penyediaan yang dapat dilihat pada bagian berikut. a. Dasar Prediksi Kebutuhan Air Bersih Prediksi kebutuhan air bersih secara agregatif di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta didasarkan pada pertimbangan: - Jumlah penduduk yang direncanakan berdiam di kawasan reklamasi
Pantura DKI Jakarta. - Penduduk komuter dan kegiatan di kawasan reklamasi Pantura DKI
Jakarta. - Efisiensi sistem pengolahan dan distribusi air bersih pada instalasi
pengolahan air dan saluran transmisi air bersih. Dalam prediksi kebutuhan air bersih dapat digunakan asumsi satuan kebutuhan berdasarkan beberapa standar normatif yang merujuk pada standar kebutuhan air bersih, diantaranya yang ditetapkan oleh WHO, Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimum Bidang Pekerjaan Umum, sertakriteria perencanaan bidang keciptakaryaan, Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU Tahun 1996. Tabel berikut menunjukkan standar kebutuhan air bersih menurut Ditjen Cipta Karya, kementerian PU, 1996. Tabel 4- 15 : Standar Kebutuhan Air Bersih Kebutuhan Air Bersih (Liter/Orang/Hari) Metropolitan >1.000.000 190 Besar 500.000-1.000.000 170 Sedang 100.000-500.000 150 Kecil 20.000-100.000 130 Desa 20.000 30 Sumber : Standar Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, 1996 Kategori Kota
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Sesuai dengan kualitas pelayanan bertaraf internasional sebagaimana yang dituju di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta, maka standar yang digunakan akan melampaui standar metropolitan sebagaimana ditunjukkan oleh tabel di atas. Dengan mempertimbangkan jenis kegiatan yang akan
4-93
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
berlangsung di kawasan reklamasi Pantura Jakarta, maka standar kebutuhan air bersih diasumsikan sebagai berikut : a. Kebutuhan air bersih penduduk penghuni sebesar 300 liter/orang per
hari. b. Kebutuhan penduduk komuter sebesar 100 liter/orang/hari. c. Efisiensi sebesar 5% dari total kebutuhan air bersih.
Berdasarkan proyeksi penduduk yang berdiam di kawasan reklamasi Pantura Jakarta pada akhir tahun perencanaan sebesar 750.000 jiwa dan penduduk komuter sebesar 948.147 jiwa, maka kebutuhan air bersih diperhitungkan sebagai berikut : Tabel 4- 16 : Kebutuhan Air Bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tahun 2030 Standar Jumlah Kebutuhan Sumber Kebutuhan Jumlah Kebutuhan (Liter/Orang/ (Liter/Hari) Hari) Penduduk Penghuni 750.000 Jiwa 300 225.000.000 Penduduk Komuter 948.147 Jiwa 100 94.814.700 Jumlah Kebutuhan 319.814.700. Efisiensi 5% 15.990.735 Total Kebutuhan Air 335.805.435 Bersih Sumber: Analisis, 2013
Kebutuhan air bersih di kawasan reklamasi Pantura Jakarta pada tahun 2030 diprediksikan sebesar 335.805.435 liter/Hari atau setara dengan 3.890 liter/detik. Dengan anggapan air baku yang dibutuhkan adalah 5% lebih besar dari air bersih yang diproduksi, maka air baku yang dibutuhkan adalah sekitar 4.085 liter/detik. b. Distribusi Kebutuhan Air Bersih Sebagaimana prediksi kebutuhan air bersih agregatif untuk seluruh kawasan reklamasi Pantura Jakarta, kebutuhan air bersih di setiap pulau reklamasi juga diprediksikan berdasarkan : - Jumlah penduduk yang direncanakan berdiam di setiap pulau. - Distribusi penduduk komuter di setiap pulau yang sekaligus
merepresentasikan intensitas kegiatan pada masing-masing pulau. - Efisiensi sistem pengolahan dan distribusi air bersih dengan
anggapan pengolahan air dilakukan di setiap pulau. Standar kebutuhan air bersih penduduk penghuni diasumsikan sebesar 300 liter/orang/hari, penduduk komuter sebesar 100 liter/orang/hari, dan
4-94
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
efisiensi sebesar 5% dari total kebutuhan air bersih. Tabel berikut menunjukkan distribusi kebutuhan air bersih untuk setiap pulau. Tabel 4- 17 : Distribusi Kebutuhan Air Bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau Tahun 2030 Jumlah Penduduk Pulau Penghuni (Jiwa)
Kebutuhan Air Bersih Penghuni (Lt/Hari)
Jumlah Penduduk Komuter (Jiwa)
Kebutuhan Air Bersih Komuter (Lt/Hari)
Jumlah Kebutuhan Air Bersih (Lt/Hari)
Jumlah Kebutuhan dengan Efisiensi Lt/Hari
Lt/Detik
A
10.500
3.150.000
5.250
525.000
2.625.000
2.756.250
32
34
B
57.000
17.100.000
28.500
2.850.000
14.250.000
14.963.500
173
182
C
37.000
11.100.000
23.032
2.303.200
13.403.200
14.073.360
162
171
D
47.000
14.100.000
24.461
2.446.100
16.546.100
17.373.405
201
211
E
43.000
12.900.000
21.270
2.127.000
15.027.000
15.778.350
183
192
F
25.500
7.650.000
38.698
3.869.800
11.519.800
12.095.790
140
147
G
21.500
6.450.000
13.535
1.353.500
7.803.500
8.193.675
95
101
H
8.500
2.550.000
520
52.000
2.602.000
2.732.100
32
34
I
95.500
28.650.000
110.492
11.049.200
39.699.200
41.684.160
482
506
J
74.500
22.350.000
238.087
23.808.700
46.158.700
48.466.635
561
589
K
7.500
2.250.000
58.178
5.817.800
8.067.800
8.471.190
98
103
L
113.500
34.050.000
333.322
33.332.200
67.382.200
70.751.310
819
861
M
109.000
32.700.000
104.599
10.459.900
43.159.900
45.317.895
525
551
N
24.000
7.200.000
28.000
2.800.000
10.000.000
10.500.000
122
128
O
22.000
6.600.000
9.647
964.700
5.635.300
5.917.065
68
72
P
30.000
9.000.000
12.261
1.226.100
10.226.100
10.737.405
124
130
Q
24.000
7.200.000
14.911
1.491.100
5.708.900
5.994.345
69
73
750.000
225.000.000
948.147
94.814.700
319.814.700
335.805.435
3.890
4.085
Jumlah
KebutuhanAir Baku (Lt/Detik)
Sumber: Hasil Analisis, 2013
c. Sumber Air Baku Air baku untuk penyediaan air bersih di kawasan reklamasi Pantura Jakarta secara teroretik dapat bersumber dari air limbah yang diolah kembali, air laut, dan air hujan. Jika timbulan air limbah akan dimanfaatkan kembali untuk penyediaan air bersih, maka proporsi air baku yang berasal dari air limbah relatif cukup besar dengan asumsi lebih dari 80% air bersih yang digunakan akan didaur ulang dan menjadi air baku air bersih. Air laut akanmenunjang jumlah air baku yang dibutuhkan untuk penyediaan air bersih. Sedang air hujan yang dialirkan melalui saluran drainase dan ditampung di kolam penampungan relatif tidak mencukupi untuk menunjang pengadaan air baku karena terbatasnya daerah tangkapan air dan fluktuasi perbedaan intensitas curah hujan yang cukup nyata antara bulan-bulan basah dengan bulan-bulan kering di DKI Jakarta.
4-95
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Air Hujan Pada prinsipnya air hujan dapat ditampung, diolah, dan dimanfaatkan sebagai air bersih. Air hujan dari seluruh daerah tangkapan air (catchment
area) dialirkan melalui saluran drainase dan ditampung dalam kolam penampungan sebelum dialirkan ke laut. Pemanfaatan air hujan sebagai air baku penyediaan air bersih terpadu mensyaratkan volume tangkapan air hujan yang memadai yang merupakan fungsi dari luas daerah tangkapan air, intensitas curah hujan, tutupan lahan (land cover), dan evaporasi. Hubungan tersebut dapat direpresentasikan oleh persamaan berikut :
Volume = {Luas tangkapan x Curah hujan x Koefisien limpasan} - Evaporasi Intensitas curah hujan bulanan rata-rata di DKI Jakarta yang tercatat antara tahun 2009 – 2013 menunjukkan fluktuasi yang nyata antara bulan-bulan basah dengan bulan-bulan kering sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut. Pada periode tersebut antara bulan Juni – September curah hujan bulanan relatif rendah dengan intensitas terendah tercatat pada bulan Agustus. Evaporasi bulanan rata-rata menunjukkan intensitas relatif stabil. Tabel 4- 18 : Curah Hujan dan Evaporasi Bulanan Rata-Rata di DKI Jakarta Tahun 2009 - 2013
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Curah Hujan Rata-rata (mm) 295,59 352,52 217,79 149,10 120,06 79,70 57,68 33,30 79,72 108,09 137,16 -
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2009-2013
Evaporasi Rata-rata (mm) 125 120 150 145 140 130 140 160 170 175 150 135
Guna memperoleh gambaran agregatif tentang potensi air hujan yang dapat ditampung dan dimanfaatkan sebagai air baku air bersih, dilakukan penghitungan volume air hujan yang dapat ditampung sepanjang tahun dengan menggunakan asumsi besaran koefisien limpasan rata-rata adalah 0,8 yang merepresentasikan karakteristiktutupan lahan secara keseluruhan. Oleh karena evaporasi bulanan rata-rata relatif stabil, maka pada bulanbulan kering terjadi defisit presipitasi yang dapat ditampung. Penghitungan 4-96
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
potensi volume air hujan sebagai sumber air bersih di kawasan reklamasi Pantura Jakarta menunjukkan bahwa antara bulan April hingga November terjadi defisit sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut. Tabel 4- 19 : Potensi Volume Air Hujan di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Bulan
Volume (m3)
Januari 8,269,868,000 Februari 9,862,726,000 Maret 6,093,210,000 April 4,171,460,000 Mei 3,358,866,000 Juni 2,229,815,000 Juli 1,613,686,000 Agustus 931,654,000 September 2,230,436,000 Oktober 3,024,068,000 November 3,837,283,000 Desember 7,117,501,000 Total 52,740,574,000 Sumber: Hasil Analisis, 2013
Evaporasi 4,396,875 4,221,000 5,276,250 5,100,375 4,924,500 4,572,750 4,924,500 5,628,000 5,979,750 6,155,625 5,276,250 4,748,625
Surplus/Defisit 3,872,993 5,641,726 816,960 -(928,915) -(1,565,634) -(2,342,935) -(3,310,814) -(4,696,346) -(3,749,314) -(3,131,557) -(1,438,967) 2,368,876
Dari perhitungan di atas disimpulkan bahwa pemanfaatan air hujan sebagai air baku air bersih tidak signifikan karena potensi yang ada dibutuhkan untuk menjaga ketersediaan air dalam kolam penampungan air. Pengolahan Air Limbah Air limbah mencatat proporsi yang terbesar sebagai sumber air baku penyediaan air bersih, oleh karena sekitar 80% dari penggunaan air bersih akan menjadi air limbah. Dengan total penggunaan air bersih sebesar 3.890 liter/detik, maka air limbah yang dapat dimanfaatkan kembali adalah : Potensi air limbah
: 80% x penggunaan air bersih : 80% x 3.890 liter/detik : 2.490 liter/detik
Dengan mengasumsikan seluruh potensi air limbah akan diolah dan dimanfaatkan untuk penyediaan air bersih, maka tersedia air baku sekitar 2.490 liter/detik.Distribusi ketersediaan air baku bersumber dari air limbah di setiap pulau tertera pada tabel berikut.
4-97
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 4- 20 : Potensi Air Limbah sebagai Sumber Air Bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau Tahun 2030 Pulau A B C D E F G H I J K L M N O P Q Total Sumber: Hasil Analisis, 2013
Kebutuhan Air Baku (Lt/Detik)
Potensi Air Baku dari Air Limbah(Lt/Detik)
34 182 171 211 192 147 101 34 506 589 103 861 551 128 72 130 73 4.085
25,6 138,4 129,6 160,8 146,4 112,0 76,0 25,6 385,6 448,8 78,4 655,2 420,0 97,6 54,4 99,2 55,2 2.490
Dengan tersedianya air baku yang bersumber dari pengolahan air limbah sebesar 2.490 liter/detik, maka kebutuhan air baku sebesar 4.085 liter/detik membutuhkan tambahan sebesar 1.595 liter/detik yang diharapkan bersumber dari air laut. Desalinasi Air Laut Sumber air baku lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk penyediaan air bersih adalah air laut. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di seluruh kawasan reklamasi Pantura Jakarta, maka air laut yang dibutuhkan adalah sebesar 1.595 liter/detik. Dengan mempertimbangkan bahwa kekurangan air baku untuk penyediaan air bersih, maka distribusi kebutuhan air baku dari air laut adalah sebagai berikut : Tabel 4- 21 : Kebutuhan Air Laut Sebagai untuk Penyediaan Air Bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau Tahun 2030 Pulau
Kebutuhan Air Baku (Lt/Detik)
A B C
34 182 171
Kebutuhan Air Laut (Lt/Detik) 8,4 43,6 41,4
4-98
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Pulau
Kebutuhan Air Baku (Lt/Detik)
D E F G H I J K L M N O P Q TOTAL Sumber: Hasil Analisis, 2013
211 192 147 101 34 506 589 103 861 551 128 72 130 73 4.085
Kebutuhan Air Laut (Lt/Detik) 50,2 45,6 35,0 25,0 8,4 120,4 140,2 24,6 205,8 131,0 30,4 17,6 30,8 17,8 1.595
d. Prospek Penyediaan Air Bersih Sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu, penyediaan air bersih di kawasan
reklamasi
Pantura
Jakarta
memanfaatkan
air
baku
dari
pengolahan air limbah dan air laut. Skema pemanfaatan air baku untuk penyediaan air bersih adalah sebagai berikut :
Gambar 4- 83 : Skema Pemanfaatan Air Baku Penyediaan Air Bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber: Hasil Analisis, 2013
4-99
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Pemanfaatan kembali air limbah untuk penyediaan air bersih dilakukan melalui pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (Sewage
Treatment Plant) dengan pengolahan berjenjang untuk menghilangkan pencemar fisik, kimiawi organik dan anorganik, dan mikrobiologi. Sistem pengolahan disesuaikan dengan kapasitas dan efisiensi yang perlu dilakukan, namun wajib memenuhi baku mutu efluen sesuai kebutuhan air baku air bersih sebagaimana diatur melalui PerGub DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 dan PerMen Kesehatan No. 416/MENKES/PER/IX/1990. Pemanfaatan air laut sebagai air baku air bersih dilakukan melalui pengolahan dengan sistem Reverse Osmosis (RO). Sistem RO dilengkapi cara pengolahan bertahap melalui pre treatment; reverse osmosis; dan
energy recovery unit sebagai berikut : - Pre treatment menggunakan membran ultrafiltrasi dilakukan untuk menurunkan padatan (non-ionik), bakteri, virus, parasite, koloid, dan organik. Hasil pre treatment ditampung sebagai umpan reverse osmosis. - Membrane reverse osmosis dengan proses filtrasi untuk merejeksi komponen divalen dan sebagian besar komponen monovalen. Melalui proses ini akan dihasilkan air tawar dengan kualitas baik. - Konsentrat
RO
dialirkan
ke
dalam
energy
recovery
unit
untukdimanfaatkan kembali sebagai sumber energi proses desalinasi. Penyediaan air bersih yang dilakukan melalui pengolahan di atas diharapkan secara bertahap mampu menghasilkan air minum dengan kualitas
sebagaimana
diatur
oleh
PerMen
Kesehatan
No.
492/Menkes/Per/IV/2010. 4.5.2.2 Kebutuhan Pengelolaan Air Limbah Rencana sistem pengelolaan limbah terdiri atas limbah domestik dan limbah industri.
Air
limbah
domestik
sebagaimana
kebijakan
zero
waste
waterdimanfaatkan kembali untuk penyediaan air bersih. Sedang limbah cair dari industri diolah dan dikelola sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. a. Limbah Domestik Pada garis besarnya pengolahan air limbah dilakukan pada IPAL (STP) yang mengolah air limbah secara bertahap dengan prinsip sebagai berikut :
4-100
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
- Pengolahan
(pre
awal
treatment)untuk
menghilangkan
padatan
tersuspensi, material kasar, dan minyak dan lemak oleh unit bar
screendangrease trap. - Pengolahan sekunder untuk homogenisasiair limbah (equalizing basin); - Pemrosesananonik untuk mereduksi pencemar amonia dan COD serta pemrosesan anaerobik untuk mereduksi BOD, kandungan organik, dan zat pencemar lain; - Penanganan lumpur (sludge) yaitu mengolah lumpur yang dihasilkan dalam proses pengolahan melalui penggunaan lumpur aktif dan penampungan secara khusus untuk dimanfaatkan kembali. Oleh karena hasil pengolahan air limbah akan dimanfaatkan kembali sebagai air baku air bersih, maka efluen pengolahan limbah minimal harus memenuhi baku mutu menurut Pergub DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 atau disesuaikan jika terjadi perubahan, terutama untuk parameter berikut : Tabel 4- 22 : Baku Mutu Air Limbah Domestik
Parameter pH KMnO4 TSS Amoniak Minyak & Lemak Senyawa Biru Metilen COD BOD
Satuan Mg/liter Mg/liter Mg/liter Mg/liter Mg/liter Mg/liter Mg/liter
Individual (Rumah Tangga) 6–9 85 50 10 10 2 100 75
Komunal 6-9 85 50 10 20 2 80 50
Sumber: Pergub DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005
Namun untuk kebutuhan pemanfaatan kembali sebagai air bersih, konsentrasi BOD yang dihasilkan oleh STP diharapkan mencapai 20 mg/liter. b. Limbah Industri Limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri di kawasan reklamasi Pantura Jakarta diolah dalam IPAL industri terpusat hingga efluen yang dihasilkan memenuhi baku mutu yang berlaku untuk kawasan industri. Saat ini baku mutu mengacu pada PerMen Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 1998 tentang Baku mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri. Sistem pengolahan
4-101
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
limbah cair secara teknis direncanakan oleh pengelola kawasan industri, namun pada prinsipnya pengolahan dilakukan secara terpusat. 4.5.2.3 Kebutuhan Pengelolaan Sampah Timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta mencakup sampah domestik dan sampah industri. Penanganan timbulan sampah domestik meliputi proses pemilahan; pengumpulan; pengangkutan; pengolahan; dan pemrosesan akhir sampah. Berdasarkan SNI 3242:2008 dan justifikasi dari SNI 19-39641994 tentang timbulan sampah di permukiman kota besar sebesar 2 – 2,5 liter/orang/hari atau setara dengan 0,4 – 0,5 kg/orang/hari, timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta diasumsikan sebesar 3 liter/orang/hari atau setara dengan 0,44 kg/orang/hari. Jika penduduk penghuni dan penduduk komuter yang merepresentasikan intensitas kegiatan dianggap menghasilkan timbulan sampah sama besar dengan faktor kepadatan sebesar 80% dan faktor keserempakan sebesar 70%, maka timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta diprakirakan sebagai berikut. Jumlah penduduk penghuni dan komuter
: 1.698.147 jiwa
Satuan timbulan sampah
: 3 liter/orang/hari : 0,44 kg/org/hari
Timbulan sampah
: (1.698.147 x 0,8) x 0,7 x 3 liter/hari : 2.852.887 liter/hari : 418.423 kg/hari : 418 ton/hari
Dengan asumsi yang sama, distribusi timbulan sampah di setiap pulau diterakan dalam tabel berikut. Tabel 4- 23 : Timbulan Sampah di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau
Pulau A B C D E F G H I
Jumlah Penduduk Penghuni dan Komuter (Jiwa) 5.250 28.500 60.032 71.461 64.270 64.198 35.035 9.020 205.992
Timbulan Sampah (Liter/Hari) 8.320 47.380 100.354 119.553 107.474 107.352 58.358 15.154 345.566
Timbulan Sampah (Kg/Hari) 1.294 7.022 14.792 17.608 15.336 15.818 8.633 2.223 49.056
4-102
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Pulau J K L M N O P Q Total
Jumlah Penduduk Penghuni dan Komuter (Jiwa) 312.587 65.678 446.822 213.599 52.000 12.353 42.261 9.089 1.698.147
Timbulan Sampah (Liter/Hari) 524.645 109.838 748.159 358.345 86.860 20.253 79.498 14.768 2.852.887
Timbulan Sampah (Kg/Hari) 78.821 16.942 109.847 51.981 12.813 3.044 10.413 2.240 418.423
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah serta kebijakan pengembangan kawasan reklamasi Pantura Jakarta sesuai Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 tahun 2012, pengelolaan sampah dilakukan melalui prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle) tanpa membebani wilayah lainnya di DKI Jakarta. Sesuai dengan prinsip dan kebijakan tersebut, maka penanganan timbulan
sampah
tidak
dilakukan
melalui
penimbunan
(open
dumping).Pengelolaan sampah dimulai sejak sumber, sehingga pemilahan sampah perlu dilakukan pada sumber-sumber penghasil secara terencana hingga tempat pengolahan akhir. Hal ini terutama mempertimbangkan bahwa lebih dari setengah timbulan sampah merupakan sampah organik yang mudah membusuk dan membutuhkan penanganan segera. Sampah dipilah menurut sampah organik, sampah anorganik, dan limbah B3. Sampah terpilah dikelola menurut zona pengumpulan yang dilengkapi fasilitas tempat penampungan sampah sementara (TPS) dan secara terencana dan terjadwal diangkut menuju tempat pemrosesan akhir. Melalui pemilahan sejak sumber, maka sampah organik dan anorganik yang dapat didaur ulang di TPS minimal sekitar 10%. Sedang sisanya akan diangkut ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang dibangun di setiap pulau atau lebih dari satu pulau yang berdekatan. TPST akan berfungsi melakukan proses daur ulang sisa sampah organik dan anorganik yang tidak dapat diproses di TPS; proses insinerasi, dan pengumpulan untuk dikelola lanjut oleh pihak ketiga, termasuk limbah B3. Limbah B3 padat, seperti lampu neon bekas, tinta dan cartridge, bekas kemasan pestisida, obat-obatan kadaluarsa, bekas kemasan bahan kimia, limbah elektronik, dan lainnya yang dipilah sejak sumber pengahsil dikumpulkan dan ditampung di TPST untuk dikelola oleh pihak ketiga yang memiliki ijin. Sampah industri ditangani secara khusus sesuai dengan jenis sampah yang
4-103
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dihasilkan dan dikelola oleh masing-masing kawasan industri. Skema berikut menunjukkan proses penanganan sampah di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.
Gambar 4- 84 : Diagram Sistem Pengelolaan Sampah Kawasan Reklamasi Sumber: Hasil Analisis, 2013
4.5.2.4 Prasarana Kelistrikan Kebutuhan energi listrik di kawasan reklamasi Pantura Jakarta diprediksikan berdasarkan luasan lahan (nett area) yang akan dipasok disesuaikan dengan rencana KLB rata-rata. Dengan asumsi kebutuhan listrik adalah 50 VA/m2 dan demand factor adalah 0,9, maka kebutuhan listrik di kawasan reklamasi Pantura Jakarta adalah: a. Luas lahan bersih (per pulau) = luas pulau yang diukur berdasarkan LWS – luas sempadan pantai b. Kebutuhan listrik
= luas (a) x 50 VA/m2
c. Demand factor
= 0,9
Distribusi kebutuhan energi listrik di setiap pulau adalah sebagai berikut.
4-104
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 4- 24 : Kebutuhan Listrik di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau (MVA)
Pulau
Luas Pulau (m2)
Luas Sempadan Pantai (m2)
A 790000 168770 B 3800000 297400 C 2760000 238240 D 3120000 245610 E 2840000 223640 F 1900000 198650 G 1610000 207670 H 630000 123260 I 4050000 268790 J 3160000 251920 K 320000 72830 L 4810000 287540 M 5870000 376670 N 4110000 0 O 3440000 252950 P 4630000 314060 Q 3690000 302900 TOTAL 51530000 3830900 Sumber: Hasil Analisis, 2013
Luas Lahan Bersih (m2)
Kebutuhan listrik ratarata (MVA)
621230 3502600 2521760 2874390 2616360 1701350 1402330 506740 3781210 2908080 247170 4522460 5493330 4110000 3187050 4315940 3387100 47699100
27,96 157,62 113,48 129,35 117,74 76,56 63,10 22,80 170,15 130,86 11,12 203,51 247,20 184,95 143,42 194,22 152,42 2146,46
Setiap pulau memiliki sempadan pantai 50 m untuk pantai yang menghadap ke laut lepas (utara) dan 30 m untuk pantai yang menghadap sisi pulau reklamasi lain dan daratan Jakarta (barat, timur, selatan). Sempadan pantai Pulau N bernilai 0 karena pulau tersebut berfungsi sebagai pelabuhan dan pola ruangnya akan ditentukan secara lebih rinci dalam rencana kawasan pelabuhan oleh PT PELNI. Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan kebutuhan listrik total di Kawasan Reklamasi Pantura adalah sebesar 2146,46 MVA. 4.5.2.5 Prasarana Telekomunikasi Prasarana telekomunikasi dikawasan reklamasi Pantura Jakarta akan dipasok oleh PT Telkom dan operator telekomunikasi nirkabel. Kebutuhan sambungan telpon diprediksikan sebagai berikut : a. Luas lahan bersih (per pulau)
= luas pulau yang diukur berdasarkan LWS – luas sempadan pantai
b. Standar sambungan telpon (sst) = 1 sst/100 m2 Distribusi kebutuhan sambungan telpon di setiap pulau adalah sebagai berikut.
4-105
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 4- 25 : Kebutuhan Sambungan Telpon di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau (sst)
Pulau
Luas Pulau (m2)
Luas Sempadan Pantai (m2)
A 790000 168770 B 3800000 297400 C 2760000 238240 D 3120000 245610 E 2840000 223640 F 1900000 198650 G 1610000 207670 H 630000 123260 I 4050000 268790 J 3160000 251920 K 320000 72830 L 4810000 287540 M 5870000 376670 N 4110000 0 O 3440000 252950 P 4630000 314060 Q 3690000 302900 TOTAL 51530000 3830900 Sumber: Hasil Analisis, 2013
Luas Lahan Bersih (m2) 621230 3502600 2521760 2874390 2616360 1701350 1402330 506740 3781210 2908080 247170 4522460 5493330 4110000 3187050 4315940 3387100 47699100
Kebutuhan Sambungan Telpon 6212 35026 25218 28744 26164 17014 14023 5067 37812 29081 2472 45225 54933 41100 31871 43159 33871 476991
Setiap pulau memiliki sempadan pantai 50 m untuk pantai yang menghadap ke laut lepas (utara) dan 30 m untuk pantai yang menghadap sisi pulau reklamasi lain dan daratan Jakarta (barat, timur, selatan). Sempadan pantai Pulau N bernilai 0 karena pulau tersebut berfungsi sebagai pelabuhan dan pola ruangnya akan ditentukan secara lebih rinci dalam rencana kawasan pelabuhan oleh PT PELNI. Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan kebutuhan sambungan telpon di Kawasan Reklamasi Pantura adalah sebesar 476.991 sst.
4.6
Analisis Kawasan Pantai Lama (Revitalisasi) Analisis kawasan pantai lama atau revitalisasi daratan Jakarta akan dijelaskan
melalui persoalan daratan sebagai latar belakang dilakukannya revitalisasi, serta kependudukan dan permukiman yang ditelusuri secara lebih detail hingga tingkat kelurahan.
4-106
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4.6.1
Persoalan Daratan Pantura Jakarta
Gambar 4- 85: Isu Revitalisasi dari Sudut Padang Sosial Ekonomi
Revitalisasi dilakukan dengan latar belakang persoalan di Jakarta Utara yang dapat ditinjau dari aspek sosial ekonomi dan fisik lingkungan. Persoalan dari aspek sosial ekonomi adalah kemiskinan yang dipengaruhi oleh faktor budaya, ekonomi, dan alam. Kemiskinan di Jakarta Utara dapat dilihat dari banyaknya permukiman kumuh di pesisir Jakarta Utara. Persoalan dari aspek fisik lingkungan berupa banjir rob. Terjadinya banjir rob di Jakarta Utara dipengaruhi oleh kondisi Jakarta Utara yang memiliki kemiringan tanah ± 0-2% dan memiliki ketinggian rata-rata 0-2 meter di atas permukaan laut, bahkan terdapat wilayah yang memiliki ketinggian 1 meter di bawah permukaan laut. Penurunan muka tanah di sepanjang pesisir Pantai Utara Jakarta menyebabkan abrasi yang turut mempengaruhi terjadinya banjir rob. Banjir rob yang menimpa Provinsi DKI pada tahun 2007 menggenangi daerah Pluit dan merusak permukiman rakyat. Selain itu, kegiatan masyarakat setempat khususnya yang berprofesi sebagai buruh pabrik dan nelayan juga terganggu akibat masyarakat yang tidak bisa keluar untuk beraktivitas akibat jalan terendam banjir rob. Selain menggenangi perumahan, banjir juga merusak pasar ikan yang terdapat di daerah Pluit. Ketinggian genangan air di Pasar Ikan mencapai lebih dari 2 meter. Dampak banjir rob tersebut yang dirasakan cukup signifikan sehingga membutuhkan penanggulangan yang tepat guna. Selain menimbulkan kerugian dengan rusaknya bangunan, bencana ini juga menurunkan harga lahan daerah setempat. Wilayah Jakarta Utara sendiri sebagian besar merupakah hasil dari pengerukan rawa-rawa dan lapisan tanah yang membentuk Jakarta Utara berasal dari zaman Ploitocene. Lapisan tanah tersebut bersifat tidak kompak namun permeable sehingga air tanahnya terpengaruh oleh air laut. Hal tersebut membuat air tanah di Kawasan Pesisir Jakarta Utara bersifat asin.
4-107
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Penggunaan lahan di Jakarta Utara bervariasi dengan guna lahan utama terdiri dari kawasan permukiman (47,58%), areal industri dan pergudangan (15,78%), perkantoran dan perdagangan (8,89%), serta lahan pertanian, lahan kosong, dan sebagainya. Lingkup kawasan revitalisasi Jakarta Utara meliputi kecamatan di Jakarta Utara yang memiliki kawasan pesisir yaitu Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, dan Kecamatan Cilincing. Gambaran umum kelima kecamatan tersebut yang ditinjau dari kependudukan dan permukiman dapat dilihat pada subbab berikut. 4.6.2
Kependudukan Kepadatan penduduk di Kecamatan-kecamatan daratan Pantura Jakarta secara
umum cukup beragam pada tiap kelurahan. Beberapa Kelurahan memiliki tingkat kepadatan yang sangat rendah, namun beberapa lainnya memiliki kepadatan yang sangat tinggi. Pada laporan ini, standar kepadatan penduduk yang digunakan ialah berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Tabel 4- 26: Standar Kepadatan Penduduk
Klasifikasi Kepadatan Kawasan Rendah Sedang Tinggi Sangat Padat Kepadatan 151-200 201-400 <150 jiwa/ha >400 jiwa/ha Penduduk jiwa/ha jiwa/ha Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan Berdasarkan angka kepadatan penduduk, maka untuk kelurahan-kelurahan yang memiliki kepadatan tinggi dan kepadatan sangat tinggi dibutuhkan pengembangan perumahan dan perbaikan lingkungan agar dapat diwujudkan permukiman yang lebih nyaman. Kecamatan Koja Tabel 4- 27: Kepadatan Penduduk Kecamatan Koja
Kelurahan Luas (ha) Rawabadak Selatan 101.62 Tugu Selatan 268.00 Tugu Utara 332.00 Lagoa 157.53 Rawabadak Utara 133.38 Koja 327.80 TOTAL 1,320.33 Sumber: Jakarta Dalam Angka, 2012
Jumlah Penduduk 47,641 39,788 78,831 67,081 43,923 37,775 315,039
Kepadatan(jiwa/ha) 469 148 237 426 329 115 239
4-108
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kecamatan Koja secara rata-rata termasuk ke dalam kecamatan dengan golongan kepadatan yang tinggi, yaitu 239 jiwa/ha. Dari enam kelurahan dalam Kecamatan Koja, dua diantaranya termasuk golongan sangat padat, yaitu kelurahan Rawabadak Selata dan Kelurahan Lagoa dengan kepadatan diatas 400 jiwa/ha. Kecamatan Cilincing Tabel 4- 28: Kepadatan Penduduk Kecamatan Cilincing
Kelurahan Luas (ha) Sukapura 561.4 Rorotan 1063.7 Marunda 791.69 Cilincing 631.25 Semper Timur 316.15 Semper Barat 159.07 Kalibaru 246.7 Total 3769.96 Sumber: Jakarta Dalam Angka, 2012
Jumlah Penduduk 67,566 40,297 22,162 54,623 39,946 82,709 87,663 394,966
Kepadatan(jiwa/ha) 120 38 28 87 126 520 355 105
Kecamatan Cilincing secara rata-rata termasuk ke dalam kecamatan dengan golongan kepadatan yang rendah, yaitu 105 jiwa/ha. Dari tujuh kelurahan di Kecamatan Cilincing, terdapat dua kelurahan dengan kepadatan tinggi, yaitu Kelurahan Kalibaru dengan kepadatan 355 jiwa/ha, dan Kelurahan Semper Barat yang termasuk golongan kepadatan sangat tinggi dengan kepadatan 520 jiwa/ha. Kecamatan Penjaringan Tabel 4- 29: Kepadatan Penduduk Kecamatan Penjaringan
Kelurahan Luas (ha) Kamal Muara 1053.4 KapukMuara 1005.5 Pejagalan 323.18 Penjaringan 395.43 Pluit 771.19 TOTAL 3548.7 Sumber: Jakarta Dalam Angka, 2012
Jumlah Penduduk 11,412 32,584 89,271 108,950 47,711 289928
Kepadatan(jiwa/ha) 11 32 276 276 62 82
Kecamatan Penjaringan secara rata-rata termasuk ke dalam kecamatan dengan golongan kepadatan yang rendah, yaitu 82 jiwa/ha. Dari lima kelurahan di Kecamatan Penjaringan, kepadatan penduduk di tiap kelurahan tidaklah merata. Meskipun secara rata-rata termasuk kepadatan rendah, namun terdapat dua kelurahan yang memiliki kepadatan tinggi, yaitu Kelurahan Pejagalan dan Kelurahan Penjaringan dengan kepadatan 276 jiwa/ha. Sedangkan untuk tiga kelurahan lainnya hanya memiliki kepadatan 11-62 jiwa/ha. Perbedaaan kepadatan penduduk yang cukup signifikan antar 4-109
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
kelurahan juga mengindikasikan adanya ketimpangan atau kesenjangan dalam lingkungan di Kecamatan Penjaringan. Kecamatan Pademangan Tabel 4- 30: Kepadatan Penduduk Kecamatan Pademangan
Kelurahan Luas (ha) Pademangan Barat 353.35 PademanganTimur 261.24 Ancol 377.28 total 991.87 Sumber: Jakarta Dalam Angka, 2012
Jumlah Penduduk 88,257 43,041 31,293 162,591
Kepadatan(jiwa/ha) 250 165 83 164
Kecamatan Pademangan secara rata-rata termasuk ke dalam kecamatan dengan golongan kepadatan yang sedang, yaitu 164 jiwa/ha. Kecamatan Tanjung Priok (2010) Tabel 4- 31: Kepadatan Penduduk Kecamatan Tanjung Priok
Kelurahan Sunter Agung Sunter Jaya Papango Warakas Sungai Bambu Kebon Bawang Tanjung Priok TOTAL
Luas (ha) 665 486 280 109 236 173 559 2.508
Jumlah Penduduk 83.746 75.463 47.220 48.127 30.236 50.452 40.032 375.276
Kepadatan(jiwa/ha) 126 155 169 442 128 292 72 150
Kecamatan Tanjung Priok secara rata-rata termasuk ke dalam kecamatan dengan golongan kepadatan yang rendah, yaitu 150 jiwa/ha. Dari tujuh kelurahan di Kecamatan Tanjung Priok, terdapat dua kelurahan dengan kepadatan tinggi, yaitu Kelurahan Kebon Bawang dengan kepadatan 292 jiwa/ha, dan Kelurahan Warakas yang termasuk golongan kepadatan sangat tinggi dengan kepadatan 442 jiwa/ha. 4.6.3
Permukiman Kondisi permukiman di Kecamatan-kecamatan di Daratan Pantura Jakarta
terdiri atas rumah yang sudah permanen, rumah semipermanen, dan rumah sementara. Pada tiap kecamatan, jumlah rumah semipermanen masih cukup besar yaitu 30-46% dari total jumlah rumah yang ada. Kondisi ini memerlukan perhatian yang besar dalam penyediaan perumahan yang lebih layak untuk masyarakat, khususnya di kelurahankelurahan yang masih memiliki rumah semipermanen dengan jumlah yang cukup besar.
4-110
BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kecamatan Koja Tabel 4- 32 : Kondisi Permukiman di Kecamatan Koja
Kelurahan Rawabadak Selatan Tugu Selatan Tugu Utara Lagoa Rawabadak Utara Koja
Permanen 56.7% 60.9% 62.3% 54.5% 56.7% 57.7%
Semipermanen 37.9% 34.0% 32.6% 40.8% 41.7% 40.3%
Sementara 5.5% 5.1% 5.2% 4.7% 1.6% 2.0%
Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Kecamatan Cilincing Tabel 4- 33 : Kondisi Permukiman di Kecamatan Cilincing
Kelurahan Sukapura Rorotan Marunda Cilincing Semper Timur Semper Barat Kalibaru
Permanen 61.0% 48.4% 36.1% 42.9% 41.2% 37.7% 34.3%
Semipermanen 26.3% 31.6% 31.0% 34.3% 38.6% 33.9% 33.3%
Sementara 12.7% 20.0% 32.9% 22.8% 20.2% 28.4% 32.3%
Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Kecamatan Penjaringan Tabel 4- 34 : Kondisi Permukiman di Kecamatan Penjaringan
Kelurahan Kamal Muara KapukMuara Pejagalan Penjaringan Pluit
Permanen 63.90% 81.58% 94.92% 53.03% 93.31%
Semipermanen 29.9% 16.65% 4.3% 32.31% 6.69%
Sementara 6.2% 1.77% 0.78% 14.66% 0%
Jumlah 100% 100% 100% 100% 100%
Kecamatan Pademangan Tabel 4- 35: Kondisi Permukiman di Kecamatan Pademangan
Kelurahan Pademangan Barat PademanganTimur Ancol
Permanen 78.24% 83.79% 46.86%
Semipermanen 16.64% 12.94% 46.88%
Sementara 5.12% 3.27% 6.26%
Jumlah 100% 100% 100%
4-111
BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA Bab ini berisi tujuan penataan ruang, kebijakan penataan ruang, dan strategi penataan ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta. 5.1
Tujuan Penataan Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Tujuan penataan ruang Kawasan Reklamasi KSP Pantura Jakarta
dirumuskan berdasarkan visi Kawasan Strategis Pantura itu sendiri. Visi pengembangan Kawasan Strategis Pantura DKI Jakarta adalah“ Sustainable Green
City Pantura Jakarta”atau Kota Hijau Pantura yang Berkelanjutan. Pengertian kota hijau yang berkelanjutan tersebut adalah kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (www.unep.org/wed). Kota hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dapat digambarkan pada Gambar 5.1 berikut ini :
Gambar 5- 1 Green City untuk Pembangunan Berlanjutan.
Green City dibentuk oleh tiga komponen, yaitu Green Community, Green Environment, dan Green Economy. Ketiga komponen tersebut dihubungkan oleh Green Infrastructure. Green Community merupakan hal yang pertama dibentuk dalam mewujudkan Green City berupa upaya peningkatan partisipasi aktif masyarakat atau komunitas dan institusi swasta dalam perwujudan kota hijau.
BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Green Environment merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui berbagai macam strategi untuk mewujudkan kota hijau. Green Economy merupakan kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi bersih dalam mewujudkan kota hijau. Untuk mewujudkan visi Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai kota hijau Pantura yang berkelanjutan, maka arahan penataan ruang wilayah kawasan tersebut akan ditujukan dengan konsep : a. Eco2 City. b. Waterfront City. c.
Self-Sufficient City.
d. Resilient City. e. Zero-Waste City. f.
Green Infrastructure.
g. Green Design. h. Green Building. Melalui konsep-konsep tersebut, pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta diharapkan dapat dijadikan sebagai role model dalam pengembangan kawasan reklamasi di Indonesia. Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan masyarakat terhadap sumber daya ruang yang pada saat ini sudah mulai terbatas. Dengan pengembangan Kawasan Pantura Jakarta diharapkan dapat meningkatkan manfaat sumber daya lahan dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi. Berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2030, pengembangan kawasan strategis pantura jakarta salah satunya diarahkan untuk menjadi pusat kegiatan primer dengan kegiatan berskala internasional. Selain itu, pengembangan kawasan ini diharapkan dapat menjadi ikon baru Jakarta dengan berbasiskan pengambangan
water front city yang bersifat mandiri sebagai solusi untuk mengakomodasi berbagai kepentingan, antara lain lingkungan hidup, ekonomi dan sosial bagi semua para pemangku kepentingan yang terlibat di Pantura Jakarta. Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta juga diharapkan akan menjadi acuan bagi semua perencanaan di kawasan Pantura Jakarta. Tujuan
dalam
pengembangan
Kawasan
Strategis
Pantura
Jakarta
diantaranya adalah sebagai berikut: a. terciptanya Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai pusat kegiatan primer baru dalam rangka mendorong pengembangan kota ke arah utara.
5-2
BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
b. terciptanya Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang berfungsi sebagai pusat niaga baru di bidang perdagangan, jasa, MICE (meetings, incentives,
conferences,
and
exhibitions),
dan
lembaga
keuangan
berskala
internasional; c. terciptanya Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang pengembangannya berorientasi pada konsep water front city dengan fokus pada penyediaan fasilitas ruang publik berkualitas prima; d. terwujudnya pembangunan dan pengembangan Kawasan
Reklamasi
Pantura Jakarta yang bersifat mandiri dan tidak membebani permasalahan daratan DKI Jakarta; e. terwujudnya revitalisasi daratan pantai utara Jakarta dan pengembangan Kawasan
Strategis
Pantura
Jakarta
yang
memperhatikan
kualitas
lingkungan; f. terciptanya sistem pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang terintegrasi dan berkelanjutan. 5.2
Kebijakan dan Strategi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Berdasarkan tujuan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura, maka
dirumuskan kebijakan dan strategi sebagai turunannya dan sebagai acuan bagi implementasi pelaksanaan penyelenggaraan reklamasi pantura. Kebijakan dan strategi ini masing-masing diturunkan dari tiap tujuan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura sebagai penjabarann untuk dapat mencapai tujuan tersebut.
5.2.1 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pusat Niaga Baru Tujuan untuk mengembangkan pusat niaga baru skala international ialah sebagai terjemahan dari arahan pengembangan Kawasan Strategis Pantura dalam RTRW DKI Jakarta. Kawasan Strategis Pantura, khususnya pada Sub Kawasan Tengah diharapkan dapat menngembangkan kegiatan-kegiatan tersier yang dapat mendorong perekonomian global di DKI Jakarta. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam satu kebijakan, yaitu :
“Pengembangan pusat niaga baru skala internasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di utara Jakarta.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu :
5-3
BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
a. membangun pusat kegiatan primer sebagai pusat kegiatan perkantoran, perumahan vertikal, pusat perbelanjaan, dan pelayanan dasar di Pulau J dan Pulau L; b. membangun sarana MICE berkualitas prima di Pulau J, Pulau L dan Pulau M yang menjadi tengara DKI Jakarta yang baru sebagai Global City, beserta fasilitas pendukungnya di pulau-pulau lainnya; c. membangun akses jalan raya dan rel langsung dari dan menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
5.2.2 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Konsep Water Front City Tujuan untuk menciptakan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang berorientasi pada konsep water front city dengan fokus pada penyediaan fasilitas ruang publik dimaksudkan untuk menjadikan kawasan reklamasi di pantura jakarta dapat menjadi wajah baru dan ikon di DKI Jakarta. Dengan pengembangan pusat niaga baru skala internasional, diharapkan wajah baru kota Jakarta dengan konsep
water front city ini dapat dikenal hingga internasional dan dapat mendorong kegiatan pariwisata. Selain itu, kawasan reklamasi juga diharapkan dapat menyediakan ruang publik yang sebesar-besarnya agar pembangunan pulau-pulau tersebut dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat umum. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam tiga strategi dan dua strategi. Kebijakan 1: “Pemanfaatan ruang terbuka secara optimal untuk kepentingan
umum.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu : a. mewujudkan proporsi ruang terbuka hijau minimal sebesar 30% dari luas kawasan reklamasi pantura, yang terdiri dari RTH publik minimal sebesar 20% dan RTH privat minimal 10% di setiap pulau; b. menyediakan ruang terbuka biru berupa waduk, pantai, dan ruang terbuka lainnya yang berfungsi sebagai penampungan air rasio minimal 5% di setiap pulau; c. setiap pulau hasil reklamasi wajib mempertahankan sebesar-besarnya sempadan pantainya untuk menjadi pantai publik yang dilengkapi jalan inspeksi dan bebas diakses oleh masyarakat luas yang kemudian diserahkan menjadi asset Pemda DKI Jakarta serta dapat dikelola bersama sekaligus difungsikan sebagai ruang terbuka publik.
5-4
BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kebijakan 2: “Pengembangan kawasan water front untuk ruang terbuka yang
ikonis (signature open space) dan terintegrasi dengan pusat kegiatan di setiap pulau di Sub Kawasan Barat dan Sub Kawasan Tengah.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam dua strategi, yaitu : a. mengembangkan kawasan water front sebagai kawasan rekreasi dan wisata skala nasional dan internasional di Pulau J dan Pulau L; b. mengembangan
kawasan
water
front dengan skala
nasional
dan
internasional yang terintegrasi dengan pengembangan pariwisata bahari di Kepulauan Seribu.
5.2.3 Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan Pengembangan Pantura yang Mandiri Tujuan untuk mewujudkan pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta yang mandiri dan tidak membebani daratan DKI Jakarta dimaksudkan agar pembangunan pulau-pulau reklamsi di Pantura Jakarta nantinya tidak akan menimbulkan atau menambah persoalan yang dihadapi daratan DKI Jakarta. Pulau-pulau reklamasi Pantura ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sarana prasarana utilitasnya secara mandiri baik di masing-masing pulau maupun secara komunal dan saling terintegrasi. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam empat strategi dan tujuh strategi. Kebijakan 1: “Penyediaan sarana prasarana utilitas secara mandiri dan ramah
lingkungan.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam empat strategi, yaitu : a. menyediakan sarana dan prasarana air bersih melalui pengolahan air limbah, pemanfaatan air hujan, proses desalinasi, dan teknologi lainnya yang ramah lingkungan; b. menyediakan pengelolaan limbah domestik di masing-masing pulau dan pengelolaan air limbah industri tiap kawasan industri dengan pra pengolahan pada masing-masing industri; c. menyediakan sistem pengelolaan sampah terpadu; d. penerapan ducting system dalam penyediaan utilitas per pulau yang terintegrasi.
5-5
BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kebijakan
2:
“Pengembangan
sistem
green
transportation
dengan
mengutamakan kepentingan transportasi umum massal melalui jaringan jalan yang terintegrasi untuk menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan dan simpulsimpul transportasi umum, serta untuk menghubungkan antara kawasan reklamasi pantura Jakarta dengan wilayah lainnya.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tujuh strategi, yaitu : a. menyediakan akses langsung ke daratan untuk angkutan pribadi dan angkutan umum massal berbasis jalan dan rel hanya melalui beberapa Pulau untuk menghindari pembebanan lalu lintas yang berlebihan dan dengan terintegrasi dengan penyediaan kantong-kantong park and ride di Kawasan Jakarta Utara; b. menyediakan sistem angkutan umum massal untuk melayani pergerakan antar pulau dengan jalur rel ataupun jaringan jalan arteri; c. menyediakan sistem transport untuk pergerakan internal pulau yang terintegrasi antara berbagai moda; d. membangun dermaga menuju kawasan kepulauan seribu yang berlokasi di Pulau F dan Pulau J; e. mewujudkan sistem dan jaringan transportasi yang efisien, terpadu, dan menyeluruh ditetapkan target 60% perjalanan penduduk menggunakan angkutan umum massal; f. menyediakan jalur pedestrian dan sepeda yang terintegrasi dengan pantai publik dan pusat kegiatan primer.
5.2.4 Kebijakan dan Strategi Revitalisasi dan Pengembangan Pantura yang Memperhatikan Kualitas Lingkungan Tujuan untuk mewujudkan revitalisasi pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang memperhatikan kualitas lingkungan dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan perbaikan lingkungan di daratan Pantai Utara Jakarta dan agar pembangunan yang dilakukan memperhatikan aspek lingkungan. Dengan kondisi DKI Jakarta yang berada di daerah hilir seringkali dilanda banjir baik dari luapan sungai maupun banjir rob, maka pengembangan pulau reklamasi juga harus memperhitungkan mengenai resiko bencana yang dapat muncul, serta harus memiliki strategi mitigasi dan penanggulangannya. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam dua strategi dan tiga strategi.
5-6
BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Kebijakan 1: “Penataan kembali permukiman daratan pantai utara Jakarta untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam dua strategi, yaitu : a. melakukan perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi penduduk; b. merelokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum melalui penyediaan rumah susun/kampung vertikal.
Kebijakan 2: “Pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang
ramah lingkungan untuk mengurangi resiko bencana.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu : a. mengembangkan Pulau reklamasi yang serasi dengan kawasan lindung dan hutan bakau di daratan pantai utara Jakarta (khususnya Pulau C, Pulau D, dan Pulau E), tidak menyebabkan abrasi pantai, serta tidak mengganggu muara sungai dan jalur lalu lintas laut, pelayaran serta usaha perikanan rakyat, dan objek vital lainnya; b. meningkatkan sistem pengendalian banjir, dan pemeliharaan sungai serta mulut sungai untuk mengantisipasi banjir; c. menerapkan sistem resiliency dalam penyediaan sistem utilitas melalui desentralisasi penyediaan ke setiap pulau. 5.2.5 Kebijakan dan Strategi Sistem Pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta Tujuan menciptakan sistem pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang terintegrasi dan berkelanjutan dimaksudkan untuk membentuk suatu prosedur dan kelembagaan dalam pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Prosedur penyelenggaraan dan perizinan diharapkan dapat menjadi kontrol dalam pembangunan pulau reklamasi yang dilakukan oleh pihak mitra pengembang. Adapun untuk kelembagaan diharapkan dapat menjadi aktor yang dapat melaksanakan dan mencapai tujuan dari pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam tiga strategi dan dua strategi. Kebijakan 1: “Pengembangan mekanisme penyelenggaraan reklamasi
dan
perizinan yang efektif.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu :
5-7
BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
a. menerapkan sistem pembiayaan yang tidak membebani sustainabilitas fiskal Pemerintah Provinsi DKI dan commercial viability; b. mengembangkan sistem pengenaan kewajiban yang seimbang dengan kemanfaatan yang diperoleh antar Mitra Pengembang; c. mengembangkan sistem perizinan yang jelas pada setiap tahapan penyelenggaran reklamasi, pembangunan, serta pengelolaannya. Kebijakan 2: “Pengembangan kelembagaan yang efisien dan implementatif.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam dua strategi, yaitu : a. mengembangkan kelembagaan dengan tugas dan fungsi yang sesuai dengan tujuan penyelenggaraan reklamasi; b. mengembangkan
kelembagaan
gabungan
pemerintah,
swasta,
dan
masyarakat (quasi pemerintah) yang mampu mengakses Pemerintah, dan mengakomodasi kepentingan pengembang, dan masyarakat
5-8
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG
6.1
Rencana Sistem Pusat Pelayanan Rencana
struktur
ruang
kawasan
strategis
pantura
Jakarta
harus
mempertimbangkan kondisi internal pulau-pulau reklamasi dan sistem pelayanan lainnya di wilayah DKI Jakarta serta Kabupaten disekelilingnya serta keterkaitan fungsional antara kawasan daratan dan pulau reklamasi. Rencana struktur ruang juga didasarkan pada kebutuhan dan skala pelayanan, fungsi kawasan menurut lokasi dan jenisnya. Rencana struktur ruang Kawasan Strategis Pantura berfungsi sebagai (1) arahan pembentuk sistem pelayanan dan pergerakan di dalam kawasan perencanaan; (2) arahan perletakan jaringan dan rencana pembangunan prasarana,
sarana,
dan
utilitas
dalam
kawasan
sesuai
dengan
fungsi
pelayanannya; dan (3) dasar rencana sistem pergerakan dan aksesibilitas lingkungan. Rencana struktur ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta dirumuskan berdasarkan (1) Kebijakan dan strategi penataan ruang dalam RTRW DKI Jakarta dan arahan Peraturan Zonasi Provinsi DKI Jakarta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam RTRW DKI Jakarta; (2) Kebutuhan pengembangan dan pelayanan di Kawasan Strategis Pantura; (3) Analisis daya dukung (termasuk daya dukung prasarana maupun utilitas) dan daya tampung lingkungan hidup; (4) Analisis sistem pelayanan dan pergerakan sesuai fungsi dan peran kawasan di dalam wilayah kabupaten; dan (5) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rencana struktur ruang Kawasan Strategis Pantura dirumuskan dengan kriteria (1) Memperhatikan rencana struktur ruang wilayah dalam RTRW DKI Jakarta serta kawasan lainnya; (2) Keterpaduan dan prioritas pelaksanaan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas dalam jangka waktu perencanaan; dan (3) Kebutuhan fungsi dan peran pelayanan kawasan di dalam struktur ruang internal dan struktur ruang eksternal (wilayah DKI Jakarta) yang saling terkait menjadi satu kesatuan sistem. Kawasan Pantai Utara DKI Jakarta dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi. Sebagai Kawasan Strategis Provinsi, kawasan ini memiliki berbagai fungsi mulai pada tingkat lokal, regional/nasional bahkan internasional. Oleh karena itu, setiap pulau dalam Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta mengemban fungsi kegiatan primer.
6-1
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Struktur ruang kawasan reklamasi Pantura direncanakan berdasarkan konsep neighborhood unit dengan pertimbangan pengembangan Kawasan Reklamasi yang mandiri dan berkelanjutan. Ciri-ciri neighborhood unit yang dimaksud meliputi adanya sosial integritas atau rasa kebersamaan sebagai satu identitas, sharing system, bertetangga, pemerintahan atau sistem RT/RW, dan swasembada. Ilustrasi mengenai konsep neighborhood unit dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6-1 : Ilustrasi Konsep Neighborhood
Kawasan Reklamasi Pantura merupakan pusat primer sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI. Sistem pusat kegiatan di Kawasan Reklamasi Pantura terdiri dari Pusat Kegiatan Kawasan, Pusat Kegiatan Sub-kawasan, dan Pusat Kegiatan Pulau. Pusat Kegiatan Kawasan adalah pusat pelayanan primer perkotaan yang memiliki skala layanan hingga internasional. Pusat pelayanan primer terdiri atas kegiatan perdagangan (central business district), jasa, lembaga keuangan, MICE (Meeting, Incentives, Convention and Exhibition/Pertemuan, Insentif, Konvensi dan Pameran) dan pariwisata berskala internasional. Pusat Kegiatan Kawasan Pantura dilayani oleh sistem jaringan transportasi regional dan dihubungkan dengan sistem transportasi massal serta jaringan jalan primer. Pusat Kegiatan Kawasan Pantura
6-2
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
terletak di antara Pulau J dan Pulau L yang berdekatan untuk membagi intensitasnya. Kawasan Strategis Pantura Jakarta terdiri atas tiga wilayah pengembangan atau sub-kawasan yang masing-masing dilayani oleh Pusat Kegiatan Subkawasan. Pusat Kegiatan Sub-kawasan adalah pusat pelayanan primer perkotaan yang memiliki skala layanan untuk beberapa pulau yang menjadi satu kesatuan arah pengembangan serta skala internasional secara terbatas. Tiga sub-kawasan tersebut yaitu: a. Sub-kawasan Barat meliputi areal reklamasi bagian barat, terdiri dari Pulau A sampai dengan Pulau H. b. Sub-kawasan Tengah meliputi areal reklamasi bagian tengah, terdiri dari Pulau I sampai dengan Pulau M, c. Sub-kawasan Timur meliputi areal reklamasi bagian timur, terdiri dari Pulau N sampai dengan Pulau Q. Sub-Kawasan Barat dikembangkan dengan fungsi utama sebagai kawasan perumahan horizontal dan vertikal, kegiatan pariwisata dan kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa secara terbatas. Sub-Kawasan Tengah dikembangkan dengan fungsi utama sebagai pusat kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa skala internasional, pusat pariwisata dan kawasan perumahan horizontal dan vertikal. Sub-Kawasan Timur dikembangkan dengan fungsi utama sebagai pusat pelabuhan, fasilitas utilitas, industri dan pergudangan serta kawasan perumahan horizontal dan vertikal. Pusat Kegiatan Sub-kawasan Barat terletak di Pulau E, Pusat Kegiatan Sub-kawasan Tengah terletak di Pulau M, sedangkan Pusat Kegiatan Sub-kawasan Timur berada di Pulau Q atau KEK Marunda. Pusat Kegiatan Sub-kawasan dilayani oleh sistem jaringan jalan sekunder. Selain Pusat Kegiatan Sub-Kawasan, masing-masing pulau juga memiliki Pusat Kegiatan Pulau. Pusat Kegiatan Pulau adalah pusat pelayanan primer perkotaan yang mempunyai skala layanan di setiap pulau atau beberapa pulau pendukung Pusat Kegiatan Subkawasan. Pusat Kegiatan Pulau dilayani oleh sistem jaringan jalan primer. Secara diagramatis, struktur ruang Kawasan Strategis Pantura digambarkan dalam Gambar 6.2.
6-3
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 6-2 : Diagram Struktur Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Hasil Analisis, 2013
Prinsip perancangan kawasan lingkungan dalam Kawasan Strategis Pantura Jakarta dilihat dari enam aspek, yaitu ukuran, batasan, ruang terbuka, institution
site, pusat perbelanjaan lokal, dan sistem jalan internal. Ukuran perancangan skala lingkungan adalah cukup untuk penghuni yang didukung oleh satu SD dan bergantung pada kepadatan penduduk. Lingkungan akan dibatasi oleh jalan arteri yang cukup lebar agar tidak masuk ke neighborhood unit. Pada skala lingkungan juga disediakan taman kecil atau rekreasi sesuai kebutuhan dan pusat perbelanjaan lokal yang ditempatkan di tepi jalan utama berdekatan dengan PBL dari neighborhood unit yang berbatasan. Sistem jalan internal lingkungan akan memiliki hirarki yang disesuaikan dengan beban lalu lintas dan dirancang untuk melayani pergerakan internal dengan akses yang baik ke jalan utama dan mencegah arus menerus. Secara diagramatis, struktur ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dapat dilihat pada gambar berikut ini.
6-4
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 6-3 : Diagram Sistem Jaringan Jalan untuk Pusat Kegiatan Sumber : Hasil Analisis, 2013
Pembagian skala pelayanan kegiatan di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6-4 : Skala Pelayanan Kegiatan di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Hasil Analisis, 2013
6.2
Rencana Sistem dan Jaringan Pergerakan Analisis sistem jaringan pergerakan Kawasan Strategis Pantura Jakarta
dilakukan melalui uji beberapa skenario pengembangan. Skenario pengembangan jaringan pergerakan, khususnya transportasi darat, disusun berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2030. Skenario pengembangan transportasi yang diuji terdiri atas:
6-5
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
a. Skenario A, yaitu pengujian sejauh mana kinerja jaringan akan berkurang akibat beban lalu lintas masa datang dengan kondisi Jaringan tahun 2013 sampai dengan tahun 2030; b. Skenario B, yaitu pengujian kinerja jaringan jalan dengan penambahan jaringan tanpa kebijakan pendukung atau kondisi demand berkembang normal tanpa ada kebijakan insentif dan dis-insentif; c. Skenario C, yaitu pengujian kinerja jaringan jalan dengan kebijakan pembatasan lalu lintas pada kawasan tertentu (sesuai RTRW DKI 2030) melalui mekasnime road pricing; d. Skenario D, yaitu pengujian kinerja jaringan jalan dengan kebijakan RTRW untuk proporsi penggunaan angkutan umum sebesar 60% ( split policy) dari perjalanan di DKI; dan e. Skenario E, yaitu pengujian kinerja jaringan jalan dengan dengan kebijakan RTRW untuk proporsi penggunaan angkutan umum sebesar 60% dari perjalanan di DKI dan kebijakan penerapan pembatasan lalu lintas. Berdasakan hasil uji skenario di atas, pengembangan transportasi di Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta mengacu pada beberapa prinsip yaitu tidak membebani daratan DKI Jakarta, akses kendaraan pribadi menuju dan dari Kawasan Reklamasi hanya melalui jalan tol, tidak ada kendaraan roda dua bermotor yang keluar dan/atau masuk kawasan reklamasi, serta mengoptimalkan pergerakan dengan angkutan umum dan kendaraan non-bermotor. Selain itu, dalam pengembangan transportasi di Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, diasumsikan bahwa target 60% penduduk menggunakan angkutan umum telah tercapai dan target kecepatan minimum 35 km/jam harus tetap dipertahankan sesuai RTRW DKI Jakarta 2030. Berikut adalah rencana pengembangan transportasi yang dijelaskan menurut beberapa bagian yang terdiri atas rencana sistem jaringan transportasi darat, rencana sistem angkutan massal, rencana sistem jaringan transportasi laut dan rencana jalur evakuasi bencana. 6.2.1 Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat Bagian ini akan meliputi hal-hal terkait kebijakan dan substansi teknis penataan ruang terkait RTR Pantura (Penataan ruang Kawasan Relamasi KSP Pantura Jakarta), yang terdiri atas: Pembangunan dua koridor jalan arteri bebas hambatan akan dilakukan di sebelah utara dan selatan pulau reklamasi. Koridor jalan arteri sebelah utara akan terintegrasi dengan pembangunan tanggul. Koridor selatan yang berada di wilayah daratan DKI Jakarta kemudian dilanjutkan ke dalam Sub Kawasan Tengah, dibangun secara layang dan tidak ada jalan melandai 6-6
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
(lereng) menuju jaringan jalan yang terdapat di permukaan atau landed. Akses keluar dan masuk kawasan reklamasi hanya akan terdapat di kedua koridor ini sehingga kinerja jaringan jalan Jakarta pada umumnya dan Jakarta Utara pada khususnya tidak akan terbebani. Akses keluar dan masuk kawasan reklamasi di daratan Jakarta akan dikoneksikan melalui koridor arteri layang di daratan Jakarta. Struktur jaringan jalan utama di kawasan reklamasi dan titik koneksi dengan jaringan tol Jabodetabek ditunjukan pada gambar di bawah ini.
Gambar 6-5: Konsep Jaringan Jalan Kawasan Strategis Pantai Utara DKI Jakarta
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Pembangunan jaringan jalan berupa jalan layang yang menghubungkan kawasan reklamasi dengan koridor arteri di wilayah daratan DKI Jakarta hanya dapat dilakukan di Pulau C, Pulau D, Pulau E, Pulau F, dan Pulau G. Selain itu, pembangunan jembatan yang menghubungkan pulau dengan wilayah daratan DKI Jakarta dapat dilakukan di Pulau H, Pulau L, dan Pulau O. Sedangkan pengembangan jaringan jalan yang menghubungkan antar pulau reklamasi akan dikembangkan di Sub Kawasan Barat dimulai dari Pulau C hingga Pulau G, Sub Kawasan Tengah yaitu Pulau I, Pulau J, Pulau L dan Pulau M, dan Sub Kawasan Timur dimulai dari Pulau N hingga Pulau Q. Jaringan jalan arteri, kolektor, dan lokal di Kawasan Reklamasi akan terintegrasi dengan jalur pedestrian, jalur sepeda, dan angkutan umum. Ruang milik jalan (R.O.W) terdiri atas beberapa komponen, yaitu jalur pedestrian dan sepeda, jalur lambat, kerb, jalur cepat, jalur Bus Rapid Transit, median, bahu jalan, dan jalan inspeksi. Lebar komponen lain dapat disesuaikan asalkan tidak melebihi besar R.O.W yang telah ditentukan pada tabel di bawah ini. Berikut adalah ilustrasi badan jalan yang terdapat dalam Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
6-7
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 6-1 : Kebutuhan Dimensi Jaringan Jalan dan Akses Kawasan Reklamasi Pantura NO
KODE
1 Arteri Pantura-1 2 Arteri Pantura-2 3 Arteri Pantura-3 4 Arteri Layang 5 Arteri Tanggul 6 Akses-1 7 Akses-2 8 Kolektor-1 9 Kolektor-2 10 Evakuasi Sumber: Hasil Analisis, 2013
R.O.W (meter) 60 50 45 30 45 30 20 36 30 20
Gambar 6-6 : Ilustrasi Jaringan Jalan Arteri
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Gambar 6-7 : Ilustrasi Jaringan Jalan Kolektor
Sumber: Hasil Analisis, 2013
6-8
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 6-8 : Ilustrasi Jaringan Jalan Lokal
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Untuk meningkatkan kinerja jaringan transportasi darat di Kawasan Reklamasi, dapat diambil beberapa kebijakan pendukung berupa manajemen lalu lintas pada koridor utama dan pusat-pusat kegiatan. Manajemen lalu lintas yang dimaksud meliputi: a. Menerapkan simpang tidak sebidang di sepanjang koridor utama dalam Pulau I, Pulau J, dan Pulau L kecuali untuk layanan angkutan umum massal jalan raya; b. Meminimalkan penerapan jembatan penyeberangan orang di sepanjang koridor utama dalam pulau kecuali untuk akses ke stasiun MRT dan di lokasi-lokasi tertentu berdasarkan rekomendasi kajian komprehensif; c. Menyediakan
fasilitas putar balik pada koridor utama secukupnya dan
dibangun secara tidak sebidang dengan koridor utama; d. Menerapkan koridor/kawasan berkecepatan rendah (low speed zone) terutama dipusat-pusat kegiatan; e. Menerapkan kawasan bebas kendaraan bermotor kecuali angkutan umum terutama pada pusat-pusat kegiatan yang didukung dengan jaringan pedestrian & jalur sepeda; dan f.
Menerapkan pembatasan ruang parkir secara fisik, dan/atau dengan kebijakan tarif terutama pada pusat-pusat kegiatan. Selain manajemen lalu lintas, sistem perparkiran juga turut diarahkan
dengan tidak diizinkannya kendaraan untuk parkir di sisi/badan jalan, kecuali di jalan lokal dan jalan lingkungan hunian. Kebijakan tersebut didukung dengan mengembangkan sarana parkir kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan dan/atau gedung, utamanya dialokasikan pada pusat-pusat kegiatan.
6-9
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
6.2.2 Rencana Sistem Angkutan Massal Rencana sistem angkutan massal di Kawasan Reklamasi Pantura terdiri atas sistem angkutan massal berbasis jalan dan berbasis rel. Rencana sistem angkutan massal dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 6-9 : Rencana Jaringan Angkutan Massal Kawasan Reklamasi Pantura
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Jalur angkutan umum berbasis jalan yang menghubungkan Kawasan Reklamasi dan wilayah daratan DKI Jakarta dapat dibangun pada beberapa koridor yaitu dari Jalan Tol Prof. Sedyatmo menuju Pulau C, Jalan Marina Indah menuju Pulau D dan Pulau E, Jalan Pantai Indah Utara 2 menuju Pulau F, Jalan Pluit Indah Raya menuju Pulau H, Jalan Gunung Sahari menuju Pulau I dan Pulau J, Jalan Benyamin Sueb menuju Pulau L. Sementara, jalur angkutan umum massal berbasis rel yang menghubungkan Kawasan Reklamasi dan wilayah daratan DKI Jakarta dibangun pada koridor yang menghubungkan Bandara Soekarno Hatta dan Jalan Tol Sedyatmo menuju Pulau C, koridor Utara-Selatan (Kampung Bandan) menuju Pulau J, koridor Timur-Barat (Kemayoran) menuju Pulau L. Pengembangan transportasi di Kawasan Reklamasi dilakukan dengan mengoptimalkan angkutan massal yang terdiri atas angkutan massal berbasis jalan dan rel. Angkutan massal berbasis jalan atau BRT akan menggunakan trase jalan evakuasi. Trase jalan evakuasi akan dibangun secara decker atau bertingkat dengan ketentuan bagian bawah digunakan sebagai trase jalan evakuasi sedangkan bagian atas digunakan untuk kendaraan pribadi atau sebaliknya sebagaimana diilustrasikan pada gambar 6-10. Pada kondisi normal, jalur evakuasi digunakan sebagai jalur pejalan kaki dan sepeda dan angkutan massal. Sepanjang jalur angkutan massal akan dilengkapi layanan peminjaman sepeda. 6-10
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 6-10 : Ilustrasi Jalan Bertingkat
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Untuk mendukung pengoptimalan penggunaan angkutan massal, disediakan kantung parkir di wilayah daratan DKI Jakata sesuai prinsip park and ride yang terpadu dengan shuttle bus atau bus pengumpan antara Kawasan Reklamasi dan wilayah daratan Jakarta. Kantong parkir di dalam Kawasan Reklamasi akan disediakan terutama di pulau-pulau dengan aktivitas non hunian yang tinggi dan di lokasi yang dekat dengan jalur utama. Lokasi fasilitas park and ride dapat dilihat pada gambar 6-11. Sistem angkutan massal internal pulau akan dilayani oleh shuttle bus lokal dan angkutan umum cepat berbasis personal. Jaringan bis shuttle dan lokasi setasiun/ halte utama dapat dilihat pada gambar 6-12.
Gambar 6-11 : Lokasi Park and Ride Kawasan Reklamasi Pantura
Sumber: Hasil Analisis, 2013
6-11
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 6-12 : Lokasi Setasiun atau Halte Utama dan Jaringan Bis Shuttle
Sumber: Hasil Analisis, 2013
6.2.3 Rencana Sistem Jaringan Transportasi Laut Jaringan transportasi laut di Kawasan Reklamasi meliputi dermaga penyeberangan ke Kepulauan Seribu, dermaga penyeberangan antar pulau di Kawasan Reklamasi, tatanan kepelabuhanan, dan alur pelayaran. Dermaga penyeberangan ke Kepulauan Seribu wajib terdapat di Pulau F dan J, sedangkan dermaga penyeberangan antar pulau dapat dikembangkan pada setiap pulau di Kawasan Reklamasi. Tatanan Kepelabuhanan berupa pelabuhan laut mencakup pelabuhan Tanjung Priok dan KEK Marunda. Pengembangan kedua pelabuhan tersebut, terutama alur pelayarannya, mengacu pada ketentuan perundangundangan. 6.2.4 Rencana Jalur Evakuasi Bencana Pada bagian ini akan dijabarkan ruang lingkup wilayah dalam penataan ruang RTR KSP Pantura Jakarta, yang terdiri atas : Kawasan rawan bencana di pulau reklamasi berupa banjir rob/genangan pada kawasan tertentu, gempa. Mengingat masih banyaknya ruang terbuka, maka jalur evakulasi bencana menggunakan sistem jaringan jalan yang ada serta memanfaatkan ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau sebagai tempat evakuasi. Jalur evakuasi ke wilayah Jakarta daratan dikembangkan melalui sistem jaringan jalan yang menghubungkan pulau-pulau reklamasi dengan Jakarta daratan. Saat tidak digunakan untuk mengevakuasi, jalur evakuasi akan berfungsi sebagai jalur khusus angkutan massal jalan raya (BRT). Jalur evakuasi bencana Kawasan reklamasi juga merupakan jalur/jembatan yang disiapkan untuk proses reklamasi atau pengurugan masing-masing pulau yang ditingkatkan dengan menyempurnakan aspek rancang struktur perkerasan dan geometrik jalannya.
6-12
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
6.3
Rencana Sistem Prasarana Sumber Daya Air
6.3.1 Rencana Sistem Prasarana Sumber Daya Air Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, komponen sumber daya air yang menjadi fokus dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta ini di antaranya menyangkut pengelolaan air limpasan ( run off) yang di dalamnya
termasuk
pengelolaan
pemanfaatan
air
hujan
(rain
harvesting
management) dan sistem pematusan kawasan untuk mengendalikan genangan dan banjir; penyediaan air baku serta penyediaan dan pelayanan air bersih/minum; pengelolaan air bekas (domestik, komersial, dan industri) yang dihasilkan dari seluruh aktifitas yang ada di kawasan reklamasi ini; pengelolaan dan pengendalian pemanfaatan air tanah; dan penanganan rob dan pemanfaatan potensi sumber daya air laut yang ada. Dalam kaitannya dengan perencanaan kembali Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta ini, pendekatan pembangunan dan pengembangan yang dilakukan tentunya
dengan
menerapkan
prinsip
perencanaan
kawasan
yang
mempertimbangkan daya tampung dan daya dukung (carrying capacity) lingkungan serta sekaligus dengan mengoptimalkan keseimbangan antara ruang terbangun dengan ruang terbuka hijau dan biru (RTH dan RTB) yang menjadi salah satu kriteria bagi suatu eco-city. Jumlah total populasi rencana tidak lebih dari 750.000 jiwa dengan memastikan bahwa untuk setiap pulau reklamasi harus dialokasi minimum 30% RTH dan 5% RTH. Dengan demikian pengelolaan SDA di kawasan ini akan bisa dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan untuk mendukung segala aktifitas yang direncanakan ada secara aman dan nyaman. Pengembangan sistem prasarana dan sarana sumber daya air terdiri atas; sistem konservasi dan perlindungan sumber daya air; sistem pendayagunaan sumber daya air; dan sistem pengendalian daya rusak air. Rencana sistem konservasi dan perlindungan sumber daya air meliputi sistem penampungan air hujan; peresapan air hujan; dan pengelolaan air limbah. Sedangkan rencana sistem pendayagunaan sumber daya air meliputi a. Pemanfaatan air hujan; b. Pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah; dan c. Pemanfaatan air laut. Rencana sistem pengendalian daya rusak air merupakan bagian terpadu sistem prasarana sumber daya air makro dan jalur perpanjangan saluran dan sungai yang berhulu di daratan pantai lama Jakarta untuk mengendalikan banjir dan genangan di Kawasan Reklamasi. Rencana sistem pengendalian daya rusak air dilaksanakan melalui : a. Pemanfaatan ruang perairan di antara pulau hasil reklamasi sebagai saluran pengendali banjir; 6-13
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
b. Peresapan dan penampungan air hujan secara optimalmelalui pemanfaatan kolam retensi yang berfungsi sebagai resapan, reservoir bawah tanah (underground reservoir), sumur resapan dan sumur injeksi sebagai bagian dari penerapan prinsip eco-drainage system; c. Pengembangan prasarana drainaseuntuk meningkatkan kapasitas saluran mikro, submakro dan makro di Kawasan Reklamasi dirancang untuk kala ulang minimal 10 (sepuluh), 25 (dua puluh lima) dan 100 (seratus) tahunan; d. Pembangunan tanggul untuk perlindungan pesisir Kawasan Reklamasiyang dirancangdengan kala ulang minimal 1.000 (seribu) tahun dengan mempertimbangkan gempa, liquefaction, kestabilan makro dan mikro, jaringan perpipaan, rembesan (seapage) dan dorongan air tanah ke atas terhadap konstruksi tanggul (uplift); e. Pembangunan tanggul laut pulau hasil reklamasi yang dirancang untuk kala ulang minimal 1.000 (seribu) tahun dengan mempertimbangkan pasang laut,
wind setup, storm surge, gelombang laut, amblesan tanah, kenaikan muka air laut, residual settlement dan potensi tsunami; dan f.
Pemantauan dan pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala guna memastikan kapasitas dan kinerja kanal dan saluran sesuai standar yang direncanakan.
6.3.2 Rencana Sistem Pengelolaan Air Limpasan Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dalam sistem pengelolaan air limpasan diperlukan keterpaduan dalam mengelola potensi/air hujan yang ada dan sekaligus
untuk
mengendalikan
air
limpasan
(run
off)
yang
berpotensi
menyebabkan genangan dan banjir. Oleh karena itu, rencana sistem pengelolaan air limpasan ini erat kaitannya dengan rencana penyediaan jaringan drainase dan rencana penyediaan air baku di Kawasan Pantura tersebut. Prinsip sistem drainasi yang berwawasan lingkungan atau dikenal sebagai
eco-drainage system di mana hampir seluruh air hujan yang turun diupayakan untuk diresapkan dan ditampung, baik di permukaan maupun di bawah tanah untuk dapat menjaga keseimbangan air tanah dan sekaligus sebagai cadangan air baku/bersih bagi kawasan tersebut. Dengan demikian air limpasan tidak lagi dibuang ke laut tetapi ditampung untuk juga membantu terbentuknya ruang terbuka biru. Mekanisme pengendalian air limpasan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan kolam/waduk retensi yang sekaligus berfungsi sebagai resapan, reservoir bawah tanah (underground reservoir) sumur resapan, lubang resapan biopori (LRB), dan sumur injeksi.
6-14
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
6.4
Rencana Utilitas Rencana utilitas Kawasan Reklamasi Pantura terdiri atas rencana prasarana
drainase, air bersih, air limbah, sampah, kelistrikan, dan telekomunikasi. Pengembangan rencana utilitas di Kawasan Reklamasi Pantura dilakukan berdasarkan prinsip ramah lingkungan dan mandiri atau tidak bergantung pada daratan DKI Jakarta. Ramah lingkungan diwujudkan melalui penggunaan teknologi, pengelolaan secara terpadu prasarana drainase, air bersih, dan air limbah, serta pengurangan dan pendaurulangan sampah. Pelayanan utilitas di Kawasan Reklamasi Jakarta akan dibangun menggunakan standar pelayanan di atas standar minimal karena Kawasan Reklamasi dirancang sebagai pusat primer yang memiliki skala layanan internasional. Pembangunan utilitas akan dilakukan secara bertahap melalui pentahapan program. Sistem jaringan air bersih, air limbah, dan persampahan dalam jangka waktu tertentu akan diserahkan ke Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dengan ketentuan yang akan diatur lebih lanjut. 6.4.1 Rencana Prasarana Drainase Penyusunan rencana tata ruang KSP Pantura Jakarta dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut : Prasarana drainase terdiri atas saluran primer, sekunder, dan tersier dan dibangun di sisi jaringan jalan dengan lebar saluran sesuai dengan hirarki jalan. Standar keamanan prasarana drainase berbeda-beda sesuai tipe jaringan. Jaringan makro dirancang untuk kala ulang 100 tahun, jaringan sub-makro dirancang untuk kala ulang 25 tahun, sedangkan jaringan mikro dirancang untuk kala ulang 10 tahun. Sistem pengelolaan air melalui jaringan drainase dapat berupa sistem polder dan/atau sistem gravitasi. Air limpasan disalurkan melalui drainase menuju badan air, kolam penampungan, atau ruang terbuka biru yang memiliki proporsi minimal seluas 5% dari luas pulau. 6.4.2 Rencana Prasarana Air Bersih Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada sub bab analisis kebutuhan air bersih, didapatkan kebutuhan air bersih sebesar 3.890 liter/detik. Penyediaan air bersih untuk Kawasan Strategis Pantura Jakarta dapat bersumber dari pengolahan air laut dan pengolahan air limbah, dengan sumber utama pengolahan air limbah karena desalinasi air laut yang mahal. Sumber air hujan tidak menjadi pilihan karena tangkapan yang sedikit, sehingga hanya digunakan untuk cadangan air baku di waduk. Air limbah yang diolah dalam IPAL sebagai sumber air bersih adalah
greywater. Air hasil pengolahan greywater akan dialirkan menuju badan air atau 6-15
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
waduk untuk diencerkan sebelum dialirkan ke permukiman untuk digunakan sebagai air bersih. Air yang terdapat di badan air atau waduk hanya digunakan untuk menetralkan air limbah dan air baku waduk agar tidak kering pada musim kemarau. Desalinasi air laut digunakan bersama dengan pengolahan air limbah dengan proporsi tertentu, misalnya 70% dari pengolahan air limbah dan 30% dari desalinasi air laut. Penyediaan air bersih untuk kebutuhan baik domestik maupun non-domestik harus memenuhi kebutuhan secara kontinyu dan kualitasnya memenuhi peraturan baku mutu. Kegiatan penyediaan air bersih meliputi penyediaan air baku, instalasi pengolahan air, dan saluran distribusi air bersih yang dapat diselenggarakan secara mandiri di setiap pulau reklamasi atau bekerjasama dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana air bersih menjadi kewajiban pengelola pulau reklamasi yang dapat dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. 6.4.3 Rencana Prasarana Air Limbah Rencana prasarana air limbah terdiri atas air limbah domestik dan industri. Berikut adalah pembahasan lebih lanjut mengenai rencana prasarana air limbah. 6.4.3.1
Air Limbah Domestik
Penyusunan rencana tata ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut : Air limbah domestik terdiri dari greywater atau air kotor dan blackwater atau air tinja. Air kotor disalurkan dan diolah di instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk digunakan menjadi air bersih sedangkan air kotor dikelola secara individual. Pengelolaan air kotor dilakukan menggunakan tanki septik tanpa bidang resapan dan pengerukan lumpur tinja dilakukan secara berkala. Sistem pengelolaan dan pelayanan air bekas (used water management) bagi Kawasan Strategis Pantura Jakarta ini akan dilakukan dengan prinsip pengumpulan dan penyaluran air bekas dari setiap sumber (domestik, komersial, publik, dan industri) sebagai konsekuensi dari penggunaan air bersih kemudian disalurkan dengan sistem jaringan pengumpul air bekas (sewerage system) untuk kemudian diolah secara terpusat pada masing-masing pulau atau kombinasi dari sumber dari beberapa pulau pada pusat pengolahan air bekas (central used water reclamation
facility/CUWRF) dengan menggunakan teknologi pengolahan lanjut (advanced treatment system). Proses pengolahan pada CUWRF dengan menggunakan teknologi membrane biologi (bio-membrane technology) ini akan menghasilkan air bersih (clean water) yang akan digunakan untuk keperluan air bersih bagi kawasan dan juga untuk membantu beberapa kawasan di daratan yang selama ini
6-16
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
mengalami krisis air (water stress areas) sebagai bagian dari program revitalisasi pantura Jakarta. Sistem penyaluran air bekas menuju CUWRF dilakukan secara gravitasi melalui saluran tertutup dengan dilengkapi dengan sistem pemompaan pada beberapa titik yang tidak memungkinkan lagi terjadinya pengaliran secara gravitasi. CUWRF akan menghasilkan lumpur endapan biologi (biological sludge) yang dapat diolah dengan menggunakan sludge treatment facility yang dapat menghasilkan biogas (CH4) dan biosolid yang dapat dijadikan sumber pupuk organik salah satu ciri sebagai kawasan berwawasan lingkungan. Pengelolaan air limbah domestik terdiri dari penyediaan saluran dan IPAL yang dapat dilakukan secara mandiri per pulau atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana air limbah merupakan tanggung jawab pengelola pulau reklamasi yang dapat dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. 6.4.3.2
Air Limbah Industri
Air limbah industri harus diolah terlebih dahulu hingga memenuhi baku mutu sesuai peraturan yang berlaku. Prasarana air limbah industri digunakan untuk mengalirkan limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi dan mengolah dalam IPAL. Pengolahan air limbah industri dilakukan secara terpadu di dalam masingmasing
kawasan
industri.
Pembangunan,
pengelolaan,
dan
pemeliharaan
prasarana air limbah industri menjadi tanggung jawab pegelola kawasan industri. Untuk limbah B3, pengelolaan dilakukan sesuai peraturan. 6.4.4 Rencana Prasarana Sampah Penyusunan rencana tata ruang KSP Pantura Jakarta dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut : Pengelolaan sampah Kawasan Reklamasi Pantura dilakukan berdasarkan prinsip
reduce, reuse, recycle (3R) yang meliputi pemilahan sampah di sumbernya, penyediaan tempat penampungan sementara (TPS), sistem pengangkutan sampah, dan penyediaan tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST). Terkait dengan rencana pengembangan kawasan strategis pantura Jakarta ini, sistem pengelolaan limbah padat dan limbah B3 akan dilakukan secara terpadu dan ramah lingkungan. Proses pemilhan sampah harus dilakukan langsung pada sumbernya, yaitu setiap individu, rumah tangga, dan/atau pengelola zona. Sampah dipilah menjadi paling sedikit tiga jenis, yaitu smapah organik, anorganik, dan sampah B3. Selain di sumber, pemilahan sampah juga dilakukan di TPS dan TPST. TPS atau tempat penampungan sementara wajib disediakan di setiap zona dengan luas minimal 500 m2. TPS dengan luas minimal 500 m2 termasuk ke dalam TPS 6-17
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tipe III atau TPS dengan luas lahan > 200 m2 dan dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, gudang, dan tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container. TPS dengan luas minimal 500 m2 dirancang untuk melayani ± 12.000 KK atau 60.000 jiwa (SNI 3242-2008). Sampah yang bersifat organik yang bisa dibuat kompos sekaligus menghasilkan bio-energi berupa gas methan (CH4) dengan material non-organik yang memiliki nilai ekonomi baik melalui proses penggunaan atau pendaur-ulangan kembali. Material kompos akan dapat menjadi alternatif pupuk organik untuk tanaman maupun pertamanan. Sementara material yang masih bernilai ekonomis akan dikirimkan pusat daur-ulang terpadu (integrated recycling center) yang ada di kawasan ini. Sampah B3 akan diolah oleh pihak lain yang memiliki izin untuk mengolahnya misalnya pihak swasta seperti PPLI B3. Skala pelayanan TPST dapat mencakup satu pulau atau beberapa pulau yang berdekatan untuk alasan efisiensi biaya. Pengangkutan sampah menuju tempat pengolahan dan/atau penampungan tidak akan dilakukan secara manual. Pengangkutan sampah dapat dilakukan menggunakan kontainer, truk sampah, street sweeper. Sampah akhir yang tidak dapat dimanfaatkan kembali akan diolah menggunakan insinerator. TPA dengan metode landfill tidak akan digunakan mengingat kondisi pulau yang merupakan lahan urugan. Pengelolaan sampah di pulau reklamasi dapat dilakukan secara mandiri atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana terkait pengelolaan sampah pulau reklamasi menjadi kewajiban pengelola pulau atau bekerjasama dengan pihak lain. 6.4.5 Rencana Prasarana Kelistrikan Rencana pengembangan jaringan listrik meliputi pengembangan instalasi pembangkit listrik dan pemanfaatan alternatif sumber energi. Pengembangan instalasi pembangkit listrik dilakukan oleh perusahaan listrik negara atau PT. PLN Persero. Pemanfaatan alternatif sumber energi dilakukan melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga altenatif yang terbaharukan seperti surya dan angin, dan kemungkinan pengembangan tenaga gas. Dengan pemanfaatan sumber daya gas, diharapkan biaya tarif dasar listrik dapat ditekan karena biaya bahan bakar gas relatif lebih murah dibanding bahan bakar minyak seperti diesel. 6.4.6 Rencana Prasarana Telekomunikasi Rencana pengembangan jaringan telepon terutama diarahkan untuk penambahan jumlah sambungan rumah tangga, perdagangan, jasa, perkantoran dan industri. Selain itu, terdapat juga rencana pembangunan jaringan fiber optik untuk melayani seluruh kegiatan fungsional di Kawasan Barat, Kawasan Tengah 6-18
BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dan Kawasan Timur. Pengembangan prasarana telekomunikasi nirkabel juga dapat dilakukan untuk memenuhi prasarana telekomunikasi di Kawasan Reklamasi Pantura.
6-19
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Rencana pola ruang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budidaya yang fungsinya dirumuskan sebagai/untuk: a. alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam kawasan perencanaan yang disusun Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta; b. pengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang; c. dasar penyusunan indikasi program jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun; dan d. dasar pemberian izin pemanfaatan ruang. Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta dirumuskan berdasarkan pada tujuan penataan ruang, kebijakan dan strategi penataan ruang, daya dukung (termasuk daya dukung prasarana dan utilitas dalam blok) dan daya tampung lingkungan hidup kawasan perkotaan, kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan lingkungan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Rencana detail pola ruang dirumuskan dengan kriteria sebagai berikut : a.
merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW DKI Jakarta;
b. memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah/kawasan yang berbatasan; c.
memperhatikan mitigasi bencana;
d. memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan; e.
menyediakan ruang terbuka hijau minimal 30% (20% RTH publik dan 10% RTH privat) dari luas kawasan perkotaan;
f.
menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal;
g. menyediakan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kabupaten; dan h. dapat diwujudkan dalam jangka waktu perencanaan pada kawasan bersangkutan. 7-1
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
7.1 Rencana Daya Tampung dan Sebaran Penduduk. Rencana persebaran penduduk, merupakan rencana distribusi kepadatan penduduk per pulau reklamasi. Rencana persebaran penduduk ini ditetapkan dengan mempertimbangkan luasan setiap pulau serta ketentuan intensitas (terutama proporsi area yang dapat dibangun sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008). Daya tampung bagi penduduk selaras dengan kemampuan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta dapat mewujudkan jasa pelayanan yang optimal. Rencana daya tampung Kawasan Strategis Pantura adalah kawasan reklamasi yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan maksimal 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu) jiwa penduduk yang persebarannya diarahkan sebanyak 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa pada Sub-Kawasan Barat, 400.000 (empat ratus ribu) jiwa pada Sub-Kawasan Tengah dan 100.000 (seratus ribu)jiwa pada SubKawasan Timur. Dengan pertimbangan-pertimbangan yang telah dibahas sebelumnya, maka sebaran penduduk pada setiap pulau reklamasi dapat dilihat pada Tabel 7-1 berikut ini.
7-2
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
No
Pulau
Tabel 7- 1: Luasan Pulau Reklamasi dan Rencana Sebaran Penduduk Setiap Pulau Proporsi Sebaran Klasifikasi Zona Luasan Luasan Pulau yang dapat Luas Jumlah Berdasarkan yang bisa dikembangkan untuk Pulau Penduduk Perpres 54/2008 dibangun perumahan Setiap Pulau per-kawasan
A.
Sub Kawasan Barat (Penduduk Maksimal 250.000 jiwa)
1 2 3 4 5 6 7 8
Pulau A Pulau B Pulau C Pulau D Pulau E Pulau F Pulau G Pulau H
B.
TOTAL 815,1 Sub Kawasan Tengah (Penduduk Maksimal 400.000 jiwa)
9 10 11 12 13
Pulau I Pulau J Pulau K Pulau L Pulau M
C.
TOTAL 849,5 Sub Kawasan Timur (Penduduk Maksimal 100.000 jiwa)
12 13 14
Pulau N Pulau O Pulau P
15
Pulau Q
79 380 276 312 284 190 155 63
405 316 32 447 587
411 344 463
369 TOTAL
P3 P3 P2 P5 P5 P3 P3 P3
P3 P3 P3 P3 P3
P3 P3
P3
39,5 190 110,4 140,4 127,8 95 80,5 31,5
4,85 23,31 13,54 17,22 15,68 11,66 9,88 3,86
10.500 57.000 37.000 47.000 43.000 25.500 21.500 8.500
100,00
250.000
23,84 18,60 2,06 28,31 27,19
95.500 74.500 7.500 113.500 109.000
100,00
400.000
189,5 172 231,5
5,00 5,00 45,00
24.000 22.000 30.000
184,5 777,5
45,00 100
24.000 100.000
202,5 158 17,5 240,5 231
Ter
41,532 47,961 42,770 51,448 24,285 4,770 212,767 158,242 275,337 61,928 390,072 159,099 1,044,677 40,000 2,353 23,261 18,539 84,153
7-3
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
7.2
Rencana Pola Sifat Lingkungan Pola sifat lingkungan adalah pola kepadatan bangunan yang didapat dari
pertimbangan arahan dari peta struktur ruang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Kawasan Strategis Pantai Utara merupakan kawasan baru yang belum memiliki kepadatan bangunan yang nyata. Oleh karena itu, pola sifat lingkungan kawasan ini didasarkan pada rencana struktur ruang. Kawasan ini memiliki pola sifat lingkungan padat pada umumnya dan pola sifat lingkungan sangat padat pada area tertentu yaitu kawasan di sekitar simpul angkutan umum massal.
Gambar 7- 1 : Peta Rencana Pola Sifat Lingkungan Kawasan Strategis Pantai Utara
7.3
Rencana Pola Ruang Pembahasan mengenai rencana pola ruang terbagi atas pendekatan
penyusunan pola ruang dan rencana pola ruang Kawasan Strategis Pantura.
7.3.1 Pendekatan Penyusunan Pola Ruang Pendekatan penyusunan pola ruang dalam Kawasan Strategis Pantura menggunakan empat konsep dasar, yaitu konsep neighborhood unit, transitoriented development (TOD), urban sustainability, dan sense of place. 7.3.1.1.
Neighborhood Unit Konsep
pengembangan
pola
ruang
neighborhood
unit,
merupakan konsep di mana semua pergerakan aktivitas penduduknya diharapkan dapat dilakukan dalam skala lingkungan yang kecil sehingga dapat mengurangi pergerakan yang masif. Konsep ini tepat untuk
7-4
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
diterapkan pada zona perumahan. Ciri-ciri dari neighborhood unit ini antara lain: a) Social integrity, yaitu terbentuknya integritas sosial antar penduduk, yaitu adanya kebersamaan, rasa tempat, identity, unity, sense of
belonging. b) Sharing system, merupakan dasar dari kesatuan (unity): c) Tempat tinggal bersama (common residences) d) Penggunaan pelayanan bersama e) Perhatian terhadap kejadian di lingkungan dan mau membela kepentingan bersama f)
Pelayanan lingkungan yang dioperasikan sendiri (self operated
neighborhood services), misalnya sampah, siskamling, dll. Catatan: (NU untuk desentralisasi pelayanan + pengurangan transport) g) Bertetangga,
berkembang
dalam
waktu
yang
lama
dengan
bersosialisasi melalui tukar, pinjam, bantu, tukar info, persahabatan. h) Pemerintahan, skala lingkungan RT/RW. i)
Swasembada (self-containment), minimum pelayanan sehari-hari dalam jarak dekat. Pada konsep ini, pengembangan jaringan jalan mengikuti fungsi
kegiatan, contohnya kegiatan primer akan dilayani oleh jalan primer baik arteri maupun kolektor, begitu pula dengan kegiatan sekunder akan dilayani oleh jalan sekunder, dan seterusnya. 7.3.1.2.
Transit-Oriented Development (TOD) Jacobson (2009) dalam bukunya American TODs, Good Practices for Urban Design in Transit-Oriented Development Projects menjabarkan
prinsip-prinsip
yang
perlu
diperhatikan
dalam
pengembangan kawasan berkonsep Transit Oriented Development. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mampu menyadari dan memfasilitasi perencanaan pengembangan suatu kawasan agar memperoleh hasil maksimal dalam waktu dan tahapan berkala. 2. Melibatkan partisipasi dan kerjasama berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat setempat sebagai faktor koreksi dan pelengkap perencanaan pengembangan. 3. Memprogram ruang agar dapat digunakan untuk kegiatan yang tepat
pada
saat
yang
tepat,
dengan
optimalisasi
waktu
penggunaan.
7-5
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
4. Menjaga citra penampilan kawasan sebagai fasilitas umum dengan melakukan perawatan secara berkala. 5. Mempertimbangkan skala manusia sebagai penyesuaian dengan kebiasaan pengguna sebagai pokok dalam penciptaan ruang yang baik 6. Menarik orang-orang yang bergerak dengan perantara ruang publik sebagai ruang pengumpul melalui fasilitas transportasi. 7. Mengutamakan faktor keselamatan sebagai fundamental bagi keberhasilan ruang publik, termasuk tempat transit dengan keragaman penggunanya. 8. Mengoptimalkan variasi dan kompleksitas fungsi lahan dan jenis kegiatan yang terjadi sehingga memberikan perasaan positif bagi penggunanya dan memperkuat karakter suatu tempat. 9. Membuat hubungan antar ruang kota yang terintegrasi dengan baik dan saling mendukung antara tempat transit dengan kawasan. 10. Menghidupkan kembali jalur-jalur pejalan kaki dengan fasilitas pejalan kaki senyaman mungkin, tersinergi dengan rencana perkotaan. 11. Mengintegrasikan fungsi-fungsi kawasan transit dan fasilitas transit dengan pola perencanaan kota agar saling bersinergi. 12. Memperhatikan pergerakan kendaraan pribadi dan areal parkir demi mendukung fungsi kawasan transit secara optimal. Di sisi lain, Calthrope (1994) juga menjabarkan beberapa prinsip pengembangan kawasan berbasiskan transit, yaitu: 1. Pengorganisasian pertumbuhan berskala regional agar menjadi lingkungan kompak yang berorientasi transit 2. Penyediaan keragaman fungsi, kepadatan, dan variasi tipe hunian 3. Penciptaan ruang-ruang publik sebagai fokus dari orientasi bangunan dan aktivitas lingkungan 4. Penciptaan jaringan jalan ramah pejalan kaki yang memiliki aksesibilitas tinggi dan luas ke berbagai sudut 5. Penempatan fasilitas komersial, perumahan, perkantoran, parkir, dan fasilitas publik lain dalam jangkauan jarak berjalan kaki dari perhentian transit 6. Perlindungan habitat dan ruang-ruang terbuka alami 7. Mendorong terciptanya infiltrasi dan peremajaan daerah di sekitar koridor transit dan lingkungannya
7-6
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Agar konsep Transit Oriented Development (TOD) berjalan, orientasi kepada pemakai atau populasi yang dilayani penting untuk diperhatikan. Besaran kepadatan populasi menurut Calthorpe (The New Urbanism, 1993) adalah kurang lebih 2000 rumah; 93.000 m2 ruang komersial ruang terbuka, sekolah, dan fasilitas umum terletak dalam jangkauan 350 meter berjalan kaki dari stasiun atau terminal dan pusat komersial atau kira-kira meliputi 48 Hektar. Diperkirakan kepadatan minimal tiap titik transit 160 jiwa/hektar atau 10-15 unit per 0.4 Hektar (Calthorpe, 1993 dan Katz, 1994). Ukuran dari TOD ditentukan melalui radius rata-ratanya. Radius rata-rata 600 meter diperlukan untuk membentuk suatu jarak nyaman bagi pejalan kaki (10 menit berjalan). Kawasan TOD harus diletakkan berdekatan dengan jalan yang memiliki rute bus terbesar ke berbagai tujuan. Cukupnya aksesibilitas kendaraan sangat diperlukan untuk memudahkan akomodasi penghuni menuju lokasi perhentian transit.
Gambar 7- 2: Urban Transit dengan mixed-use di Suatu Kawasan (kiri); Pengembangan di Sepanjang Alur Transit (kanan)
Populasi TOD tidak hanya dilayani oleh titik transit, melainkan dalam arti lebih luas dengan pelayanan jaringan sehingga dapat bekerja di bagian lain tanpa ada kendala waktu perjalanan. Waktu perjalanan maksimal adalah 1 jam perjalanan dengan selang waktu di bawah 5 menit yang menjadi ketentuan minimal pelayanan TOD. Struktur utama TOD adalah penataan kawasan menggunakan pola radial dengan node yang merupakan pusat lingkungan yang difokuskan pada fungsi campuran dengan pusat komersial, fungsi publik, dan perhentian transit sebagai pusat orientasi. Dengan pola radial, jarak dan waktu tempuh menuju pusat akan menjadi lebih singkat. Area yang mengelilingi TOD disebut sebagai secondary area yang merupakan daerah dengan tingkat 7-7
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
kepadatan rendah. Transit Oriented Development memiliki beberapa konsep: 1.
Urban Transit Oriented Development: TOD dengan konsep ini dilokasikan di dekat jaringan transportasi kota tingkat pertama, umumnya berupa kereta atau jalur bus ekspres.
Urban TOD
berlokasi pada jaringan jalan yang tersibuk dari suatu jaringan lalu lintas, sehingga dikembangkan dengan intensitas komersial yang tinggi dengan kepadatan hunian sedang. Konsep TOD ini cocok dengan daerah yang bersifat pembangkit lingkungan kerja (job-
generating). TOD menyediakan akses langsung untuk tiap penumpang pada jalur transportasi utama tanpa perlu berganti kendaraan dengan radius sekitar 1.25-2.5 km dari stasiun. 2.
Neighborhood Transit Oriented Development: Berlokasi sekitar jaringan transit kota tingkat lingkungan, yaitu jalur bus lokal dengan jangkauan tempuh transit 200 meter (tidak lebih 10 menit). Lingkungan yang dilayani oleh neighborhood TOD ini adalah lingkungan yang mempunyai daerah pemukiman berkepadatan sedang/rendah yang dilengkapi oleh toko-toko yang berorientasi pada pasar lokal berupa yang dilengkapi fungsi retail, hiburan, area umum, rekreasi dan pelayanan berskala lingkungan. Dalam pengembangannya, kawasan yang menggunakan konsep
Transit Oriented Development harus memiliki beberapa struktur dan fungsi guna lahan yang menjadi area pengembangan dalam mendukung fasilitas transit, yaitu: 1.
Fungsi
publik.
Fungsi
publik
diperlukan
untuk
melayani
penduduk/residen dan para pekerja di kawasan TOD dan daerahdaerah sekitarnya. Tempat parkir, plasa, zona hijau, gedung-gedung publik, dan pelayanan publik dapat digunakan untuk mengisi kebutuhan tersebut. Parkir umum dan plasa kecil harus disediakan dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Lokasinya berada dalam jarak terdekat dengan titik transit dengan jangkauan 5 menit berjalan kaki. 2. Pusat area komersial. Inti perniagaan di pusat setiap TOD adalah hal esensial karena memungkinkan sebagian besar penduduk dan pekerja berjalan atau mengendarai sepeda bagi banyak barangbarang dan pelayanan dasar. Pengguna transit memilih pergi ke toko akan pergi pada sekian mil yang lebih singkat serta dapat menghindari menggunakan jalan arterial untuk perjalanan lokal. Area 7-8
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
komersial inti juga menyediakan destination (tempat tujuan) mixed
use yang membuat pengguna transit menggunakan perhentian transit
bila
dikombinasikan
dengan
peluang-peluang
retail,
pelayanan/jasa, perkantoran, mall, dan tempat pertemuan. Pusat area komersial ini juga dialokasikan dalam jangkauan 5 menit berjalan kaki. 3. Area permukiman. Berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat komersial dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus sejalan dengan variasi tipe permukiman, termasuk single
family housing, town house, condominium, dan apartment. 4. Area sekunder. Berdekatan dengan TOD, berjarak lebih dari 1 mil dari
pusat
area
komersial.
Jaringan
area
sekunder
harus
menyediakan beberapa akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersial dengan seminimal mungkin terbelah oleh jalan arteri. Area ini memiliki densitas yang lebih rendah dari fungsi single family housing, sekolah umum, taman komunitas, fungsi pembangkit perkantoran dengan intensitas rendah, dan parkir. 5. Fungsi-fungsi
lain
yang
secara
ekstensif
bergantung
pada
kendaraan bermotor, truk, atau intensitas perkantoran yang sangat rendah yang berada di luar kawasan TOD dan area sekunder Titik transit dilihat sebagai awalan maupun akhiran dalam pergerakan. Pengaturan letak fasilitas transit menjadi faktor penting karena titik transit berperan sebagai titik temu dari berbagai jenis angkutan yang erat kaitannya dengan penataan distribusi kegiatan yang ada dalam kawasan yang memiliki peruntukkan campuran, agar tercapai keseimbangan sirkulasi dan intensitas yang merata baik untuk sirkulasi kendaraan maupun pejalan kaki (Barnett, 1982). Dikaitkan dengan sistem tautan, titik transit merupakan daerah tujuan sebagai titik awal pergerakan kawasan. Yang perlu diperhatikan dalam penataan adalah: a. Lokasi jalur transit. Memiliki potensi untuk ditingkatkan kepadatannya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah. Pada jalur tersebut harus disediakan lahan yang memadai untuk TOD yang dapat melayani akses ke jalur tersebut. Sebaiknya berada pada jalur transit moda transportasi atau rute kendaraan umum dengan waktu transit (frekuensi perjalanan) 10 menit. b. Lokasi perhentian transit. Lokasi perhentian transit terletak pada jalur transit utama yang direncanakan atau pada lokasi yang dilewati 7-9
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
feeder bus dalam jarak 10 menit dari halte ke jalan utama. Jaringan jalan utama yang dilewati oleh sistem transit cepat lainnya seperti kereta api ekspress, bus ekspress dengan tenggang waktu pelayanan antara 15 menit dari setiap pemberangkatannya. Harus tersedia ROW yang resmi dari masing-masing jenis alat transportasi dengan tujuan memastikan waktu pemberangkatan dan jalur transit yang bebas hambatan. c. Fasilitas perhentian transit. Berupa tempat untuk transit yang berfungsi mengakomodasi pelayanan naik turunnya penumpang, kedatangan dan keberangkatan moda, tempat tejadinya transfer penumpang dari satu moda ke moda lainnya, serta tempat pertemuan intermoda (angkot, kendaraan pribadi, ojek, becak, pejalan kaki). Kebutuhan kawasan permukiman di sekitarnya dilayani oleh fasilitas pada skala pelayanan stasiun seperti fungsi sirkulasi dan parkir, fasilitas umum, serta fasilitas sosial. Perhentian transit harus menyediakan halte untuk pedestrian, fasilitas untuk penumpang, dan fasilitas yang diperlukan oleh pengantar jemput. d. Akses menuju perhentian transit. Jalan-jalan menuju ke perhentian transit harus direncanakan agar fasilitas pedestrian yang menyebrangi jalan menuju perhentian transit menjadi aman dan nyaman. Area parkir dan area turunnya penumpang dari mobil dan bus berdekatan dengan stasiun dan pedestrian. Dalam merencanakan jaringan jalan, aksesibilitas ke perhentian transit harus menjadi prioritas utama untuk meningkatkan kuantitas masyarakat yang memakai fasilitas transit. Penempatan persimpangan jalan dan tanda-tanda harus mudah dikenali untuk mempercepat akses ke perhentian transit. e. Jalan dan sistem sirkulasi. Lebar jalan, kecepatan kendaraan dan
banyaknya jalur jalan harus diminimkan dengan tetap memikirkan faktor keselamatan. Jalannya didesain dengan kecepatan 15 mil/jam atau lebih kurang 37 km/jam. Lebar jalur yang direkomendasikan adalah sekitar 24 m yang terdiri dari jalan mobil, pedestrian, dan jalur sepeda dengan penghijauan. Mempersempit lebar jalan akan memperlambat arus kendaraan sehingga diharapkan pengemudi akan lebih berhati-hati dan tingkat kecelakaan dapat ditekan seminim mungkin. Pemakaian lahan untuk jalan yang lebih minim akan membantu lebih tersedianya lahan untuk landscaping, jalan sepeda, dan parkir di jalan.
7-10
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
7.3.1.3.
Urban Sustainability Konteks sustainability atau berkelanjutan pada suatu kota merupakan arah yang diupayakan untuk menyokong kebutuhan manusia dan mendorong pemenuhan kebutuhan secara kontinu pada level yang lebih baik, dimana lingkungan binaan mendukung pengembangan personal dan lingkungan (Hill, 1992). Selain itu, pemahaman lain akan keberlanjutan adalah sebuah evolusi lingkungan, ekonomi dan sosial yang kontinu. Perkotaan dalam pembangunan yang berkelanjutan merupakan hal yang signifikan karena kota merupakan satu-satunya tempat dimana penduduk, modal, dan sumber daya berada dalam sinergi yang dinamis. Terkait dengannya, integrasi dan keseimbangan kebijakan merupakan hal krusial yang membutuhkan dukungan dari penduduknya (Mega, 2008). Konsep kota berkelanjutan memiliki prinsip-prinsip tertentu yang dapat digunakan untuk melihat pembangunan kota yang menunjukkan ciri-ciri keberlanjutan. Terkait dengan bentuk kota, kota yang kompak (compact city) di negara-negara maju dianggap sebagai suatu ciri kota yang berkelanjutan yang ditunjukkan dengan intensifikasi aktivitas di pusat kota, pembangunan dengan penambahan pada struktur yang telah ada, kombinasi fungsi-fungsi setiap bagian wilayah kota, penyediaan dan penyebaran fasilitas, dan pembangunan dengan kepadatan tinggi. Oleh sebab itu, urban compactness dapat dijadikan salah satu indikator keberlanjutan kota. Selain itu, urban compactness ini tidak lepas dari hubungannya terhadap transportasi. Konsep compact city yang menuju kota
berkelanjutan
juga
akan
menuju
ke
transportasi
yang
berkelanjutan. Menurut Mountain Association for Community Economic De-
velopment (MACED), isu sustainabilitas terbatas pada tiga aspek, yaitu: 1. Ekonomi - ketahanan ekonomi suatu kota dalam menghadapi permasalahan ekonomi masa kini dan masa depan, dimana manajemen
kota
harus
menyediakan
lapangan
kerja
bagi
masyarakat dan melakukan pembiayaan keberlangsungan kotanya menggunakan pendapatan dari kotanya sendiri. 2. Ekologi - perlunya melestarikan aset-aset alam untuk dapat dirasakan manfaatnya secara menerus. 3. Ekuitas - perlunya ketersediaan kesempatan yang memadai bagi berbagai elemen masyarakat untuk berpartisipasi mengembangkan
7-11
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
kotanya, baik dari kesempatan berekonomi, ataupun membuat kebijakan sosial. Dari aspek tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai pengembangan kawasan yang berkelanjutan, maka sebuah kawasan
harus
meminimalisasi
penggunaan
sumber
daya
tak
terbarukan, pengarahan penggunaan pada sumber daya yang dapat diperbaharui dan sumber daya buatan manusia dan memperhatikan keberlanjutan kualitas lingkungan dengan memperhatikan penyerapan limbah lokal dan global. Prinsip berkelanjutan adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (United Nations World Commission
on Environment and Development, 1987) terutama relasi antara aspek lingkungan,
aspek sosial
dan
aspek ekonomi
dalam kerangka
pembangunan perkotaan. Ditambahkan oleh Hallmarks of a Sustainable
City (CABE 2009) kota yang merespon perubahan iklim dapat membantu menyelesaikan permasalahan sosial dan ekonomi, seperti kelangkaan bahan bakar, kepadatan lalu lintas, dan membawa kualitas hidup yang lebih baik. Secara lebih detail, manfaat perkotaan yang berkelanjutan dapat dilihat dari bermacam aspek, namun yang utama terdiri dari 3 aspek yaitu: 1. Segi Lingkungan Perkotaan yang berkelanjutan dapat memfasilitasi kehidupan masyarakatnya dengan lingkungan yang sehat, sehingga tingkat kematian dapat dikurangi, dan produktivitas penduduk meningkat,
menjaga
ketersediaannya
ruang
terbuka
publik,
mengurangi pemanasan global, memudahkan akses penduduk kota, mampu mendaur ulang energi kota dan memfasilitasi dengan baik penduduknya. 2. Segi Ekonomi Perkotaan yang berkelanjutan mampu menyediakan berbagai kesempatan bagi para pencari kerja, serta mampu menjadi landmark sebuah negara, sehingga menarik wisatawan asing untuk berinvestasi di kota ini. 3. Segi Sosial Perkotaan yang berkelanjutan mampu mewadahi masyarakat merumuskan kebijakan baru dengan pemerintah untuk memajukan kotanya, sehingga dapat menjaga stabilitas sosial, selain
7-12
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
itu mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya, sehingga memperkecil kesenjangan sosial. 7.3.1.4.
Sense of Place
Place (tempat) adalah space (ruang) yang memiliki ciri khas tersendiri. Perbedaan antara keduanya menurut Roger Trancik (1986) adalah, keberadaan space muncul dari adanya determinasi fisik, dan sebuah space menjadi sebuah place jika terdapat makna dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya. Makna tempat tersebut muncul dari benda konkret (bahan, rupa, tekstur, warna) maupun benda abstrak, yaitu asosiasi kultural dan regional yang dilakukan oleh manusia di tempatnya. Place mengandung lokalitas kawasan tersebut. Faktor pembentuk place terbagi menjadi dua, yakni man-made (buatan) dan natural (alami), atau bisa juga disebut lansekap dan pemukiman. Makna tempat (sense of place) merupakan kekuatan non fisik yang mampu membentuk kesan dalam sebuah tempat (Garnham,1985). Makna tempat tersebut dapat timbul oleh atribut-atribut sebagai berikut: 1. Aspek lingkungan alamiah dan buatan seperti bentuk lahan dan topografi, vegetasi, iklim dan air. 2. Ekspresi budaya (misal benteng, istana, masjid), wujud-wujud akibat sejarah sosial dan tempat sebagai artefak budaya; dan 3. Pengalaman sensoris, utamanya visual yang dihasilkan oleh interaksi budaya dengan bentang alam eksisting. Aspek lokal menjadi sesuatu yang sangat menonjol, apalagi jika mengandung keunikan yang tidak ada duanya di tempat lain.
Place
dapat berbentuk apa saja, antara lain berupa jalan ( street), plaza (square), taman (park), pinggiran sungai (riverfront), jalan setapak (foothpath), trotoar (pedestrian). Karena ruang-ruang ini dimiliki oleh komunitas yang lebih luas, maka dinamakan public place atau ruang publik. Konsep place memberikan penekanan pada pentingnya sense of
belonging atau rasa kepemilikan yang memunculkan ikatan emosional antara manusia terhadap tempat tersebut. Inilah kemudian yang memunculkan adanya sense of identity atau sense of belonging terhadap kawasan. Menurut Crang, (1998) place menghadirkan pengalaman orang-orang pada masa lalu yang berlangsung terus-menerus sepanjang waktu. Rasa kepemilikan terhadap suatu tempat kemudian diekspresikan dalam bentuk perbedaan fisik atau keunikan yang hadir saat memasuki area tertentu. 7-13
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Sense of place yang diimplementasikan pada sebuah tempat akan menghadirkan kenyamanan, menjawab kebutuhan sosial serta terdapatnya arsitektur yang menarik. Menghadirkan sense of place pada suatu kawasan tidak cukup dengan menghadirkan karakter fisik pada kawasan tersebut, namun juga memperhatikan apakah lingkungan sekitar memiliki keunikan dan identitas yang khas, sesuatu yang merekatkan manusia dengan tempat sehingga muncul perasaan seolah kita sedang berada di rumah. Berikut adalah faktor yang turut berperan dalam menciptakan sense of place, antara lain: 1. Keistimewaan fisik dan tampilan, seperti struktur dan keindahan penampilan bangunan serta lingkungan. 2. Aktifitas dan fungsi lokal yang unik, menyangkut pula bagaimana interaksi antara manusia dan tempat, bangunan dan lingkungan, juga budaya masyarakat. 3. Makna atau simbolisme, yang menyangkut banyak aspek dan sangat kompleks, seperti wujud bangunan atau lingkungan yang muncul karena interaksinya dengan masyarakat
atau
karena aspek
fungsional. Sedangkan komponen yang bersifat fisik yang harus diperhatikan untuk membentuk sebuah place menurut Davies (2000), adalah: 1.
Context, posisi dalam hirarki pergerakan akan menentukan seberapa intensif ruang akan digunakan.
2.
Kegiatan yang membatasi ruang, tata guna lahan di sekitarnya, luas tiap plotnya dan tanda-tanda kehidupan diantara batas-batas bangunan akan mempengaruhi bagaimana daya tarik ruang tersebut. Batasan di tepi seringkali merupakan tempat yang paling populer di dalam ruang publik.
3.
Kegiatan di dalam ruang yang dapat ditampung oleh suatu ruang sepanjang waktu di sepanjang tahun.
4.
Iklim mikro, orang menginginkan tempat yang nyaman dari aliran angin dan memiliki prospek kenyamanan dari sinar matahari dengan perlindungan untuk cuaca terpanas.
5.
Skala yang disesuaikan dengan fungsi ruang tersebut.
6.
Proporsi, tingkat ketahanan ruang tersebut akan menentukan seberapa baik ruang bisa didefinisikan. Sense of place akan hilang jika tingkat ketahanan ruang berkurang.
7-14
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
7.
Objek dalam ruang, pohon, perubahan ketinggian, dan public art menghadirkan place di sekitar tempat-tempat berkumpul bagi orang banyak. Pada
implementasi
perancangan,
pada
dasarnya
prinsip
perancangan kawasan yang berbasis pada sense of place adalah bagaimana mengelola potensi kawasan, baik fisik, sosial, kesejarahan, hingga kultural, menjadi padu dengan karakter dan identitas kawasan tersebut. Prinsip perancangan kawasan berbasis pada sense of place akan menggiring terbentuknya kawasan yang unik dan menarik untuk menjadi destinasi. Secara umum, prinsip perancangan kawasan berdasarkan konsep place seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut:
Gambar 7- 3 Prinsip Perancangan berdasarkan Konsep Place
Sumber: Project for Public Places, 2003
Prinsip perancangan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menemukan karakter utama yang menjadi inti kawasan. Karakter dapat dibentuk dari kehidupan sosial, ekonomi, potensi alam hingga artefak-artefak fisik yang dimiliki oleh kawasan tersebut. Karakter hendaknya merupakan sesuatu yang khusus dan benar-benar menjadi pembeda antara kawasan tersebut dengan tempat lainnya. Hal ini tidak hanya berlaku pada kawasan lama/bersejarah, tetapi juga kawasan dengan pengembangan baru. Dalam tahap ini, tim perencana/perancang menggali sedalam-dalamnya potensi lokal yang dimiliki oleh suatu tempat melalui kegiatan observasi. 2. Memikirkan bagaimana ruang-ruang urban yang diinginkan atau yang akan terbentuk nantinya. Ruang-ruang urban yang ada pada suatu tempat menjelaskan bagaimana karakter dari tempat tersebut,
7-15
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
yaitu apakah ruang tersebut lebih berorientasi komersial ataukah privat, ataukah ditujukan khusus untuk golongan tersebut. Orientasi ruang-ruang urban muncul dari visi yang dirumuskan oleh tim perencana. Dengan menemukan orientasi tersebut, akan dapat direncanakan kemudian jenis dan tingkat aktifitas serta hal-hal lain yang dapat menunjang tumbuhnya aktifitas tersebut. 3. Mendefinisikan ruang urban melalui rancangan blok dan sempadan bangunan. Tujuan dari mendefinisikan ruang ini adalah untuk membentuk visual enclosure yang baik pada ruang perkotaan. 4. Menciptakankan kekontrasan dan keberagaman fungsi maupun visual. Kekontrasan pada suatu lingkungan membuat suatu tempat menjadi lebih dikenali. Keberagaman dan kekontrasan suatu tempat yang ditata dengan baik akan memperjelas “titik awal”, “titik akhir”, di mana kekontrasan tersebut akan menjadi penekanan (emphasis) pada titik-titik yang dianggap khusus. 5. Pemandangan (view) dan vista. View dan vista berperan dalam menciptakan kesan bagi pengguna melalui pengalaman visual. Contohnya adalah, koridor yang sempit dan tinggi akan mengundang rasa penasaran atau bahkan rasa enggan untuk masuk karena takut. 6. Jalan dan parkir. Struktur jalan sangat menentukan bagaimana aktifitas kawasan akan berlangsung. Pemilahan sirkulasi kendaraan dengan manusia serta penempatan lokasi parkir yang tepat akan membantu terciptanya jalur pejalan kaki yang nyaman, aman serta kondusif. 7. Menciptakan lansekap baru yang menarik. Lansekap merupakan elemen penting untuk menciptakan lingkungan yang menarik. Elemen lunak dari tanaman akan membantu dalam menciptakan
visual enclosure, kontinuitas dan berperan dalam menjaga iklim mikro lingkungan. Sedangkan hardscape berupa perkerasan jalan maupun pejalan kaki akan berperan dalam membentuk karakter lingkungan serta kaitan suatu tempat dengan tempat lain di kawasan tersebut secara visual. Aspek-aspek utama dalam menciptakan sebuah place dalam perancangan dijelaskan dalam tabel berikut.
7-16
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 7- 2 Aspek Perancangan Konsep Sense of Place No. 1
Aspek Perancangan
Indikator
Fungsi dan Aktivitas
Orientasi kegiatan. Kegiatan yang menarik dan menciptakan area destinasi. Keberagaman fungsi dan aktifitas (mixed use
development). 2
Aksesibilitas dan tautan
Aksesibilitas yang baik dan terhubung dengan lingkungan sekitar, misal: walkways, bicycleways, riverwalk, dll. Mudah dan menyenangkan untuk berjalan. Terhubung dengan transit moda. Kawasan terbuka secara visual. Ruang terbuka dalam kawasan terintegrasi satu sama lain, sehingga muncul kontinuitas yang baik. Memiliki sistem tata informasi yang efektif.
3
Kenyamanan
Jalur pedestrian ternaungi oleh vegetasi maupun naungan buatan sebagai peneduh dan penurun suhu mikro di kawasan. Jalur pedestrian yang menerus tidak terpotong oleh kendaraan Tersedia fasilitas penerangan yang memadai. Tersedia perabot jalan dan tata informasi yang tertata baik dan fungsional. Area parkir yang tersembunyi dari pandangan publik dan tidak menempati area yang bernilai tinggi. Jalur sirkulasi jelas dan tidak membingungkan pengunjung Memiliki ruang terbuka publik (misal: taman, plaza, kebun bunga, dll) Memiliki beragam elemen bentang alam (landscape).
4
Sociability
Mengundang, interaktif, keramahtamahan, membanggakan, dan keberagamaan Ruang terbuka dapat digunakan sebagai sarana untuk bertemu, berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain.
5
Karakter, Identitas dan citra
Menggunakan potensi lokal sebagai penguat identitas kawasan Adanya aktivitas komersial yang partisipatif Memiliki identitas arsitektur Ruang publik dan ruang privat terdefinisi dengan jelas
6
Adaptibility
Ruang terbuka publik dapat berubah fungsi dengan mudah
7
Pelayanan (servis)
Tersedia ruang parkir yang memadai sehingga tidak terbentuk kantong-kantong parkir ilegal. Tersedia fasilitas kendaraan umum dan fasilitas transportasi lainnya, seperti halte, jaringan jalan yang baik dan sebagainya.
7-17
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
No.
Aspek Perancangan
Indikator Sarana infrastruktur tersedia dengan memadai.
8
Daya tarik
Adanya manajemen acara-acara festival, special event, dan street entertainment, untuk menghibur para pengunjung. Adanya landmark, public art maupun magnet kawasan berupa anchor tenant
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Untuk proses penyusunan pola ruang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta, pendekatan yang dilakukan ialah dengan berdasarkan pada visi, tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang yang telah disusun sebelumnya, dan penyesuaian pada RTRW DKI Jakarta 2030 dan peraturan perundangan terkait. Selain itu, rencana pola ruang yang akan disusun juga disesuaikan
dengan
rencana
atau
desain
kawasan
yang
sudah
dimiliki
pengembang (UDGL). Karena merupakan rencana dari pulau reklamasi, maka dalam proses ini juga mendapat input berupa estimasi jumlah penduduk yang kemudian menjadi dasar dalam penentuan kebutuhan fasilitas yang perlu diakomodasi dalam pola ruang. Proses penyusunan rencana pola ruang Kawasan Strategis Pantura dijabarkan dalam Gambar 7-3.
Analisis Kondisi Fisik, Daya Dukung dan Daya Tampung
Visi, Tujuan, Kebijakan dan Strategi
KESESUAIAN LAHAN
Struktur Ruang: Pusatpusat kegiatan (fasilitas) dan sistem jaringan yang melayaninya
Rencana dalam RTRW, Peraturan Perundangan Terkait
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Rencana yang sudah dimiliki pengembang (UDGL)
POLA RUANG
Jumlah Penduduk
KEBUTUHAN FASILITAS
Neighborhood unit
Gambar 7- 4 Proses Penyusunan Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantura
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Rencana pola ruang dirumuskan berdasarkan (1) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam Kawasan Reklamasi Pantura; dan (2) perkiraan kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan pelestarian
7-18
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
fungsi lingkungan. Rencana pola ruang pada Kawasan Reklamasi Pantura dirumuskan dengan kriteria: a.
mengacu pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta;
b. memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang berbatasan; c.
memperhatikan mitigasi dan adaptasi bencana pada Kawasan Reklamasi Pantura, termasuk dampak perubahan iklim; dan
d. menyediakan RTH dan RTNH untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Rencana pola ruang Kawasan Reklamasi Pantura mempertimbangkan ketentuan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Dalam Peraturan Presiden ini, Kawasan Reklamasi Pantura terdiri atas zona penyangga P2, P3 dan P5. a. Zona P2 (Zona Penyangga 2). Zona ini merupakan zona perairan pantai yang berhadapan dengan Zona N1 (terdiri atas kawasan hutan lindung; kawasan resapan air; kawasan dengan kemiringan di atas 40% (empat puluh persen); sempadan sungai; sempadan pantai; kawasan sekitar danau, waduk, dan situ; kawasan sekitar mata air; rawa; kawasan pantai berhutan bakau; dan kawasan rawan bencana alam geologi) adalah pantai yang mempunyai potensi untuk reklamasi. Pemanfaatan ruang Zona P2 dilaksanakan melalui upaya menjaga Zona N1 dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan/atau dari dalam zona, khususnya dalam mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran, dan kerusakan dari laut yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan/atau perubahan fungsi Zona N1. Penyelenggaraan reklamasi pada zona P2 dilakukan dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% (empat puluh persen) dan/atau konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter, dan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan. b. Zona P3 (Zona Penyangga 3). Zona ini merupakan zona perairan pantai yang berhadapan dengan Zona B1 pantai yang merupakan zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai daya dukung lingkungan tinggi, tingkat pelayanan prasarana dan
7-19
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
sarana tinggi, dan bangunan gedung dengan intensitas tinggi, baik vertikal maupun horizontal. Pemanfaatan ruang Zona P3 dilaksanakan melalui upaya menjaga fungsi Zona B1 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai dan tidak mengganggu fungsi pusat pembangkit tenaga listrik, muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran; dan penyelenggaraan reklamasi secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter, kecuali pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan jarak dapat diminimalkan, dan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan. c. Zona P5 (Zona Penyangga 5). Zona ini merupakan zona perairan pantai yang berhadapan dengan Zona B6 dan/atau B7. Zona B6 merupakan zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai daya dukung lingkungan rendah dengan kesesuaian untuk budidaya dan KLB yang disesuaikan dengan Peraturan Daerah. Sedangkan Zona B7 merupakan zona yang berdekatan dengan Zona N1 pantai dengan karakteristik memiliki daya dukung lingkungan rendah, rawan intrusi air laut, rawan abrasi, dengan kesesuaian untuk budidaya dan KLB yang disesuaikan dengan Peraturan Daerah. Pemanfaatan ruang Zona P3 dilaksanakan melalui upaya menjaga fungsi Zona B6 dan/atau Zona B7 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai dan tidak mengganggu muara sungai, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, usaha perikanan rakyat; dan penyelenggaraan reklamasi secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 45% (empat puluh lima persen) dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka rencana pola ruang Kawasan Reklamasi Pantura akan dijelaskan sebagai berikut.
7.3.2 Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantura Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantura diwujudkan dalam pembagian zona dan sub zona Kawasan Strategis Pantura Jakarta dibagi ke dalam 9 (sembilan) zona yaitu zona lindung, zona terbuka hijau, zona perumahan vertikal, zona perumahan kdb sedang-tinggi, zona perkantoran, perdagangan dan jasa, 7-20
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
zona campuran, zona pelayanan umum dan sosial, zona industri dan pergudangan, serta zona terbuka biru. Nomenklatur zona dan sub zona tersebut merupakan nomenklatur Rencana Detail Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta yang telah disesuaikan dengan keadaan lapangan. Definisi sub zona juga telah disesuaikan dengan visi penataan ruang yang ingin dicapai. Penyesuaian dengan skala minor untuk mengakomodasi kepentingan desain rancang kota pada sub zona- sub zona non lindung dapat dilakukan dengan persetujuan Gubernur tanpa mengurangi proporsi sempadan pantai, ruang terbuka hijau dan ruang terbuka biru serta tidak mengubah proporsi dan bentuk struktur dan pola ruang keseluruhan secara signifikan 7.3.2.1 Zona Lindung Zona lindung pada Kawasan Reklamasi Pantura terdiri atas sub zona sempadan pantai. Sub zona sempadan pantai adalah bagian dari kawasan lindung setempat yang berupa kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kawasan sempadan pantai memiliki fungsi utama sebagai pembatas pertumbuhan permukiman atau aktivitas lainnya agar tidak menggangu kelestarian pantai. Sempadan pantai direncanakan memiliki lebar minimal 50 m dihitung dari titik tertinggi permukaan air laut ketika pasang ke arah daratan pada area yang menghadap laut lepas dan minimal 30 meter yang berhadapan dengan pulau atau garis pantai lama. Sub zona yang berbatasan langsung dengan sub zona sempadan pantai harus dipisahkan oleh ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai jalur inspeksi untuk pemeliharaan tanggul pulau sekaligus untuk menjamin ketersediaan akses publik terhadap sempadan pantai Sub zona sempadan pantai tersebar di seluruh pulau-pulau reklamasi kecuali pada pulau yang diperuntukkan untuk kegiatan pelabuhan. Sempadan pantai berperan untuk mencegah abrasi, erosi, amblesan, bencana banjir, dan sedimentasi
dengan
pengembangan
struktur
alami
dan
struktur
buatan,
pembatasan bangunan penunjang rekreasi pantai, pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan. Di sempadan pantai dilarang menyelenggarakan pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, kecuali yang dimaksudkan bagi kepentingan umum yang terkait langsung dengan ekosistem laut; dilarang pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian fungsi pantai; dan/atau dilarang pemanfaatan ruang yang mengganggu akses terhadap kawasan sempadan pantai.
7-21
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
7.3.2.2
Zona Terbuka Hijau Zona terbuka hijau di dalam Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis
Pantura Jakarta diadaptasi dari 6 (enam) zona dalam RDTR DKI Jakarta 2030. Zona terbuka hijau terdiri dari sub zona terbuka hijau yang dapat diperuntukkan bagi: 1. Hutan kota yaitu bagian dari kawasan budidaya yang merupakan hamparan lahan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Pengembangan kawasan hutan kota diharapkan dapat menjadi hutan kota yang interaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana olahraga, rekreasi dan sosial bagi masyarakat. Selain itu, tidak dapat diubah fungsi dan peruntukkannya sehingga dapat mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati setempat. 2. Taman kota/lingkungan yaitu bagian dari kawasan budidaya yang merupakan lahan terbuka di luar kawasan hijau lindung yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota. Taman kota tersebar di seluruh pulau sesuai dengan daya dukung penduduk yang dilayaninya. Pengembangan Kawasan Taman Kota diharapkan dapat membentuk kawasan taman kota yang interaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana olahraga, rekreasi, dan sosial bagi warga masyarakat. 3. Pemakaman merupakan kawasan dengan peruntukan sebagai tempat pemakaman umum yang berupa areal/ruang terbuka dengan fasilitas pendukungnya
yang
berupa
makam,
pedestrian,
plaza,
pohon-pohon
pelindung, lampu, petunjuk arah, bangunan pengelola, tempat parkir, dan fasilitas-fasilitas lain sesuai kebutuhan. 4. Jalur Hijau merupakan jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (rumija) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (ruwasja). 5. Hijau Pengaman Kereta Api merupakan jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang areal milik jalur jalan Kereta Api. 6. Hijau Rekreasi merupakan kawasan dengan peruntukan sebagai tempat rekreasi dan fasilitas pendukung dengan KDB setinggi-tingginya 10%.
7-22
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
7.3.2.3 Zona Perumahan KDB Sedang-Tinggi Zona perumahan KDB Sedang-Tinggi dari 4 (empat) sub zona yaitu sub zona rumah kecil, rumah sedang, rumah besar dan sub zona rumah flat. Kriteria zona perumahan KDB sedang-tinggi adalah sebagai berikut: a. Tidak berada pada jalan utama atau arteri dan/atau kolektor atau tidak mempunyai akses langsung pada jalan arteri dan/atau jalan kolektor b. Membentuk skyline yang sudah ditetapkan. c. Untuk rumah besar, diutamakan pada lokasi yang mempunyai pandangan ke laut lepas dan tidak tertutupi oleh bangunan tinggi. Dalam penggambaran keempat sub zona tersebut di dalam Peta Zonasi, keempat sub zona R.3/R.4/R.5/R.6.
Yang
dituliskan bersamaan dalam satu blok dengan kode artinya,
dalam
blok
tersebut
peruntukkan
yang
diperbolehkan dibangun adalah rumah kecil, rumah sedang, rumah besar dan atau rumah flat. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pengembangan perumahan dalam Kawasan Strategis Pantura lebih fleksibel. 1. Sub Zona Rumah Kecil (R.3) Sub zona rumah sedang yaitu bagian dari kawasan budidaya yang berfungsi sebagai lingkungan tempat hunian berbentuk horizontal yang mempunyai batasan KDB 60%. Sub zona rumah sedang-besar merupakan sub zona peruntukkan hunian dengan luas persil lebih besar dari 60 m2 sampai dengan 150 m2. 2. Sub Zona Rumah Sedang (R.4) Sub zona rumah sedang yaitu bagian dari kawasan budidaya yang berfungsi sebagai lingkungan tempat hunian berbentuk horizontal yang mempunyai batasan KDB 60%. Sub zona rumah sedang-besar merupakan sub zona peruntukkan hunian dengan luas persil lebih besar dari 150 m2 sampai dengan 350 m2. 3. Sub Zona Rumah Besar (R.5) Sub zona rumah sedang yaitu bagian dari kawasan budidaya yang berfungsi sebagai lingkungan tempat hunian berbentuk horizontal yang mempunyai batasan KDB 60%. Sub zona rumah sedang-besar merupakan sub zona peruntukkan hunian dengan luas persil lebih besar dari 350 m2. 4. Sub Zona Rumah Flat (R.6) Sub zona rumah flat merupakan peruntukkan untuk hunian beserta fasilitasnya dengan luas persil lebih besar dari 500 m2 dan batasan ketinggian bangunan sebesar 4 lantai dengan tipe bangunan bukan kopel.
7-23
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
7.3.2.4 Zona Perumahan Vertikal Perumahan vertikal terdiri dari sub zona rumah susun dan sub zona rumah susun umum. Kriteria lokasi zona perumahan vertikal adalah sebagai berikut: a. terletak dekat dengan taman kota; b. berada pada jarak berjalan kaki ke pusat-pusat kegiatan, tempat bekerja dan sarana transportasi massal; c. diutamakan terletak pada jalan lokal dan jalan lingkungan serta dapat berada pada jaringan jalan kolektor dengan akses terbatas dan tidak mengganggu pergerakan lalu lintas; d. membentuk skyline yang sudah ditetapkan. Dalam penggambaran sub zona di dalam Peta Zonasi, sub zona rumah susun dan rumah susun umum dituliskan bersamaan dalam satu blok dengan kode R.7/R.8. Yang artinya, dalam blok tersebut peruntukkan yang diperbolehkan dibangun adalah rumah susun dan atau rumah susun umum. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pengembangan perumahan vertikal dalam Kawasan Strategis Pantura lebih fleksibel. 1. Sub Zona Rumah Susun (R.7) Sub zona rumah susun diperuntukkan untuk tempat hunian secara bersusun beserta fasilitasnya dengan tipe bangunan kopel. Pengembangan kawasan perumahan vertikal harus dapat terwujud menjadi kawasan yang nyaman dengan kelengkapan sarana–prasarana dan meminimalisir aktivitas gangguan samping. 2. Sub Zona Rumah Susun Umum(R.8) Sub zona rumah susun umum diperuntukkan untuk tempat hunian secara bersusun beserta fasilitasnya dengan tipe bangunan tunggal yang diperuntukan khusus bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). 7.3.2.5
Zona Perkantoran, Perdagangan dan Jasa Zona Perkantoran, Perdagangan dan Jasa terdiri dari sub zona yaitu sub
zona perkantoran, perdagangan dan jasa (K). Sub zona perkantoran, perdagangan dan jasa merupakan penggunaan lahan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi kegiatan perkantoran, usaha perdagangan, usaha hiburan, usaha pelayanan, usaha
boga,
usaha
penginapan,
usaha
tertentu,
beserta
fasilitasnya.
Pengembangan sub zona perkantoran, perdagangan dan jasa harus disertai dengan fasilitas jalur pedestrian dan jalur sepeda yang terkoneksi dan tidak terputus. Lokasi sub zona perkantoran, perdagangan dan jasa harus berada pada
7-24
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
jarak berjalan kaki dari sarana transportasi massal dan pusat-pusat kegiatan dan pada sisi jalan utama, baik arteri maupun kolektor dengan akses terbatas serta fasilitas jalur pedestrian dan jalur sepeda yang terkoneksi dan tidak terputus. Sub zona perkantoran, perdagangan dan jasa terletak pada area yang ditetapkan sebagai pusat-pusat kegiatan dan diperuntukkan mempunyai tingkat layanan kawasan dan regional. 7.3.2.6
Zona Campuran Zona campuran terdiri dari sub zona campuran (C.1). Sub zona campuran
merupakan arahan penggunaan lahan yang diperuntukkan bagi pengembangan lebih dari satu jenis kegiatan yang berbeda serta saling menunjang di mana kawasan ini memiliki intensitas kegiatan sedang dan kawasan campuran ini berupa kawasan superblok yang dirancang terintegrasi dalam satu kawasan. Sub zona campuran dapat diperuntukkan bagi perkantoran, perdagangan dan jasa, perumahan vertikal dan pemerintahan. Zona campuran menampung skala pelayanan hingga internasional. Pengembangan zona campuran ini diharapkan dapat mewujudkan kawasan campuran yang sesuai daya dukung setempat, sehingga tercipta kawasan perdagangan, perkantoran, dan jasa dengan perumahan dengan baik. Selain itu, adanya keintegrasian antaraktivitas dan ruang fasilitasnya sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian serta meminimalisir penggunaan kendaraan dari satu tempat ke tempat yang lain. Pengembangan sub zona campuran harus disertai dengan fasilitas jalur pedestrian yang nyaman, teduh dan menerus, serta jalur sepeda yang terkoneksi dan tidak terputus. Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa di lantai dasar bangunan untuk menghidupkan suasana dalam sub zona campuran Berdasarkan Permen PU No 20 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, terdapat beberapa kriteria pengembangan zona campuran, yaitu: 1.
Lokasi dengan akses yang cukup tinggi diantara bangunan berupa ketersediaan jalu pejalan kaki yang menghubungkan antar bangunan dan menghubungkan subzone dengan tempat pemberhentian kendaraan umum.
2.
Penyediaan lahan parkir disesuaikan dengan standar perparkiran.
7.3.2.7
Zona Pelayanan Umum dan Sosial Pelayanan umum dan sosial terdiri dari 4 sub zona yaitu sub zona sarana
pelayanan sosial, sub zona rekreasi dan olah raga, sub zona pelayanan umum, dan sub zona sarana terminal. Zona ini dialokasikan tersebar di setiap pulau. Pengembangan pelayanan umum dan sosial diharapkan dapat mewujudkan 7-25
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
kawasan pelayanan umum dan sosial yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan skala pelayanan kota dan jumlah penduduk. Sebagaimana fungsinya yaitu sebagai pusat pelayanan, maka jenis-jenis pelayanan umum dan sosial ini dialokasikan pada pusat-pusat lingkungan, dan pusat pulau. Kriteria lokasi zona pelayanan umum dan sosial a. mempunyai kedekatan dengan kawasan perumahan sesuai dengan skala dan
jangkaun
pelayanan
yang
ditetapkan
berdasarkan
peraturan
perundangan; b. untuk fasilitas yang mempunyai skala lokal berada pada sistem jaringan jalan lokal dan skala regional pada sistem jaringan jalan kolektor; dan c. memperhatikan daya dukung transportasi dan infrastruktur lainnya serta tidak mengganggu lingkungan. Dalam penggambaran sub zona di dalam Peta Zonasi, sub zona prasarana pendidikan, sub zona prasarana kesehatan, sub zona prasarana sosial-budaya, sub zona prasarana ibadah dan sub zona rekreasi dan olahraga dituliskan bersamaan dalam satu blok dengan kode S.1/S.2/S.3/S.4/S.5.Hal ini dilakukan dengan tujuan agar peletakan prasarana-prasarana ini lebih fleksibel. 1. Sub Zona Prasarana Pendidikan (S.1) Sub zona prasarana pendidikan adalah sub zona yang dikembangkan untuk sarana pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, pendidikan formal dan informal, serta dikembangkan secara horizontal dan vertikal. 2. Sub Zona Prasarana Kesehatan (S.2) Sub zona prasarana kesehatan adalah sub zona yang dikembangkan untuk pengembangan sarana kesehatan dengan hirarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk yang akan dilayani yang dikembangkan secara horizontal dan vertikal. 3. Sub Zona Prasarana Sosial dan Budaya (S.3) Sub zona prasarana sosial dan budaya adalah sub zona yang dikembangkan untuk pengembangan sarana sosial budaya seperti museum, gedung kesenian, balai warga, karang taruna dan lain-lain dengan hirarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk yang dikembangkan secara horizontal dan vertikal. 4. Sub Zona Prasarana Ibadah (S.4) Sub zona prasarana ibadah adalah sub zona yang dikembangkan untuk pengembangan sarana ibadah dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk.
7-26
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
5. Sub Zona Prasarana Rekreasi dan Olahraga (S.5) Sub zona prasarana rekreasi dan olahraga adalah sub zona yang diperuntukkan untuk pengembangan fasilitas rekreaksi dan olahraga dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk. 6. Sub Zona Prasarana Pelayanan Umum (S.6) Sub zona sarana pelayanan umum merupakan merupakan sub zona dengan peruntukan sebagai tempat sarana pelayanan umum seperti sarana utilitas umum dengan tipe bangunan tunggal. Prasarana utilitas umum terdiri atas fasilitas pembangkit tenaga listrik, pengelolaan air bersih, air limbah, persampahan, dan utilitas lainnya yang harus dapat menjamin optimalisasi pelayanan, keselamatan dan keamanan, serta tidak mengganggu lingkungan. Sub zona sarana pelayanan umum dikembangkan sesuai dengan standar pelayanan minimal dan jumlah penduduk yang akan dilayani serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Kriteria lokasi sub zona prasarana pelayanan umum meliputi; a. mempunyai kedekatan dengan kawasan perumahan sesuai dengan skala dan jangkauan pelayanan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan; b. untuk fasilitas yang mempunyai skala lokal berada pada sistem jaringan jalan lokal dan skala regional pada sistem jaringan jalan kolektor; c. memperhatikan daya dukung transportasi dan infrastruktur lainnya serta tidak mengganggu lingkungan; d. memperhatikan efisiensi sistem jaringan utilitas; dan e. mempertimbangkan
dan
memperhatikan
faktor
keamanan
dan
keselamatan. 7. Sub Zona Prasarana Terminal (S.7) Sub zona sarana terminal yang diperuntukan sebagai tempat sarana kegiatan terminal bus, stasiun kereta api, stasiun perpindahan moda, pelabuhan, bandara dan fasilitasnya dengan tipe bangunan tunggal, dengan KDB setinggitingginya 60%. Sub zona sarana terminal dikembangkan dengan terpadu dan berada di lokasi yang strategis sehingga menciptakan pola pergerakan yang baik dengan jangkauan pelayanan internasional, nasional, pulau, provinsi, dan lokal serta dikembangkan sesuai dengan standar pelayanan minimal dan jumlah penduduk yang akan dilayani serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Zona stasiun, terminal, pelabuhan, dermaga dialokasikan tersebar di setiap pulau.
7-27
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
7.3.2.8
Zona Terbuka Biru Terbuka biru (B.1) merupakan badan air yang berfungsi sebagai sumber
air baku dan pengendalian banjir, tempat kehidupan flora dan fauna akuatik dan rekreasi dan edukasi lingkungan. Zona terbuka biru dialokasikan di setiap pulau dengan proporsi ruang terbuka biru minimal yang harus disediakan pada masingmasing pulau adalah sebesar 5% (lima persen).Perhitungan luas 5% Ruang Terbuka Biru diambil dari luas RTB ketika surut. Pengembangan ruang terbuka biru diharapkan dapat mewujudkan kawasan terbuka biru yang serasi dan seimbang antara ruang terbangun dengan tidak terbangun dengan memanfaatan bahan material atau desain kawasan terbuka dengan memperhatikan daya serap air permukaan. Selain itu dilakukan pengarahan desain kawasan terbuka sesuai fungsi dan hirarki secara professional. Kawasan terbuka biru juga diharapkan dapat menjadi salah satu area rekreasi interaktif sehingga keberadaanya dapat terasa selain sebagai penampungan air namun tetap memperhatikan fungsi utama sebagai sumber air baku dan pengendalian banjir. 7.3.2.9 Zona Evakuasi Bencana Zona evakuasi bencana harus disediakan pada setiap pulau yang meliputi jalur dan ruang evakuasi bencana yang terdiri atas: 1. Sistem jaringan jalan yang ada; 2. Jalur khusus evakuasi yang menghubungkan daratan dengan pulau reklamasi; dan 3. Ruang terbuka hijau dan bangunan umum. Jalur khusus evakuasi yang menghubungkan daratan dengan pulau reklamasi dapat dimanfaatkan sebagai jalur angkutan umum massal. Ruang terbuka hijau dan bangunan umum merupakan bagian dari pola ruang dengan fungsi lindung maupun fungsi budidaya dengan peruntukan kegiatan lain yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang evakuasi bila terjadi bencana. 7.3.2.10
Floating Zone Floting
Zone
merupakan
bagian
kawasan
budidaya
yang
pengembangannya menunggu kebijakan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait pembangunan fasilitas utilitas skala kawasan dan terkait dengan pembangunan sarana terminal skala besar yang akan dibangun di Sub Kawasan Timur. Oleh karena itu perlu kajian dan kebijakan lebih lanjut terkait bentuk pulau dan pengembangan kompreshensif dalam pulau tersebut. Alokasi pemanfaatan ruang kawasan budidaya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
7-28
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
7.4
Rencana penyediaan sarana lingkungan Rencana Penyediaan sarana lingkungan meliputi penyediaan ruang terbuka
hijau, ruang terbuka non hijau, perkantoran perdagangan dan jasa, fasilitas umum dan sosial. Rencana penyediaan ini didasarkan pada pertimbangan rencana daya tampung penduduk, sebaran penduduk pada setiap pulau dan rencana skala pelayanan terkait dengan fungsi yang ditetapkan pada kawasan reklamasi pantura. Kebutuhan penyediaan sarana lingkungan untuk setiap pulau dapat dilihat pada tabel-tabel berikut: Tabel 7- 3: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Total
Fasilitas Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum
Luas (m2)
Jumlah
Luas Total (m2)
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
206 206 41 21 17 17 17 17
51.421 20.568 20.568 61.705 3.428 5.100 6.800 25.500
400
17
6.800
3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000
9 9 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1
30.852 3.600 13.712 857 8.000 1.000 6.000 800 600 4.000 1.000 16.800 2.000 8.000 4.000 3.000 2.000 1.500 600 600 600 4.000 20.000 2.057 10.000 2.000 349.468
Sumber: Hasil analisis, 2012
Tabel 7- 4: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau B No 1
Fasilitas Tempat bermain
Luas (m2)
Jumlah
250
262
Luas Total (m2) 65.394
7-29
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
No
Fasilitas
2 3 4 5 6 7 8
Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan STA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Total
Luas Total (m2)
Luas (m2)
Jumlah
100 500 3.000 200 300 400 1.500
262 52 26 22 22 22 22
26.157 26.157 78.472 4.360 6.600 8.800 33.000
400
22
8.800
3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300
11 11 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
39.236 4.400 17.438 1.090 8.000 1.000 6.000 800 600 4.000 1.000 16.800 2.000 8.000 4.000 3.000 2.000 1.500 600 600 600
2.000
2
4.000
10.000 2.000 10.000 2.000
2 1 1 1
20.000 2.616 10.000 2.000 419.020
Sumber: Hasil analisis, 2012
Tabel 7- 5: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau C No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Fasilitas Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
206 206 41 21 17 17 17 17
Luas Total (m2) 51.421 20.568 20.568 61.705 3.428 5.100 6.800 25.500
400 3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400
17 9 9 3 2 2 2 2 2
6.800 30.852 3.600 13.712 857 8.000 1.000 6.000 800
Luas (m2)
Jumlah
7-30
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 No 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Fasilitas Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total
Luas (m2)
Jumlah
300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1
Luas Total (m2) 600 4.000 1.000 16.800 2.000 8.000 4.000 3.000 2.000 1.500 600 600 600 4.000 20.000 2.057 10.000 2.000 349.468
Sumber: Hasil analisis, 2013
Tabel 7- 6: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau D No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Fasilitas Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total
Luas (m2)
Jumlah
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
262 262 52 26 22 22 22 22
400 3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000
22 11 11 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1
Luas Total (m2) 65.394 26.157 26.157 78.472 4.360 6.600 8.800 33.000 8.800 39.236 4.400 17.438 1.090 8.000 1.000 6.000 800 600 4.000 1.000 16.800 2.000 8.000 4.000 3.000 2.000 1.500 600 600 600 4.000 20.000 2.616 10.000 2.000 419.020
Sumber: Hasil analisis, 2013 7-31
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 7- 7: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau E No
Fasilitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Luas (m2)
Jumlah
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
238 238 48 24 20 20 20 20
400 3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000
20 10 10 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1
Luas Total (m2) 59.525 23.810 23.810 71.430 3.968 6.000 8.000 30.000 8.000 35.715 4.000 15.873 992 8.000 1.000 6.000 800 600 4.000 1.000 16.800 2.000 8.000 4.000 3.000 2.000 1.500 600 600 600 4.000 20.000 2.381 10.000 2.000 390.004
Sumber: Hasil analisis, 2013
Tabel 7- 8: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau F No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Fasilitas Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
159 159 32 16 13 13 13 13
Luas Total (m2) 39.823 15.929 15.929 47.788 2.655 3.900 5.200 19.500
400 3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000
13 7 7 3 1 1 1 1
5.200 23.894 2.800 10.619 664 4.000 500 3.000
Luas (m2)
Jumlah
7-32
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 No
Fasilitas
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total
Luas (m2)
Jumlah
400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sumber: Hasil analisis, 2013
Luas Total (m2) 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 1.593 10.000 2.000 249.744
Tabel 7- 9: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau G No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Fasilitas Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total
Sumber: Hasil analisis, 2013
Luas (m2)
Jumlah
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
135 135 27 13 11 11 11 11
400 3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000
11 6 6 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Luas Total (m2) 33.745 13.498 13.498 40.494 2.250 3.300 4.400 16.500 4.400 20.247 2.400 8.999 562 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 1.350 10.000 2.000 219.892
7-33
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 7- 10: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau H No
Fasilitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Total
10 11 12
Luas (m2)
Jumlah
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
53 53 11 5 4 4 4 4
400 3.600 400 4.000
4 2 2 1
Luas Total (m2) 13.204 5.282 5.282 15.845 880 1.200 1.600 6.000 1.600 7.923 800 3.521 63.138
Sumber: Hasil analisis, 2013
Tabel 7- 11: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau I No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Fasilitas Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Lapangan Serbaguna Taman Gedung OR Puskesmas Kecamatan/Balai Pengobatan
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
412 412 82 41 34 34 34 34
Luas Total (m2) 102.911 41.164 41.164 123.493 6.861 10.200 13.600 51.000
400 3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000 10.000 10.000 10.000 2.400
34 17 17 7 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 1 1 1 1
13.600 61.747 6.800 27.443 1.715 12.000 1.500 9.000 1.200 900 6.000 1.500 25.200 3.000 12.000 6.000 4.500 3.000 2.250 900 900 900 6.000 30.000 4.116 20.000 4.000 10.000 10.000 10.000 1.235
Luas (m2)
Jumlah
7-34
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 No 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Fasilitas Masjid Kecamatan Tempat Ibadah Lainnya Balai Rakyat/Gedung Serbaguna Balai Latihan Kerja Panti Sosial Kantor Kecamatan K. Pelayanan Umum Polsekta/Koramil KUA/BP4/Balai Nikah Pemadam Kebakaran Kantor Pos/Telkom Dipo Kebersihan Gardu Listrik Akademi Perpustakaan RS Pembantu Tipe C Mesjid Sub Wilayah Gedung Jumpa Bhakti/Serbaguna Stadion Mini Taman Museum Gedung Olah Seni Bioskop/Teater Pusat Perbelanjaan/Pasar Terminal Transit Parkir Umum Perguruan Tinggi Perpustakaan RS. Wilayah Tipe B RS Gawat Darurat Mesjid Wilayah Tempat Ibadah Lainnya Gedung Pertemuan Umum Kompleks OR (dengan gelanggang remaja) Gedung Hiburan/Rekreasi Gedung Bioskop Gedung Kesenian Gedung Seni Tradisional Taman Kota/Hutan Kota Kantor Pemerintahan Kantor Pos Wilayah Kantor Polres Kantor Kodim Kantor Telepon Wilayah Kantor PLN Wilayah Kantor PDAM Wilayah Kantor Pengadilan Agama Marwil Kebakaran Pusat Perbelanjaan Utama, pasar, Pertokoan, Department Store, Bank-bank, perusahaan Swasta dan Jasa Lainnya Terminal Transit Parkir Umum Total
Luas (m2)
Jumlah
5.000 1.800 2.000 1.000 500 3.750 4.200 2.000 670 1.250 2.500 200 500 5.000 1.000 10.000 10.000 10.000 50.000 30.000 3.000 3.000 3.000 36.000 8.000 13.500 20.000 2.000 45.000 30.000 20.000 5.000 5.000 70.000 6.000 4.000 10.500 5.000 50.000 25.000 6.000 4.000 3.500 7.500 5.000 5.000 3.000 3.000 85.000
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
13.500 40.000
1 1
Luas Total (m2) 5.000 1.800 2.000 1.000 500 3.750 4.200 2.000 670 1.250 2.500 200 500 5.000 1.000 10.000 10.000 10.000 50.000 30.000 3.000 3.000 3.000 36.000 8.000 13.500 20.000 2.000 45.000 30.000 20.000 5.000 5.000 70.000 6.000 4.000 10.500 5.000 50.000 25.000 6.000 4.000 3.500 7.500 5.000 5.000 3.000 3.000 85.000 13.500 40.000 1.368.670
Sumber: Hasil analisis, 2013 Tabel 7- 12: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau J No 1 2 3
Fasilitas Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak
Luas (m2) 250 100 500
Jumlah 265 265 53
Luas Total (m2) 66.232 26.493 26.493
7-35
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 No
Fasilitas
4 5 6 7 8 9
SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Pusat Perbelanjaan Utama, Pertokoan, Department Store, Bank-bank, perusahaan Swasta dan Jasa, serta fasilitas yang bersifat MICE skala internasional, dan lainnya Total
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
3.000 200 300 400 1.500
26 22 22 22 22
Luas Total (m2) 79.478 4.415 6.600 8.800 33.000
400 3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000
22 11 11 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1
8.800 39.739 4.400 17.662 1.104 8.000 1.000 6.000 800 600 4.000 1.000 16.800 2.000 8.000 4.000 3.000 2.000 1.500 600 600 600 4.000 20.000 2.649 10.000 2.000
100.000
1
100.000
Luas (m2)
Jumlah
522.365
Sumber: Hasil analisis, 2013
Tabel 7- 13: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau K No
Fasilitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 Total
Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum
Luas (m2)
Jumlah
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
29 29 6 3 2 2 2 2
400 3.600 400
2 1 1
Luas Total (m2) 7.336 2.934 2.934 8.803 489 600 800 3.000 800 4.401 400 32.498
Sumber: Hasil analisis, 2013
7-36
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 7- 14: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau L No
Fasilitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Lapangan Serbaguna Taman Gedung OR Total
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Luas (m2)
Jumlah
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
381 381 76 38 32 32 32 32
400 3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000 10.000 10.000 10.000
32 16 16 6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 1 1 1
Luas Total (m2) 95.156 38.062 38.062 114.187 6.344 9.600 12.800 48.000 12.800 57.094 6.400 25.375 1.586 12.000 1.500 9.000 1.200 900 6.000 1.500 25.200 3.000 12.000 6.000 4.500 3.000 2.250 900 900 900 6.000 30.000 3.806 20.000 4.000 10.000 10.000 10.000 650.023
Sumber: Hasil analisis, 2013
Tabel 7- 15: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau M No
Fasilitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan
10 11 12 13 14 15
Luas (m2) 250 100 500 3.000 200 300 400 1.500 400 3.600 400 4.000 500 4.000 500
Jumlah
Luas Total (m2)
523 523 105 52 44 44 44 44
130.787 52.315 52.315 156.945 8.719 13.200 17.600 66.000
44 22 22 9 4 4 4
17.600 78.472 8.800 34.877 2.180 16.000 2.000 7-37
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 No
Fasilitas
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Lapangan Serbaguna Taman Gedung OR Puskesmas Kecamatan/Balai Pengobatan Masjid Kecamatan Tempat Ibdah Lainnya Balai Rakyat/Gedung Serbaguna Balai Latihan Kerja Panti Sosial Kantor Kecamatan K. Pelayanan Umum Polsekta/Koramil KUA/BP4/Balai Nikah Pemadam Kebakaran Kantor Pos/Telkom Dipo Kebersihan Gardu Listrik Akademi Perpustakaan RS Pembantu Tipe C Mesjid Sub Wilayah Gedung Jumpa Bhakti/Serbaguna Stadion Mini Taman Museum Gedung Olah Seni Bioskop/Teater Pusat Perbelanjaan/Pasar Terminal Transit Parkir Umum Total
Luas (m2) 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000 10.000 10.000 10.000 2.400 5.000 1.800 2.000 1.000 500 3.750 4.200 2.000 670 1.250 2.500 200 500 5.000 1.000 10.000 10.000 10.000 50.000 30.000 3.000 3.000 3.000 36.000 8.000 13.500
Jumlah
Luas Total (m2) 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
12.000 1.600 1.200 8.000 2.000 33.600 4.000 16.000 8.000 6.000 4.000 3.000 1.200 1.200 1.200 8.000 40.000 5.231 30.000 6.000 10.000 10.000 10.000 1.569 5.000 1.800 2.000 1.000 500 3.750 4.200 2.000 670 1.250 2.500 200 500 5.000 1.000 10.000 10.000 10.000 50.000 30.000 3.000 3.000 3.000 36.000 8.000 13.500 1.089.480
Sumber: Hasil analisis, 2013 Tabel 7- 16: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau O No
Fasilitas 1 2 3 4 5 6
Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola
Luas (m2) 250 100 500 3.000 200 300
Jumlah 272 272 54 27 23 23
Luas Total (m2) 67.909 27.163 27.163 81.490 4.527 6.900
7-38
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 No
Fasilitas 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Total
Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum
Luas (m2) 400 1.500
Jumlah
400 3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000
Luas Total (m2)
23 23
9.200 34.500
23 11 11 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1
9.200 40.745 4.400 18.109 1.132 8.000 1.000 6.000 800 600 4.000 1.000 16.800 2.000 8.000 4.000 3.000 2.000 1.500 600 600 600 4.000 20.000 2.716 10.000 2.000 431.656
Sumber: Hasil analisis, 2013
Tabel 7- 17: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau Q No
Fasilitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12
Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Total
Luas (m2)
Luas Total (m2)
Jumlah
250 100 500 3.000 200 300 400 1.500
66 66 13 7 6 4 4 4
16.558 6.623 6.623 19.870 1.104 1.200 1.600 6.000
400 3.600 400 4.000
4 3 2 1
1.600 9.935 800 4.415 76.328
Sumber: Hasil analisis, 2012
Tabel 7- 18: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Keseluruhan Pulau di Kawasan Strategis Pantura Jakarta No
Fasilitas 1 2 3
Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak
Luas (m2) 250 100 500
Jumlah 3.000 3.000 600
Luas Total (m2) 750.000 300.000 300.000
7-39
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
No
Fasilitas 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Lapangan Serbaguna Taman Gedung OR Puskesmas Kecamatan/Balai Pengobatan Masjid Kecamatan Tempat Ibdah Lainnya Balai Rakyat/Gedung Serbaguna Balai Latihan Kerja Panti Sosial Kantor Kecamatan K. Pelayanan Umum Polsekta/Koramil KUA/BP4/Balai Nikah Pemadam Kebakaran Kantor Pos/Telkom Dipo Kebersihan Gardu Listrik Akademi Perpustakaan RS Pembantu Tipe C Mesjid Sub Wilayah Gedung Jumpa Bhakti/Serbaguna Stadion Mini Taman Museum Gedung Olah Seni Bioskop/Teater Pusat Perbelanjaan/Pasar Terminal Transit Parkir Umum
Luas (m2)
Jumlah
Luas Total (m2)
3.000 200 300 400 1.500
300 250 250 250 250
900.000 50.000 75.000 100.000 375.000
400 3.600 400 4.000 500 4.000 500 3.000 400 300 2.000 500 8.400 1.000 4.000 2.000 1.500 1.000 750 300 300 300 2.000 10.000 2.000 10.000 2.000 10.000 10.000 10.000 2.400 5.000 1.800 2.000 1.000 500 3.750 4.200 2.000 670 1.250 2.500 200 500 5.000 1.000 10.000 10.000 10.000 50.000 30.000 3.000 3.000 3.000 36.000 8.000 13.500
250 125 125 50 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 15 15 15 6 6 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
100.000 450.000 50.000 200.000 12.500 100.000 12.500 75.000 10.000 7.500 50.000 12.500 210.000 25.000 100.000 50.000 37.500 25.000 18.750 7.500 7.500 7.500 50.000 250.000 30.000 150.000 30.000 62.500 60.000 60.000 9.000 20.000 7.200 8.000 4.000 2.000 15.000 16.800 8.000 2.680 5.000 10.000 800 2.000 10.000 2.000 20.000 20.000 20.000 100.000 60.000 6.000 6.000 6.000 72.000 16.000 27.000
7-40
BAB 7 RENCANA POLA RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
No 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Fasilitas Perguruan Tinggi Perpustakaan RS. Wilayah Tipe B RS Gawat Darurat Mesjid Wilayah Tempat Ibadah Lainnya Gedung Pertemuan Umum Kompleks OR (dengan gelanggang remaja) Gedung Hiburan/Rekreasi Gedung Bioskop Gedung Kesenian Gedung Seni Tradisional Taman Kota/Hutan Kota Kantor Pemerintahan Kantor Pos Wilayah Kantor Polres Kantor Kodim Kantor Telepon Wilayah Kantor PLN Wilayah Kantor PDAM Wilayah Kantor Pengadilan Agama Marwil Kebakaran Pusat Perbelanjaan Utama, pasar, Pertokoan, Department Store, Bank-bank, perusahaan Swasta dan Jasa Lainnya Terminal Transit Parkir Umum
TOTAL Sumber: Hasil analisis, 2013
Luas (m2)
Luas Total (m2)
Jumlah
20.000 2.000 45.000 30.000 20.000 5.000 5.000 70.000 6.000 4.000 10.500 5.000 50.000 25.000 6.000 4.000 3.500 7.500 5.000 5.000 3.000 3.000
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20.000 2.000 45.000 30.000 20.000 5.000 5.000 70.000 6.000 4.000 10.500 5.000 50.000 25.000 6.000 4.000 3.500 7.500 5.000 5.000 3.000 3.000
85.000 13.500 40.000
1 1 1
85.000 13.500 40.000
6.059.730
7-41
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Rencana pemanfaatan ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta mencakup beberapa tahapan, yaitu diawali dari persiapan pembangunan pulau hingga pemeliharaan infrastruktur dan utilitas yang telah dibangun. Berikut ini merupakan gambaran umum tahapan rencana pemanfaatan ruang.
Persiapan Reklamasi
Pelaksanaan Reklamasi
Pembangunan infrastruktur dan utiitas pulau dan infrastruktur dan utiitas bersama
Pemeliharaan tanggul dan pengerukan kanal
Pembangunan/ Implementasi Pola Ruang
Pemeliharaan dan pengelolaan infrastruktur dan utiitas
Dilaksanakan secara kontinu
Gambar 8- 1:Tahapan Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta
Sebelum dilakukannya penimbunan atau pembangunan pulau reklamasi, terdapat tahap persiapan yang harus dilakukan. Beberapa persiapan yang perlu dilakukan diantaranya adalah: a. Survei lapangan yang paling sedikit meliputi Survei oseanografi, Survei kondisi geoteknik, dan Survei posisi utilitas. b. Penyesuaian koordinat pulau khususnya bagi pulau-pulau yang lokasinya dekat dengan pipa gas, yaitu pulau G, Pulau H, Pulau L, dan Pulau M. c.
Pemindahan kabel bawah laut yang lokasinya bersinggungan dengan pulaupulau reklamasi untuk pulau di sub kawasan tengah yaitu Pulau I, Pulau J, Pulau K, Pulau L dan Pulau M. Pelaksanaan pembangunan atau reklamasi pulau dilakukan secara bertahap,
yang secara umum dimulai dari pulau-pulau pada sub kawasan barat, kemudian pulaupulau di sub kawasan tengah, dan pembangunan yang paling akhir adalah pulau-pulau pada sub kawasan timur. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
8-1
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Tabel 8- 1: Indikasi Program Perwujudan Pulau Reklamasi pada Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2012-2030
No.
Usulan Program
Lokasi
Waktu Pelaksanaan (Tahapan) I
(20122015)
1. Pembangunan Pulau A 2. Pembangunan Pulau B 3. Pembangunan Pulau C 4. Pembangunan Pulau D 5. Pembangunan Pulau E 6. Pembangunan Pulau F 7. Pembangunan Pulau G 8. Pembangunan Pulau H 9. Pembangunan Pulau I 10. Pembangunan Pulau J 11. Pembangunan Pulau K 12. Pembangunan Pulau L 13. Pembangunan Pulau M 14. Pembangunan Pulau N 15. Pembangunan Pulau O 16. Pembangunan Pulau P 17. Pembangunan Pulau Q Sumber : Hasil Analisis, 2012
II
(20162020)
III
(20212025)
IV
(20262030)
Pulau A Pulau B PulauC PulauD Pulau E Pulau F Pulau G Pulau H Pulau I Pulau J Pulau K Pulau L Pulau M Pulau N Pulau O Pulau P Pulau Q
Rencana pemanfaatan ruang yang berisi usulan program dikembangkan dari penurunan tujuan, kebijakan, dan strategi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang telah dirumuskan sebelumnya. Rencana pemanfaatan ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta berisikan usulan program utama, lokasi, waktu dan tahapan pelaksanaan, sumber pendanaan, dan pelaksana/penanggung jawab. Usulan program utama adalah program-program utama pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama atau diprioritaskan untuk mewujudkan struktur dan pola ruang wilayah sesuai tujuan penataan ruang Kawasan Strategis Pantura Provinsi DKI Jakarta. Usulan indikasi program utama direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan, sedangkan masing-masing program mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai kebutuhan. Di bawah ini merupakan tabel indikasi program untuk masing-masing tahapan pelaksanaan, serta gambaran kondisi Pantura Jakarta pada masing-masing tahapan pelaksanaan tersebut.
8-2
Tabel 8- 2: Indikasi Program pada Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2012-2030 Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Pembangunan jalan arteri baru di Utara Jakarta
swasta
kerjasama antar swasta
Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta swasta APBD swasta swasta swasta
swasta swasta BUMD swasta swasta swasta
swasta
swasta
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta swasta
swasta swasta
Lokasi
Indikasi Program Utama
Daratan Jakarta Pulau A
Pulau B
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
8-3
Lokasi
Pulau C
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta swasta swasta APBD swasta swasta
swasta swasta swasta BUMD swasta swasta
swasta
swasta
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta swasta swasta APBD APBD
swasta swasta swasta BUMD BUMD
Indikasi Program Utama
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
8-4
Lokasi
Pulau D
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta swasta swasta swasta
swasta swasta swasta swasta
swasta
swasta
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta swasta swasta APBD APBD swasta swasta
swasta swasta swasta BUMD BUMD swasta swasta
Indikasi Program Utama
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
8-5
Lokasi
Pulau E
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta swasta
swasta swasta
swasta
swasta
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta swasta swasta APBD APBD swasta swasta swasta swasta
swasta swasta swasta BUMD BUMD swasta swasta swasta swasta
Indikasi Program Utama
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
8-6
Lokasi
Pulau F
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta
swasta
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pembangunan dermaga penyeberangan ke Kepulauan Seribu Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta swasta swasta APBD APBD swasta swasta swasta swasta
swasta swasta swasta BUMD BUMD swasta swasta swasta swasta
swasta swasta
swasta swasta
Indikasi Program Utama
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
8-7
Lokasi
Pulau G
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta swasta swasta APBD APBD swasta swasta swasta swasta
swasta swasta swasta BUMD BUMD swasta swasta swasta swasta
swasta
swasta
swasta swasta
swasta swasta
Indikasi Program Utama
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
8-8
Lokasi
Pulau H
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta swasta swasta APBD swasta swasta swasta
swasta swasta swasta BUMD swasta swasta swasta
swasta
swasta
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN
Indikasi Program Utama
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
8-9
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta swasta swasta APBD APBD swasta swasta swasta swasta
swasta swasta swasta BUMD BUMD swasta swasta swasta swasta
swasta
swasta
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau
swasta swasta
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta
Lokasi
Indikasi Program Utama
Pulau I
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
8-10
Lokasi
Pulau J
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pembangunan dermaga penyeberangan ke Kepulauan Seribu Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta swasta swasta APBD APBD swasta swasta swasta swasta
swasta swasta swasta BUMD BUMD swasta swasta swasta swasta
swasta swasta
swasta swasta
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi
swasta swasta swasta
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta swasta
Indikasi Program Utama
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
8-11
Lokasi
Pulau K
Indikasi Program Utama Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta swasta swasta APBD swasta swasta swasta
swasta swasta swasta BUMD swasta swasta swasta
swasta
swasta
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta
8-12
Lokasi
Pulau L
Indikasi Program Utama pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
APBD
BUMD
swasta swasta swasta APBD APBD swasta swasta swasta swasta
swasta swasta swasta BUMD BUMD swasta swasta swasta swasta
swasta
swasta
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta
swasta
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
8-13
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Pembangunan pulau reklamasi Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum Pembangunan sistem pengelolaan sampah Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan
swasta swasta APBD APBD swasta swasta swasta swasta
swasta swasta BUMD BUMD swasta swasta swasta swasta
swasta
swasta
swasta swasta swasta swasta
Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi
swasta
Pembangunan zona lindung Pembangunan zona terbuka hijau Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi Pembangunan zona perumahan vertikal Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa Pembangunan zona campuran Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial Pembangunan zona terbuka biru Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala Pemeliharaan tanggul pulau pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar pulau pemeliharaan utilitas
swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta APBD
swasta swasta swasta swasta bekerja sama dengan BUMN swasta bekerja sama dengan BUMN swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta swasta BUMD
swasta
swasta
Lokasi
Indikasi Program Utama
Pulau M
BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
I (2012-2015)
Tahapan Pelaksanaan II III (2016-2020) (2021-2025)
Prakiraan Biaya IV (2026-2030)
8-14
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTURA
Pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Strategis Pantura terdiri dari peraturan zonasi, prinsip perancangan, perizinan, aturan mengenai insentif dan disinsentif serta mengenai sanksi administratif yang akan dikenakan jika terjadi pelanggaran.
9.1
Peraturan Zonasi Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang dalam Rencana Tata Ruang
Kawasan
Strategis
Pantura
Jakarta
harus
mempertimbangkan
perangkat
keberadaan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang dibuat berdasarkan jenis zona. Substansi peraturan zonasi dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura meliputi : a. Kegiatan pemanfaatan ruang, yaitu ketentuan kegiatan yang boleh, tidak boleh maupun bersyarat atau terbatas pada setiap jenis peruntukan ruang/zona. b. Rencana intensitas pemanfaatan ruang blok peruntukan, yang meliputi :
Rencana Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum;
Rencana Koefisien Tapak Basement (KTB) maksimum;
Rencana Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum.
Rencana Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum.
Rencana Tinggi Bangunan Maksimum.
Penetapan kepadatan bangunan, KDB, KTB, KLB dan KDH serta tinggi bangunan terutama didasarkan pada daya dukung fisik lahan dan daya dukung prasarana (terutama kapasitas jalan) dan utilitas kota. c. Tata bangunan d. Prasarana minimal atau maksimal 9.1.1 Ketentuan Pemanfaatan Ruang. Ketentuan pemanfaatan ruang adalah aturan yang berisi kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas atau dilarang pada
9-1
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
suatu zona tertentu. Aturan kegiatan pada suatu zona dinyatakan dengan klasifikasi sebagai berikut : a. I” = Pemanfaatan diizinkan (P, permitted), “I”= pemanfaatan/ suatu kegiatan diizinkan
karena
sifatnya
sesuai
dengan
peruntukan
tanah
yang
direncanakan. Hal ini berarti tidak akan ada peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah DKI Jakarta terhadap pemanfaatan tersebut. b. “T”= Pemanfaatan diizinkan secara terbatas (R, restricted), pembatasan dilakukan melalui penentuan standar pembangunan minimum, pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya yang berlaku di wilayah DKI Jakarta. c. “B”= Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat (C, conditional), izin ini sehubungan dengan usaha menanggulangi dampak pembangunan di sekitarnya (menginternalisasi dampak); dapat berupa AMDAL, RKL dan RPL. d. “-”= pemanfaatan yang tidak diizinkan (not permitted), pemanfaatan yang tidak diizinkan karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Sebuah pemanfaatan ruang disebut pemanfaatan yang terbatas (tanda (T) mengandung arti bahwa pemanfaatannya mengandung batasan-batasan sebagai berikut : a.
Pembatasan
pengoperasian,
baik
dalam
bentuk
pembatasan
waktu
beroperasinya sebuah pemanfaatan ataupun pembatasan jangka waktu pemanfaatan ruang tersebut untuk kegiatan yang diusulkan. b. Pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, ataupun ketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan oleh pemerintah kota dengan menurunkan nilai maksimum atau meninggikan nilai minimum dari intensitas ruang dalam peraturan zonasi. c.
Pembatasan jumlah pemanfaatan. Jika pemanfaatan yang diusulkan telah ada, masih mampu melayani, dan belum memerlukan tambahan (contoh, dalam sebuah kawasan perumahan yang telah cukup jumlah sekolah dasarnya, tidak diperkenankan membangun sekolah dasar baru baru), maka pemanfaatan
tersebut
tidak
boleh
diizinkan,
atau
diizinkan
dengan
pertimbangan-pertimbangan khusus. 9-2
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
d. Pengenaan
aturan-aturan
tambahan
seperti
disinsentif,
keharusan
menyediakan analisis dampak lalu lintas, dan sebagainya yang tercantum dalam bagian lain dokumen laporan ini. Jika sebuah pemanfaatan ruang memiliki tanda B atau merupakan pemanfaatan bersyarat, berarti untuk mendapatkan ijin, diperlukan persyaratanpersyaratan tertentu. Persyaratan ini diperlukan mengingat pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Persyaratan ini antara lain : a.
Penyusunan dokumen AMDAL,
b. Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), c.
Penyusunan Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN),
d. Mengenakan biaya dampak pembangunan (development impact fee), dan atau aturan disinsentif lainya yang tercantum dalam bagian lain laporan ini, dan e.
Penyediaan parkir atau pengolah limbah. Dasar pertimbangan penentuan klasifikasi (I, T, B) atau penentuan klasifikasi
(I, T, B, atau -) pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan lahan) pada suatu zonasi didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : a. Umum, berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan : Kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ruang kabupaten/kota; Keseimbangan antara kawasan lindung dan budidaya dalam suatu wilayah; Kelestarian
lingkungan
(perlindungan
dan
pengawasan
terhadap
pemanfaatan air, udara dan ruang bawah tanah); Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap peruntukkan yang ditetapkan; Kesesuaian dengan kebijakan pemerintah DKI Jakarta di luar rencana tata ruang yang ada; Tidak merugikan golongan masyarakat, terutama golongan sosial-ekonomi lemah; dan Kesesuaian terhadap daya dukung dan daya tampung. b. Khusus, berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan, kegiatan ataukomponen yang akan dibangun, dapat disusun berdasarkan :
9-3
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Rujukan terhadap ketentuan-ketentuan maupun standar-standar yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang; Rujukan terhadap ketentuan dalam peraturan bangunan setempat; Rujukan terhadap ketentuan khusus bagi unsur bangunan/ komponen yang dikembangkan (misalnya pompa bensin, BTS/ Base Tranceiver
Station, dan lain-lain); Kesesuaian suatu kegiatan dalam zona tertentu (kompatibilitas kegiatan dalam suatu zona); Merujuk pada hasil observasi terkait dampak suatu kegiatan dalam suatu jenis zona tertentu; dan Kesesuaian dengan kualitas lokal minimum yang ditetapkan untuk setiap jenis zona. Jenis kegiatan dan pelaksanaan kegiatan di tiap sub zona dijabarkan dalam Tabel Jenis Kegiatan dan Tabel Pelaksanaan Kegiatan dalam Sub zona. Jenis kegiatan dalam sub zona ditetapkan dengan mempertimbangkan: a. kualitas ruang zona dan/atau sub zona yang diharapkan; b. kesesuaian kegiatan zona dan/atau sub zona; c. sesuai dengan standar prasarana penunjang zona dan/atau sub zona; d. dampak kegiatan pada suatu zona dan/atau sub zona; dan e. daya dukung lingkungan dan/atau prasarana dan utilitas. 9.1.2 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Intensitas pembangunan di Kawasan Reklamasi Pantura harus mengacu kepada distribusi jumlah penduduk yang telah ditentukan. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang seperti KDB, KLB, KTB, KDH, dan KB yang diatur merupakan nilai maksimum dan minimum yang dapat dibangun, dan bukan nilai rata-rata. Secara umum, ketinggian bangunan di seluruh kawasan reklamasi pantura harus mempertimbangan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan Bandara Soekarno Hatta. Ketentuan KLB yang diatur merupakan nilai maksimal, sehingga dapat memungkinkan bagi perencana kawasan untuk mengatur sky line bangunan demi nilai estetika, namun tidak diperkenankan bangunan memiliki ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan wilayah tengah (berbentuk kurva distribusi normal dari Barat ke Timur). Selain itu, ketinggian bangunan tiap pulau harus memungkin pandangan ke laut lepas dari tiap sudut. 9-4
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Intensitas pemanfaatan ruang pada lahan perencanaan yang memiliki lebih dari satu intensitas pemanfaatan ruang pada satu zona, dapat diperhitungkan secara rata-rata dan ketinggian bangunan mengikuti batasan bangunan tertinggi. Intensitas pemanfaatan ruang tersebut tidak berlaku/tidak diperhitungkan pada penggunaan basemen antara GSJ dengan GSB untuk kepentingan akses stasiun angkutan umum massal berbasis rel. 9.1.2.1. Koefisien Dasar Bangunan Koefisien dasar bangunan (KDB) merupakan angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta. KDB maksimum ditetapkan dengan mepertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan. Persentase KDB di Kawasan Strategis Pantura Jakarta berkisar antara 40% hingga 60%. Formulasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebagai berikut:
KDB =
Luas Lantai Dasar x 100% Luas LP
Nilai KDB di tiap subblok Kawasan Strategis Pantai Utara dijabarkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang. Dalam penerapannya, terdapat ketentuan tambahan mengenai nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yaitu bangunan penghubung antar bangunan gedung berbentuk selasar, beratap, dan tidak berdinding dengan lebar sekurang-kurangnya 3 m (tiga meter) tidak diperhitungkan sebagai KDB. 9.1.2.2. Koefisien Lantai Bangunan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan nagka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Formulasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebagai berikut: KLB =
Luas Seluruh Lantai Bangunan 9-5
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Luas LP KLB rata-rata maksimum setiap pulau adalah sebagai berikut : Tabel 9- 1: KLB Rata-Rata Per Pulau Sub Kawasan Sub Kawasan Barat
Pulau A B C D E F G H I J K L M N O P Q
Sub kawasan tengah
Sub Kawasan Timur
Koefisien Lantai Bangunan 3 3 3 3 3 4 4 4 5 5 5 5 5 2 2 2 2
Sumber : Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 121 tahun 2012
KLB rata-rata maksimum ditetapkan di masing-masing pulau, namun KLB
maksimum
mempertimbangkan
per
subblok
kedekatan
tersebut
dengan
didistribusikan
dengan
terminal/stasiun/halte
transit
angkutan umum. Hal ini menjadi pertimbangan dasar karena konsep
Transport Oriented Development diterapkan dalam Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Pusat-pusat kegiatan dengan KLB tinggi akan berada di sekitar terminal/halte transit/stasiun sehingga memudahkan pengguna angkutan umum untuk mencapai pusat kegiatan yang mereka tuju. Nilai KLB di tiap subblok Kawasan Strategis Pantai Utara dijabarkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang. Dalam penerapannya, terdapat ketentuan tambahan yaitu sebagai berikut: 1. luas lantai bangunan yang digunakan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam KLB dengan syarat tidak melebihi 40 (empat puluh) % dari KLB yang
ditetapkan,
dan
kelebihan
batasan
40
(empat
puluh)
%
diperhitungkan sebagai KLB;
9-6
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
2. bangunan khusus parkir berfungsi sebagai prasarana parkir perpindahan moda (park and ride), terintegrasi dengan angkutan umum massal, dan bukan bangunan pelengkap dari bangunan utama diperbolehkan luas lantai bangunan mencapai 200 (dua ratus) % dari KLB yang ditetapkan; 3. pembebasan perhitungan batasan KLB diberikan pada: a. koridor atau jembatan penghubung antar bangunan yang digunakan pejalan kaki dan terbuka untuk umum; b. ruang mekanikal dan elektrikal, instalasi air, tangga, mushola, ruang tunggu pengemudi, dan ruang untuk sektor informal dengan proporsi luas lantai kurang dari 20% (dua puluh persen) pada bangunan bertingkat sedang dan bertingkat tinggi; dan c. ruang evakuasi bencana yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan lain pada bangunan bertingkat tinggi di atas 24 (dua puluh empat) lantai, dialokasikan 1 (satu) lantai atau lebih setiap 24 (dua puluh empat) lantai dan berlaku setiap kelipatannya; 4. proporsi KLB pada sub zona campuran pada PSL sangat padat dan padat, proporsi bangunan komersial paling kurang 50% dan bangunan hunian paling tinggi 50%; dan 5. penggunaan basemen yang dimanfaatkan untuk kegiatan selain parkir dan fasilitasnya tetap diperhitungkan dalam KLB 9.1.2.3. Ketinggian Bangunan Ketinggian
bangunan
(KB)
di
Kawasan
Strategis
Pantura
membentuk city scape yang memberikan ciri khas pada tiap-tiap pulau. Nilai KB di tiap subblok Kawasan Strategis Pantai Utara dijabarkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang. Dalam penerapannya, terdapat ketentuan tambahan yaitu penambahan jumlah lantai pada bangunan gedung selain pada zona perumahan KDB sedang-tinggi diperkenankan selama masih memenuhi batasan KDB, dan/atau KLB sebagaimana tercantum pada Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang serta memenuhi batasan ketinggian pada KKOP. KB dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok ketinggian bangunan, meliputi:
9-7
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
a. bangunan bertingkat rendah untuk ketinggian 1 (satu) sampai 4 (empat) lantai; b. bangunan bertingkat sedang untuk ketinggian bangunan 5 (lima) sampai 8 (delapan) lantai; dan c. bangunan bertingkat tinggi untuk ketinggian di atas 8 (delapan) lantai. 9.1.2.4. Koefisien Tapak Basemen Koefisien
Tapak
Basemen
(KTB)
merupakan
perbandingan
maksimum yang diijinkan antara luas lantai basemen dengan luas tapak yang ada. Nilai KTB di tiap subblok Kawasan Strategis Pantai Utara dijabarkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang. Formulasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan Koefisien Tapak Basemen (KTB) sebagai berikut: KTB =
LuasTapak Basemen x 100% Luas LP
Dalam penerapannya, terdapat ketentuan tambahan yaitu sebagai berikut 1. penggunaan basemen yang berada di bawah prasarana umum dan dimanfaatkan untuk mendukung fungsi sirkulasi pergerakan orang dan kendaraan tidak diperhitungkan sebagai KTB dan pemanfaatannya harus
mendapatkan
persetujuan
Gubernur
setelah
mendapat
pertimbangan dari BKPRD; 2. pada sub zona R.4, R.5 dan R.6, KTB paling tinggi sama dengan KDB yang telah ditetapkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang, dan hanya digunakan sebagai fungsi penunjang hunian. 9.1.2.2. Koefisien Dasar Hijau Koefisien diperuntukkan
Dasar
Hijau
(KDH)
merupakan
bagi
pertamanan/penghijauan
angka dan
persentase
luas
tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang. Nilai KDH di tiap subblok Kawasan Strategis Pantai Utara dijabarkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang. Dalam penerapannya, terdapat ketentuan
tambahan
yaitu
perkerasan
di
permukaan
tanah
yang
9-8
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dipergunakan
sebagai
jalan,
prasarana
parkir,
dan
plaza
tidak
diperhitungkan sebagai KDH. Formulasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan Koefisien Dasar Hijau (KDH) sebagai berikut:
KDH =
Luas Dasar Hijau x 100% Luas LP
9.1.3 Tata Bangunan Tata bangunan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, meliputi: a. lahan perencanaan; b. tata bangunan gedung, meliputi: c.
pemanfaatan ruang di perairan laut;
9.1.3.1. Lahan Perencanaan Lahan perencanaan adalah luas lahan efektif yang dikuasai dan/atau direncanakan untuk kegiatan pemanfaatan ruang, dapat berbentuk super blok, blok, sub blok dan/atau perpetakan. Ketentuan mengenai lahan perencanaan dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah sebagai berikut: 1. Lahan perencanaan mencakup rencana jalur pedestrian/plaza. 2. Dalam perencanaan dan pemanfataannya, tidak dapat dilakukan pemecahan kaveling hunian menjadi lebih kecil dari batasan luasan sub zona yang telah ditentukan 9.1.3.2. Tata Bangunan Gedung Ketentuan tata bangunan gedung terdiri dari peraturan mengenai: 1. pagar; 2. GSB; 3. jarak bebas bangunan; 4. ramp; 5. bangunan di bawah permukaan tanah; dan 6. bangunan layang; Ketentuan Pagar 9-9
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Ketentuan pada pagar bangunan di Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah sebagai berikut: a. Pagar pada bangunan gedung yang berada pada tikungan dan/atau persimpangan harus dimundurkan dan tidak membentuk sudut sehingga tidak menghalangi jarak pandang kendaraan. b. Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa dan zona campuran dirancang tanpa pagar untuk mendukung akses pejalan kaki sekaligus memperkuat karakter kawasan. Ketentuan GSB Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan; dihitung dari batas terluar saluran air kotor sampai batas terluar muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dsb (building line). Besarnya GSB pada bangunan gedung ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pada semua sub zona yang berbatasan dengan jalan, ditentukan sebagai berikut : 1. pada jalan dengan lebar rencana kurang atau sama dengan 12 m (dua belas meter), GSB sebesar 5 m; dan 2. pada jalan dengan lebar rencana lebih besar dari 12 m (dua belas meter), GSB sebesar 6 m. b. Pada semua sub zona yang berbatasan dengan zona terbuka biru, GSB minimal sebesar 15 meter, dimana besar 10 meter yang berbatasan langsung dengan zona terbuka biru harus berupa ruang terbuka publik yang dapat berfungsi sebagai jalur inspeksi ruang terbuka biru. c.
Pada zona perkantoran, perdagangan, dan jasa dan zona campuran, ruang antara GSB dan GSJ harus berupa ruang terbuka publik yang menyatu dengan jalur pejalan kaki di hadapannya dan tidak boleh dimanfaatkan untuk pergerakan kendaraan (termasuk lahan parkir ataupun jalur menurunkan penumpang dari kendaraan), kecuali inlet dan/atau outlet kendaraan. 9-10
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Ketentuan Jarak Bebas Jarak
bebas
bangunan
adalah
jarak
serendah-rendahnya
yang
diperkenankan dari bidang terIuar bangunan sampai batas samping dan belakang tanah perpetakan. Ketentuan jarak bebas bangunan adalah sebagai berikut: a. Jarak bebas bangunan ditentukan berdasarkan ketinggian bangunan dan dikenakan dari lantai dasar sampai lantai paling atas bidang dan/atau dinding terluar suatu massa bangunan ke arah sebagai berikut: 1. pagar/batas garis sempadan jalan; 2. batas jarak bebas bangunan lain yang bersebelahan; dan 3. rencana saluran. b. Sisi bangunan yang dikenakan jarak bebas adalah sebagai berikut: 1. pada bangunan tipe tunggal, jarak bebas dikenakan pada semua sisi bangunan; 2. pada bangunan deret, jarak bebas dikenakan pada sisi belakang bangunan; dan 3. pada bangunan kopel, jarak bebas dikenakan pada salah satu sisi kanan atau kiri yang tidak menempel pada bangunan lain dan pada sisi belakang bangunan. Ketentuan dasar jarak bebas bangunan disajikan dalam Tabel 9-2 Jarak Bebas Bangunan dan Gambar 9-1 Perhitungan Jarak Bebas Bangunan. Tabel 9- 2 Ketentuan Jarak Bebas Bangunan Tinggi Bangunan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jarak Bebas Bangunan terhadap batas jarak bebas bangunan lainnya yang bersebelahan 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5 9-11
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 lebih dari 32
11.0 11.5 12.0 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 15.0
c. Ketentuan khusus jarak bebas bangunan tipe deret sebagai berikut: 1. tipe deret hanya diperkenankan maksimal sampai ketinggian 4 (empat) lantai dan lantai berikutnya dikenakan jarak bebas sesuai dengan ketentuan jarak bebas bangunan pada Tabel Jarak Bebas Bangunan dengan lantai dasar dihitung dari lantai dasar bangunan yang mulai dikenakan jarak bebas. 2. Bangunan deret harus menyediakan ruang terbuka bangunan untuk penghawaan
dan
pencahayaan
alami
dengan
luas
sekurang-
kurangnya 6 m² (enam meter persegi), yang dialokasikan minimal setiap panjang bangunan 15 m (lima belas meter) ke arah dalam dan kelipatannya.
Gambar 9- 1 Perhitungan Jarak Bebas Bangunan
9-12
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
d. Ketentuan khusus jarak bebas bangunan dengan bentuk huruf U dan/atau huruf H (dengan lekukan) sebagai berikut: 1. massa bangunan yang terletak pada dua sisi yang berbeda dianggap sebagai 2 (dua) massa bangunan; 2. jarak bebas antar kedua massa bangunan ditentukan berdasarkan kedalaman lekukan bangunan; 3. bila kedalaman lekukan melebihi total jarak bebas kedua massa bangunan, maka lebar lekukan paling kurang sebesar total jarak bebas kedua massa bangunan; 4. bila kedalaman lekukan kurang dari total jarak bebas kedua massa bangunan, maka lebar lekukan paling kurang sebesar setengah total jarak bebas kedua massa bangunan; dan Ketentuan jarak bebas bangunan dengan bentuk huruf U dan/atau huruf H disajikan dalam Gambar 9-2 sebagai berikut:
9-13
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 9- 2 Jarak Bebas Bangunan Berbentuk Huruf U dan H
e. Ketentuan khusus jarak bebas bangunan terhadap Garis Sempadan Bangunan (GSB) sebagai berikut: 1. Dalam hal GSB kurang dari jarak bebas bangunan, maka jarak bidang dan/atau dinding terluar suatu massa bangunan ke arah GSJ untuk lantai dasar sampai lantai keempat adalah minimal sebesar GSB, sedangkan untuk lantai kelima atau lebih mengikuti ketentuan jarak bebas bangunan yang ditetapkan; dan 2. Dalam hal GSB lebih besar dari jarak bebas bangunan, maka jarak bidang dan/atau dinding terluar suatu massa bangunan ke arah GSJ untuk seluruh lantai adalah minimal sebesar GSB. Ketentuan Ramp Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Ketentuan ramp yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta terdiri atas ramp kendaraan dan ramp bukan kendaraan 9-14
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
a. Ketentuan ramp kendaraan adalah sebagai berikut: 1. sudut tanjakan dengan kemiringan paling besar 12º (dua belas derajat); 2. ramp spiral secara menerus paling besar 5 (lima) lantai, jika lantai parkirnya lebih dari 5 (lima) lantai harus menggunakan ramp lurus sebagai penghubung ke lantai berikutnya; 3. ramp naik di luar bangunan minimal 3 m (tiga meter) dari batas persil/perpetakan dan GSJ; 4. ramp turun menuju besmen di luar bangunan minimal 60 cm (enam puluh centimeter) dari batas persil/perpetakan; 5. dalam perhitungan KDB, luas proyeksi bidang ramp dihitung hanya sebesar 50% (lima puluh persen), selama luas proyeksi bidang ramp tersebut tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari luas lantai dasar yang diperkenankan; dan 6. dalam perhitungan KLB, luas proyeksi bidang ramp tidak dihitung; 7. ramp yang dibangun di atas dan/atau di bawah prasarana/lahan milik Pemerintah
dan/atau
Pemerintah
Daerah
harus
terlebih
dahulu
mendapatkan Persetujuan Gubernur. b. Ketentuan ramp bukan kendaraan adalah sebagai berikut: 1. sudut tanjakan dengan kemiringan paling besar 6º (enam derajat); 2. permukaan lantai ramp harus diberi lapisan kasar atau anti slip; dan 3. bangunan gedung harus menyediakan ramp sebagai akses untuk penyandang cacat dan lanjut usia. Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai dimensi ramp disajikan pada Tabel berikut: Tabel 9- 3 Jenis Ram No. 1 2
Jenis Ramp Ramp Kendaraan Lurus Satu Arah Ramp Kendaraan Lurus Dua Arah
3
Ramp Kendaraan Spiral dan/atau Tikungan Ramp Kendaraan Spiral Dua Arah
4
Ketentuan Teknis Lebar minimal 3 meter Lebar minimal 6,5 meter dengan lebar setiap arah sebesar 3 meter dan lebar pemisah selebar 50 centimeter Radius terkecil sebesar 4 meter dihitung dari sisi terdalam 1. Jari-jari terpendek ramp sebesar 4 meter
9-15
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
No.
5
Jenis Ramp
Ramp Bukan Kendaraan
Ketentuan Teknis 2. Lebar minimal 3,5 meter pada setiap arah dengan lebar pemisah sebesar 50 centimenter Jika panjang ramp melebihi 15 m (limabelas meter) harus disediakan satu buah landasan (bordes) dengan panjang 3 meter pada setiap jarak 15 meter
Ketentuan Bangunan di Bawah Permukaan Tanah Bangunan di bawah permukaan tanah adalah sebuah tingkat atau beberapa tingkat dari bangunan yang keseluruhan atau sebagian terletak di bawah tanah. Ketentuan mengenai bangunan di bawah permukaan tanah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali untuk bangunan gedung atau basemen ditetapkan sebagai berikut: a. Pada bangunan ketinggian lebih dari 4 (empat) lantai, jarak dinding terluar basemen terhadap GSJ, pengaman saluran dan/atau kaveling sebesar paling kurang 3 m (tiga meter); b. Pada bangunan ketinggian maksimal 4 (empat) lantai, jarak dinding terluar basemen terhadap GSJ dan/atau pengaman saluran sebesar paling kurang 3 m (tiga meter), dan terhadap batas lahan yang dikuasai sekurang-kurangnya 1 (satu) meter; c.
Untuk mendukung efisiensi pergerakan serta keterhubungan antar kegiatan, basemen bersama dapat diterapkan dengan persetujuan Gubernur setelah mendapat pertimbangan BKPRD;
d. Ruang bawah tanah antara GSB dan GSJ dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk pembangunan prasarana umum dan utilitas milik Pemerintah Daerah. Ketentuan Bangunan Layang Bangunan layang adalah bangunan penghubung antar bangunan yang dibangun melayang di atas permukaan tanah.Ketentuan bangunan layang yang berlaku dalam Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah sebagai berikut: a.
bangunan layang dibangun untuk menghubungkan 2 (dua) atau lebih gedung yang berdekatan, dengan fungsi untuk komersial dan jalur pejalan kaki; 9-16
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
b.
bangunan layang diharuskan memiliki arsitektur bangunan yang unik dan dapat menjadi ikon kawasan;
c.
ketentuan tinggi bersih (tinggi kolong) minimal 15 (lima belas) meter dari muka tanah;
d.
luas proyeksi bidang bangunan layang diperhitungkan dalam KDB dan KLB, dan apabila berada pada lebih dari satu lahan perencanaan, perhitungan KDB dan KLB dibebankan pada lahan perencanaan masing-masing secara proporsional;
e.
bangunan layang di atas prasarana/lahan milik Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Gubernur setelah mendapat pertimbangan BKPRD; dan
f.
ruang udara antara GSB dan GSJ dapat dimanfaatkan pemerintah untuk pembangunan prasarana umum dan utilitas milik Pemerintah Daerah.
9.1.3.3. Pemanfaatan Ruang di Perairan Laut Pemanfaatan ruang di perairan laut adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang di atas perairan laut. Ketentuan Pemanfaatan Ruang di Perairan Laut adalah sebagai berikut: (1)
Pemanfaatan ruang di perairan laut tidak diperbolehkan mempersempit dan mengganggu sistem tata air pada kanal vertikal dan kanal lateral.
(2)
Pemanfaatan ruang di perairan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf c dan huruf d, harus mendapatkan persetujuan Gubernur setelah mendapat pertimbangan BKPRD.
9.1.4 Ketentuan Prasarana Minimal dan Maksimal Ketentuan prasarana dan sarana minimal berfungsi sebagai kelengkapan di penyediaan prasarana dasar fisik lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman melalui penyediaan prasarana dan sarana yang sesuai agar zona berfungsi secara optimal. Sedangkan prasarana dan sarana maksimal berfungsi untuk membantu mengendalikan pembangunan dan pergerakan menggunakan kendaraan pribadi. Prasarana yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura meliputi prasarana umum dan sosial serta fasilitas parkir dan prasarana 9-17
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
minimal lainnya yang menjamin berlangsungnya suatu kegiatan dalam suatu zona tanpa menganggu kualitas ruang minimal zona tersebut. Prasarana parkir dibatasi jumlah maksimal agar dapat mendorong penggunaan angkutan umum massal. Ketentuan prasarana minimal dan maksimal
Standar kebutuhan parkir. Tabel 9- 4 Standar kebutuhan parkir No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jenis Bangunan Rumah susun/Apartemen -luas lantai > 150 m2 bruto -luas lantai 50 – 150 m2 bruto -luas lantai < 50 m2 bruto Rumah Susun Murah Rumah tinggal Pempus/Pemda/ Diplomatik Perkantoran/Jasa/Bank Pertokoan Hotel Kelas I (Bintang 4-5) Hotel Kelas II (Bintang 2-3) Hotel Kelas III (Melati & Bintang 1) Bar/ NC/ Amusement Pusat kebugaran Restoran/ café Tempat hiburan lainnya SPU Terminal/Stasiun/Pelabuhan/Bandara Tempat Ibadah Kodya dan Propinsi Rumah Sakit Puskesmas Poliklinik/RSB/Spesialis Praktek Dokter Laboratorium Apotik Pendidikan Sekolah Menengah, Akademi, PT Lembaga pendidikan/kursus Perpustakaan Sosial Budaya Gd. Serba Guna Kel/Kec. Balai Latihan Kerja Panti Sosial Gd. Jumpa Bakti > Kec. Gd. Pertemuan/Balai Resepsi Rekreasi/Olah raga Gd. Olahraga Kolam Renang Stadion Olah Raga Gd. Olah Seni/Gd. Kesenian Kompleks OR/Gelanggang OR Museum Bioskop Tempat/Taman Rekreasi Pelayanan Umum
Kebutuhan parkir minimal 1 mobil / 1 unit hunian 1 mobil / 2 unit hunian 1 mobil / 5 unit hunian 1 mobil / 10 unit hunian 1 mobil / 1 unit hunian 1 mobil / 200 m2 lantai bruto 1 mobil/100 m2 lantai bruto 1 mobil/ 60 m2 lantai bruto 1 mobil/ 5 kamar 1 mobil/ 7 kamar 1 mobil/ 10 kamar 1 mobil/ 10 m2 lantai bruto 1 mobil/ 60 m2 lantai bruto 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto 1 mobil / 100 m2 lantai bruto 1 mobil / 200 m2 lantai bruto 1 mobil / 300 m2 lantai bruto 1 mobil / 300 m2 lantai bruto 1 mobil / 200 m2 lantai bruto 1 mobil /100 m2 lantai bruto 1 mobil / 200 m2 lantai bruto 1 mobil / 200 m2 lantai bruto 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto 1 mobil/ 300 m2 lantai bruto 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto 1 mobil/ 400 m2 lantai bruto 1 mobil/ 500 m2 lantai bruto 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto 1 mobil/ 20 m2 lantai bruto 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Sesuai kebutuhan 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Sesuai Kebutuhan
9-18
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 No.
7. 8.
Jenis Bangunan Kantor Kel/Kec. KUA/BP4/Balai Nikah Kantor Pos/Telkom Kantor Pel. Umum lainnya Kantor Polisi/TNI Pemakaman Umum/Krematorium/Rmh Duka Fasilitas Niaga Pasar Tradisional Kel/Kec. Pasar Kodya/Propinsi Industri Industri/Pergudangan Industri/Pergudangan tipe Perpetakan /Susun
9.
Khusus Instalasi Militer dan lain-lain
Kebutuhan parkir minimal 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto Sesuai Kebutuhan 1 mobil/ 400 m2 lantai bruto 1 mobil/ 100 m2 lantai bruto 1 mobil/ 400 m2 dan 1 truk/ 1000 m2 lantai bruto 1 mobil/ 200 m2 dan 1 truk/ 1000 m2 lantai bruto Sesuai kebutuhan
Sarana wajib disediakan dan yang sifatnya tidak wajib / pilihan / tambahan. Tabel 9- 5: Sarana wajib disediakan dan yang sifatnya tidak wajib / pilihan / tambahan
JUMLAH
SARANA KOTA PENDIDIKAN
PENDUDUK JENIS
250
1.500
3.000
6.000
15.000
30.000
60.000
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Taman Kanak-kanak
O
Sekolah Dasar
O
O
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
O
Sekolah Menengah Umum/
O
Kejuruan
O
Perpustakaan Tempat penitipan anak / Child care Taman Bermain / Play Group KESEHATAN
Balai Kesehatan
O
Puskesmas tingkat Kelurahan
O
Rumah Bersalin
O
Apotik/Rumah Obat
O
Laboratorium Kesehatan
O
Pusat Kebukaran / Health Club Dokter Praktek 24 Jam PERIBADATA
Mushola
N
Mesjid Tempat Ibadah lain
O O O 9-19
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
JUMLAH
SARANA KOTA
PENDUDUK JENIS
250
1.500
3.000
6.000
15.000
30.000
60.000
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
BINA SOSIAL/
Balai Warga/ Gd. Serbaguna
O
PELAYANAN
Gedung Serbaguna
O
UMUM
Pos keamanan
O
Wartel
O
Gardu Listrik
O
Tempat Sampah
O
Kantor Kelurahan
O
Kantor Pelayanan Umum
O
Pos Tramtib
O
Pos Pemadam Kebakaran
O
Kantor Pos Pembantu
O
Control Room Management Office Function Room Laundry Gudang Bersama Garbage Room Beauty Saloon OLAHRAGA/
Tempat bermain anak-anak
REKREASI
Tempat bermain remaja/Taman
O O
Lapang Olahraga
O
gedung Olahraga
O
Kolam Renang
O
Taman
O
Fitness Center Sauna Lapangan tenis Lapangan Badminton Squash Putting Green Jogging track Parabola Karaoke Cineplex PERBELANJA
Warung/Kios
AN/ NIAGA
Pertokoan Mini
O O
9-20
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
JUMLAH
SARANA KOTA
PENDUDUK JENIS
250
1.500
3.000
6.000
15.000
30.000
60.000
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Jiwa
Pusat Pertokoan
O
Bar / Coffee Shop Restoran Mini Market/Pasar Swalayan Food Court Bank Business Corner/Business Lounge TRANSPORTA
Shelter / Lay Bay
SI
Tempat Parkir / Gedung Parkir
O
O
Pangkalan / Parkir umum
O
O
Keterangan : O Sarana yang wajib disediakan Sarana tidak wajib / pilihan / tambahan
9-21
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 9- 6 : Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota untuk Lingkungan Rumah Susun Hunian DKI Jakarta
9-22
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 9- 7: Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota Untuk Lingkungan Perumahan yang Dikembangkan Secara Horizontal DKI Jakarta
Untuk pembangunan horizontal & rata – rata 4,0 jiwa/ KK untuk pembangunan vertikal.
9-23
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Standar kebutuhan sarana penunjang. Tabel 9- 8 Standar Kebutuhan Sarana Penunjang
1- Tempat parkir
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
W
W
W
W
W
W
W
W
R/S
W
W
W
S
W
W
W/S
W
W
S
S
S
S
S
S
--
R
W
--
R
W
tunggu/
R : Wajib
kantin supir 3- Gardu
W
PLN 4- Bak
W
W
W
W
W
W
W
--
W
W
W
--
R
W/
sesuai ratio
R
jumlah
W
jiwa/penghun
W
W
W
W
S
S
W
W
W
W
R
W
S
W
W
W
W
W
W
W
W
W
W
W
W
W
W
W
W
W
R
W
S
W
W
R/S
S
R/S
R
R
W
W
S
--
--
R
W
S
S
S
W
--
S
--
--
--
--
--
--
--
W
W
--
--
S
--
--
S
S
S
S
--
--
S
S
--
S
--
R
--
R
R
10- Mushola
S
W
W
W
--
W
S
R
W
--
W
--
R
W
11- Wartel
--
W
W
S
R
S
S
W
--
W
S
W
--
S
S
S
S
S
--
--
S
S
S
S
--
S
--
S
R
R
R
R/S
S
R/S
W
R
--
W
S
--
S
S
W
W
W
W
R
R
R
R
S
R
W
S
W
W
sampah 5- Sumur resapan 6- Areal hijau / Taman
W/ R
W
W/ R
i (ratio W
minimal). S:
W
Disarankan.
7Ruang/Laha n sektor
S
informal 8- Lapang
W/
upacara
R
9- Pos kesehatan/ pos keamanan / pemadam kebakaran W/ R
12Shelter/Lay-
R
R
bay 13Pedestrial/ trotoar
W/ R
internal 14- Unit pemrosesan limbah cair di
W
bawah tanah
9.2
Perizinan Pembahasan mengenai perizinan terkait pembangunan di Kawasan
Reklamasi Pantura Jakarta terdiri atas tinjauan peraturan terkait perizinan dan tata cara perizinan yang akan diterapkan di Kawasan Reklamasi. 9.2.1 Tinjauan Peraturan Perizinan Pada subbab ini akan dilakukan peninjauan terhadap peraturan terkait proses penyelenggaraan reklamasi dimana perizinan menjadi salah satu tahapan di 9-24
n
d n s a g
W : Wajib.
2- Ruang
a
Keterangan
g a
Industri
n g
Karya
Suka Fasilitas Umum
b a P P H u n P e e re P rm o a rK e d e B K n to n a rit o /e m R d g io m O e m S ia sn e e r ,lu d n ktr a sK ig a o lsh ia n B kp h .ir/a m a n a lp K n lg o P u a n a e s( IsC fn S n a K e a g P D Id m o T ro e n u p m e b n s d su e m n T a d / u tp rrts id sra sa a id tin td n iS ra i/kM iR l IsP a U /u b iu n ) m a o s P a d n kl e h a e rh ls g T m u a a
Karya Bangunan Umum
r P k e a r n k t a Jo n a r t G sa H o d a n i.r
e
P
Fasilitas Pendukung
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dalamnya. Peraturan yang akan ditinjau meliputi Kepgub Nomor 138 Tahun 2000 dan Perpres Nomor 122 Tahun 2012. 9.3.1.1. Keputusan Gubernur Nomor 138 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Dalam Kepgub 138/2000, perizinan merupakan salah satu tahapan proses penyelenggaraan Reklamasi Pantura Jakarta. Tahapan proses yang dimaksud meliputi perencanaan, pelelangan atau penunjukan mitra, penyusunan nota kesepahaman, perjanjian pengembangan, perizinan, pelaksanaan atau konstruksi fisik, pengawasan, serta pengelolaan hasil dan pembangunan di atasnya. Tahap perencanaan dilakukan oleh Badan Pelaksana (BP) Pantura yaitu penyusunan rencana rinci Kawasan Pantura Jakarta, Urban Design
Guide Line, Development Guide Plan, lokasi prioritas sebagai paket pelaksanaan reklamasi, serta KAK. Tahap pelelangan dilakukan oleh BP Pantura dengan proses pelelangan dilaksanakan oleh panitia pelelangan. Hasil pelelangan akan diusulkan ke Gubernur untuk ditetapkan dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) penetapan pemenang lelang. Tahap berikutnya yaitu penyusunan nota kesepahaman yang dilakukan oleh BP Pantura dan mitra pengembang. Mitra pengembang wajib menyiapkan proposal yang berisi perencanaan reklamasi, penggunaan lahan, makro infrastruktur, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pentahapan, penyusunan AMDAL proyek, serta perencanaan usaha dan keuangan dengan studi kelayakan. Selain itu, mitra pengembang wajib menyerahkan uang muka atau
initial
working
fund.
Tahap
selanjutnya
adalah
perjanjian
pengembangan meliputi penilaian proposal yang dilakukan oleh BP dan SKPD, penerbitan surat persetujuan proposal dan perumusan perjanjian, setelah itu konsep perjanjian dilaporkan ke Gubernur dan dilakukan tanda tangan oleh para pihak yang terlibat. Tahap perizinan terdiri atas penyusunan rencana rinci, pembahasan rencana rinci, dan pemberian izin pelaksanaan reklamasi. Penyusunan rencana rinci dilakukan oleh mitra pengembang dengan persyaratan AMDAL proyek,
perencanaan
penggunaan
lahan,
perencanaan
pengambilan
material, perencanaan infrastruktur atau prasarana dasar. Sedangkan pembahasan rencana rinci dilakukan oleh BP Pantura dan SKPD. Pemberian izin pelaksanaan reklamasi dilakukan oleh BP Pantura atas nama Gubernur dengan lampiran meliputi pengesahan AMDAL, gambar
9-25
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
perencanaan penggunaan lahan, gambar teknis dan konstruksi, dan gambar rencana infrastruktur. Setelah mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi, mitra pengembang dapat melakukan konstruksi reklamasi dengan menunjuk kontraktor yang diberitahukan kepada BP Pantura. Selain itu, mitra pengembang juga wajib melaporkan hasil reklamasi ke BP Pantura secara berkala. BP Pantura dan SKPD akan melakukan pengawasan secara rutin dan pengendalian teknis. Setelah reklamasi selesai dilakukan, mitra pengembang menyerahkan lahan hasil reklamasi kepada BP Pantura dengan membuat berita acara serah terima. Setelah itu, BP Pantura akan megurus penerbitan Hak Pengelolaan Lahan atas nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pembangunan akan dilakukan
mitra
pengembang
sesuai
dengan
perjanjian
dan
mitra
pengembang wajib menyerahkan kontribusi ke BP. 9.3.1.2. Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Proses penyelenggaraan reklamasi menurut Perpres 122 tahun 2012 meliputi perencanaan reklamasi, perizinan, pelaksanaan reklamasi, serta
monitoring dan evaluasi. Perencanaan reklamasi terdiri penentuan lokasi, penyusunan rencana induk, studi kelayakan, dan penyusunan rancangan detail. Dalam menentukan lokasi reklamasi, lokasi sumber material juga turut dianalisis. Penentuan lokasi disusun berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan RTRW DKI Jakarta. Penentuan lokasi wajib mempertimbangkan aspek teknis, lingkungan hidup, dan sosial ekonomi. Aspek teknis meliputi hidro-oseanografi, hidrologi, batimetri, topografi, geomorfologi, dan geoteknik. Aspek lingkungan hidup meliputi kualitas air laut dan air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem, pesisir, flora dan fauna darat, serta biota perairan. Sedangkan aspek sosial ekonomi meliputi demografi, akses publik, dan potensi relokasi. Penyusunan rencana induk yang dilakukan terdiri atas beberapa bagian yaitu rencana peruntukan lahan reklamasi, kebutuhan fasilitas terkait dengan peruntukan reklamasi, tahapan pembangunan, rencana pengembangan, dan jangka waktu pelaksanaan reklamasi. Setelah menyusun rencana induk, selanjutnya adalah melakukan studi kelayakan meliputi kelayakan teknis, kelayakan ekonomi finansial, dan kelayakan lingkungan hidup. Tahap terakhir dalam perencanaan reklamasi adalah menyusun rancangan detail berdasarkan rencana induk dan studi
9-26
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
kelayakan. Rancangan detail juga wajib memasukkan mitigasi bencana dan jadwal pelaksanaan reklamasi. Substansi
rancangan detail
meliputi
penyiapan lahan dna pembuatan prasarana; pembersihan dan/atau perataan tanah; pembuatan dinding penahan tanah dan/atau pemecah gelombang; pengangkutan material reklamasi; perbaikan tanah dasar; pengurugan material reklamasi; penanganan, penebaran, dan penimbunan material reklamasi; pengeringan, perataan, dan pematangan lahan reklamasi; dan yang terakhir sistem drainase. Proses perizinan terdiri atas dua tahap yaitu memperoleh izin lokasi dan selanjutnya izin pelaksanaan. Izin lokasi berlaku untuk jangka waktu dua tahun dan untuk mendapatkannya dibutuhkan dokumen berupa rencana induk, studi kelayakan, dan rancangan detail reklamasi. Sementara itu, izin pelaksaan reklamasi berlaku untuk jangka waktu lima tahun, dan untuk setiap satu tahun mitra pengembang wajib melaksanakan pembangunan fisik sejak diterbitkan izin pelaksanaan reklamasi, menyampaikan laporan secara berkala setiap 4 bulan sekali, serta melakukan reklamasi sesuai dengan rancangan detail dan izin lingkungan. Setelah mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi, konstruksi reklamasi dapat dilakukan. Konstruksi pulau reklamasi meliputi pengurugan, pengeringan lahan dan konstruksi drainase. Konstruksi reklamasi wajib dilakukan dengan menjaga dan memperperhatikan keberlangsungan dan penghidupan masyarakat, keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian, serta persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material. Tahap terakhir dalam penyelenggaraan proses reklamasi adalah monitoring dan evaluasi. Monitoring atau Pemantauan dilakukan pada tahap pelaksanaan reklamasi. Monitoring dilakukan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. Dalam Perpres 122/2012 ini turut dijelaskan mengenai ketentuan peralihan perizinan reklamasi. Izin lokasi dan izin pelaksanaan yang telah diajukan sebelum berlakunya perpres ini tetap diproses sesuai ketentuan sebelumnya. Selain itu, izin lokasi dan izin pelaksanaan yang telah diterbitkan tetap berlaku sampai habisnya masa berlaku masing-masing izin. Sebagian besar tahapan penyelenggaraan reklamasi pada kedua peraturan tersebut bersifat sama, yaitu terdiri atas perencanaan, pelaksanaan administrasi, perizinan, pelaksanaan konstruksi, lalu monitoring dan evaluasi. Meskipun memiliki tahapan yang sama, terdapat beberapa perbedaan. Pada tahap perencanaan, 9-27
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dalam Kepgub 138 tahun 2000 tidak dijelaskan mengenai penentuan lokasi pengambilan material. Selain itu, dalam Kepgub 138 tahun 2000 tidak ada penyusunan rencana induk dan studi kelayakan melainkan langsung pada penyusunan rencana detail. Perbedaan selanjutnya adalah pada Perpres 122 tahun 2012 tidak terdapat penjabaran mengenai pelelangan, nota kesepahaman, dan perjanjian pengembangan. Sedangkan dalam Kepgub 138 tahun 2000 izin yang diberikan hanya berupa izin pelaksanaan. Perbedaan yang terakhir adalah pada tahap monitoring dan evaluasi, yaitu dalam Kepgub 138 tahun 2000 dijelaskan mengenai penyerahan kontribusi lahan dari mitra pengembang kepada Pemprov DKI sedangkan hal tersebut tidak terdapat dalam Perpres 122/2012. Perbandingan kedua peraturan terkait penyelenggaraan reklamasi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 9- 9: Perbandingan Proses Penyelenggaraan Berdasarkan Aturan Terkait Reklamasi Tahapan Hal-hal Pokok No Penyelenggaraan Kepgub 138 Tahun 2000 Perpres 122 Tahun 2012 Reklamasi 1. Rencana Rinci Kawasan 1. Penentuan Lokasi Pantura Jakarta 2. UDGL & Development Guide - Lokasi Reklamasi Plan / paket lokasi areal reklamasi 3. Lokasi prioritas sebagai - Lokasi Sumber Material paket pelaksanaan reklamasi Reklamasi 4. KAK / paket lokasi areal 2. Penyusunan Rencana prioritas reklamasi Induk
1
- Rencana Peruntukan Lahan Reklamasi; - Kebutuhan Fasilitas terkait dengan Peruntukan Reklamasi; - Tahapan Pembangunan; - Rencana Pengembangan; dan - Jangka Waktu Pelaksanaan Reklamasi
Perencanaan
3. Studi Kelayakan
- Kelayakan Teknis - Kelayakan Ekonomi Finansial - Kelayakan Lingkungan Hidup 4. Rancangan Detail 2
3
Pelaksanaan (Administrasi) Perizinan
1. Pelelangan 2. Nota Kesepahaman
- Proposal - Initial Working Fund (IWF)
3. Perjanjian Pengembangan 4. Perizinan
- Izin Pelaksanaan
5. Pelaksanaan 4
Pelaksanaan (Fisik)
- Penunjukan kontraktor (diberitahukan kepada BP)
1. Izin Lokasi 2. Izin Pelaksanaan 1. Pengurugan 2. Pengeringan Lahan 9-28
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
No
Tahapan Penyelenggaraan Reklamasi
Hal-hal Pokok Kepgub 138 Tahun 2000
- Melaporkan hasil reklamasi ke BP secara berkala Pengawasan Pembangunan dan Pengelolaan
5
Monitoring dan Evaluasi
Perpres 122 Tahun 2012
3. Drainase Monitoring dan Evaluasi
- Penyerahan lahan hasil reklamasi - Penerbitan HPL atas nama Pemprov DKI - Penyerahan kontribusi (sebesar 5% dari luas lahan)
Dalam mengeluarkan izin terkait reklamasi, terdapat beberapa substansi yang harus diperhatikan. Substansi tersebut terdapat dalam peraturan terkait Kawasan Reklamasi yaitu RTRW DKI Jakarta dalam Perda No. 1 tahun 2012, Pergub No. 121 tahun 2012, dan Perpres No. 54 tahun 2008. a.
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030 Pengembangan Kawasan Pantura harus menjamin: 1. Penyediaan
pantai
publik,
kelestarian
bangunan
bersejarah,
pengembangan prasarana sumber daya air secara terpadu; 2. Tidak memberikan tambahan resiko banjir pada daratan induk; 3. Menjaga fungsi obyek atau instalasi vital; 4. Terdapat sistem drainase dan pengendalian banjir termasuk retention pond sebesar 5% luas pulau; 5. Penyediaan air bersih secara mandiri dan tidak menggunakan air bawah tanah; 6. Pengelolaan limbah cair domestik secara off site; 7. Pengendalian potensi kerusakan akibat kenaikan muka air laut; 8. Penyediaan angkutan umum massal yang menghubungkan dengan daratan induk; 9. Terdapat tanggul laut yang di atasnya merupakan jalan penghubung barat-timur Kawasan Reklamasi; 10. Rencana yang harus disusun meliputi teknik reklamasi, pemanfaatan ruang reklamasi, konstruksi, penyediaan prasarana, AMDAL/RKL/UPL, lokasi pengambilan material, pembiayaan, pengelolaan air bersih/limbah, dan pengendalian banjir; dan 11. Larangan penambangan pasir.
9-29
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
b. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Penyelenggaraan reklamasi Pantura harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: 1. Penyediaan pantai publik sebesar minimal 10% dari keliling garis pantai tiap pulau; 2. Perlindungan terhadap jalur pipa BBM dan gas bawah laut; 3. Memperhatikan keserasian dengan hutan bakau dan lindung di daratan induk; 4. Pusat kegiatan primer dilayani oleh jalan arteri dan transportasi massal berbasis jalan dan rel; 5. Pengembangan jalur pedestrian dan sepeda di tiap pulau; 6. Penyediaan dermaga penyeberangan ke Pulau Seribu minimal di Pulau F dan J serta dermaga khusus di setiap pulau; 7. Pemanfaatan kanal vertikal antar pulau sebagai saluran pengendali banjir; 8. Penyediaan kolam retensi di tiap pulau atau ruang terbuka biru 5% di setiap pulau; 9. Pembangunan tanggul laut dengan masa layanan 1000 tahun; 10. Pembangunan jaringan utilitas dengan sistem ducting terpadu; 11. Pembangunan sistem distribusi air bersih dengan looping system di tiap pulau dan terkoneksi antar pulau; 12. Pengelolaan limbah domestik secara off site di tiap pulau; 13. Penyediaan TPS di tiap pulau; 14. Pengembangan sistem telekomunikasi dengan jaringan fiber optic dan
wireless dengan memperhatikan KKOP Soekarno -Hatta; dan 15. Penyediaan sempadan pantai sepanjang minimal 50 meter untuk pantai yang menghadap laut lepas dan 30 meter untuk pantai yang menghadap daratan Jakarta dan pulau lain. c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur Perpres ini mengatur hal-hal terkait penyelenggaraan reklamasi Pantura sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan reklamasi dengan koefisien zona terbangun maksimal 40% di zona P3 dan 45% di zona P5;
9-30
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
2. Pembangunan pulau dilakukan dengan jarak dari surut terrendah minimal 300 meter atau kecuali dengan rekayasa teknologi dan titik terluar berada pada kedalaman 8 meter di bawah permukaan laut; dan 3. Pembangunan pulau reklamasi tidak menyebabkan abrasi, tidak mengganggu muara sungai dan lalu lintas laut. 9.2.2 Tata Cara Perizinan Berdasarkan tinjauan peraturan dan keadaan eksisting proses reklamasi Pantura, disusun tahapan perizinan dengan mempertimbangkan kelembagaan pantura dengan adanya Badan Pengurus. Perumusan tata cara perizinan dengan penyesuaian ini dilakukan karena Kepgub 138/2000 sudah tidak sesuai lagi karena BP Pantura telah dibubarkan. Oleh karena itu, perlu peraturan baru yang dalam konteks ini berupa peraturan gubernur yang mengatur tata cara perizinan. Ruang lingkup perizinan dalam penyelenggaraan reklamasi meliputi perizinan dan pemanfataan lahan hasil reklamasi. Tahapan perizinan terdiri atas persetujuan prinsip lokasi reklamasi, izin pelaksanaan reklamasi, dan izin pemanfaatan ruang. Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan terkait perizinan reklamasi. Tabel 9 - 1 Tahap Perizinan Kawasan Reklamasi Persetujuan Prinsip Lokasi
Izin Pelaksanaan Reklamasi
Reklamasi
Izin Pemanfaatan Ruang Reklamasi
Permohonan sebelum
Harus memiliki Persetujuan
Harus memiliki Izin
melakukan reklamasi
Prinsip Lokasi Reklamasi
Pelaksanaan Reklamasi
Mengajukan permohonan
Mengajukan permohonan
kepada Gubernur
kepada Gubernur
Permohonan izin pelaksanaan
Permohonan dapat diajukan
reklamasi dilakukan paling
setelah reklamasi dilakukan
lambat 3 bulan sebelum
seluruhnya, selama izin
persetujuan prinsip lokasi
pelaksanaan reklamasi habis
reklamasi habis masa
masa berlakunya
berlakunya Diberikan dengan
Diberikan dengan
Diberikan dengan
mempertimbangkan:
mempertimbangkan:
mempertimbangkan:
a. Rencana usaha dan
a. Kelayakan terhadap rencana
a. Kesesuaian hasil
kegiatan reklamasi (termasuk
usaha dan kegiatan reklamasi;
pelaksanaan reklamasi dengan
studi kelayakan yang berisi
perizinan/rekomendasi;
aspek teknis, ekonomifinansial, dan lingkungan hidup); b. Kesesuaian dengan RTR;
b. Izin/rekomendasi yang telah
b. Rencana pemanfaatan lahan
diterbitkan dalam persetujuan
(berdasarkan UDGL);
9-31
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Persetujuan Prinsip Lokasi
Izin Pelaksanaan Reklamasi
Reklamasi
Izin Pemanfaatan Ruang Reklamasi
prinsip lokasi reklamasi; c. Kesesuaian dengan
c. Kepatuhan dalam
c. Kepatuhan pemegang izin
RZWP3K; dan
melaksanakan ketentuan dalam
pelaksanaan reklamasi;
persetujuan prinsip lokasi; dan d. Perizinan dan/atau
d. Kepatuhan atas perundangan
d. Komitmen pemegang izin
dokumen lain yang diterbitkan
lainnya
dalam melaksanakan kontribusi (dalam PPKK); dan e. Kepatuhan pemegang persetujuan prinsip lokasi.
Wajib dilengkapi dengan:
Wajib dilengkapi dengan:
a. Izin lingkungan dan/atau
a. Izin Pelaksanaan Reklamasi
AMDAL yang disetujui SKPD/UKPD; b. Izin/rekomendasi yang telah
b. Rencana usaha dan kegiatan
diterbitkan dalam persetujuan
reklamasi;
prinsip lokasi reklamasi; c. UDGL yang disahkan
c. Izin lingkungan dan/atau
Gubernur;
AMDAL;
d. Rencana pengambilan
d. IMP Reklamasi;
material reklamasi disertai bukti perizinan; e. Rekomendasi kelayakan
e. UDGL pada lahan hasil
material reklamasi;
reklamasi;
f. Rencana pengembangan
f. Rencana dan tahapan
infrastruktur/prasarana dasar
pemanfaatan lahan;
yang sesuai dengan RTRW; g. Rencana usaha dan kegiatan
g. Sertifikat HPL lahan hasil
reklamasi (termasuk studi
reklamasi;
kelayakan) h. Kesanggupan untuk
h. PPKK; dan
memenuhi kewajiba dan kontribusi (ditandatangani Direktur Utama dan diketahui oleh Komisaris Utama) i. Berita acara serah terima penyerahan kontribusi dan kewajiban yang sudah dilaksanakan. Berlaku dua tahun dan dapat
Berlaku paling lama lima tahun
Berlaku selama 15 tahun dan
diperpanjang paling lama dua
dan dapat diperpanjang paling
dapat diperpanjang paling lama
tahun
lama lima tahun dengan
15 tahun
memperhatikan metode dan dampak reklamasi 9-32
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Persetujuan Prinsip Lokasi
Izin Pelaksanaan Reklamasi
Reklamasi
Izin Pemanfaatan Ruang Reklamasi
Permohonan perpanjangan
Permohonan perpanjangan
Permohonan perpanjangan
diajukan paling lambat 6
diajukan paling lambat 6 bulan
diajukan paling lambat satu
bulan sebelum habis masa
sebelum habis masa berlakunya
tahun sebelum habis masa
berlakunya
berlakunya
Setelah persetujuan prinsip
Pemegang izin pelaksanaan
Merupakan dasar penerbitan
lokasi reklamasi diterbitkan,
reklamasi wajib:
izin lainnya, yaitu:
a. Melaksanakan reklamasi
a. Pengurusan status lahan
sesuai ketetuan dalam izin
(HGB di atas HPL);
pemegang persetujuan harus mengurus dokumen berikut paling lambat 6 bulan, yaitu: a. AMDAL dan RKL/RPL;
pelaksanaan dan izin lainnya; b. Izin Mendirikan Prasarana
b. Melaksanakan
(IMP);
penanggulangan dampak akibat
b. RTBL;
reklamasi; c. UDGL;
c. Memberikan kontribusi; dan
c. Keterangan Rencana Kota;
d. Bukti perizinan
d. Menyusun perjanjian
d. IMB;
pengambilan dan
pemenuhan kontribusi dan
ketersediaan material
kewajiban (PPKK) paling lambat
reklamasi;
6 bulan setelah izin pelaksanaan reklamasi diterbitkan
e. Rekomendasi kelayakan
e. Analisis daya dukung
material reklamasi.
lingkungan untuk pembangunan pada lahan reklamasi; f. Izin mendirikan prasarana pada lahan hasil reklamasi; dan g. Izin lainnya terkait pemanfaatan lahan dan pembangunan. Selama melaksanakan
Izin pemanfaatan ruang
reklamasi, pemegang izin
reklamasi dapat dicabut apabila
pelaksanaan reklamasi tidak
pemanfaatan ruang dan
dapat mengalihkan perizinan
pembangunan tidak sesuai
kepada pihak lain tanpa
dengan panduan rancang kota
persetujuan tertulis dari
dan penyelesaian kontribusi dan
Gubernur
kewajiban tidak dilaksanakan
Izin Pelaksanaan Reklamasi
sesuai PPKK
yang sudah diberikan dapat dicabut apabila pemegang izin tidak melakukan kewajiban di atas
9-33
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Setelah reklamasi dilakukan, proses perizinan tetap berlanjut dalam hal memperoleh sertifikat lahan hasil reklamasi dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan Hak Guna Bangunan (HGB) setelah mendapat izin pemanfaatan ruang. Pemanfaatan lahan hasil reklamasi harus sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang telah diberikan. Selain itu, segala ketentuan perizinan terkait pemanfaatan dan pembangunan yag berlaku di Provinsi DKI Jakarta berlaku juga pada lahan hasil reklamasi Dalam mengawasi dan melaporkan pelaksanaan reklamasi, pembangunan prasarana dasar, pelaksanaan kontribusi dan kewajiban yang dilakukan oleh pemegang izin, gubernur dapat menunjuk pejabat pengawas. Pejabat pengawas harus menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan secara berkala. Pemegang izin reklamasi yang tidak memenuhi ketentuan akan dikenakan sanksi administratif. Sanksi administratif tersebut dapat berupa teguran tertulis, pencabutan izin, dan penghentian kegiatan. Selain itu, pemegang izin reklamasi yag tidak memenuhi kontribusi dan kewajiban sebagaimana telah disepakati dalam PPKK dan merugikan keuangan daerah akan dikenakan sanksi hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9.3
Insentif dan Disinsentif
9.3.1 Insentif dan Disinsentif Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Pemberian insentif dan disinsentif dalam penataan ruang diselenggarakan untuk: a. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang; b. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang; dan c. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang. Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang didorong pengembangannya. Adapun disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi pengembangannya. Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Insentif dapat berupa insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal. Insentif fiskal dapat berupa: a. pemberian keringanan pajak; dan/atau b. pengurangan retribusi. 9-34
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Adapun untuk bentuk insentif non fiskal dapat berupa: a. pemberian kompensasi; b. subsidi silang; c. kemudahan perizinan; d. imbalan; e. sewa ruang; f. urun saham; g. penyediaan prasarana dan sarana; h. penghargaan; dan/atau i. publikasi atau promosi. Sama seperti insentif, disinsentif juga dapat berupa disinsentif fiskal dan disinsentif non fiskal. Disinsentif fiskal berupa pengenaan pajak yang tinggi, sedangkan disinsentif non fiskal dapat berupa: a. kewajiban memberi kompensasi; b. pensyaratan khusus dalam perizinan; c. kewajiban memberi imbalan; dan/atau d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana. Pemberian insentif dan disinsentif fiskal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
insentif
dan
disinsentif
non
fiscal
diatur
oleh
menteri
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan terkait dengan bidang insentif yang diberikan. Insentif dan disinsentif dapat diberikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dari pemerintah daerah ke pemerintah daerah lainnya, dan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah ke masyarakat. Dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura, bentuk insentif yang dapat diberikan ialah insentif dari pemerintah kepada masyarakat, dalam hal ini khususnya juga terkait mitra pengembang. Insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada masyarakat dapat berupa: a. pemberian keringanan pajak; b. pemberian kompensasi; c. pengurangan retribusi; d. imbalan; e. sewa ruang; f. urun saham; g. penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau 9-35
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
h. kemudahan perizinan. Disinsentif
dari
Pemerintah
dan/atau
pemerintah
daerah
kepada
masyarakat dapat berupa: a. kewajiban memberi kompensasi; b. pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah; c. kewajiban memberi imbalan; d. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau e. pensyaratan khusus dalam perizinan. Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif yang berasal dari pemerintah daerah provinsi diatur dengan peraturan gubernur. 9.3.2 Rencana Penetapan Insentif dan Disinsentif RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta Dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta, disusun insentif
dan
disinsentif
yang
berperan
sebagai
perangkat
pengendalian
pemanfaatan ruang. Tujuan diberikannya insentif dalam RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta adalah sebagai berikut: a. mendorong perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang yang telah ditetapkan; b. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang; c. memberikan kepastian hak atas pemanfaatan ruang bagi masyarakat; dan d. meningkatkan kemitraan pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, dan pengawasan penataan ruang. Hal-hal yang menjadi obyek pemberian insentif secara umum ialah obyek yang pembangunannya memberikan manfaat, khususya bagi masyarakat luas. Obyek yang diberikan insentif diantaranya meliputi: a. pembangunan pada kawasan yang didorong pengembangannya; b. pembangunan yang sesuai dengan arahan dan tujuan pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. c. penyediaan ruang untuk fasilitas umum, berupa: 1. ruang privat bangunan yang dapat diakses oleh umum; 2. Pantai publik dan ruang terbuka publik lainnya; 3. penyerahan lahan privat untuk jalan dan saluran. d. peningkatan kuantitas dan kualitas sistem sirkulasi dan jalur penghubung bagi pejalan kaki termasuk jalur bagi penyandang cacat dan lanjut usia oleh sektor privat; 9-36
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
e. pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Dalam upaya mendorong pembangunan, jenis-jenis insentif yang dapat diberikan diantaranya berupa: a. keringanan, pengurangan dan pembebasan pajak; b. pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; c. pembangunan serta pengadaan prasarana sosial dan/atau umum; d. pemberian keluwesan dalam batasan dan perhitungan KLB dan ketinggian bangunan; dan e. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. f. kemudahan perizinan. Selain pemberian insentif, dalam RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta juga diberikan disinsentif yang didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu: a. pemanfaatan ruang dibatasi dan dikendalikan untuk menjaga kesesuaian
dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang; dan b. pemanfaatan ruang/guna lahan yang tidak sesuai dengan zona dan/atau sub
zona serta ketentuannya yang ditetapkan oleh Peraturan Zonasi. Obyek pengenaan disinsentif diberikan apabila pembangunan dilakukan pada kawasan yang dibatasi perkembangannya. Jenis disinsentif yang diberikan dapat berupa: a. pengenaan denda secara progresif; b. membatasi penyediaan prasarana, pengenaan kompensasi, dan penalti; c. pengenaan pajak/retribusi yang lebih tinggi disesuaikan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; d. persyaratan khusus dalam perizinan; e. pengenaan kewajiban dan konstribusi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur dengan Peraturan Gubernur.
9.4
Sanksi Administratif
9.4.1 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang dikenakan sanksi administratif. Pelanggaran di bidang penataan ruang meliputi: a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; 9-37
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
i.
memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukkannya;
ii.
memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang sesuai peruntukannya; dan/atau
iii.
memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya.
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang; i.
tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan; dan/atau
ii.
memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau i.
melanggar batas sempadan yang telah ditentukan;
ii.
melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah ditentukan;
iii.
melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien dasar hijau;
iv.
melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi bangunan;
v.
melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan; dan/atau
vi.
tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang.
d. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum. i.
menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ, dan sumber daya alam serta prasarana publik;
ii.
menutup akses terhadap sumber air;
iii.
menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau;
iv.
menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki;
v.
menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana; dan/atau
vi.
menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang berwenang.
Sanksi administratif dapat berupa: a. peringatan tertulis, dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang. i. rincian pelanggaran dalam penataan ruang; ii. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang; dan
9-38
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
iii. tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. iv. Surat peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 (tiga) kali. v. Apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan
tindakan
berupa
pengenaan
sanksi
sesuai
dengan
kewenangannya. b. penghentian sementara kegiatan, yang dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan; ii. apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang; iii. berdasarkan
surat
keputusan,
pejabat
yang
berwenang
melakukan
penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan iv. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. penghentian sementara pelayanan umum, dilakukan dengan tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum dengan memuat penjelasan dan rincian jenis pelayanan umum yang akan dihentikan sementara; iii. berdasarkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran; dan iv. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan pelanggaran tersebut sampai dengan terpenuhinya kewajiban. d. penutupan lokasi, dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penutupan lokasi; iii. berdasarkan surat keputusan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan
penutupan
lokasi
dengan
bantuan
aparat
penertiban
melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan
9-39
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
iv. setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban. e. pencabutan izin, dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang mencabut izin menerbitkan surat keputusan pencabutan izin; iii. berdasarkan surat keputusan pencabutan izin, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dicabut sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya; dan iv. apabila
perintah
untuk
menghentikan
kegiatan
pemanfaatan
ruang
diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. f. pembatalan izin, dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan pembatalan izin, menerbitkan surat keputusan pembatalan izin; iii. berdasarkan surat keputusan pembatalan izin, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dibatalkan sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dibatalkan izinnya; dan iv. apabila
perintah
untuk
menghentikan
kegiatan
pemanfaatan
ruang
diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. g. pembongkaran bangunan; i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan; dan iii. berdasarkan surat keputusan pembongkaran bangunan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah pemulihan fungsi ruang; iii. berdasarkan surat perintah, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada
orang
yang
melakukan
pelanggaran
mengenai
ketentuan 9-40
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
pemulihan fungsi ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu; iv. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; dan v. apabila jangka waktu tidak dapat dipenuhi orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan tindakan pemulihan fungsi ruang secara paksa. Apabila orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, Pemerintah/pemerintah daerah dapat mengajukan
penetapan
pengadilan
agar
pemulihan
dilakukan
oleh
Pemerintah/pemerintah daerah atas beban orang yang melakukan pelanggaran tersebut di kemudian hari. i. denda administratif. Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada huruf a hingga huruf h. Sanksi administratif terhadap pelanggaran penataan ruang dikenakan berdasarkan kriteria: a. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang; b. nilai manfaat pemberian sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran penataan ruang; dan/atau c. kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang.
9.4.2 Sanksi administratif RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta Berdasarkan karakteristik dan mempertimbangkan konsep kelembagaan Kawasan Strategis Pantura, maka perangkat sanksi yang dibentuk sebagai salah satu bentuk pengendalian pemanfaatan ruang akan dijabarkan pada bagian ini. Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang dikenakan sanksi administratif. Pelanggaran di bidang penataan ruang meliputi: a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; i.
memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukkannya;
ii.
memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang sesuai peruntukannya; dan/atau
9-41
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
iii.
memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya.
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang; i.
tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan; dan/atau
ii.
memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau i.
melanggar batas sempadan yang telah ditentukan;
ii.
melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah ditentukan;
iii.
melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien dasar hijau;
iv.
melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi bangunan;
v.
melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan; dan/atau
vi.
tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang.
d. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum. i.
menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ, dan sumber daya alam serta prasarana publik;
ii.
menutup akses terhadap sumber air;
iii.
menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau;
iv.
menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki;
v.
menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana; dan/atau
vi.
menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang berwenang.
Sanksi administratif dapat berupa: a. peringatan tertulis, dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang. vi. rincian pelanggaran dalam penataan ruang; vii. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang; dan viii. tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 9-42
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
ix. Surat peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 (tiga) kali. x. Apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan
tindakan
berupa
pengenaan
sanksi
sesuai
dengan
kewenangannya. b. penghentian sementara kegiatan, yang dilakukan melalui tahapan v. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan; vi. apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang; vii. berdasarkan
surat
keputusan,
pejabat
yang
berwenang
melakukan
penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan viii. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. penghentian sementara pelayanan umum, dilakukan dengan tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum dengan memuat penjelasan dan rincian jenis pelayanan umum yang akan dihentikan sementara; iii. berdasarkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran; dan iv. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan pelanggaran tersebut sampai dengan terpenuhinya kewajiban. d. penutupan lokasi, dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii.
apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penutupan lokasi;
iii.
berdasarkan surat keputusan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan penutupan lokasi dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan
iv.
setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban.
e. pencabutan izin, dilakukan melalui tahapan 9-43
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang mencabut izin menerbitkan surat keputusan pencabutan izin; iii. berdasarkan surat keputusan pencabutan izin, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dicabut sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya; dan iv. apabila
perintah
untuk
menghentikan
kegiatan
pemanfaatan
ruang
diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. f. pembatalan izin, dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan pembatalan izin, menerbitkan surat keputusan pembatalan izin; iii. berdasarkan surat keputusan pembatalan izin, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dibatalkan sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dibatalkan izinnya; dan iv. apabila
perintah
untuk
menghentikan
kegiatan
pemanfaatan
ruang
diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. g. pembongkaran bangunan; i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan; dan iii. berdasarkan surat keputusan pembongkaran bangunan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah pemulihan fungsi ruang; iii. berdasarkan surat perintah, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada
orang
yang
melakukan
pelanggaran
mengenai
ketentuan
pemulihan fungsi ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu; iv. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; dan 9-44
BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
v. apabila jangka waktu tidak dapat dipenuhi orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan tindakan pemulihan fungsi ruang secara paksa. Apabila orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, Pemerintah/pemerintah daerah dapat mengajukan
penetapan
pengadilan
agar
pemulihan
dilakukan
oleh
Pemerintah/pemerintah daerah atas beban orang yang melakukan pelanggaran tersebut di kemudian hari. i. Denda administratif. Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada huruf a hingga huruf h. Sanksi administratif terhadap pelanggaran penataan ruang dikenakan berdasarkan kriteria: d. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang; e. nilai manfaat pemberian sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran penataan ruang; dan/atau f. kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang.
9-45
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA
10.1 Kebutuhan Revitalisasi di Kawasan Daratan untuk Menunjang Reklamasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta Pengembangan
Pantura
Jakarta
melalui
upaya
reklamasi
dan
pengembangan kegiatan di dalamnya, tidak bisa dipisahkan dengan rencana maupun pengembangan di wilayah daratannya. Sistem jaringan infrastruktur yang menghubungkan pulau reklamasi dan daratan telah menyebabkan beberapa kondisi lingkungan perlu ditangani dengan baik, khususnya dalam penyediaan lahan untuk akses dan implikasi pemanfaatan ruang pada area reklamasi di masa mendatang. Penanganan lingkungan ini dilakukan dalam upaya mendorong dan mendukung pengembangan pantura di masa mendatang. Dalam Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta 2012-2030 penataan kembali daratan Pantura mencakup kegiatan : a. relokasi gudang dan industri. b. revitalisasi lingkungan dan bangunan bersejarah. c. perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan. d. peremajaan kota; e. peningkatan sistem pengendalian banjir dan pemeliharaan sungai; f.
perbaikan manajemen lalu lintas dan penambahan jaringan jalan;
g. relokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum; h. pelestarian hutan bakau dan hutan lindung; i.
perluasan dan peningkatan fungsi Pelabuhan; dan
j.
Pengembangan pantai untuk kepentingan umum.
k. Pemberdayaan masyarakat dan pemulihan mata pencaharian penduduk Kegiatan-kegiatan di atas dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat pantai terutama dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dan pemulihan mata pencaharian penduduk serta perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan. Berikut adalah hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam revitalisasi pantai lama Jakarta.
10.1.1. Mata Pencaharian Masyarakat Nelayan di Pantai Lama Jakarta dapat dikategorikan berdasarkan teknologi alat tangkap yang digunakan yaitu Nelayan Usaha Penangkapan, Perikanan
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Budidaya
dan
Nelayan
Pengolahan
Hasil
Tangkapan.
Kegiatan
usaha
penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Penjaringan, yang meliputi nelayan di Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Penjaringan, dan Pluit) menggunakan berbagai alat tangkap tergantung dari jenis ikan yang akan ditangkap, diantaranya adalah jaring muroami/kongsi, jaring payang, bubu dan pancing. Kapal yang digunakan nelayan Kecamatan Penjaringan pada umumnya dibuat digalangan kapal tradisional yang terdapat di Muara Baru yang terbuat dari kayu. Mesin yang digunakan adalah jenis mesin diesel dengan merk Dongfeng, Yanmar, Honda, dan Mitsubishi. Daerah penangkapan (fishing ground) nelayan Penjaringan yaitu Kepulauan Seribu, sekitar Pulau Bawean (Gresik), Pulau Bangka dan Belitung, dan Laut Cina Selatan. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) untuk alat tangkap muroami adafah sekitar wilayah Bawean, Karimun, dan Laut Cina Selatan dengan lama operasi antara 15-20 hari/trip. Daerah penangkapan untuk nelayan payang adalah sekitar Kepulauan Seribu, sedangkan daerah penangkapan atau pemasangan bubu yaitu disekitar perairan Kepulauan Seribu, dan nelayan yang mengusahakan bubu juga memiliki pancing. Kegiatan perikanan budidaya yang ada di Pantai Lama Jakarta adalah budidaya kerang hijau yang dilakukan dengan menggunakan bambu tancap, atau yang biasa dikenal dengan sebutan bagan tancap, dan tali berdiameter sekitar 1 – 1,5 sentimeter yang berfungsi sebagai media untuk penempelan kerang hijau. Tali yang dipasang di bagan adalah tali yang kosong dan kemudian ditanam atau dipasang dalam air diikatkan antara bambu bagan. Organisme yang akan menempel pada tahap awal merupakan kelompok perifiton seperti algae, bakteri, protozoa dan organisme lainnya. Salah satu wilayah di Pantura Jakarta yang dikenal sebagai penghasil kerang hijau adalah Kelurahan Kamal Muara di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah nelayan Kamal Muara yang mengusahakan budidaya kerang hijau. Salah seorang pembudidaya kerang hijau menuturkan bahwa tahun 1990-an merupakan masa kejayaan bagi pembudi daya kerang hijau di Kamal Muara. Saat itu, bagan tancap yang digunakan sebagai tempat untuk budi daya kerang hijau dibangun berderet hingga sepanjang 15 kilometer, terbentang dari Kamal Muara hingga Muara Angke. Usaha pengolahan hasil perikanan yang ada di Kecamatan Penjaringan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah pembuatan ikan asin, dan kerupuk ikan. Pengasinan dapat dilakukan untuk semua jenis ikan. Biasanya jenis ikan yang diasinkan adalah pepetek, teri, pirik, dan tembang. Ikan yang digunakan untuk 10-2
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
dibuat ikan asin berasal dari hasil tangkapan nelayan setempat. Proses pembuatan ikan asin adalah sebagai berikut: (a) ikan dicuci, kemudian direndam dalam air garam selama ±2 jam kemudian dicuci, (b) disusun dalam bak perendaman, diberi garam pada tiap lapisnya dengan perbandingan 3 : 1, (c) pemberian air supaya lalat tidak menghinggapi ikan, lamanya perendaman sekitar 1-2 hari, (d) ikan dicuci lalu dijemur sampai kering dan siap untuk dipasarkan. Bahan baku kerupuk ikan diperoleh dari hasil tangkapan nelayan setempat. Ikan yang digunakan untuk pembuatan kerupuk ikan adalah tenggiri, tongkol, kuwe dan uli-uli. Proses pembuatan kerupuk ikan adalah: (1) membuat adonan dengan lama pengadukan selama 2 jam, (2) memasukkan ikan dengan perbandingan 1 : 2 atau sesuai dengan keinginan, (3) pencampuran bumbu, (4) adonan dibentuk silinder kemudian direbus, (5) dipotong-potong sesuai dan dijemur sampai kering. Pemasaran produk ikan asin yang dihasilkan oleh pengolah hasil perikanan di Kecamatan Penjaringan pada umumnya dipasarkan didalam lingkup kecamatan, dan pedagang atau konsumen luar daerah yang berkunjung ke wilayah kecamatan Penjaringan. Sifat-sifat tersebut harus dapat menjadi pertimbangan untuk menyusun program revitalisasi. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses revitalisasi terkait dengan mata pencaharian nelayan adalah: 1. Peningkatan kualitas Tempat Pelelangan Ikan dan tempat pemasaran hasil laut yang telah ada dan penambahan fasilitas pendukung di dalam TPI tersebut. 2. Pendataan nelayan dan pengaturan lokasi bagan tancap dan/atau lokasi peternakan budi daya kerang yang dimiliki oleh nelayan DKI Jakarta 3. Pembinaan dan pelatihan pengolahan hasil laut 4. Mempertahankan sentra penjualan hasil olahan laut, seperti pasar ikan asin Kalibaru 5. Mempermudah permodalan dengan memberikan pinjaman lunak 6. Mempertahankan keberadaan pelabuhan dan dermaga tradisional 7. Menata kawasan pelabuhan/dermaga tradisional 8. Pengembangan usaha jasa kuliner berbahan dasar hasil olahan laut 9. Pengembangan kampung tematik Selain mata pencaharian nelayan, terdapat mata pencaharian lain di pesisir pantai lama Jakarta yaitu sebagai buruh pabrik dan buruh di Pelabuhan Tanjung Priuk. Latar belakang pendidikan mereka yang hanya mengenyam bangku SLTP menyebabkan mereka tidak memiliki ketrampilan dan posisi tawar dunia kerja. Dua narasumber dalam penelitian ini merupakan dua orang pemudi berusia 19 tahun yang berpendidikan tamat SLTP. Keduanya bekerja di sebuah perusahaan garment
10-3
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
yang memasarkan sebagian besar hasil produksinya ke luar negeri. Dengan ijazah SLTP yang mereka miliki, keduanya diterima bekerja di bagian yang dikenal dengan sebutan ‘cabut benang’, dengan tugas utama membersihkan sisa-sisa benang yang menempel pada produk garment sebelum produk tersebut diperiksa oleh bagian quality control. Dengan jadwal bekerja selama enam hari seminggu dan lama bekerja setiap hari selama delapan jam, upah yang diterima setiap bulan sebesar Rp. 1.100.000,-. Besar upah yang diterima tersebut bagi mereka dianggap jauh lebih besar dari upah yang diterima dari pekerjaan sebagai buruh pengupas kerang hijau. Pekerjaan sebagai buruh di Pelabuhan Tanjung Priuk seluruhnya merupakan pekerjaan kaum laki-laki karena memerlukan kekuatan fisik untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang. Salah satu permukiman kaum buruh yang bekerja di Pelabuhan Tanjung Priuk terdapat di wilayah RW 08 Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja. Mereka tinggal berdesakan di rumah-rumah petak yang mereka tinggali bersama dengan beberapa keluarga, biasanya mereka tinggal bersama orang-orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Mereka bekerja pada perusahaan-perusahaan jasa pengangkutan dan penyediaan peti kemas, dengan status pegawai tidak tetap. Upah yang mereka terima setiap bulannya berkisar Rp. 1.250.000,- - Rp. 1.500.000,-. Terkait mata pencaharian non nelayan dalam konteks pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta, perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Mengutamakan kesempatan bekerja pada proyek reklamasi bagi masyarakat Pantura Jakarta. 2. Memantau kebijakan pemberian upah oleh perusahaan yang mengerjakan proyek reklamasi agar perusahaan tidak memberikan upah di bawah UMR dan memberikan tunjangan lain (makan, kesehatan/asurasnsi). 3. Memberikan pelatihan ketrampilan dan Bahasa kepada masyarakat setempat. 4. Memberikan kesempatan melakukan praktek kerja lapangan agar mereka memiliki pemahaman tentang dunia kerja yang akan mereka masuki. 5. Memberikan prioritas kesempatan bekerja bagi tenaga kerja yang berasal dari daerah Pantura Jakarta, khususnya bagi mereka yang telah mengikuti pelatihan.
10.1.2. Permukiman Permukiman yang ada di Pantai Lama Jakarta dapat dibagi menjadi dua yaitu Permukiman yang berbatasan langsung dengan laut dan permukiman yang tidak berbatasan dengan laut. Pemukiman yang berbatasan langsung dengan laut adalah permukiman yang dibangun oleh para nelayan yang berasal dari luar
10-4
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Jakarta. Untuk memperbaiki lingkungan permukiman ini, hal-hal yang dapat dilakukan adalah: 1. Perbaikan sistem persampahan, drainase, pengolahan air limbah dan sanitasi. 2. Pembangunan fasilitas MCK yang baik 3. Penyediaan air bersih yang menyeluruh untuk kawasan tepi laut 4. Pengadaan dan perbaikan pompa untuk antisipasi banjir 5. Relokasi permukiman dapat dilakukan dengan syarat: a. Mengadakan diskusi antara masyarakat dan pengembang agar dapat diambil satu titik temu antara kebutuhan masyarakat pesisir dengan fasilitas rumah susun yang akan dibangun untuk mereka. b. Pembentukan mitra dalam upaya sosialisasi proses relokasi dan pelatihan untuk masyarakat pasca relokasi c. Mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk mebayar biaya sewa rumah susun dan biaya-biaya lain yang akan muncul dengan adanya konsekuensi tinggal di rumah susun d. Penyediaan rumah susun perlu disesuaikan dengan profesi serta pola aktivitas ekonomi sebelumnya e. Aksesibilitas
permukiman
menuju
tempat
kerja
masyarakat
harus
diperhitungkan dan tidak menjadikan masyarakat sulit mengakses tempat kerja mereka
10.2 Kawasan yang perlu Direvitalisasi Dalam draft rancangan peraturan daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk seluruh kecamatan di DKI Jakarta, berdasarkan rencana tata ruang
kawasan
penanganannya, melestarikan,
prioritas kawasan
melindungi,
pengembangan (revitalisasi)
kawasan
bertujuan
memperbaiki,
yang
untuk
diprioritaskan
mengembangkan,
mengkoordinasikan,
keterpaduan
pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan yang bersangkutan yang dianggap memiliki prioritas tinggi. Pada Kota Administrasi Jakarta Utara diarahkan pada : a. Kawasan Kantor Walikota Jakarta Utara di Kecamatan Tanjung Priok. b. Kawasan Kampung Bandan di Kecamatan Pademangan. c. Kawasan Pantai Mutiara di Kecamatan Penjaringan. d. Kawasan Pluit di Kecamatan Penjaringan. e. Kawasan Pantai Indak Kapuk di Kecamatan Penjaringan. f.
Kawasan Ancol di Kecamatan Pademangan.
g. Kawasan Sunter di Kecamatan Tanjung Priok. h. Kawasan Pasar Koja di Kecamatan Koja.
10-5
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
i.
Kawasan Muara Angke di Kecamatan Penjaringan.
j.
Kawasan Rumah Si Pitung di Kecamatan Cilincing.
k. Kawasan Mangga Dua di Kecamatan Pademangan. l.
Kawasan Ekonomi Strategis Marunda di Kecamatan Cilincing.
m. Kawasan Kelapa Gading di Kecamatan Kelapa Gading. n. Kawasan Sunda Kelapa di Kecamatan Pademangan. o. Kawasan Tanjung Priok di Kecamatan Tanjung Priok. p. Kawasan Pantura di Kecamatan Cilincing, Pademangan, Penjaringan, Koja, dan Tanjung Priok. Di samping kawasan tersebut di atas, secara kebijakan ada arahan untuk merevitalisasi perumahan/permukiman dengan kepadatan tinggi dan kumuh di daratan pantai Pantura Jakarta.
10.3 Rekomendasi Konsep Revitalisasi di Pantura Jakarta. Pengertian terhadap suatu kegiatan revitalisasi kota dapat diuraikan sebagai berikut : a. Revitalisasi
adalah
usaha
perubahan
lingkungan
perkotaaan
yang
disesuaikan dengan rencana dan perubahan tersebut dilakukan secara besarbesaran untuk dapat memenuhi tuntutan baru kehidupan di kota. b. Revitalisasi adalah pembongkaran secara besar-besaran dari bangunan yang pada umumnya sudah tua agar terdapat lahan kosong yang cukup besar sehingga dapat direncanakan dan dibangun kelompok bangunan baru, jalan dan ruang terbuka. c. Revitalisasi juga adalah usaha-usaha rehabilitasi untuk memperbaiki struktur di bawah standar sehingga memenuhi standar yang seharusnya; konservasi adalah
menyangkut
rehabilitasi
dan
pemeliharaan
dengan
maksud
meningkatkan mutu suatu daerah; redevelopment yaitu pembongkaran, pembersihan dan pembangunan kembali suatu daerah. d. Selain itu, revitalisasi juga adalah pendekatan dalam proses perencanaan kota yang diterapkan untuk menata kembali suatu kawasan di dalam kota dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai dari kawasan kota tersebut sesuai dengan potensi serta nilai ekonomi yang dimilikinya. Pada kasus di Pantura Jakarta, upaya revitalisasi tidak cukup dilakukan dari aspek fisik saja. Supaya berkelanjutan dan masyarakat sendiri secara swadaya dapat merevitalisasi lingkungannya sendiri maka perlu penanganan pada aspekaspek yang terkait dengan persoalan masyarakat dan lingkungannya. Sebaiknya revitalisasi dilakukan sebelum reklamasi.
10-6
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Gambar 10- 1: Konsep Revitalisasi
Selain pendekatan revitalisasi berupa intervensi fisik, pendekatan terkait pengembangan komunitas setempat harus dilakukan, yaitu: a. Pendekatan Community Driven Development (CDD). Pendekatan revitalisasi ini menempatkan pengendalian dan sumberdaya pada masyarakat menjadi faktor penting dalam upaya merevitalisasi lingkungan. Oleh karena itu proses partisipasi, pengelolaan masyarakat, good governance dan desentralisasi menjadi fokus upaya revitalisasi ini. b. Pendekatan Community Economic Development (CDC). Pendekatan ini tidak menempatkan pembangunan atau intervensi fisik lingkungan menjadi faktor paling penting dalam upaya revitalisasi. Peremajaan Kota dapat dilakukan melalui pengembangan masyarakat dan ekonominya yang pada akhirnya
masyarakat
dapat
meremajakan
lingkungan/kawasannya.
Pendekatan ini berkeyakinan bahwa jika masyarakat berdaya, maka secara ekonomi akan meningkat. Jika ekonominya meningkat, masyarakat akan dapat mampu merevitalisasi lingkungannya sendiri. Masyarakat sanggup melakukan peremajaan sendiri.
10-7
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Berdasarkan persoalan di daratan pantura jakarta yang terdapat pada Bab 4 dan pendekatan revitalisasi yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut adalah tabel indikasi program revitalisasi di Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.
10-8
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015
Tabel 10- 1: Tabel Indikasi Program Revitalisasi di Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta Tahapan Pelaksanaan
No.
Program
Lokasi
I 2013
1
Program Transportasi Pengembangan angkutan umum massal pada jalur khusus
2014
II 2015
Koridor Pluit-Pinang Ranti, koridor Pluit-Tanjung Priok, koridor Kalideres-Ancol, koridor Soekarno Hatta-Cilincing, dan koridor HalimSoekarno Hatta. Koridor Ancol-Kampung Melayu, koridor Pluit-Tanjung Priok, koridor Rawamangun-Ancol, koridor Kalideres-Ancol, dan koridor Soekarno Hatta-Cilincing; Koridor Tanjung Priok-PGC, koridor Pluit-Tanjung Priok, koridor Tanjung Priok-Pulogadung, koridor Rawamangun-Ancol, dan koridor Soekarno Hatta – Ancol – Tanjung Priok – Cilincing Koridor Tanjung Priok-Pulogadung, koridor Rawamangun-Ancol dan koridor Soekarno Hatta-Cilincing
2016
2017
2018
III 2019
2020
2021
√
2022
2023
Pelaksana
IV 2024
2025
2026
2027
2028
2029
Sumber Pendanaan
2030
Dinas APBD Perhubungan
Koridor Cililitan-tj priok dan rawamangun-ancol 2
Peningkatan jalan arteri primer
3
peningkatan jalan arteri sekunder
4
peningkatan jalan kolektor
Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Penjagalan dan Kelurahan Penjaringan; Setiap kelurahan Setiap kelurahan Setiap kelurahan Kel. Tugu selatan, rawa badak, koja dan lagoa Kelurahan Kamal Muara, Penjagalan dan Kelurahan Penjaringan; Kelurahan Pademangan Barat dan Kelurahan Pademangan Timur; Kelurahan Kalibaru, Semper Timur,Cilincing, Marunda, Semper Barat, dan Kelurahan Rorotan Kelurahan Tugu Selatan, Tugu Utara, dan Kelurahan Rawa Badak Selatan Setiap kelurahan
10-9
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Dinas
APBD
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Tahapan Pelaksanaan
No.
Program
Lokasi
I 2013
sekunder
5
pengembangan jalan lokal
6
Pengembangan park and ride
7
pengembangan jalur pedestrian dan jalur sepeda
8
Pengembangan jalur pedestrian dan jalur sepeda pada jalan yang menghubungkan daratan dengan pulau reklamasi
9
pengembangan angkutan umum massal berbasiskan rel
10
pengembangan angkutan umum massal berbasiskan jalan
2014
II 2015
2016
Setiap kelurahan Setiap kelurahan Kelurahan Sukapura, Rorotan, Samper Barat, Marunda, Samper Timur, dan Kelurahan Cilincing Kelurahan Tugu Selatan, Rawa Badak Selatan, Rawa Badak Utara, Kelurahan Lagoa, dan Kelurahan Tugu Utara Setiap kelurahan di lima kecamatan
2017
2018
III 2019
2020
2021
2022
2023
Pelaksana
IV 2024
2025
2026
2027
2028
2029
Sumber Pendanaan
2030
Pekerjaan Umum
Dinas APBD Pekerjaan Umum Dinas APBD Perhubungan
Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaingan Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan Kelurahan Tanjung Priok, Kecamatan Tanjung Priok Seluruh ruas jalan arteri, kolektor, dan lokal di Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Pluit dan Kelurahan Penjaringan. Seluruh jalan arteri, kolektor, dan lokal di setiap kelurahan. setiap kel Kelurahan Sukapura, Rorotan, Semper Barat, Semper Timur, Cilincing dan Kelurahan Marunda Selatan, Rawa Badak Utara, Kelurahan Lagoa, dan Kelurahan Tugu Utara Kecamatan Penjaringan dan Kecamatan Tanjung Priok
Setiap kecamatan yang dilalui rel
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
BUMD
APBD
BUMD
APBD
Kelurahan Rorotan,Samper Timur, dan Kelurahan Cilincing Setiap kecamatan yang dilalui rel Kecamatan Penjaringan dan Kecamatan Tanjung Priok
10-10
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Tahapan Pelaksanaan
No.
Program
11
Pengembangan prasarana penyeberangan di Kawasan Reklamasi Pantura pengembangan dan/atau peningkatan kepelabuhanan berupa pelabuhan laut sesuai fungsinya
Lokasi
I 2013
12
No. 1
2
Program Drainase peninggian dan penguatan tanggul di sepanjang garis pantai
pemeliharaan dan peningkatan saluran makro:
2014
II 2015
2016
2017
2018
III 2019
2020
2021
2022
2023
Pelaksana
IV 2024
2025
2026
2027
2028
2029
Sumber Pendanaan
2030
Kel. Koja dan Lagoa, Kecamatan Koja
Dinas APBD Perhubungan
Pelabuhan Sunda Kelapa dan Muara Angke, Kecamatan Penjaringan. Pelabuhan Tanjung priok, Kecamatan Tanjung Priok
Dinas APBD Perhubungan
Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, dan Kelurahan Pluit;
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Kelurahan Ancol; Kelurahan Tanjung priok Kelurahan Marunda, Cilincing dan Kelurahan Kalibaru; Kelurahan Koja 1. Kali Muara Angke yang melalui Kelurahan Pluit dan Kelurahan Pejagalan; 2. Kali Pesanggrahan yang melalui Kelurahan Kamal Muara; 3. Kali Tanjungan yang melalui Kelurahan Kapuk Muara; 4. Kali Muara yang melalui Kelurahan Penjagalan; dan 5. Kali Gendong Pluit yang melalui Kelurahan Penjaringan; 1. Kali Cideng, Kali Anak Ciliwung, Kali Ancol, dan Kali Kampung Bandan yang melalui Kelurahan Ancol; 2. Kali Ciliwung Gunung Sahari yang melalui Kelurahan Ancol dan Kelurahan Pademangan Barat; 3. Kali Mati Pademangan yang melalui Kelurahan Pademangan Barat dan Kelurahan Pademangan Timur; dan 4. Kali Pademangan Timur dan Kali Sunter yang melalui Kelurahan Pademangan Timur; Kali Item, Kali Ancol, Kali Tirem, Kali
10-11
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Tahapan Pelaksanaan
No.
Program
Lokasi
I 2013
3
penerapan sistem polder
2014
II 2015
2016
Lagoa Cakung Drain, Kanal Banjir Timur, Kali Blencong Kali sunter, Kali koja, Kali cakung 1. Kelurahan Kelurahan Pluit dan Kelurahan Penjaringan untuk menangani genangan air di Kawasan Pluit; 2. Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Penjagalan. 3. Kelurahan Kapuk Muara 4. nomor 10, 13A, 13B dan 21 dengan daerah layanan hidrologi mencakup Kelurahan Penjagalan
2017
2018
III 2019
2020
2021
2022
2023
Pelaksana
IV 2024
2025
2026
2027
2028
2029
Sumber Pendanaan
2030
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
1. Kelurahan Ancol; dan 2. Kelurahan Pademangan Barat dan Kelurahan Pademangan Timur. Nomor 26,32,33 Nomor 27, 28, 29, 30,42,46,53,54,55,56,57 Nomor 26,27,28,34,57,58,61 4
Pengerukan dan pelebaran sungai dan kanal untuk mencegah sedimentasi.
Setiap sungai di lima kecamatan
Swasta
Swasta
5
pemeliharaan dan peningkatan pompa air
Kelurahan Pluit, Penjaringan, Kapuk Muara, dan Kelurahan Kamal Muara;
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
6
pemeliharaan pintu air
Kelurahan Sunter Agung Kelurahan Rorotan, Marunda,Semper Timur, dan Kelurahan Semper Barat Kelurahan Rawa badak selatan, rawa badak utara, koja Kelurahan Ancol dan Kelurahan Pademangan Timur Kelurahan Cilincing, Samper Timur dan Kelurahan Marunda
7
pemeliharaan dan peningkatan kapasitas saluran submakro
Kelurahan Koja, Rawa Badak Selatan, Lagoa Setiap kelurahan Setiap kelurahan Setiap kelurahan
10-12
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Tahapan Pelaksanaan
No.
Program
Lokasi
I 2013
8
pemeliharaan dan peningkatan kapasitas waduk
2014
II 2015
2016
Kelurahan Marunda dan Kelurahan Semper Timur; Setiap kelurahan Kelurahan Kapuk Muara, Pluit, Pejagalan, dan Kelurahan Kapuk Muara;
2017
2018
III 2019
2020
2021
2022
2023
Pelaksana
IV 2024
2025
2026
2027
2028
2029
Sumber Pendanaan
2030
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Waduk Kemayoran di Kelurahan Pademangan Timur; Kelurahan Marunda,Semper Timur dan Kelurahan Marunda
9
10
11 12
No. 1
penerapan sumur resapan dalam
pemeliharaan dan peningkatan saluran mikro pada ruas jalan arteri, kolektor, dan jalan lokal pelebaran dan pendalaman Muara Teluk Jakarta pembangunan baru atau peningkatan kapasitas rumah pompa
Kelurahan rawa badak dan sunter agung Setiap kelurahan
Kelurahan Pademangan Barat, Ancol, dan Kelurahan Pademangan Timur; Setiap kelurahan Kelurahan Kalibaru, Semper Timur,Cilincing, Marunda, Semper Barat, dan Kelurahan Rorotan Setiap kelurahan Setiap kelurahan
Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara dan Kelurahan Pluit. Kelurahan Koja, Rawa Badak
Program Penyediaan Air Bersih pengembangan sumber Setiap Kecamatan air baku dan/atau air curah berasal dari Waduk Jatiluhur
10-13
APBD
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Tahapan Pelaksanaan
No.
Program
Lokasi
I 2013
2014
II 2015
2016
2017
2018
III 2019
2020
2021
2022
2023
Pelaksana
IV 2024
2025
2026
2027
2028
2029
Sumber Pendanaan
2030
2
pengembangan sumber air baku alternatif berasal dari Waduk Karian, Waduk Ciawi, dan Waduk Retensi Tanggul Laut Multifungsi, Sungai Ciliwung, Kali Pesanggahan, Kali Krukut, Kanal Banjir Barat dan sumber air lainnya
Setiap Kecamatan
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
3
pengembangan sumber air baku yang dialirkan melalui pipa transmisi
Kelurahan Ancol, dan Kelurahan Pademangan Barat;
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
PDAM
PMP
PDAM
PMP
Kelurahan Papanggo, Kebon Bawang, Sungai Bambu, dan Kelurahan Sunter Jaya Kelurahan Semper Barat, Marunda, Cilincing, Semper Timur, Sukapura, dan Kel Rorotan Kelurahan Rawa Badak Selatan, Koja, dan Kelurahan Tugu Utara; 4
peningkatan dan pembangunan baru kapasitas Instalasi Pengolahan Air (IPA)
Kelurahan Penjaringan Kelurahan Sunter Jaya Kelurahan Semper Barat; dan Kelurahan Marunda Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok
5
pemeliharaan dan peningkatan kapasitas bak penampungan air
6
pemeliharaan dan peningkatan kapasitas Reservoir
Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing
PDAM
PMP
7
peningkatan pipa primer yang melalui di setiap kelurahan
setiap kel
PDAM
PMP
No. 1
Program Pengolahan Air Limbah pengembangan Kelurahan Ancol pengelolaan air limbah Kelurahan Papanggo, Sungai industri Bambu, Sunter Agung, Sunter Jaya
Swasta
Swasta
dan Kelurahan Tanjung Priok; Kelurahan Cilincing, Kalibaru, Marunda, Rorotan, Semper Barat, Semper Timur, dan Kelurahan
10-14
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Tahapan Pelaksanaan
No.
Program
Lokasi
I 2013
2014
II 2015
2016
2017
2018
III 2019
2020
2021
2022
2023
Pelaksana
IV 2024
2025
2026
2027
2028
2029
Sumber Pendanaan
2030
Sukapura
2
pengembangan sistem pembuangan air limbah terpusat (off-site)
nomor 26 untuk melayani Kelurahan Tanjung Priok, Kebon Bawang, Warakas, Papanggo dan Kelurahan Sungai Bambu; nomor 32 untuk melayani Kelurahan Sunter Agung, Sunter Jaya, Sungai Bambu dan Kelurahan Papanggo; dan nomor 33 untuk melayani Kelurahan Sunter Jaya zona layanan nomor 8 melayani Kelurahan Kalibaru, Cilincing, Semper Barat, Semper Timur, dan Kelurahan Marunda; dan zona layanan nomor 9 di Kelurahan Rorotan dan Kelurahan Sukapura Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok Kel. Marunda, Kecamatan Cilincing
Dinas Pekerjaan Umum
APBD dan APBN
3
pembangunan baru fasilitas pembuangan lumpur tinja (on site) di setiap kelurahan
Dinas Kebersihan
APBD
4
pemeliharaan dan peningkatan kapasitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok IPAL Waduk Marunda di Kel Marunda, Kecamatan Cilincing
PD PAL
Masyarakat
5
pembangunan baru instalasi pembuangan air limbah (IPAL)
Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan
Dinas Kebersihan
APBD
6
pemeliharaan dan peningkatan kapasitas jaringan perpipaan air limbah terpusat (off site)
Kelurahan Koja, Rawa Badak, Tugu Selatan, dan Kelurahan Tugu Utara
PD PAL
Masyarakat
No. 1
Program Pengelolaan Sampah pemeliharaan dan Setiap kelurahan peningkatan kapasitas jaringan pembuangan setempat (on site)
Dinas Kebersihan
APBD
Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok IPAK Waduk Marunda di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing
10-15
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Tahapan Pelaksanaan
No.
Program
Lokasi
I 2013
2014
II 2015
2016
2017
2018
III 2019
2020
2021
2022
2023
Pelaksana
IV 2024
2025
2026
2027
2028
2029
Sumber Pendanaan
2030
2
penyediaan TPS dan/atau TPS-3R yang dilengkapi prasarana pengolahan sampah spesifik
Setiap kelurahan
Dinas Kebersihan
APBD
3
rencana fasilitas pengolahan antara (Intermediate Treatment Facility)
Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing
Dinas Kebersihan
APBD
No. 1
Program Penataan/Penyediaan Perumahan Penyediaan rumah susun Setiap kelurahan
APBD
2
Penataan lingkungan perumahan
Setiap kelurahan
3
Perbaikan perumahan
Kamal Muara, Muara Angke
4
Pembangunan fasum fasos sesuai kebutuhan
Setiap kelurahan
5
Normalisasi Sungai dan relokasi pemukiman bantaran sungai.
Kali Kamal, Kali Muara Baru, Kecamatan Penjaringan. Kali Blencong, Kecamatan Cilincing.
Dinas Perumahan dan Bangunan Gedung Dinas Perumahan dan Bangunan Gedung Dinas Perumahan dan Bangunan Gedung Dinas Perumahan dan Bangunan Gedung Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perumahan dan Bangunan Gedung
No. 1
Program Konservasi Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya Konservasi dan rehabilitasi Suaka Margasatwa Angke, Hutan kawasan lindung. Lindung Kapuk Angke, dan Hutan Wisata Kamal. (Kecamatan Penjaringan) Penyiapan habitat untuk Kecamatan Penjaringan
Dinas Kelautan dan Pertanian
APBD
Dinas Kelautan dan Pertanian
APBD
2
mangrove dan penanaman mangrove
10-16
APBD
APBD
APBD
APBD
BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta - 2015 Tahapan Pelaksanaan
No.
Program
Lokasi
I 2013
3
No. 1
Pemeliharaan Objek Sejarah dan Bangunan Cagar Budaya
2014
II 2015
2016
Masjid Luar Batang
2017
2018
III 2019
2020
2021
2022
2023
Pelaksana
IV 2024
2025
2026
2027
2028
2029
Sumber Pendanaan
2030
Dinas Pariwisata
APBD
Makam Belanda dan kelenteng di Taman Impian Jaya Ancol
Kali Blencong, Rumah Si Pitung, Masjid Al-Alam, Makam Pahlawan Kapten Tete Yonker, makam Belanda dan kelenteng di Taman Impian Jaya Ancol Program Pemberdayaan Masyarakat Terkena Dampak Reklamasi Pulau Pembinaan usaha
Kamal Muara, Muara Angke. (Kecamatan Penjaringan)
Dinas KUKM
APBD
2
Penyediaan modal usaha bagi
Kamal Hilir - Kamal Muara, Kampung Luar Batang. (Kecamatan Penjaringan)
Dinas KUKM
APBD
3
Pembangunan fasilitas kerja
Kamal Muara, Muara Angke. (Kecamatan Penjaringan)
Dinas APBD Tenaga Kerja
4
Penyiapan alih profesi penduduk
Kamal Hilir - Kamal Muara, Kampung Luar Batang. (Kecamatan Penjaringan)
Dinas APBD Tenaga Kerja
10-17
BAB 11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA
11.1
Arahan/Ketentuan Teknis Pelaksanaan Reklamasi Dalam penyelenggaran reklamasi maka sesuai dengan rujukan peraturan
perundang-undangan, subyek dan obyek kerjasama penyelenggaraan reklamasi adalah Gubernur Provinsi DKI Jaarta dengan Pengembang. Objek yang dikerjasamakan adalah Reklamasi Pantura Jakarta dalam rangka mewujudkan tanah hasil reklamasi. Kegiatan reklamasi atau pembangunan pulau dilakukan oleh pihak pengembang dengan memenuhi beberapa perizinan, yaitu a. Persetujuan Prinsip Lokasi Reklamasi; b. Izin Pelaksanaan Reklamasi; c. Perjanjian Pemenuhan Kewajiban; dan d. Izin Pemanfaatan Ruang Hasil Reklamasi. Persetujuan prinsip lokasi reklamasi diberikan dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu kesesuaian dengan RTRW, perizinan dan/atau dokumen lainnya yang sudah/pernah diterbitkan, proposal reklamasi, dan kapasitas mitra pengembang. Pelaksanaan reklamasi dapat dilakukan oleh pihak mitra pengembang yang telah memiliki izin pelaksanaan reklamasi. Setelah pelaksanaan reklamasi, pemegang izin pelaksanaan reklamasi wajib mensertifikatkan lahan hasil reklamasi dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Pemerintah atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan ruang di pulau reklamasi dapat dilakukan setelah memperoleh izin pemanfaatan ruang yang merupakan dasar diterbitkannya izin pemanfaatan lahan hasil reklamasi yang meliputi: a. Pengurusan status lahan sebagai HGB diatas HPL; b. Rencana tata letak bangunan; c. Keterangan rencana kota; d. Izin mendirikan bangunan; e. Analisis daya dukung lingkungan untuk pembangunan pada lahan reklamasi; f. Izin mendirikan prasarana pada lahan hasil reklamasi; g. Izin lainnya terkait pemanfaatan lahan. Izin pemanfaatan ruang kawasan reklamasi berlaku selama 15 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 15 tahun. Izin ini dapat dicabut apabila pemanfaatan ruang hasil reklamasi tidak sesuai dengan UDGL atau ketentuan pembangunan lainnya, dan apabila penyelesaian kontribusi dan kewajiban tidak dilaksanakan sebagaimana tahapan dan jadwal yang ditetapkan. 11-1
11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
11.2 Pemeliharaan, Pengelolaan, dan Kewajiban Pengembang terhadap Infrastruktur di Masing-Masing Pulau dan Kawasan Sekitarnya yang Terpengaruh Dampak Reklamasi Konsep dan strategi perencanaan dan pengelolaan bersama fasilitas utilitas pendukung kawasan pantura jakarta di dasarkan pada pertimbangan : a.
Luasan wilayah perencanaan dan daya tampung kawasan perencanaan.
b. Prinsip-prinsip perencanaan yang akan dikembangkan, yaitu :
c.
Kebutuhan integrasi pelayanan dengan wilayah daratan
Basis pendekatan Green Development menuju Eco City.
Optimasi pemanfaatan ruang dengan dasar 305 TRH dan 5% RTB
Konsep pengembangan pengelolaan yang berbasiskan pada :
Keterpaduan dalam semua aspek.
Sinergis dan pembagian peran yang adil antara entitas yang terlibat dan terkait.
Seminimum mungkin membebani APBD.
Memaksimumkan manfaat bagi publik.
Gambar 11- 1: Sistem Infrastruktur Lingkungan pada Kawasan Reklamasi Pantura
Berdasarkan karakteristik dan pertimbangan tersebut di atas dan supaya pengelolaan menjadi efisien, maka konsep dan strategi perencanaan dan pengelolaan fasilitas utilitas dilakukan secara bersama dan disesuaikan dengan kebutuhan serta standar penyediaan utilitas. Secara umum, pengelolaan utilitas dibagi berdasarkan jenisnya, yaitu: A. Air Bersih Penyediaan air bersih untuk kebutuhan domestik dan non domestik harus memenuhi kuantitas kebutuhan secara kontinyu dan kualitas air bersih menurut peraturan baku mutu. Penyediaan air bersih yang meliputi penyediaan air baku, instalasi pengolahan air, dan saluran distribusi air 11-2
11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
bersih diselenggarakan secara mandiri di setiap pulau reklamasi atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana air bersih menjadi kewajiban pengelola pulau reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. B. Air Kotor Pengelolaan air kotor dibagi menjadi pengelolaan air tinja, air limbah domestik, dan air limbah industri, dengan sistem sebagai berikut: a. Pengelolaan air tinja dilakukan secara individual atau modular menggunakan tangki septik tanpa bidang resapan dan pengerukan lumpur tinja secara berkala. b. Pengelolaan air limbah domestik yang meliputi penyediaan saluran dan instalasi pengolahan air limbah diselenggarakan secara mandiri di setiap pulau reklamasi atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana air limbah menjadi kewajiban pengelola pulau reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. c. Pengolahan air limbah industri dilakukan secara terpadu di dalam masing-masing kawasan industri. Pengelolaan air limbah industri yang tergolong limbah B3 dilakukan sesuai dengan ketentuan dari peraturan yang
berlaku.
Pembangunan,
pengelolaan,
dan
pemeliharaan
prasarana air limbah industri menjadi tanggung jawab pengelola kawasan industri. C. Sampah Pengolahan sampah akhir yang tidak dapat dimanfaatkan kembali dilakukan dengan menggunakan insinerator. Pengelolaan sampah meliputi pengangkutan dan pengolahan sampah diselenggarakan secara mandiri di setiap pulau reklamasi atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana sampah menjadi kewajiban pengelola pulau reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. Sistem jaringan air minum, air limbah, dan persampahan dalam jangka waktu tertentu akan diserahkan ke Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dengan ketentuan yang akan diatur lebih lanjut.
11-3
11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015 Tabel 11- 1: Konsep dan Strategi Perencanaan dan Pengelolaan Bersama Fasilitas Utilitas Komponen Sistem Kapasitas
Air Minum & Air Bersih ± 3.255 L/dt
2.
Sumber/ Generator
• • • •
3.
Penyaluran/ Pengangkutan
4.
Pengolahan/ Penanganan
• Perpipaan Sistem Terpisah A. Minum & Bersih • Advanced Treatment
5.
Distribusi/ Pengumpulan/ Penampunga n
6.
Pemanfaatan
7.
Pengelolaan
No 1.
Air Permukaan Air Hujan Air Bekas Air Laut
Air Bekas ± 2.767 L/dt
Air Hujan & A. Limpasan ± 62,4 juta M3 per-Tahun
• •
Limbah Padat & B3 450 ton/hari 67,5 ton/hari (B3) Rumah Tangga Komersial Publik Khusus
Hunian Komersial Ruang Publik Khusus (RS/Lab) • Gravitasi & Pemompaan dng Sal. Tertutup • Advanced Biomembrane
• Hunian • Komersial • Publik
• • • •
• Gravitasi dng Sis. Saluran tertutup
• Truk • Kapal Khusus
• Retensi RTB • Resapan
•W2M •W2E
• 24/7/365 • Looping System dengan Ground Reservoir • Domestik • Komersial • Publik Area
• Perpipaan Gravitasi & Pumping Sta
• Saluran Tertutup ke Reseroir
• Pemilahan di sumber • Terpisah dengan 3R
• Air Baku untuk Air Bersih (non-potable)
• Air Baku • Pengelontoran Saluran Kota
• PAM & Operator
• PAL & Operator
• Pengembang
• Material Recovery • Energi • Konstruksi • D. Kebersihan & Pengembang
• • • •
11.3 Kewajiban dan Kontribusi Mitra Pengembang Areal tanah hasil reklamasi Pantura Jakarta diberikan status Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah berwenang menggunakan tanah hasil reklamasi untuk diusahakan sendiri dan/atau menyerahkan hak-hak penggunaan bangunan di tanah hasil reklamasi kepada pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan ruang Kawasan Reklamasi diwujudkan melalui kerjasama antara pemerintah, pemerintah daerah, mitra pengembang dan masyarakat dengan menerapkan sistem pembiayaan yang tidak membebani sustainabilitas fiskal Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Mitra pengembang memperoleh izin dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengembangkan lahan dan kawasan pekotaan baru melalui pembangunan pulau-pulau reklamasi. Untuk mendukung terjadinya mekanisme penyelenggaraan reklamasi dan perizinan yang efektif, dikembangkan sistem pengenaan kewajiban yang seimbang dengan kemanfaatan yang diperoleh oleh mitra pengembang. Sistem pengenaan kewajiban terdiri dari kewajiban dasar dan kontribusi. Kewajiban dasar pengembang terdiri dari penyediaan prasarana, sarana dan utilitas dasar yang dibutuhkan untuk setiap pulau, penyediaan infrastruktur penghubung antar pulau, dan pengerukan sedimentasi sungai sekitar pulau reklamasi. Prasarana, sarana dan utilitas dasar yang harus disediakan pengembang antara lain meliputi 11-4
11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015
Ruang Terbuka Hijau, Ruang Terbuka Biru, Jaringan angkutan umum massal, jaringan jalan, jalur sepeda, jalur pejalan kaki, jaringan utilitas, sempadan pantai, sarana pengolahan limvbah cair dan padat, fasilitas umum dan fasilitas sosial yang luasnya sebesar minimal 40%-45% dari luas total pulau. Sedangkan yang dimaksud dengan infrastruktur penghubung antar pulau antara lai meiputi jaringan jalan dan jembatan antar pulau, jaringan angkutan umum massaldan sebagainya. Kontribusi pengembang terdiri dari pengerukan sedimen sungai dan waduk di daratan, penyediaan lahan seluas 5% dari total luas lahan areal reklamasi yang dibangun serta tambahan kontribusi lainnya untuk revitalisasi kawasan Utara Jakarta dan daratan Jakarta secara keseluruhan yang berupa pembangunan rumah susun, penataan kawasan, peningkatan dan pembangunan jalan, pembangunan infrastruktru banjir termasuk pompa dan rumah pompa, waduk, saluran dan pembangunan tanggul pengendali banjir. Yang dimaksud penyediaan lahan seluas 5% adalah: a. tidak termasuk peruntukan fasos-fasum untuk diserahkan kepada Pemprov. DKI Jakarta; b. disediakan pada setiap pulau reklamasi yang dibangun dan tidak dapat digabungkan dengan pulau reklamasi lainnya; dan c. kontribusi 5% lahan tersebut dialokasikan pada lahan reklamasi yang memiliki nilai manfaat dan produktivitas yang optimal untuk kepentingan DKI Jakarta utamanya akan dimanfaatkan untuk pembangunan kawasan rumah susun umum yang terpadu dengan prasarana sarana pendukungnya Kontribusi lahan sebesar 5% dari luas pulau yang dibangun didasarkan pada rekomendasi yang telah ada dan hasil kajian yang telah dilakukan terkait kontribusi/kompensasi hasil reklamasi, yaitu: -
Surat Menteri PPN / Ketua Bappenas selaku Ketua Tim Pengarah Reklamasi Pantura Nomor 1287/MK/1997 tanggal 10 Maret 1997 yang mengarahkan besaran kontribusi/kompensasi tanah matang hasil reklamasi oleh PT. KNI sebesar 5%.
-
Hasil kajian PT. Lemtek UI: besaran kontribusi reklamasi Ancol Barat oleh PT. Pembangunan Jaya Ancol sebesar 4,86% dari luas lahan.
-
Hasil kajian BPKP Tahun 2011: besaran kontribusi reklamasi Ancol Barat oleh PT. Pembangunan Jaya Ancol sebesar 5% dari luas lahan sertifikat HPL jadi 2,68 ha. Pelaksanaan kontribusi lahan dilaksanakan setelah pelaksanaan reklamasi
selesai dilaksanakan. Kontribusi lahan dapat dikonversi dengan besaran yang wajar dan dilaksanakan sebagai bentuk partisipasi mitra pengembang dalam program pemenuhan prioritas dan/atau memenuhi kebutuhan mendesak pembangunan di Provinsi DKI Jakarta. Pemanfaatan lahan kontribusi dialokasikan untuk fungsi-fungsi yang bersifat publik.
11-5
11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta – 2015 Tabel 11- 2: Perkiraan Luas Lahan Kontribusi Kawasan Reklamasi Pantura
Pulau
Luas (ha)
A B C D E F G H I J K L M N O P Q
79 380 276 312 284 190 155 63 405 316 32 447 587 379 344 463 369
Perkiraan Luas Lahan Kontribusi 5% (ha) 3.95 19 13.8 15.6 14.2 9.5 7.55 3.15 20.25 15.8 1.6 22.35 29.35 18.95 17.2 23.15 18.45
Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme perhitungan, prosedur pembayaran, lokasi dan besaran pengenaan kewajiban dan kontribusi diatur dengan Peraturan Gubernur.
11-6
BAB 12 KELEMBAGAAN
12.1 Konsep Dasar Kelembagaan Pengelola Pantura Perumusan struktur dan sistem kelembagaan pengelola Kawasan Strategis Pantura Jakarta merupakan salah satu agenda dalam rencana pengembangan Kawasan Strategis Pantura. Perumusan kelembagaan ini sangat penting untuk dapat menjalankan pembangunan yang mencakup perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan,
dan
pengendalian
di
Kawasan
Strategis
Pantura
Jakarta.
Kelembagaan yang akan dibentuk diharapkan dapat menjawab tantangan yang akan muncul dalam proses pembangunan. 12.1.1 Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah
Otonom
dan
Reformasi
Ketatanegaraan. Diterbitkannya UU 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU 25/1999 tentang Pertimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang kemudian direvisi menjadi UU 32/2004 dan UU 33/2004, telah menjadikan sistem pemerintahan yang bersifat sentralistis berubah menjadi desentralistis. Pemerintah daerah, khususnya pada tingkat kabupaten/kota diberikan kewenangan yang lebih luas dalam mengurus rumah tangganya sendiri secara otonom. Tujuan reformasi adalah melakukan penataan dalam berbagai penyelenggaraan pemerintahan untuk lebih baik, sehingga mampu untuk mewujudkan demokrasi, kesejahteraan rakyat dan aparatur pemerintahan yang menjalankan fungsinya beradaskan prinsip-prinsip
“good governance” dan pelayanan publik berdasarkan pada Standar Pelayanan Minimum (SPM). Provinsi
DKI
Jakarta
sebagai
Ibukota
Negara
memiliki
beberapa
keistimewaan dalam kewenangannya yang diatur dalam UU 29/2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sesuai dengan amanat UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, maka seperti pemerintah daerah lain di Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diwajibkan melakukan penataan ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan ketentuan peraturan yang telah ditetapkan menurut perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyelesaikan RTRW Provinsi DKI Jakarta 2010-2030 dan dituangkan dalam Peraturan Daerah 1/2012. Kelembagaan penataan ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta mengacu kepada tugas pokok dan fungsi perangkat daerah yang ditetapkan dalam Peraturan 12-1
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
Daerah 10/2008, secara hirarkis menurut lingkup makro dan mikro serta regionalisasi kewilayahan Kotamadya/Kabupaten, Kecamatan dan Kelurahan. Kelembagaan penataan ruang wilayah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam lingkup makro terdiri dari SKPD Provinsi (a) kebijakan penataan ruang dan rencana pembangunan, (b) kebijakan teknis penataan ruang, dan (c) kebijakan teknis sektoral. Sementara dalam tingkat mikro terdiri dari SKPD tingkat Provinsi dan Kota/Kabupaten Administrasi. RTRW Jakarta 2030 telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah 1/2012, yang perlu ditindaklanjuti dengan ketentuan, peraturan dan rencana mikro, khususnya tentang Ketentuan Kawasan Strategis dan TOD. Penyelenggaraan penataan dan pengembangan kawasan strategis Pantura sebagai bagian wilayah DKI Jakarta dilakukan oleh para stakeholders yang terkait secara terkoordinir. Kewenangan disertai tanggung jawab dari perangkat daerah yang tercantum dalam Struktur Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta (SKPD) dalam pelaksanaannya diatur dalam sistem birokrasi dengan prinsip-prinsip Good Governance. Birokrasi yang efektif dengan tujuan mempertegas batasan kewenangan dan tanggung jawab individu dan institusinya perlu diatur melalui : a. Penguatan fungsi sebagai regulator. b. Pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab sebagian fungsi Gubernur kepada SKPD dalam pendekatan sektoral dan kepada Walikota/Bupati, Camat, Lurah dalam pendekatan teritorial (kewilayahan). c. Penerapan prinsip-prinsip Good Governance secara teramati. d. Ketegasan
pemimpin/atasan
dalam
pemberian
sanki,
reward
dan
punishment. Pembangunan yang diselenggarakan dalam suatu wilayah/kawasan terdiri dari berbagai elemen terkait dengan kewenangan dan tanggung jawab instansi yang terlibat dalam proses pembangunan, sejak penyusunan rencana, dalam pelaksanaan sampai pengendalian dan evaluasi yang perlu dilakukan. Bahwa pembangunan itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, maka masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pembangunan melalui mekanisme peran serta masyarakat secara partisipatif. Dalam melibatkan peran serta masyarakat tersebut, dilakukan secara berjenjang menurut hirarki proses pembangunan berdasarkan pendekatan jenjang kewenangan pemerintahan. Kendala yang sering terjadi dalam melibatkan masyarakat disebabkan adanya kepentingan tertentu dari individu ataupun organisasi yang ada, baik formal ataupun informal termasuk yang ilegal. Karenanya sering terjadi hambatan dalam proses pembangunan atau pembatalan. Elemen masyarakat yang berbagai corak dan kepentingan itu, diperlukan ketentuan dan kriteria yang jelas, mana saja yang
12-2
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
akan dilibatkan dalam setiap proses pembangunan dan secara transparan di antara mereka dapat terwakilkan. Instansi vertikal terlibat disebabkan kewenangannya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Program kegiatannya sering sering ditentukan sepihak yang menimbulkan benturan atau tumpang tindih dengan program sektoral lainnya atau tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Daerah. Kapasitas kelembagaan yang terbangun dalam suatu institusi ditentukan oleh berbagai hal, sebagai berikut : a. Tugas pokok dan fungsi yangg ditetapkan dalam pembentukan struktur organisasi Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. b. Diskripsi tugas pada masing-masing elemen jabatan dan institusi tersebut. c. Pemimpin
institusi
harus
knowledge, skill, integritas dan
memiliki
berkemampuan untuk berkomunikasi, berani mengambil keputusan yang tegas. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan bagi individu dan institusinya. Antara lain melalui restrukturisasi organisasi, reformasi birokrasi, reposisi pejabat dan staf, pelatihan dan pengembangan wawasan,
terutama
juga
pembinaan
daya
nalar
dan
moral.
Seringkali
penyelenggaraan peningkatan kapasitas ini tidak berkelanjutan dan tidak konsisten, padahal dalam kelembagaan itu selalu terjadi mutasi staf atau pimpinan. Terjadi pula
dinamika
perkembangan
situasi
daerah
terutama
perkotaan
dan
masyarakatnya yang dinamis.
12.1.2 Studi Kasus Kelembagaan yang Telah Ada dan Peraturan Pembentukan Lembaga Pengelola Kawasan Perkotaan Pemerintah telah pernah beberapa kali membentuk lembaga (institusi) khusus yang diberi kewenangan (mandate) untuk melakukan pengembangan kawasan terintegrasi. Sebagai referensi dapat disebutkan disini antara lain: 12.1.2.1 BP Batam (Badan Pengusahaan Kawasan Batam) Otorita Batam (OB) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No.65/1970 ketika Ibnu Sutowo selaku dirut Pertamina pada era 1970-an diperintahkan untuk mendirikan basis operasi dan logistik Pertamina di Batam. Kemudian, pada 26 Oktober 1971 keluar Keppres No.74 tahun 1971 yang menetapkan Batu Ampar sebagai daerah industri berstatus entreport partikulir, sekaligus pembentukan Badan Pimpinan Daerah Industri Pulau Batam yang bertugas merencanakan dan mengembangkan pembangunan industri dan prasarananya, menampung, dan
12-3
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
meneliti permohonan izin usaha untuk diajukan ke pejabat terkait dan mengawasi proyek industri. Selanjutnya berdasarkan pada kajian Nissho Iwai Co. Ltd dari Jepang dan
Pacific Bethel Inc. dari Amerika merekomendasikan Batam sebagai pusat industri petroleum dan petrokimia dengan pertimbangan pada awal dasawarsa 70-an, minyak dan gas adalah komoditi unggulan ekonomi Indonesia. Berdasarkan hasil kajian tersebut kemudian diterbitkan Keppres No.41 tahun 1973 yang menetapkan seluruh pulau Batam sebagai daerah industri dan membentuk Otorita Daerah Industri Pulau Batam (Otorita Batam). Tugas Otorita Batam antara lain mengembangkan dan mengendalikan pembangunan pulau Batam sebagai daerah industri dan kegiatan alih kapal, merencanakan kebutuhan prasarana dan pengusahaan instalasi dan fasilitas lain, menampung, meneliti permohonan izin usaha dan menjamin kelancaran dan ketertiban tata cara pengurusan izin dalam mendorong arus investasi asing di Batam. Sejalan dengan keluarnya PP No.20 tahun 1972 tentang aturan Bonded
Warehouse, maka diterbitkan pula Keppres No.33 tahun 1974 tentang penetapan kawasan Batu Ampar, Sekupang, dan Kabil sebagai gudang berikat atau bonded
warehouse. Ketika minyak dan gas tidak lagi menjadi produk unggulan ekonomi Indonesia, maka diusulkanlah rencana induk Pulau Batam sebagai salah satu penyangga perekonomian nasional dalam sektor industri sekaligus penugasan Otorita Batam sebagai pengelola pulau ini sejak 1977. Pembangunan Batam memasuki dekade ke dua ditentukan dengan terbitnya Keppres No.41 tahun 1978 yang menetapkan Pulau Batam sebagai bonded warehouse. Pada tahun itu ditandai dengan munculnya Teori Balon yang dicetuskan oleh BJ Habibie setelah bertemu dengan PM Singapura Lee Kuan Yew. Semangat Teori Balon itu adalah menjadikan Batam sebagai basis pertumbuhan ekonomi baru dengan memanfaatkan tumpahan industri dari Singapura. Diibaratkan Singapura sebagai sebuah balon besar yang terus menggelembung maka disiapkan daerah-daerah di sekitarnya sebagai balon-balon kecil yang mendapatkan suntikan angin dari balon induk. Keppres No.41 tahun 1978 itu diperkuat oleh Keppres No.56 tahun 1981 yang menetapkan Pulau Batam sebagai bonded warehouse ditambah dengan lima pulau sekitarnya meliputi Kasem, Moi-Moi, Ngenang, Tanjung Sauh, dan Janda Berias. Pada tahun 1979, Departemen Pekerjaan Umum menyusun masterplan yang menetapkan empat fungsi utama pulau Batam yakni sebagai kawasan industri, free trade zone, alih kapal, dan pariwisata. Lalu, apa itu BP Kawasan Batam? Dengan diterbitkannya Perppu No.1 Tahun 2007 yang dilanjutkan dengan UU No. 44 Tahun 2007 tentang Free Trade
12-4
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
Zone (FTZ), ditegaskan dalam salah satu pasalnya bahwa pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas akan menjadi tanggung jawab sebuah lembaga bernama Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas. Sejalan dengan diterbitkannya PP No.46 tahun 2007 tentang FTZ Batam, maka otomatis lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kawasan ini adalah Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Batam. Dalam pasal 3 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa seluruh pegawai dan aset Otorita Batam akan beralih menjadi pegawai dan aset BP Kawasan Batam, walaupun dalam PP itu tidak dijelaskan secara rinci bagaimana proses peralihan pegawai dan aset kepada lembaga baru tersebut. Jadi, secara hukum kelembagaan, maka OB dan BP Kawasan adalah dua lembaga yang berbeda karena produk hukum yang menjadi dasar pembentukannya juga berbeda. OB dibentuk oleh Keppres sedangkan BP Batam dibentuk berdasarkan UU. 12.1.2.2 PT. Bali Tourism Development Corporation Dalam rangka pengembangan pariwisata Bali, pada tahun 1971 dengan bantuan UNDP diprakarsai suatu Studi tentang pariwisata Bali oleh SCETO
(Societe Centrale pour l'equpeent Touristique Ouetre-Mer) Perancis. SCETO merekomendasikan rencana induk pariwisata bali adalah suatu pembangunan ekonomi, dimana taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ditingkatkan tanpa mengorbankan nilai-nilai kebudayaan serta struktur sosial kehidupan masyarakat Bali dan lingkungan hidup. Kawasan yang dikembangkan adalah sebuah kawasan yang ada di Nusa Dua, lahan yang tidak produktif, namun memiliki pantai dan berpasir putih, berpenduduk jarang dan sangat dekat dengan Bandara Ngurah Rai. Lokasi lahan tersebut terpisah dari masyarakat tradisional Bali. Berdasarkan PP No. 27 tahun 1972 dibentuk Badan Pengembangan Rencana Induk Pariwisata Bali (BPRIP) dengan tugas konsultasi dan koordinasi dan PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) atau Bali Tourism Development Corporation (PT. BTDC) yang bertujuan utama menyelenggarakan tersedianya prasarana dan sarana, mengundang investor untuk membangun hotel serta mengelola dan memelihara Kawasan Pariwisata Nusa Dua. Rekomendasi SCETO menyarankan bahwa untuk keperluan mass tourism pemerintah cukup fokus di tiga wilayah saja yaitu: Nusa Dua, Sanur dan Lovina. Kawasan lainnya dipreservasi sebagai pusat kultural. Ternyata dalam perkembangannya, rekomendasi ini tidak sepenuhnya dilaksanakan. Saat ini kita bisa lihat bagaimana kawasan Kuta, Legian, Seminyak, Jimbaran tumbuh karena dorongan komersial.
12-5
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
12.1.2.3 Badan Otorita Pluit Otorita Pluit dikembangkan menjadi Badan Otorita Pluit yang kemudian berkembang menjadi Proyek Pengembangan Lingkungan Pluit dan berkembang lagi menjadi PT Pembangunan Pluit Jaya (90% saham Pemprov. DKI Jakarta). PT Pembanguna Pluit Jaya kemudian merger dengan PT Pembangunan Pantura Jaya membentuk PT Jakarta Propertindo (99% saham Pemprov. DKI). 12.1.2.4 PT Pembangunan Jaya Ancol, tbk Dalam rangka pengembangan kawasan Ancol sebagai kawasan wisata terpadu, pada tahun 1966, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Pemda DKI) menunjuk PT Pembangunan Ibu Kota Jakarta Raya (PT Pembangunan Jaya) sebagai Badan Pelaksana Pembangunan Proyek Ancol (BPPP Ancol) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya No. 1b/3/1/26/1966 tanggal 19 Oktober 1966. Pada tahun 1966, Perusahaan memulai kegiatan operasinya secara komersial. Pada tanggal 10 Juli 1992, status BPPP Ancol diubah menjadi suatu badan hukum, yaitu menjadi PT Pembangunan Jaya Ancol, dengan komposisi kepemilikan sahamnya adalah Pemda DKI sebesar 80% dan PT Pembangunan Jaya sebesar 20%. Pelajaran yang Dapat Diambil Berdasarkan beberapa contoh kasus yang telah dibahas, pelajaran yang dapat ditarik dari 4 contoh lembaga yang melakukan pengembangan kawasan adalah sebagai berikut:
Otorita Batam yang kini berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Batam mengalami berbagai persoalan koordinasi dan tumpang tindih kewenangan dengan Pemerintah Kota Batam. Sebagai akibat UndangUndang No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, dimana otonomi daerah berada di tingkat Kota/Kabupaten, maka keleluasaan dan privilege yang dahulu dinikmati Otorita Batam sebagai organ Pemerintah ( kuasi government) dengan kewenangan yang luas dan berada langsung dibawah Presiden, kini harus menyesuaikan diri dengan konteks otonomi dan platform politik yang terjadi.
Model Otorita Batam ini pernah juga diajukan di sekitar tahun 1995 saat gagasan membangun Jembatan Surabaya-Madura diinisiasi. Namun, berbeda dengan Batam, ternyata masyarakat Madura keberatan dengan konsep ini dan menolak Madura. Maka, jadilah model Otorita Batam ini sebagai satu-satunya model yang hanya ada di Batam dan tidak direplikasikan di kawasan lain.
12-6
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
Keberhasilan PT BTDC adalah karena visi, misinya jelas dan fokus bisnisnya sangat terukur dengan target-target yang bisa diprogramkan. Dukungan Pemerintah Daerah Bali pada BTDC sangat besar. Namun yang paling utama dari keberhasilan BTDC adalah karena tugasnya membangun kawasan Nusa Dua di Bali. Sampai dengan saat ini Bali adalah magnet pariwisata Indonesia. Dengan geopositioning semacam ini, keberadaan BTDC sebagai satu-satunya BUMN yang mendapat privilege untuk mengembangkan kawasan Nusa Dua memberinya kesempatan untuk berinteraksi dengan dunia pariwisata internasional berkelas dunia yang memang sangat tertarik untuk berinvestasi di Bali.
Keunikan Bali dan dukungan Pemerintah Daerah Bali yang sangat solid pada BTDC, ternyata tidak terjadi saat BTDC diminta mengembangkan kawasan pantai di kota Manado. PT MTDC (Manado Tourism Development Corporation) yang konsepnya sama dengan BTDC dan dipimpin oleh manajemen dari BTDC, tetapi statusnya adalah sebuah BUMD yang dimiliki oleh BTDC, Pemprov. Sulawesi Utara dan beberapa Pemkot/Pemkab di Sulawesi Utara, berakhir di BPPN karena terjebak kredit macet dan akhirnya harus dilikuidasi.
Badan Otorita Pluit menjalin kerjasama dengan Developer salah satunya yang cukup besar adalah PT Jawa Barat Indah (JBI). Perubahan Otorita Pluit menjadi PT Jakarta Propertindo saat ini hanya menghasilkan sebuah perusahaan properti biasa yang harus bersaing keras dengan developer swasta raksasa. Saat ini PT Jakarta Propertindo tidak lagi menguasai kawasan yang dapat dikembangkan, kecuali kawasan waduk Ria-Rio yang berada dalam kendali Anak Perusahaannya yaitu PT Pulomas Jaya.
Yang sangat menarik adalah kedudukan PT Pembangunan Jaya. Pemerintah DKI Jakarta dengan intuisi dan keberanian yang kuat (tentunya dengan melihat kesungguhan PT Pembangunan Jaya, sebuah perusahaan swasta yang didirikan oleh Ir. Ciputra) menunjuk PT Pembangunan Jaya sebagai Badan Pelaksana Pembangunan Proyek Ancol (BPPP Ancol) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya No. 1b/3/1/26/1966 tanggal 19 Oktober 1966. Ini adalah sebuah terobosan birokrasi dimana Pemerintah DKI Jakarta melakukan kerjasama Pemerintah Swasta dengan memberikan kewenangan dan keleluasaan kepada swasta untuk melakukan kegiatan pembangunan dan mewujudkan Visi Pemerintah DKI Jakarta (yang mana visi ini juga diperkuat dan dilaksanakan dengan baik oleh
Ir.
Ciputra
sebagai
motor
PT
Pembangunan
Jaya)
dengan
12-7
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
mengoptimalkan peran birokrasi. Puncak keberhasilan Pemprov DKI Jakarta dalam pembangunan kawasan Ancol ini adalah kehebatannya bernegosiasi dengan PT Pembangunan Jaya saat mengkonversikan BPPP Ancol menjadi sebuah perusahaan baru bernama PT Pembangunan Jaya Ancol dimana saat itu (1992) Pemprov DKI Jakarta menguasai 90% sahamnya.
12.2 Alternatif model Kelembagaan Pengelola Kawasan Strategis Pantura Perumusan konsep kelembagaan pengelola Kawasan Strategis Pantura dikembangkan dengan mengambil pelajaran dari pengalaman kasus kelembagaan sebelumnya.
Selain
itu,
pengembangan
konsep
kelembagaan
ini
juga
mempertimbangkan tantangan yang akan muncul dalam proses pengembangan Kawasan Strategis Pantura, baik terkait pengembangan kawasan reklamasi, maupun perbaikan kawasan daratan pantai. 12.2.1 Konsep Dasar Pengembangan Kelembagaan Pengelola Kawasan Stretegis Pantura jakarta Pertumbuhan dan perkembangan Kawasan Metropolitan Jakarta semakin meningkat sebagai konsekuensi tuntutan kebutuhan global. Oleh karena itu, perlu arahan dan pengendalian pemanfaatan ruang pembangunan Kota Jakarta dalam berbagai aspek agar pembangunan yang dilakukan dapat terkendali. RTRW DKI Jakarta 2030 telah menetapkan Kawasan Pantura sebagai Kawasan Strategis, agar model penataan ruang dan proses pembangunannya lebih dinamis dan inovatif dalam keharmonisan. Sebelum RTRW 2030 ditetapkan, Kawasan Pantura dikembangkan berdasarkan RTRW 2030, dan kepada para pengembang diberikan kesempatan untuk mengembangkan Kawasan Pantura melalui penertiban MoU dengan beberapa persyaratan dan ketentuannya. Berbagai kendala dihadapi, sehingga sampai saat ini telah lebih dari 15 tahun belum terwujud dengan nyata. Melalui proses perencanaan tata ruang Kawasan Strategis Pantura, disampaikan pula pertimbangan kelembagaan dalam pengelolaan Kawasan dalam proses penataan ruang, proses pembangunan, pengendalian dan perawatan kawasan alternatif model kelembagaan, antara lain: a. Koordinatif yang kuat b. Konsorsium para pengembang yang sinergis c. Lembaga/institusi tunggal yang kapabel d. Salah satu pengembang yang diberi kewenangan
12-8
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
Gambar 12- 1: Isu sentral pengembangan kelembagaan KSP Pantura Jakarta.
Dari beberapa model, terdapat kekurangan dan kelebihannya masingmasing. Oleh karena itu, perlu dipilih yang terbaik berdasarkan pertimbangan yang arif dan memiliki profesionalisme. Berikut ini merupakan beberapa model kelembagaan yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan Kawasan Reklamasi Pantura : a. Koordinatif, bentuk ini banyak kekurangan atau kelemahannya. Pihak yang terkait memiliki hak dan kewenangan menurut fungsinya, sering terjadi sifat arogan karena kepentingannya. Proses penataan dan proses pembangunan tidak terselenggara dengan baik tanpa kebersamaan, maka koordinasipun sering mengalami hambatan. b. Konsorsium, bentuk ini dilakukan disebabkan adanya pengembang yang telah memiliki MoU, yang tetap harus dihormati. Namun MoU tersebut harus dievaluasi, ada beberapa pengembang yang tidak mematuhi persyaratan dan ketentuannya. Kelemahannya apabila konsorsium ini tidak bertindak adil terhadap masing-masing pengembang, akan tidak efektif. Karena itu para pengembang yang terwakili dalam konsorsium harus mematuhi kesepakatan yang diputuskan dengan konsisten. c. Lembaga/Institusi Tunggal, dibentuk kelembagaan semi pemerintahan seperti Badan Layanan Umum (BLU) yang bertanggung jawab penuh dan langsung kepada Gubernur, bukan BLU di bawah SKPD. BLU ini memperoleh kewenangan yang diberikan dari Gubernur dengan legalitas yang kuat dan berperan sebagai manajer kawasan (estate management) dan dapat diterima oleh para pengembang dan instansi sektoral. Model ini
12-9
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
kiranya akan lebih baik, tetapi harus profesional dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, serta kemampuan dan keberanian dalam mengambil keputusan secara rasional dan bijaksana. d. Salah satu pengembang, bentuk ini dengan melakukan penunjukan salah satu pengembang yang turut terkait dalam pengembangan Kawasan Strategis. Pengembang ini disepakati bersama yang merupakan “ Leader
Enterprise” untuk menyelenggarakan pengelolaan Kawaan Strategis Pantura. Ada kelemahannya, karena pengembang ini ikut bermain, maka tentunya mempunyai kepentingan sendiri. Karenanya pengembang ini harus arif dan bijak serta mempertimbangkan semua kepentingan secara proporsional.
Gambar 12- 2: Karakteristik kelembagaan Publik-Private Financing
Keberjalanan dari lembaga pengelola Kawasan Strategis Pantura memerlukan beberapa faktor utama untuk menunjang keberhasilannya, diantaranya adalah kekuatan identitas, kapabilitas manajemen, kemitraan, kepemimpinan, dan investasi.
12-10
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
Gambar 12- 3 Opsi pembentukan PMU.
12.2.2 Bentuk Kelembagaan Pengelola Kawasan Strategis Pantura Kelembagaan Pengelolaan Reklamasi yang diusulkan adalah berbentuk
quasi goverment dengan format komisioner. Kelembagaan tersebut terdiri dua lapis yaitu Komisi pada lapis pertama dan Holding Company hasil restrukturisasi BUMDBUMD sektor properti Provinsi DKI Jakarta pada lapis kedua. Komisi bertanggung jawab langsung kepada Gubernur dan memiliki kewenangan untuk melakukan regulasi bidang perencanaan, pengusahaan, pengelolaan dan pengendalian di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. Dengan demikian sebagian kewenangan yang saat ini ada di SKPD akan dipindahkan ke Komisi, khususnya untuk kawasan reklamasi. Adapun Holding company bertugas sebagai eksekutor/pelaksana kebijakan dan program yang ditetapkan Komisi dan menjadi perwakilan Pemprov. DKI Jakarta dalam berhubungan serta negoisasi dengan para stakeholder reklamasi Pantura. Bentuk quasi goverment tersebut mengacu pada PP No. 34 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan. Dalam PP No. 34 tahun 2009, disebutkan bahwa untuk Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian daerah administratif (Kabupaten), yang dalam kasus ini adalah Provinsi DKI Jakarta, dikelola oleh pemerintah daerah atau Lembaga Pengelola yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah. Lembaga Pengelola tersebut mempunyai tugas mengelola Kawasan Perkotaan dan mengoptimalkan peran serta Masyarakat serta badan usaha swasta. Berdasarkan PP No. 34 tahun 2009 pula, Lembaga Pengelola dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh sekretariat Lembaga Pengelola yang dibentuk oleh Kepala Daerah. Dengan bentuk tersebut memungkinkan penerapan governance, risk, compliance and legal (GRCL) lebih
12-11
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
akuntabel, proses check and balance yang lebih efektif, dan mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang. Di Indonesia terdapat kelembagaan yang merupakan kuasi pemerintah dengan kewenangan yang sangat disegani yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaga semacam ini sangat mungkin dibentuk di tingkat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dapat diberi nama: Komisi Pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. Komisi ini bertanggung jawab terhadap pencapaian visi misi, strategi dan penetapan KPI untuk semua aspek, yaitu perencanaan, pengusahaan, pengelolaan dan pengendalian. Komisi ini dilengkapi dengan Deputi, Sekretariat Deputi, Sekretariat Jenderal dan Direktorat untuk menjalankan tugasnya. Anggota Komisi terdiri dari 3 – 5 orang yang diusulkan oleh Gubernur dan disetujui DPRD. Agar Komisi ini bisa melakukan eksekusi, maka kepadanya diberikan instrumen yaitu sebuah Korporasi BUMD yang akan melakukan eksekusi program yang dibuat Komisi. Korporasi BUMD ini adalah holding dari seluruh BUMD properti yang kini dimiliki Pemprov DKI Jakarta. Perbedaan mendasar dari format yang diusulkan ini dibandingkan dengan Keppres 52/1995 adalah sebagai berikut:
Tabel 12- 1: Perbedaan Format yang Diusulkan dan Keppres No. 52 Tahun 1995 Format yang diusulkan
Keppres 52/1995
Tim Pengarah
Tidak ada
Ada
Badan Pengendali
Tidak ada
Ada
Badan Pelaksana
Tidak ada
Ada
Komisi Pengembangan Reklamasi /
Ada
Tidak ada
BUMD sebagai instrumen eksekusi
Ada
Tidak ada
Struktur Lembaga
Non birokratis
Birokratis
Kewenangan Lembaga
Otoritas di satu entitas
Otoritas
Kuasi Government
terdistribusi antar lembaga Peran BUMD
Otoritas eksekusi program
Tidak ada
Badan Pengelola
xxxxxxxx
Kepala Badan
Komisi Pengembangan
Kolektif
xxxxxxxxxxxx
BUMD Eksekutor
Manajemen/Kolektif
xxxxxxxxxxxx
Badan Pengelola
xxxxxxxxx
Prerogatif
Komisi Pengembangan
Seleksi terbuka, Diusulkan
Gubernur
gubernur, Disetujui DPRD
xxxxxxxxxxxxxxxx
Pengambilan Keputusan:
Seleksi/Rekrutmen:
BUMD Eksekutor
Seleksi terbuka, diusulkan
12-12
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
Komisi, Disetujui Gubernur Karir bagi PNS: Badan Pengelola
xxxxxxxxxxx
Bukan carreer path
Komisi Pengembangan
Non PNS
xxxxxxxxxx
Deputi Ketua
PNS Karir/Profesional
xxxxxxxxxx
Direksi BUMD
PNS Karir/Profesional
xxxxxxxxxx
Sumber : Hasil Analisis, 2012
Berikut ini adalah perbandingan struktur kelembagaan pada Keppres No. 52 tahun 1995, Proyek Ancol, Proyek Pluit, dan Usulan untuk Kawasan Reklamasi. Pada Keppres No.52 tahun 1995, BPPP Ancol dan BPO Pluit, institusi yang ditugasi sebagai Badan Pelaksana/Otorita hanya terdiri dari satu lapis ( one tier). Sedangkan pada usulan untuk kelembagaan di Kawasan Reklamasi adalah dua lapis (two tier). Struktur two tier memungkinkan penerapan GRCL (governance,
risk, compliance and legal) lebih akuntabel, proses check and balance yang lebih efektif, dan mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang di salah satu entitas.
Gambar 12- 4: Perbandingan Struktur Kelembagaan
Penjelasan mengenai struktur usulan baru ini digambarkan pada gambar 125. Pada Struktur ini ada 2 lapisan yaitu Komisi Pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta yang menjalankan semua fungsi strategis elemen-elemen utama
12-13
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
yaitu perencanaan, pengusahaan, pengelolaan dan pengendalian. Komisi ini adalah entitas organisasi yang utuh dan dilengkapi dengan organ pendukung yang memadai, termasuk didalamnya Panel Expert bila diperlukan. Komisi inilah yang menerima mandat dari Gubernur untuk melakukan perencanaan, pengusahaan, pengelolaan dan pengendalian di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. Anggota Komisi diseleksi melalui proses transparan, selanjutnya diusulkan Gubernur untuk disetujui DPRD. Proses rekrutmen anggota Komisi dengan melibatkan DPRD diperlukan karena Komisi ini memegang mandat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai Undang-Undang No.32/2004. Prosesnya mirip dengan proses rekrutmen komisioner KPK. Pembiayaan untuk Komisi bersumber dari APBD dan dapat mengikuti standar profesional, contohnya seperti yang diterapkan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gambar 12- 5 : Struktur Usulan Lembaga Pengelola Kawasan Strategis Pantura
Agar Komisi ini bisa menjalankan seluruh programnya namun tidak terjadi benturan kepentingan, maka dibuatkanlah sebuah BUMD yang bertugas untuk melaksanakan eksekusi program Komisi. BUMD ini memiliki kewenangan untuk melakukan transaksi Business to Business dengan Mitra. Guideline untuk kegiatan transaksi ini dibuat terperinci oleh Komisi dan menjadi semacam Anggaran Rumah Tangga bagi BUMD tersebut. Restrukturisasi BUMD-BUMD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sektor properti yang menjadi Holding Company tersebut, memberi
12-14
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
“value” yang lebih kuat untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari sisi ekuitas untuk negoisasi dengan swasta lain serta tidak perlu suntikan modal baru Hubungan kerja antara Komisi dengan BUMD sebagai eksekutornya adalah sebuah
hubungan
kolaborasi
untuk
bersama-sama
mewujudkan
Smart
Development Corporation dengan fokus aspek strategi, keuangan dan operasional. Keduanya harus intensif melakukan koordinasi, komunikasi dan kontrol. Jiwa (soul) kedua lembaga ini hendaknya dilandasi dengan spirit PRIDE (Professional,
Respected, Integrity, Dignity dan Excelence). Metoda rekrutmen yang canggih mampu melakukan proses seleksi untuk mendapatkan sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi ini. Sebagaimana telah dijelaskan, instrumen eksekusi yaitu BUMD haruslah memiliki ekuitas yang cukup besar, dan memiliki rentang line business (khususnya di sektor property). Hal ini bisa didapat bila dibentuk sebuah Holding Company yang membawahi seluruh perusahaan BUMD Properti yang ada saat ini. Dengan demikian seluruh saham Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang saat ini ada di BUMD Properti tersebut dialihkan kepada Holding Company baru yang akan dibentuk. Pada dasarnya kekuatan BUMD ini dapat diperkuat dengan membentuk
Super Holding, yaitu perusahaan holding yang memiliki holding company. Jadi dibawah Super Holding ini ada Perusahaan Holding Properti, Perusahaan Holding
Utilitas dan Perusahaan Holding Transit. Pada gambar 12-6 dijelaskan ilustrasi struktur Holding Property.
Gambar 12- 6: Struktur Lembaga PT Holding BUMD
12-15
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
Dengan cara yang serupa dengan pembentukan perusahaan holding property, maka dapat dibuat perusahaan holding utilitas yang didalamnya ada BUMD PD PAL dan PDAM. Sedangkan untuk perusahaan holding utilitas didalamnya ada BUMD MRT dan Trans Jakarta. Super Holding ini akan menegosiasikan kepentingan masyarakat saat berhadapan dengan mitra bisnisnya. Dengan kewenangan tersebut diharapkan pengembangan kawasan reklamasi pantura Jakarta dapat optimal. Struktur Super Holding dapat dilihat pada skema berikut ini:
Gambar 12- 7: Struktur Lembaga Super Holding Company
Dengan menggunakan Super Holding ini sebagai lembaga eksekutor untuk merealisasikan program Komisi, maka daya dorong yang dihasilkannya akan jauh lebih besar. Dengan mengintroduksi kelembagaan menggunakan modal two tier ini pada pengembangan kawasan reklamasi pantura Jakarta, Pemprov. DKI Jakarta telah menginisiasi lahirnya sebuah Jakarta Incorporation. Institusi ini adalah tandem yang signifikan bagi Pemprov. DKI Jakarta untuk mengerahkan berbagai sumber daya non konvensional, komersial, melakukan monetisasi potensi BUMD, menciptakan role model pengembangan kawasan yang integrated, sustain dan mandiri.
12-16
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
PT SUPER HOLDING BUMD
PROFESSIONAL RESPECTED INTEGRITY DIGNITY EXCELENCE
JAKARTA INCORPORATION UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN REKLAMASI PANTURA JAKARTA Gambar 12- 8: Konsep Jakarta Incorporation
12.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab dalam Kelembagaan Pantura Jakarta Kelembagaan penyelenggara dan pengelola Kawasan Strategis Pantura Jakarta tersusun atas dua lapis, yaitu komisi dan BUMD. Kedua pihak tersebut masing-masing
memiliki
tugas
yang
menjadi
tanggung
jawabnya
dalam
pengembangan dan pengelolaan Pantura Jakarta. Komisi merupakan lembaga yang memiliki kewenangan atau mandat dari gubernur dalam pengelolaan Kawasan Strategis Pantura. Komisi secara umum memiliki tugas pada fungsi-fungsi stratetegis, yaitu: a. Perumusan strategi b. Pembuatan rencana c. Program investasi Bentuk dari tugas atau fungsi-fungsi utama ini diantaranya adalah menyusun
Guideline, Peta Strategi, Key Performance Indikator, Prioritasisasi, Pentahapan Proyek, Visi jangka panjang (dengan menerapkan strategi backcasting), dll. Komisi ini memainkan peran seperti Economic Development Board, Strategic Development
Office, Investment Board, dan Otorita Kawasan. Tugas dari komisi diantaranya adalah: BUMD yang bertugas untuk melaksanakan eksekusi program Komisi. BUMD ini memiliki kewenangan untuk melakukan transaksi Business to Business dengan Mitra. Guideline untuk kegiatan transaksi ini dibuat terperinci oleh Komisi dan menjadi prgram dari BUMD. Tugas dari BUMD diantaranya adalah: a. Tahap implementasi
12-17
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
b. Operasional dan pengelolaan/maintenance c. Monitoring dan evaluasi Dalam menjalankan tugasnya, kelembagaan ini harus dapat mengakomodir kepentingan dari stakeholeder lain yang terkait dengan Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Beberapa pemangku kepentingan utama dalam kawasan ini diantaranya adalah lembaga pemerintah, komunitas masyarakat, lembaga keuangan, komunitas bisnis, dan lembaga pengetahuan. Kelembagaan ini dapat berjalan dengan baik apabila faktor-faktor kunci dapat dipenuhi. Salah satu faktor keberhasilannya ialah lembaga ini harus memiliki kekuatan identitas dan kapabilitas manajeman yang baik. Selain itu, faktor kepemimpinan juga menjadi sangat penting agar kelembagaan yang sudah terbentuk dapat terarah dengan jelas dan dapat melaksanakan tupoksinya untuk mencapai tujuan pengembangan Kawasan Strategis Pantura. Faktor eksternal yang memiliki peran penting dalam menunjang keberhasilan kelembagaan ini ialah terjalinnya kemitraan yang baik dengan pihak lain, serta aliran investasi yang dapat menunjang program-program pengembangan Kawasan Strategis Pantura. 12.2.4 Kerjasama antar daerah. Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan status daerah otonom sebagai provinsi, merupakan salah satu Kota Metropolitan dunia yang menjadi perhatian dunia seiring dengan perhatiannya terhadap Indonesia. Struktur ruang Metropolitan Jakarta berupa infrastruktur sebagai penunjang kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat dan kemajuan teknologi merupakan satu kesatuan sistem nasional dan satu kesatuan jaringan terkait lintas daerah berbatasan dengan wilayah daerah otonom Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. Struktur ruang Metropolitan Jakarta berupa pusat kegiatan dengan fungsi nasional seperti pelabuhan, pembangkit listrik dan lain-lain. Dalam RTRW 2030 telah ditetapkan Struktur Ruang di Kawasan Strategis Pantura, berupa infrastruktur yang terdiri dari jaringan primer seperti jalan arteri, kabel listrik bawah laut, pipa gas bawah laut, pipa minyak bawah laut dan kabel telekomunikasi bawah laut. Jaringan primer tersebut dikelola oleh instansi sektoral/BUMN. Dengan dilakukannya perencanaan Kawasan Pantura, maka jaringan instansi tersebut perlu disinkronkan dan secara teknis disesuaikan. Kanal Banjir Timur yang berbatasan dengan wilayah Bekasi dan Rencana Cengakreng Drain yang berbatasan dengan wilayah Tangerang, merupakan kanal buatan sebagai sarana pengendali banjir Jakarta bermuara di Teluk Jakarta. Sebagai batas wilayah antar daerah otonom, perlu pengaturan kewenangan masing-masing
12-18
BAB 12 KELEMBAGAAN Materi Teknis Raperda Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta - 2015
daerah dalam kebersamaan operasional penanganan kanal tersebut secara sinergis. Adanya rencana tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) di perairan Teluk Jakarta, perlu kepastian tentang awal dan akhirnya tanggul di darat. Karena berkaitan dengan batas wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah timur (Bekasi) dan Provinsi Banten di sebelah barat (Tangerang), berkaitan pula dengan kewenangan masing-masing. Dalam sistem ketatanegaraan, di era reformasi, di mana Provinsi/ Kabupaten/Kota
memiliki
otonomi
seluas-luasnya dalam mengurus
rumah
tangganya sendiri sebagaimana ditetapkan UU 32/2004, maka sering terjadi hubungan yang kurang serasi antara daerah otonom yang setingkat atau dari antara daerah otonom bawahan dengan atasan. Hal itu terjadi pula dengan Provinsi DKI Jakarta dengan Kabupaten dan Kota berbatasan yaitu BODETABEK. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Kerjasama Antar Daerah, mengatur ketentuan pedoman kerjasama antar daerah otonom dalam rangka keserasian hubungan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan sejak tahun 1970-an, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membuat kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan membentuk institusi Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) Jabotabek di mana kewenangan otonominya masih terbatas berdasarkan UU 5/1974. Sehingga BKSP Jabotabek dapat berjalan efektif dalam menetapkan program pembangunan berdasarkan kesepakatan. Dalam penataan Kawasan Strategis Pantura, terdapat sektor-sektor yang berkaitan dengan kepentingan antar daerah berbatasan, yaitu Jakarta-BekasiTangerang. Untuk keserasian pengelolaan sektor berkaitan tersebut, perlu sinergi antar daerah otonom yang bersangkutan dan dibentuk institusi yang disepakati bersama dalam suatu legalitas yang kuat, melalui keputusan Pemerintah Pusat.
12-19